You are on page 1of 5

Kemiskinan masih menjadi indikator keberhasilan sebuah pembangunan terkait dengan upaya untuk

mensejahterakan masyarakat. Berhasil tidaknya sebuah daerah dalam melaksanakan pembangunan


akan pula diukur dari banyaknya jumlah penduduk miskin secara kuantitatif ataupun kualitatif. Biasanya
masalah kemiskinan tersebut akan pula dihubungkan dengan masalah penggangguran dan lapangan
kerja serta kualifikasi dari para pencari kerja yang tidak mencukupi untuk dapat bekerja di sebuah
perusahaan. Faktor-faktor tersebut diyakini menjadi akar permasalahan dari kemiskinan yang terjadi di
kota-kota.

Demikian pula yang terjadi pada Kota Bogor. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2010 berjumlah
91.200 jiwa atau sekitar 9,47% dari total seluruh penduduk. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari
angka 91.710 jiwa atau 8,82% (http://bogorkota.bps.go.id, diakses September 2012). Yang juga
memprihatinkan adalah angka pengangguran di Kota Bogor. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
menyatakan bahwa pada akhir tahun 2011 jumlah pengangguran di Kota Bogor meningkat menjadi
42.475 orang (pikiran rakyat, 2012). Faktor yang menyebabkan masalah ini antara lain kurangnya tingkat
kualifikasi pencari kerja dengan standar kualitas yang dimiliki oleh perusahaan yang membutuhkan
tenaga kerja tersebut.

Efek Berganda Pariwisata

Ada banyak alternatif cara yang bisa ditempuh untuk dapat mengatasi masalah pengangguran dan
kemiskinan di sebuah kota. Pariwisata adalah salah satu sektor yang dianggap bisa memberikan solusi
bagi masalah-masalah kemiskinan. Dengan cakupan kegiatan yang sangat luas yang dimiliki oleh
pariwisata, sumbangaa dari sektor tersebut dapat dioptimalkan untuk memberikan efek
berganda (multiplier effect) dalam berbagai sektor misalnya kesempatan kerja, peluang wirausaha, serta
distribusi pendapatan yang lebih merata (Damanik, 2005). Efek yang diberikan tentu akan sebanding
dengan banyaknya potensi wisata yang ada di sebuah daerah. Sebagai contoh Kota Bogor yang memiliki
ODTW (Obyek Daya Tarik Wisata) terdata sebanyak dua puluh obyek (http://www.kotabogor.go.id/
diakses September 2012) atau mungkin lebih. Potensi wisata tersebut tidak termasuk dalam agenda-
agenda wisata yang bersifat festival ataupun pertunjukan (misalnya Bogor Art Festival) yang juga
memberikan daya tarik tersendiri. Fakta tersebut memberikan harapan bahwa pariwisata di Kota bogor
bisa dioptimalkan untuk menjadi pemacu bagi industri-industri pendukung lainnya seperti industri kreatif.

Mengapa Industri Kreatif?

Untuk mengawali pemahaman tentang industri kreatif, maka dapat dilihat definisi berikut:

Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan
kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta
individu tersebut. (Depdagri, 2009)

Indonesia sedang sangat gencar melakukan pengembangan industri kreatif. Hal ini didasari beberapa
studi yang menyebutkan bahwa industri kreatif berkembang sangat besar sebagai sektor penyumbang
ekonomi daerah dan nasional. Studi itu diawali oleh seorang Amerika bernama John Howkins pada tahun
1996 yang menyebutkan bahwa industri kreatif telah memberikan nilai ekspor sebesar 600 triliyun rupiah
di Amerika. Diperkirakan nilai tersebut juga akan sama terjadi pada negara-negara lainya sehingga nilai
ekonomi dari industri kratif secara global menjadi penyumbang ekonomi yang cukup signifikan
(Simatupang, 2007). Pada tahun 2006, industri kreatif berhasil menyumbang angka Rp
104.787.209.313.000 atau sekitar 5,67% (Depdagri, 2008).

Bagi sektor lapangan kerja, industri kreatif juga menawarkan peluang lapangan kerja dan usaha yang
tinggi. Sekitar 5% peluang kerja ditawarkan oleh industri kreatif. Namun disayangkan, selama beberapa
tahun ini memang penyerapan tenaga kerja industri kreatif sedikit berkurang. Hal ini bisa diatasi dengan
kerjasama antar berbagai stakeholder yang berhubungan dengan industri kreatif. Akan tetapi secara
garis besar, harapan pada industri kreatif untuk dapat menyediakan lapangan kerja di masyarakat masih
dapat diandalkan.


Gambar 1. Sumbangan Industri Kreatif dalam Menyerap Tenaga Kerja Tahun 2006
sumber: Depdagri, 2008

Selain dalam sektor ekonomi tersebut, industri kreatif yang didukung oleh ekonomi kreatif juga memiliki
kelebihan dan keuntungan sebagai berikut:


Gambar 2. Efek Berganda Ekonomi dan Industri Kreatif
sumber: Depdagri, 2008

Kontribusi pariwisata bagi industri kreatif Seperti hal yang sudah dipaparkan di atas bahwa pariwisata
dapat memberikan efek berganda (multiplier effect) pada sektor ekonomi terutama dalam
penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran. Ini berarti ada kesempatan pula bahwa
sektor pariwisata dapat menjadi stimulan pada industri-industri terutama industri kreatif yang ada di Kota
Bogor. Tentu dengan menciptakan lapangan kerja baru di sektor industri kreatif yang mendukung
kegiatan-kegiatan wisata di daerah tersebut.

Secara nyata hubungan pariwisata dengan industri kreatif kurang lebih ada dua yaitu:

a. Pariwisata sebagai pasar (marketing) hasil industri kreatif
Walaupun tidak selamanya industri kreatif berkaitan dengan pariwisata, namun pemasaran hasil-hasil
industi kreatif banyak didominasi kepada lokasi-lokasi wisata ataupun pada saat acara-acara wisata
seperti festival dan pertunjukan. Hal ini memberikan kaitan yang erat antara pariwisata sebagai stimulan
bagi perkembangan industri kreatif karena pariwisata menjadi wadah dalam menjual dan menawarkan
hasil-hasil industri kreatif.

b. Pariwisata sebagai promosi (promoting) hasil industri kreatif
Hubungan kedua antara pariwisata dan industri kreatif ada pada upaya promosi hasil industri kreatif yang
sangat membutuhkan kontribusi dari sektor pariwisata. Hasil industri kreatif adalah produk yang sangat
digemari dalam acara-acara pameran, pagelaran, dan pertunjukan. Dengan saling memanfaatkan potensi
yang dimiliki oleh pariwisata dan industrik kreatif, keduanya dapat saling mengisi dalam ajang promosi
satu sama lain.

Dengan dua kelebihan antara hubungan pariwisata dan industri kreatif di atas, efek yang dapat diberikan
dari pariwisata bagi pengembangan industri kreatif dapat ditingkatkan kembali. Pariwisata dapat menjadi
wadah pemasaran (marketing) dan promosi (promoting)industri kreatif. Dengan potensi wisata yang
dimiliki Bogor-baik itu wisata yang bersifat obyek/situs ataupun bersifat festival/pertunjukan-maka
pengembangan industri kreatif di Kota Bogor tentu harus sangat didukung oleh pariwisata yang ada di
daerah tersebut.

Kendala dan tantangan

Kendala dan tantangan yang saat ini dihadapi oleh industri kreatif memang cukup banyak. Telebih lagi
bila industri kreatif yang akan dikembangkan diorientasikan dan bertujuan untuk menanggulangi
kemiskinan dan mengurangi angka pengangguran. Berikut ini analisa dari kendala dan tantangan yang
harus dihadapi oleh banyak pihak terkait dengan capaian di atas:

a. Orientasi pengembangan wisata masih kepada esklusifisme
Infrastruktur pariwisata yang banyak dikembangkan oleh daerah masih mengarah pada infrastruktur yang
menyediakan layanan bagi turis asing dengan mengedepankan kemewahan dan eksklusifitas. Padahal
untuk mendapatkan infrastruktur yang demikian dibutuhkan modal dan investasi yang besar. Modal dan
investasi yang besar tersebut tidak mungkin datang dari masyarakat miskin. Pada akhirnya,
pengembangan wisata justru akan lebih menguntungkan para pemilik modal dan bukan masyarakat
miskin (Damanik, 2008).

b. Keterampilan masyarakat miskin masih terbatas
Keterbatasan keterampilan, pendidikan, dan kemampuan masyarakat miskin dalam menggali kualitas
dirinya masih dianggap sebagai kendala terbesar pengembangan industri kreatif dan pariwisata.

c. Dukungan pemerintah bagi industri kreatif kurang
Peran pemerintah bagi industri kreatif adalah sebagai katalisator, fasilitator, regulator, investor dan
penentu kebijakan perkotaan (Depdagri, 2008). Disayangkan, dukungan tersebut masih sangat sedikit.
Keberpihakan pada industri kreatif dengan berorientasi pada penanggulangan kemiskinan menjadi
kendala sulitnya mengembangkan industri kreatif oleh masyarakat-masyarakat menengah ke bawah.

Solusi dan implementasi

Dengan mencoba untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka berikut inilah solusi yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan pariwisata dan industri kreatif bagi pengentasan kemiskinan. Solusi
berikut ini diambil dari berbagai sumber (Damanik, 2008, Simatupang, 2007, Depdagri, 2008, Gruidl dan
Markley 2009, Chhabra dan Phillips 2009):

a. Pengembangan masyarakat (community development) miskin dengan kewirausahaan
(entrepreneurship). Pengembangan masyarakat masih dinilai sebagai model dengan tingkat keberhasilan
tinggi untuk usaha mengentaskan kemiskinan. Selain hal itu, kewirausahaan juga menjadi faktor penting
karena industri kreatif lebih banyak bersaing dan memberikan keuntungan pada sektor-sektor wirausaha
seperti: kerajinan, pertunjukan, olahan makanan, barang kesenian, fashion, dan lainnya. Ini akan
mendorong masyarakat miskin untuk menjadi pemasok dan penjual utama barang dan jasa bagi
wisatawan.

b. Menjadikan masyarakat miskin menjadi sumber utama tenaga kerja pada sektor-sektor pariwisata dan
industri kreatif. Penyerapan tenaga kerja di sektor pariwisata dan industri kreatif harus lebih
mengutamakan masyarakat miskin. Tentunya dengan terlebih dahulu membekali mereka keterampilan
pada bidang yang akan digelutinya.

c. Investasi infrastruktur yang mendukung pariwisata dan industri kreatif dengan berorientasi pada
standar kualitas, bukan pada ekslusifitas. Dengan begitu, semua orang akan mendapatkan akses yang
sama untuk berinvestasi dan mendapatkan keuntungan. Mengutamakan standar kualitas tidak
mengharuskan modal dan investasi yang besar.

d. Menciptakan iklim kota yang kreatif. Iklm kota yang kreatif dapat diciptakan dengan membangun
ruang-ruang kreatif di kota. Ruang kreatif kota dapat berupa ruang publik, taman, gedung kesenian,
pameran, dan pertunjukan, museum dan sebagainya. Pada intinya, ruang kreatif ini berguna untuk
membentuk komunitas-komunitas kreatif yang akan menginspirasi dunia industri kreatif.

e. Insentif dan disinsentif pada pelaku usaha industri kreatif dan pengembangan budaya. Hal ini menjadi
penting untuk menarik investor agar mau mengembangkan usaha pada bidang industri kreatif sehingga
lebih menambah kembali peluang kesempatan kerja bagi masyarakat miskin.

f. Kerjasama dengan berbagai pihak, misalnya universitas, komunitas kreatif, organisasi pengusaha.
Kerjasama ini ditujukan untuk meningkatkan manfaat hasil riset yang dimiliki universitas sebagai sebuah
edukasi dan inovasi, mendapatkan inspirasri dari komunitas-komunitas kreatif, serta membuka peluang
investasi lebih besar dari para pengusaha. Ketiga peran tersebut akan sangat membantu masyarakat
miskin membangun industri kreatif.

Daftar Pustaka

Chhabra, D. dan Phillips, R. Tourism-Based Development dalam Phillips R., dan Pittman, R. H. (editor).
(2009). An Introduction to Community Development. Oxon: Routledge.

Damanik, J. Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata: Dari Konsep Menuju Implementasi dalam
Damanik J., dkk. (editor). (2005). Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata. Yogyakarta: Pusat
Studi Pariwisata UGM dan Kementrian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia.

Departemen Dalam Negri. (2008). Studi Industri Kreatif Indonesia: Rencana Pengembangan Ekonomi
Kreatif Indonesia 2009-2015.

Departemen Dalam Negri. (2009). Studi Industri Kreatif 2009: Update.

Gruidl, J. dan Markley, D. M. Entrepreneurship as a Community Development Strategy dalam Phillips R.,
dan Pittman, R. H. (editor). (2009). An Introduction to Community Development. Oxon: Routledge.

Simatupang, T. M. (2007). Ekonomi Kreatif: Menuju Era Kompetisi dan Persaingan Usaha Ekonomi
Gelombang IV. Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung.

http://renbayu.blogspot.com/2012/11/mengentaskan-kemiskinan-melalui.html

You might also like