You are on page 1of 50

Katarak

KATARAK

PENDAHULUAN
Katarak berasal dari bahasa Yunani yaitu Kataarhakies, Inggris Cataract dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan
seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan
pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan ) lensa, denaturasi protein
lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), katarak merupakan penyebab
kebutaan dan gangguan penglihatan terbanyak di dunia. Dengan proses penuaan populasi
umum, prevalensi keseluruhan kehilangan penglihatan sebagai akibat dari kekeruhan lensa
meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2002, WHO memperkirakan jumlah katarak yang
mengakibatkan kebutaan reversible melebihi 17 juta (47,8%) dari 37 juta penderita kebutaan
di dunia, dan angka ini diperkirakan mencapai 40 juta pada tahun 2020.

ANATOMI LENSA
Lensa Kristalina Normal
Lensa Kristalina adalah sebuah struktur yang transparan dan bikonveks yang memiliki
fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi. Lensa
tidak memiliki suplai darah atau inervasi setelah perkembangan janin dan hal ini bergantung
pada aqueus humor untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya serta membuang sisa
metabolismenya. Lensa terletak posterior dari iris dan anterior dari korpus vitreous. Posisinya
dipertahankan oleh zonula Zinnii yang terdiri dari serat-serat yang kuat yang menyokong dan
melekatkannya pada korpus siliar. Lensa terdiri dari kapsula, epitelium lensa, korteks dan
nukleus.
Kutub anterior dan posterior dihubungkan dengan sebuah garis imajiner yang disebut
aksis yang melewati mereka. Garis pada permukaan yang dari satu kutub ke kutub lainnya
disebut meridian. Ekuator lensa adalah garis lingkar terbesar. Lensa dapat merefraksikan
cahaya karena indeks refraksinya, secara normal sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36 pada
bagian perifer yang berbeda dari aqueous humor dan vitreous yang mengelilinginya. Pada
keadaan tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D
seluruh kekuatan refraksi bola mata manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan refraksinya
diberikan oleh udara dan kornea.
Lensa terus
bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir, ukurannya sekitar 6,4 mm pada
bidang ekuator, dan 3,5 mm anteroposterior serta memiliki berat 90 mg. Pada lensa dewasa
berukuran 9 mm ekuator dan 5 mm anteroposterior serta memiliki berat sekitar 255 mg.
Ketebalan relatif dari korteks meningkat seiring usia. Pada saat yang sama, kelengkungan
lensa juga ikut bertambah, sehingga semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang
semakin bertambah. Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal ini
mungkin dikarenakan adanya partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka, lensa yang
menua dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan faktor-faktor
yang berperan.










Gambar 1. Bentuk lensa dan posisinya pada mata.





















Gambar 2. Struktur lensa manusia normal

Kapsula
Kapsula lensa memiliki sifat yang elastis, membran basalisnya yang transparan
terbentuk dari kolagen tipe IV yang ditaruh di bawah oleh sel-sel epitelial. Kapsula terdiri dari
substansi lensa yang dapat mengkerut selama perubahan akomodatif. Lapis terluar dari
kapsula lensa adalah lamela zonularis yang berperan dalam melekatnya serat-serat zonula.
Kapsul lensa tertebal pada bagian anterior dan posterior preekuatorial dan tertipis pada daerah
kutub posterior sentral di mana memiliki ketipisan sekitar 2-4 m. Kapsul lensa anterior lebih
tebal dari kapsul posterior dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan.




Gambar 3. Gambaran skematik kapsul lensa manusia dewasa yang menunjukkan perbedaan ketebalan kapsul
pada tiap zona berbeda.

Serat zonular
Lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis dari epitelium
non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar. Serat-serat zonula ini memasuki
kapsula lensa pada regio ekuatorial secara kontinu. Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial
ini beregresi, meninggalkan lapis anterior dan posterior yang tampak sebagai bentuk segitiga
pada potongan melintang dari cincin zonula.
Epitel Lensa
Terletak tepat di belakang kapsula anterior lensa, lapisan ini merupakan lapisan
tunggal dari sel-sel epitelial. Sel-sel ini secara metabolik aktif dan melakukan semua aktivitas
sel normal termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel ini juga menghasilkan
ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel-sel epitelial aktif melakukan mitosis
dengan aktifitas terbesar pada sintesis DNA pramitosis yang terjadi pada cincin di sekitar
anterior lensa yang disebut zona germinativum. Sel-sel yang baru terbentuk ini bermigrasi
menuju ekuator di mana sel-sel ini melakukan diferensiasi menjadi serat-serat. Dengan sel-sel
epitelial bermigrasi menuju bow region dari lensa, maka proses differensiasi menjadi serat
lensa dimulai.
Mungkin, bagian dari perubahan morfologis yang paling dramatis terjadi ketika sel-sel
epitelial memanjang membentuk sel serat lensa. Perubahan ini terkait dengan peningkatan
massa protein selular pada membran untuk setiap individu sel-sel serat. Pada waktu yang
sama, sel-sel kehilangan organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria, dan ribosom.
Hilangnya organel-organel ini sangat menguntungkan, karena cahaya dapat melalui lensa
tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini. Bagaimana pun, karena serat-serat sel
lensa yang baru ini kehilangan fungsi metaboliknya yang sebelumnya dilakukan oleh organel-
organel ini, kini serat lensa terganting dari energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis.


Gambar 4. Gambaran skematik lensa mammalian pada potongan cross-section

Korteks dan Nukleus
Tidak ada sel yang hilang dari lensa sebagaimana serat-serat baru diletakkan, sel-sel ini
akan memadat dan merapat kepada serat yang baru saja dibentuk dengan lapisan tertua
menjadi bagian yang paling tengah. Bagian tertua dari ini adalah nukleus fetal dan embrional
yang dihasilkan selama kehidupan embrional dan terdapat pada bagian tengah lensa. Bagian
terluar dari serat adalah yang pertama kali terbentuk dan membentuk korteks dari lensa.

FISIOLOGI DAN FUNGSI LENSA
Kristal lensa merupakan struktur yang transparan mempunyai peranan yang penting
dalam mekanisme focus pada penglihatan. Fisiologi lensa meliputi aspek :
1. Transparansi lensa
2. Aktivitas metebolisme lensa
3. Akomodasi.
Keseimbangan Air dan Kation Lensa
Aspek fisiologi terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur keseimbangan
air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga kejernihan lensa.(8,12,13) Karena
kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan makromolekular, gangguan
dari hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Telah ditentukan bahwa gangguan
keseimbangan air dan elektrolit bukanlah gambaran dari katarak nuklear. Pada katarak
kortikal, kadar air meningkat secara bermakna.
Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein dan perubahan
ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks lensa menjadi lebih
terhidrasi daripada nukleus lensa. Sekitar 5% volume lensa adalah air yang ditemukan diantara
serat-serat lensa di ruang ekstraselular. Konsentrasi natrium dalam lensa dipertahankan pada
20mM dan konsentrasi kalium sekitar 120 mM. Kadar natrium dan kalium disekeliling
aqueous humor dan vitrous humor cukup berbeda; natrium lebih tinggi sekitar 150 mM di
mana kalium sekitar 5 mM.
Epitelium Lensa; Tempat Transport Aktif
Lensa bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion kalium (K+) dan asam amino yang
lebih tinggi dari aqueous dan vitreus di sekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar
ion natrium (Na+) ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan sekitarnya.
Keseimbangan kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil dari kemampuan
permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktifitas dari pompa (Na+, K+-ATPase) yang
terdapat pada membran sel dari epitelium lensa dan setiap serat lensa. Fungsi pompa natrium
bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dari dan menarik ion kalium ke dalam.
Mekanisme ini tergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase.
Keseimbangan ini mudah sekali terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase ouabain.
Inhibisi dari Na+, K+-ATPase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan
meningkatnya kadar air dalam lensa. Walaupun Na+, K+-ATPase terhambat pada
perkembangan katarak kortikal masih belum jelas, beberapa studi telah menunjukkan
penurunan aktifitas Na+, K+-ATPase, sedangkan yang lainnya tidak tidak menunjukkan
perubahan apa pun. Dan studi-studi lain telah memperkirakan bahwa permeabilitas membran
meningkat seiring dengan perkembangan katarak.
Teori Kebocoran Pompa
Kombinasi dari transport aktif dan permeabilitas membran seringkali dihubungkan
dengan sistem kebocoran pompa pada lensa. Menurut teori ini, kalium dan molekul-molekul
lainnya seperti asam-asam amino secara aktif ditransport ke anterior lensa melalui epitelium.
Kemudian berdifusi keluar dengan gradien konsentrasi melalui belakang lensa.di mana tidak
ada sistem transport aktif. Kebalikannya, natrium mengalir melalui belakang lensa dengan
sebuah gradien konsentrasi yang kemudian secara aktif diganti dengan kalium melalui
epitelium. Sebagai pendukung teori ini, gradien anteroposterior ditemukan untuk kedua ion:
kalium terkonsentrasi pada anterior lensa, dan natrium pada bagian posterior lensa. Kondisi
seperti pendinginan yang menginaktifasi pompa enzim tergantung energi juga mengganggu
gradien ini. Kebanyakan aktifitas dari Na+, K+-ATPase ditemukan dalam epitelium lensa.
Mekanisme transport aktif akan hilang jika kapsul dan epitel yang menempel dilepaskan dari
lensa, tetapi tidak terjadi jika hanya kapsul saja yang dilepaskan melalui degradasi enzimatik
dengan kolagenase. Temuan-temuan ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa epitel
adalah tempat primer untuk transport aktif pada lensa. Natrium dipompakan keluar menuju
aqueous humor dari dalam lensa, dan kalium masuk dari aqueous humor ke dalam lensa. Pada
permukaan posterior lensa (lensa-vitreus), perpindahan solut terjadi secara difusi pasif.
Rancangan asimetris ini bermanifestasi dalam gradien natrium dan kalium sepanjang lensa
dengan konsentrasi kalium lebih tinggi pada depan lensa dan lebih rendah di belakang lensa.
Dan kebalikannya konsentrasi natrium lebih tinggi di belakang lensa daripada di depan.
Banyak dari difusi-difusi ini terjadi pada lensa melalui sel ke sel dengan taut antar sel
resistensi rendah.
Keseimbangan kalsium juga penting untuk lensa. Kadar normal intrasel dari kalsium
dalam lensa adalah sekitar 30 mM di mana kadar kalsium di luar mendekati 2 M Besarnya
gradien transmembran kalsium dipertahankan secara primer oleh pompa kalsium (Ca2+-
ATPase). Membran sel lensa juga secara relatif tidak permeabel terhadap kalsium. Hilangnya
homeostasis kalsium akan sangat mengganggu metabolisme lensa. Peningkatan kadar kalsium
dapat berakibat pada beberapa perubahan meliputi tertekannya metabolisme glukosa,
pembentukan agregat protein dengan berat molekul tinggi dan aktivasi protease yang
destruktif.


Transport membran dan permeabilitas juga termasuk perhitungan yang penting pada
nutrisi lensa. Transport aktif asam-asam amino mengambil tempat pada epitel lensa dengan
mekanisme tergantung pada gradien natrium yang dibawa oleh pompa natrium. Glukosa
memasuki lensa melalui sebuah proses difusi terfasilitasi yang tidak secara langsung
terhubung oleh sistem transport aktif. Hasil buangan metabolisme meninggalkan lensa melalui
difusi sederhana. Berbagai macam substansi seperti asam askorbat, myo-inositol dan kolin
memiliki mekanisme transport yang khusus pada lensa.

Gambar 5. Jalur hipotesis kebocoran pompa bahan terlarut pada lensa

AKOMODASI
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. untuk memfokuskan
cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan
memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini,
daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya parallel akan terfokus ke retina. untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula
berkurang. Kapsul lensa yang elastic kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan
lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.
Gangguan pada lensa adalah kekeruhan (katarak perkembangan/pertumbuhan misalnya
congenital atau juvenile, degenerative misalnya katarak senile, komplikata, trauma), distorsi,
dislokasi, dan anomaly geometric. Pasien yang mengalami gangguan-gangguan tersebut
mengalami kekaburan penglihatan tanpa nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slitlamp, oftalmologi,
senter tangan atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi.

KLASIFIKASI KATARAK
Klasifikasi katarak diklasifikasikan berdasarkan beberapa criteria berbeda
1. Waktu kejadian (kongenital atau didapat)
Didapat : a. Katarak juvenile : usia 1-40 tahun
b. Katarak presenil : usia 40-50 tahun
c. Katarak senil : usia > 50 tahun
2. Maturitas
3. Morfologi
Tidak satupun dari klasifikasi diatas yang memuaskan. Kami cenderung berpatokan
pada klasifikasi berdasarkan waktu kejadian.


Tabel 1. Klasifikasi Katarak Berdasarkan Waktu Kejadian
Tabel 2.
Klasifikasi Katarak Berdasarkan Maturitas

Tabel 3. Klasifikasi Katarak Berdasarkan Morfologi

KATARAK KONGENITAL DAN DEVELOPMENTAL
Katarak ini terjadi akibat gangguan pada pertumbuhan normal lensa. Apabila
gangguan tersebut terjadi sebelum lahir, anak yang lahir akan mengalami katarak kongenital.
Oleh karena itu kekeruhan pada katarak kongenital terbatas pada nukleus embrionik atau
fetalis.


Katarak developmental dapat terjadi dari infan sampai adolesen. Oleh karena itu,
kekeruhan dapat terjadi pada nukleus infantil atau nukleus dewasa, bagian terdalam dari
korteks atau kapsul. Katarak kongenital dan developmental memiliki gambaran yang
bervariasi dan bisa saja tidak disertai dengan gangguan visus. Katarak tersebut dideteksi
melalui pemeriksaan slit-lamp dengan midriasis penuh.


Etiologi
Penyebab pasti katarak kongenital dan developmental belum diketahui. Beberapa faktor yang
dihubungkan dengan tipe tertentu katarak dijelaskan sebagai berikut:


1. Herediter
Faktor genetik yang berperan dalam terjadinya katarak berhubungan dengan anomali pola
kromosom individu. Sekitar sepertiga katarak kongenital bersifat herediter. Jenis katarak yang
familial adalah katarak pulverulenta, katarak zonular (juga dapat terjadi secara non-familial),
coronary cataract.
2. Faktor maternal
a. Malnutrisi selama kehamilan telah dihubungkan dengan katarak zonular non-familial.
b. Infeksi maternal seperti rubella dihubungkan dengan katarak pada 50% kasus. Infeksi
maternal lainnya yang dihubungkan dengan katarak kongenital termasuk toksoplasmosis dan
penyakit cytomegalo-inclusion.
c. Obat; katarak kongenital juga sering dikaitkan dengan obat yang dikonsumsi oleh ibu selama
kehamilan (misalnya talidomid, kortikosteroid).
d. Radiasi; paparan radiasi selama kehamilan dapat menyebabkan katarak kongenital.

3. Faktor fetus atau infantil
a. Defisiensi oksigen (anoksia) yang dihubungkan dengan perdarahan plasenta.
b. Gangguan metabolisme pada fetus atau infant, misalnya galaktosemia, defisiensi
galaktokinase, dan hipoglikemia neonatal.
c. Katarak yang berhubungan dengan kelainan kongenital lainnya, seperti pada sindrom Lowe,
disftrofi miotoni, dan iktiosis kongenital.
d. Malnutisi pada infant juga dapat menyebabkan katarak developmental.
4. Idiopatik
Sekitar 50% kasus katarak kongenital dan developmental merupakan kasus sporadik dan
etiologinya tidak diketahui.

Klasifikasi
2

1. Katarak Kongenital Kapsular
a. Katarak kapsular anterior: nonaksial, statis, dan secara visual tidak signifikan.
b. Katarak kapsular posterior: jarang, biasanya berkaitan dengan sisa arteri hialoidea yang
persisten.
2. Katarak Polar
a. Katarak polar anterior; melibatkan bagian sentral dari kapsul anterior dan diantara korteks
superfisial. Hal ini dapat terjadi melalui:
- Terlambatnya perkembangan bilik mata depan. Pada kasus ini, kekeruhan biasanya bilateral,
statis, dan secara visual tidak signifikan.
- Perforasi kornea. Katarak juga dapat didapat pada usia infantil dengan adanya kontak antara
kapsul lensa dengan bagian belakang kornea, biasanya setelah perforasi kornea yang
disebabkan oleh oftalmia neonatorum atau sebab lain.
b. Katarak polar posterior; dikaitkan dengan: sisa arteri hialoidea persisten (Mittendorf dot),
lentikonus posterior, Persisten Hyperplastic Primary Vitreus (PHPV).

3. Katarak Nuklear
a. Katarak pulverulenta sentralis (katarak nuklear embriogenik). Katarak jenis ini bersifat
genetik dan terjadi akibat hambatan perkembangan lensa pada stadium awal, oleh karena itu
melibatkan nukleus embriogenik. Kondisi ini terjadi bilateral dan ditandai dengan kekeruhan
berebentuk lingkaran kecil di tengah lensa. Gambaran kekeruhan tersebut seperti bedak,
sehingga disebut pulverulenta dan biasanya tidak berefek pada penglihatan.
b. Katarak nuklear total; kekeruhan biasanya terjadi di nukleus embriogenik dan fetal, kadang-
kadang di nukleus infantil. Katarak jenis ini mempunyai ciri kekeruhan dengan densitas
seperti kapur (chalky) di bagian sentral yang sangat mengganggu penglihatan. Kekeruhan
biasanya bilateral dan non-progresif.
4. Katarak Lamelar
Katarak lamelar atau zonular merupakan katarak kongenital paling banyak yang
menyebabkan gangguan visus, dan sekitar 49% dari semua kasus.
Katarak lamelar dapat disebabkan oleh kelainan genetik ataupun lingkungan. Kondisi
lingkungan yang dihubungkan dengan katarak lamellar adalah defisiensi vitamin D. Kadang-
kadang infeksi maternal rubella yang diidap antara minggu ke-7 dan ke-8 kehamilan juga
dapat menyebabkan katarak lamellar.
Kekeruhan pada katarak lamelar terjadi pada nukleus fetal di sekeliling nukleus
embriogenik. Kadang-kadang terlihat dua gambaran kekeruhan seperti cincin. Massa lensa
yang tidak mengalami kekeruhan jelas di internal dan eksteranal zona katarak, kecuali
kekeruhan kecil yang berbentuk liniar seperti jari-jari roda, yang dapat terlihat hampir di
ekuator. Katarak lamelar biasanya bilateral dan sering menyebabkan defek penglihatan yang
berat.


Gambar 6. Katarak lamellar: A dan B, Gambaran diagramatik sebagaimana terlihat pada ilmunasi
oblik dan pada pemeriksaan slit-lamp; C, Fotografi klinis.

5. Katarak Sutural dan Aksial
Kekeruhan berupa punctate opacities yang tersebar di sekitar anterior dan posterior
sutura-Y. katarak ini biasanya statis, bilateral, dan tidak banyak berefek pada penglihatan.
Kekeruhan tiap individu bervariasi dalam ukuran dan bentuk serta mempunyai pola yang
berbeda, oleh karena itu dibagi menjadi:
a. Katarak floriform; kekeruhan lensa tersusun seperti daun bunga.
b. Katarak kolariform; kekeruhan lensa berbentuk seperti batu karang.
c. Katarak bentuk tombak (spear-shaped); kekeruhan lentikular dalam bentuk tumpukan jarum
kristalin yang tersebar.
d. Katarak embriogenik aksial anterior; kekeruhan berupa titik di dekat sutura-Y anterior.
6. Katarak General
a. Coronary cataract; merupakan bentuk katarak developmental yang terjadi pada usia pubertas,
oleh karena itu melibatkan nukleus adolesen atau bagian terdalam dari korteks. Kekeruhan
sering dalam jumlah banyak, sekitar ratusan, dan memiliki distribusi radial yang teratur di
bagian perifer lensa. Selama kekeruhan terjadi di bagian perifer, penglihatan biasanya tidak
terganggu.

Gambar 7. Coronary cataract: A dan B, Gambaran diagramatik sebagaimana terlihat pada ilmunasi
oblik dan pada pemeriksaan slit-lamp; C, Fotografi klinis.

b. Blue dot cataract; disebut juga cataracta-punctata-caerulea. Katarak ini biasanya terjadi pada
dekade pertama sampai kedua kahidupan, mempunyai cirri kekeruhan berupa titik kebiruan di
bagaian perifer nukleus adolesen dan lapisan terdalam korteks lensa. Kekeruhan biasanya
statis dan tidak berefek pada penglihatan.
c. Katarak kongenital total; dapat unilateral atau bilateral, kebanyakan merupakan kasus
herediter. Penyebab terpenting adalah infeksi rubella pada trimester pertama kehamilan.
Biasanya anak lahir dengan katarak nuklear densitas putih. Katarak ini merupakan jenis yang
progresif. Lensa dapat lunak atau mencair (katarak Morgagni kongenital).

Gambar 8. Katarak kongenital total

Katarak rubella kongenital dapat terjadi sebagai bagian tersendiri maupun bagaian dari
sindrom rubella klasik, yaitu:
Gangguan okular: katarak kongenital, retinopati garam dan lada (salt and pepper
retinopathy), dan mikroftalmus
Gangguan telinga; ketulian akibat destruksi organ Corti
Gangguan jantung: duktus arteriosus yang paten (Patent Ductus Arteriosus), stenosis
pulmonal, dan defek septum ventrikel.
d. Katarak membranosa kongenital
Kadang-kadang terjadi absorpsi parsial atau total dari katarak kongenital, menyisakan
katarak membranosa yang tipis. Pasien biasa terdiagnosa sebagai afakia kongenital. Hal ini
dihubungkan dengan sindrom Hallermann-Streiff-Francois.

Diagnosis Diferensial
Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan dengan
kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti retinoblastoma, retinopathy of prematurity,
atau persistent hyperplastic primary vitreus (PHPV).



KATARAK SENILIS
Katarak senilis atau biasa juga disebut age-related cataract merupakan katarak
dapatan yang paling sering, mengenai umur lebih dari 50 tahun. Setelah umur 70 tahun, lebih
dari 90% individu mengalami katarak senilis. Kondisi ini biasanya bilateral, tetapi pada tahap
awal hampir selalu satu mata yang terlibat.
Secara morfologi katarak senilis terjadi dalam dua bentuk, yaitu kortikal (katarak
lunak) dan nuklear (katarak keras). Katarak senil kortikal dapat berawal dari katarak
kuneiformis atau kupuliformis.


Epidemiologi
Secara global sekitar 38 juta orang mengalami kebutaan, 41% kasus disebabkan oleh
katarak. Data di India menunjukkan sekitar 72% kebutaan disebabkan oleh katarak. Tidak ada
perbedaan insiden antara laki-laki dan perempuan.
Etiologi
Katarak senilis berkembang seiring dengan proses bertambahnya usia. Etiopatogenesis
yang pasti belum jelas, beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya katarak senilis adalah:
A. Faktor yang berpengaruh terhadap onset umur, jenis, dan maturitas katarak senilis
1. Herediter; berperan dalam insiden, onset umur, dan maturasi katarak senilis pada keluaraga
yang berbeda.
2. Iradiasi ultraviolet; banyak studi epidemiologi menunjukkan peranan paparan sinar ultraviolet
terhadap lebih awalnya onset dan maturitas dari katarak senilis.
3. Faktor diet; defisiensi protein tertentu, asam amino, vitamin (riboflavin, vitamin E, vitamin
C), dan elemen esensial diduga mempercepat onset dan maturitas katarak senilis.
4. Krisis dehidrasi; adanya episode dehidrasi sebelumnya (misalnya diare, kolera) juga
dihubungkan dengan cepatnya onset dan maturitas katarak.
5. Merokok; mengaikabtkan akumulasi molekul 3 hidroksikinurinin berpigmen dan kromofor
yang dapat menyebabkan warna kekuningan. Sianat pada rokok menyebabkan karabamilasi
dan denaturasi protein lensa.
B. Penyebab katarak presenilis
Istilah katarak presenilis menunjukkan kekeruahan pada lensa yang terjadi sebelum
umur 50 tahun. Faktor penyebab
1. Herediter; faktor herediter dihubungakn dengan lebih awalnya onset dan maturitas.
2. Diabetes mellitus; age-related cataract terjadi lebih cepat pada diabetes, jenis yang paling
sering adalah katarak nuklear
3. Distrofi miotonik; dihubungkan dengan katarak subkapsular posterior.
4. Dermatitis atopi; berkaitan dengan katarak presenil (katarak atopik) pada 10% kasus.
C. Mekanisme kehilangan transparansi
Mekanisme hilangnya transparansi berbeda pada katarak nuklear dan kortikal.
1. Katarak senil kortikal
Gambaran perubahan biokimia pada katarak senil kortikal adalah berkurangnya protein total,
asam amnio, dan kalium yang dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi natrium dan
hidrasi lensa, diikuti oleh koagulasi protein. Mekanisme kehilangan transparansi/ kejernihan
korteks lensa seperti pada gambar berikut:



Gambar 8. Skema serangkaian proses yang terjadi pada katarak senil kortikal.

2. Katarak senil nuklear
Pada katarak senil nuklear, terjadi peningkatan signifikan dari protein yang tidak larut air.
Protein total dan distribusi kation dalam batas normal. Selain itu jiga dapat atai tidak
berhubungan dengan depost pigmen urokrom dan/atau melanin turunan dari asam amnio pada
lensa.


Stadium Maturitas
A. Maturitas katarak senil matur tipe kortikal
1. Stadium separasi lamellar
Perubahan awal pada keadaan senil adalah pemisahan serat lensa oleh cairan. Fenomena
separasi/ pemisahan lamellar ini hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan slit-lamp.
Perubahan ini bersifat reversibel.


2. Stadium katarak insipien
Pada stadium ini kekeruhan diantara lensa yang masih jernih dapat dideteksi lebih awal. Ada
dua bentuk yang berbeda pada stadium ini, yaitu:
a) Katarak kuneiformis; ditandai oleh kekeruhan berbentuk baji yang berada di antara lensa yang
masih jernih. Pada penyinaran oblik katarak stadium ini tampak sebagai kekeruhan berbentuk
seperti jari-jari roda yang bejalan radial dengan warna putih keabuan, seperti gambar berikut
ini:



Gambar 9. Gambaran diagramatik katarak senile imatur (tipe kuneiformis); A, sebagaimana terlihat
pada ilmunasi oblik; B, gambaran pada pemeriksaan slit-lamp.

b) Katarak kupuliformis; pada katarak jenis ini berkembang kekeruhan berbentuk seperti piring
cawan tepat di bawah kapsul yang biasanya di sentral korteks posterior (katarak subkapsular
posterior)


3. Katarak senil imatur
Pada stadium ini lensa berwarna putih keabuan (seperti pada gambar 10) tetapi masih ada
korteks yang jernih sehingga tampak bayangan iris (iris shadow). Pada beberapa pasien, lensa
bias menjadi bengkak oelh karena hidrasi yang terus-menerus. Keadaan ini disebut katarak
inumesen.



Gambar 10. Katarak senilis kortikal imatur

4. Katarak senil matur
Pada katarak stadium ini kekeruhan menjadi komplit oleh karena korteks secara keseluruhan
telah terlibat. Warna lensa menjadi seperti mutiara. Katarak matur disebut juga katarak
matang.

Gambar 11. Katarak senilis kortikal matur




5. Katarak senil hipermatur
a) Katarak hipermatur Morgagnian; pada beberapa pasien, setelah maturitas seleuruh korteks
mencair dan lensa berada dalam kantung berisi cairan seperi susu. Nukleus lensa yang kecil
berwarna kecoklatan berada di bawah.



Gambar 12. Katarak senilis hipermatur Morgagnian:
A, Gambaran diagramati; B, Fotografi klinis.

Pada stadium ini kadang-kadang terjadi deposit kalsium yang dapat terlihat di kapsul lensa.
b) Katarak hipermatur tipe sklerotik; setelah stadium matur kadang korteks lensa mengalami
disintegrasi dan lensa menjadi mengkerut akibat kebocoran cairan. Kapsul anterior mengkerut
dan menebal akibat proliferasi sel-sel anterior dan katarak kapsular dengan densitas putih
dapat terbentuk di area pupil. Oleh karena lensa mengkerut, bilik mata depan menjadi dalam
dan iris tremulans (iridodonesis).


B. Maturitas katarak senil matur tipe nuklear
Pada katarak nuklear, proses sklerosis menyebabkan lensa menjadi tidak elastic lagi
dan keras sehingga menurunkan kemampuan akomodasinya dan menghalangi masuknya
cahaya.perubahan tersebut terjadi di bagian sentral dan secara perlahan menyebar ke perifer
hampir ke kapsul ketika sudah menjadi matang.



Gambar 13. Katarak senile nuklear fase awal.


Nukleus dapat menjadi berawan secara disuf (keabuan) atau terwarnai (kuning
sampai hitam) akibat deposit pigmen. Katarak nuklear berpigmen dapat berwarna coklat
(katarak brunesen), atau hitam (katarak nigra), dan lebih jarang berwarna kemerahan (katarak
rubra), seperti gambar berikut ini:


Gambar 14. Katarak nuklear; A, katarak brunesen; B, katarak nigra;
C, Katarak rubra.

GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang dirasakan pasien katarak pada umumnya serupa :
1. Silau. Salah satu gangguan penglihatan yang terjadi dini pada katarak adalah rasa silau atau
ketidakmampuan menoleransi cahaya terang; misalnya sinar matahari langsung atau lampu
kendaraan bermotor. Derajat silau tergantung pada lokasi dan ukuran kekeruhan lensa.
2. Poliopia uniokular. Dapat berupa melihat dua atau tiga bayangan objek. Hal ini juga
merupakan gejala dini dari katarak yang disebabkan oleh refraksi yang tidak beraturan akibat
indeks refraktif yang bervariasi sebagai hasil dari proses kekeruhan lensa.
3. Halo berwarna. Hal ini mungkin dirasakan oleh beberapa pasien sebagai cahaya putih yang
terpecah menjadi spektrum warna akibat adanya droplet air di lensa.
4. Bintik hitam di depan mata. Bintik hitam yang stasioner dapat dirasakan oleh beberapa pasien.
5. Pandangan kabur, ditorsi gambar, dan pandangan berkabut dapat terjadi pada stadium awal
katarak. Penurunan atau hilangnya penglihatan. Kemunduran visus akibat katarak senilis
mempunyai beberapa gambaran tipikal. Penglihatan yang menurun atau hilang secara perlahan
tanpa diseratai rasa nyeri. Pasien dengan kekeruhan sentral (misalnya pada katarak
kupuliformis) merasa mengalami kemunduran penglihatan lebih awal. Penglihatan dirasakan
lebih baik ketika pupil midriasis pada malam hari dengan cayaha yang suram (day blindness).
Pada pasien dengan kekeruhan lensa di bagian perifer (misalnya pada katarak kuneiformis)
kemunduran penglihtan lambat terjadi dan penglihatan dirasakan lebih baik pada cahaya
terang ketika pupil miosis. Pasien dengan sklerosi nuklear, penglihatan jauh mengalami
kemunduran akibat miop indeks yang progresif. Pasien tersebut dapat membaca dekat tanpa
memakai kacamata presbiop. Perbaikan penglihatan dekat ini disebut second sight.











Gambar 15. A.Penglihatan tanpa katarak (penglihatan normal). B.Penglihatan dengan katarak, tampak daerah
yang berawan dan kehilangan visual yang parsial.

TANDA KLINIS
Beberapa pemeriksaan yang diperlukan untuk melihat tanda dari katarak:
1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan
Ketajaman penglihatan dapat bervariasi mulai dari 6/9 sampai hanya persepsi cahaya,
tergantung pada lokasi dan maturitas katarak.
2. Iluminasi oblik
Pemeriksaan iluminasi oblik dapat memperlihatkan warna lensa di daerah pupil yang
bervariasi dari setiap jenis katarak.
3. Tes iris shadow
Ketika cahaya disinarka ke pupil, akan terbentuk bayangan berebentuk bulan sabit
(crescenteric shadow) di tepi pupil pada lensa yang keruh keabuan, selama masih ada korteks
yang jernih dianatara kekeruhan dan tepi pupil, sebagaimana digambarakan seperti berikut
ini:

Gambar 16. Gambaran diagramatik iris shadow pada: katarak imatur (A)
dan tidak terbentuk iris shadow pada katarak matur (B).

Ketika lensa jernih atau keruh secara keseluruhan, maka tidak terbentuk iris shadow. Iris
shadow tersebut merupakan tanda dari katarak imatur.
4. Pemeriksaan oftalmoskop langsung
Pada media tanpa kekeruhan akan tampak refleks fundus yang berwarna kuning kemerahan,
sedangkan pada lensa dengan kekeruhan parsial akan tampak bayangan hitam yang
berlawanan dengan cahaya kemerahan tersebut pada area yang keruh.

5. Pemeriksaan slit-lamp
Pemeriksaan dengan slit-lamp dilakukan dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan ini memberikan
gambaran menegenai morfologi kekeruhan (lokasi, ukuran, bentuk, pola warna, dan kepadatan
dari nukleus). Pengelompokan berdasarkan konsistensi nukleus penting dalam parameter
ekstraksi lensa teknik fakoemulsifikasi. Berdasarkan hasil pemeriksaan slit-lamp, konsistensi
nukleus dapat dikelompokkan seperti tabel berikut ini:

Tingkat konsistensi/ kepadatan Deskripsi konsistensi Warna nukleus
Tingkat 1 Lunak Putih atau kuning kehijauan
Tingkat 2 Lunak-agak padat Kekuningan
Tingkat 3 Agak padat Kuning
Tingkat 4 Padat Kecokelatan
Tingkat 5 Sangat padat Kehitaman

Tabel 4. Pengelompokan konsistensi/ kepadatan nuleus berdasarkan pemeriksaan slit-lamp


Gambar 17. Gambaran biomikroskopik slit-lamp pada katarak berdasarkan kepadatan nukleus.

PENATALAKSANAAN
Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat progresivitas atau
mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih tetap dengan pembedahan. Tidak perlu
menunggu katarak menjadi matang. Dilakukan tes untuk menentukan apakah katarak
menyebabkan gejala visual sehingga menurunkan kualitas hidup. Pasien mungkin mengalami
kesulitan dalam mengenali wajah, membaca, atau mengemudi. Beberapa pasien sangat
terganggu oleh rasa silau. Pasien diberikan informasi mengenai prognosis visual mereka dan
harus diberitahu pula mengenai semua penyakit mata yang terjadi bersamaan yang bias
mempengaruhi hasil pembedahan katarak.
Penataksanaan Non-Bedah
1. Terapi Penyebab Katarak
Pengontrolan diabetes melitus, menghentikan konsumsi obat-obatan yang bersifat
kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiasin, dan miotik kuat, menghindari iradiasi (infra
merah atau sinar-X) dapat memperlambat atau mencegah terjadinya proses kataraktogenesis.
Selain itu penanganan lebih awal dan adekuat pada penyakit mata seperti uveitis dapat
mencegah terjadinya katarak komplikata.
2. Memperlambat Progresivitas
Beberapa preparat yang mengandung kalsium dan kalium digunakan pada katarak stadium
dini untuk memperlambat progresivitasnya, namun sampai sekarang mekanisme kerjanya
belum jelas. Selain itu juga disebutkan peran vitamin E dan aspirin dalam memperlambat
proses kataraktogenesis.
2

3. Penilaian terhadap Perkembangan Visus pada Katarak insipien dan Imatur
a) Refraksi; dapat berubah sangat cepat, sehingga harus sering dikoreksi.
b) Pengaturan pencahayaan; pasien dengan kekeruhan di bagian perifer lensa (area pupil masih
jernih) dapat diinstruksikan menggunakan pencahayaan yang terang. Berbeda dengan
kekeruhan pada bagian sentral lensa, cahaya remang yang ditempatkan di samping dan sedikit
di belakang kepala pasien akan memberikan hasil terbaik.
c) Penggunaan kacamata gelap; pada pasien dengan kekeruhann lensa di bagian sentral, hal ini
akan memberikan hasil yang baik dan nyaman apanila beraktivitas di luar ruangan.
d) Midriatil; dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lataral aksial dengan kekeruhan
yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin 5% atau tropikamid 1% dapat memberikan
penglihatan yang jelas.


Pembedahan Katarak
Pembedahan katarak adalah pengangkatan lensa natural mata (lensa kristalin) yang
telah mengalami kekeruhan, yang disebut sebagai katarak.
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,medis,
dan kosmetik.


1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap individu,
tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma imbas
lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina
misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi katarak
(meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil yang hitam.


Jenis-jenis operasi katarak :
1. Phacoemulsification (Phaco)
Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi
yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior (2-5 mm) dengan menggunakan getaran-getaran
ultrasonik. Biasanya tidak dibutuhkan penjahitan. Teknik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Teknik ini kurang efektif pada katarak
senilis yang padat, dan keuntungan insisi limbus yang kecil agak berkurang kalau akan
dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intraokuler
fleksibel yang dapat dimasukkan melalui insisi kecil seperti itu. Metode ini merupakan metode
pilihan di Negara Barat.

Gambar 18. Tahap fakoemulsifikasi: A, kapsuloreksis continuous curvilinear;
B, Hidrodiseksi; C, Hidrodelineasi;
D dan E, Emulsifikasi nukleus, F, apirasi korteks.

2. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm. Namun tetap
dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan luka insisi terjadi dengan
sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak immature,
mature, dan hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik dan
dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.

Gambar 19. Tahap Manual Small Incision Cataract Surgery (SICS):
A, melewati m. rectus superior; B, conjunctival flap dan paparan ke sclera;
C, D, dan E, insisi sclera eksternal;
F, mebuat terowongan sklera-korena dengan menggunakan cresent knife;
G, insisi kornea interna; H, side port entry; I, large CCCC;
J, hidrodiseksi (pemisahan kapsul dari korteks dengan injeksi cairan);
K, prolaps nukleus ke bilik mata depan; L,pengambilan nukleus dengan irigasi;
M, aspirasi kortkes; N, insersi haptik inferior IOL pada bilik mata belakang;
O, insersi haptik superior IOL pada bilik mata belakang; P, pemasangan IOl;
Q, reposisi conjunctival flap.


3. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
Insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior (biasanya 10-12 mm), bagian anterior
kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi, dan korteks lensa dibuang dari mata
dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga menyisakan kapsul posterior. Insisi harus
dijahit. Metode ini diindikasikan pada pasien dengan katarak yang sangat keras atau pada
keadaan dimana ada masalah dengan fakoemulsifikasi. Penyulit yang dapat timbul adalah
terdapat korteks lensa yang dapat menyebabkan katarak sekunder.



Gambar 20. Tahap ECCE konvensional dengan implantasi IOL di bilik mata belakang:
A, kapsulotomi anterior dengan menggunakan can-opener;
B, pengangkatan kapsul anterior; C, corneo-scleral section;
D, pengangkatan nukleus (metode pressure and counter-pressure);
E, aspirasi korteks; F, insersi haptik inferior IOL di bilik mata belakang;
G, insersi haptik superior dari PCIOL;
H, pemasangan IOL; I, penjahitan korneo-sklera.
4. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)
Prosedur ini memiliki tingkat komplikasi yang sangat tinggi sebab membutuhkan insisi
yang luas dan tekanan pada vitreous. Tindakan ini sudah jarang digunakan terutama pada
negara-negara yang telah memiliki peralatan operasi mikroskop dan alat dengan teknologi
tinggi lainnya.

Gambar 21. Tahap ICCE dengan implantasi IOL di bilik mata depan:
A, melewati m. rectus superior; B, conjuctival flap;
C, partial thickness groove; D, corneo-scleral section;
E, iridektomi perifer; F, ekstraksi crylens;
G dan H, insersi IOL di bilik mata depan; I, penjahitan korneo-sklera.

Lensa Intraokular
Setelah pengangkatan katarak, lensa intraokular (IOL) biasanya diimplantasikan ke
dalam mata. Kekuatan implan IOL yang akan digunakan dalam operasi dihitung sebelumnya
dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan dengan kelengkungan kornea (maka
juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak
akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh
refraksi mata kontrolateral dan apakah terdapat katarak pada mata tersebut yang membutuhkan
operasi.



KOMPLIKASI
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif
awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra
ocular lens, IOL).
A. Komplikasi preoperatif
1) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan akan
operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki keadaan.
2) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau gliserol. Kasus
ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk mengurangi gejala.
3) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical preoperatif,
ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
4) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan
tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep antibiotik selama satu hari dan
diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.
B. Komplikasi intraoperatif
1) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
2) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama insisi ke bilik
mata depan.
3) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi akibat
instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
4) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
5) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat ruptur
kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris, keratopati
striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.
D. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis, Pseudophakic
Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder merupakan komplikasi yang
dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.
E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema syndrome
(UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens syndrome).

PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara defenitif memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih
dari 90% kasus.

myreferat.blogspot.com/2010/10/katarak.html

etapi dapat juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit mata local menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaucoma,
ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan proses
penyakit intraokuler lainnya. 1






a) b)
Gambar 1. a) Mata tampak depan dengan lensa yang jernih,
b) Mata tampak depan dengan lensa yang keruh (katarak).6

Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik
(katarak senile, juvenile, herediter) atau kelainan kongenital mata. Katarak
disebabkan oleh berbagai faktor seperti : 1
- Fisik
- Kimia
- Penyakit predisposisi
- Genetic dan gangguan perkembangan
- Infeksi virus dimasa pertumbuhan janin
- Usia
Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam
penglihatan yang menurun secara progresif. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan
lensa tidak transparan, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. 1
Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan sebelum
dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan
turunnya tajam penglihatan. Pada katarak nuclear tipis dengan myopia tinggi akan
terlihat tajam penglihatan yang tidak sesuai, sehingga mungkin penglihatan yang
turun akibat kelainan pada retina dan bila dilakukan pembedahan memberikan hasil
tajam penglihatan yang tidak memuaskan.1
Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam :
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun
2. Katarak juvenile, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
3. Katarak senile, katarak usia 50 tahun
Selanjutnya, dalam referat ini akan dibahas lebih dalam tentang katarak sekunder,
bagaimana gejala klinis, etiologi, penatalaksanaan dan komplikasinya. 1


II. DEFENISI
Katarak senile merupakan semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut
yaitu usia di atas 50 tahun. Katarak senile juga katarak yang berkaitan dengan usia,
merupakan jenis yang paling umum. 3
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.
Katarak senile ini jenis katarak yang sering ditemukan dengan gejala pada
umumnya berupa distorsi penglihatan yang semakin kabur pada stadium insipiens
pembentukkan katarak, disertai penglihatan jauh makin kabur. Penglihatan dekat
mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa
kacamata (second sight). 1
Berdasarkan lokasinya terdapat tiga jenis katarak yaitu nuclear sclerosis, cortical,
dan posterior subcapsular. 3
1. Nuclear sclerosis merupakan perubahan lensa secara perlahan-lahan sehingga
menjadi keras dan berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih di pengaruhi dari
pada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi
lebih baik. Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna terutama warna
biru.









Gambar 2. Katarak Nuklear 6
2. Katarak jenis kortical terjadi bila serat-serat menjadi keruh, dapat menyebabkan
silau terutama bila menyetir malam hari.






Gambar 3. Katarak Kortikal 6

3. Sedangkan Posterior Capsular merupakan terjadinya kekeruhan di sisi
belakang lensa. Katarak ini menyebabkan pandangan membaca menurun.





Gambar 4. Katarak Posterior Kapsuler 6



III. ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA
Lensa berasal dari lapisan ectoderm, merupakan struktur yang transparan
berbentuk cakram bikonveks. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi
setelah perkembangan janin dan hal ini bergantung pada aquous humor untuk
memenuhi kebutuhan metaboliknya serta membuang sisa metabolismenya. Lensa
terletak posterior dari iris dan anterior dari korpus vitreus. Posisinya dipertahankan
oleh zonula zinnia yang terdiri dari serat-serat kuat yang menyokong dan
melekatkannya pada korpus siliar.
Bagianbagian lensa terdiri dari kapsul, epithelium lensa, korteks dan nucleus. 4














Gambar 5. Anatomi Bola mata

Lensa berfungsi untuk merefraksikan sinar, mempertahankan kejelasannya, serta
untuk akomodasi. Lensa dapat merefraksikan sinar karena indeks refraksinya
berbeda dari aquous dan vitreus yang ada disekelilingnya (normalnya sekitar 1,4
secara sentral dan 1,36 secara perifer). Pada posisi ketika lensa tidak
berakomodasi, lensa memberikan kontribusi sebesar 15-20 dioptri dari kira-kira 60
Dioptri dari kekuatan refraksi konvergen rata-rata mata manusia. 40 Dioptri dan
selebihnya dari kekuatan refraksi konvergen terjadi dengan adanya udara dan
kornea. 4
a. Kapsula
Kapsula lensa memiliki sifat elastic, membrane basalisnya yang transparan
terbentuk dari kolagen tipe IV yang ditaruh dibawah oleh sel-sel epithelial. Kapsula
terdiri dari substansia lensa yang dapat mengkerut selama perubahan akomodatif.
Lapis terluar dari kapsula lensa adalah lamella zonularis yang berperan dalam
melekatnya serat-serat zonula. Kapsula lensa tertebal pada bagian anterior dan
posterior preekuatorial dan tertipis pada daerah kutup posterior sentral dimana
memiliki ketipisan sekitar 2-4 mm. Kapsula lensa anterior lebih tebal dari kapsul
posterior dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan. Pinggir lateral lensa
disebut ekuator, yaitu bagian yang dibentuk oleh gabungan kapsula anterior dan
posterior yang merupakan insersi dari zonula. 4

b. Serat Zonula
Serat zonula lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina
basalis dari epithelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar.
Serat-serat zonula ini memasuki kapsula lensa pada region ekuatorial secara
kontinu. Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis
anterior dan posterior yang tampak sebagai bentuk segitiga pada potongan
melintang dari cincin zonula. 4

c. Epitel lensa
Epitel lensa terletak tepat dibelakang kapsula anterior lensa. Terdiri dari sel -sel
epithelial yang mengandung banyak organel sehingga sel-sel ini secara metabolik ia
aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal termasuk biosintesis DNA,
RNA, protein dan lipid sehingga dapat menghasilkan ATP untuk memenuhi
kebutuhan energy dari lensa. Sel epitel akan mengalami perubahan morfologis
ketika sel-sel epithelial memanjang membentuk sel serat lensa yang sering disertai
dengan peningkatan masa protein dan pada waktu yang sama, sel -sel kehilangan
organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria dan ribosom. Hilangnya organel -
organel ini sangat menguntungkan, karena cahaya dapat melalui lensa tanpa
tersebar atau terserap oleh organel-organel ini, tetapi dengan hilangnya organel
maka fungsi metabolik pun akan hilang sehingga serat lensa bergantung pada
energy yang dihasilkan oleh proses glikolisis.4

d. Korteks dan nukleus
Tidak ada sel-sel yang hilang dari lensa sebagaimana serat-serat baru diletakkan,
sel-sel ini akan memadat dan merapat kepada serat yang baru saja dibentuk
dengan lapisan tertua menjadi bagian yang paling tengah. Bagian tertua dari ini
adalah nucleus fetal dan embrional yang dihasilkan selama kehidupan embrional
dan terdapat pada bagian tengah lensa. Bagian terluar dari serat adalah yang
pertama kali terbentuk dan membentuk korteks dari lensa. 4
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (Na, K).
Kedua kation ini berasal dari humor aquous dan vitreus. Kadang kalium dibagian
anterior lebih tinggi dibandingakn posterior sedangkan kadar natrium lebih tinggi di
posterior. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor aquous, dan ion
Na bergerak ke anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif
Na-K ATP-ase. Transport aktif asam-asam amino mengambil tempat pada lensa
dengan mekanisme tergantung pada gradient natrium yang dibawa oleh pompa
natrium. Aspek fisiologis terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur
keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga
kejernihan lens. Karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen
struktural dan makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa dapat menyebabkan
kekeruhan lensa. Telah ditentukan bahwa gangguan keseimbangan air dan
elektrolit sering terjadi pada katarak kortikal, dimana kadar air meningkat secara
bermakna. 4
Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein dan
perubahan ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks lensa
menjadi lebih terhidrasi dari pada nucleus lensa. Sekitar 5% volume lensa adalah
air yang ditemukan diantara serat-serat lensa diruang ekstraseluler. Konsentrasi
natrium adalah lensa dipertahankan pada 20 mm dan konsentrasi kalium sekitar
120 mm. 4
Epithelium lensa sebagai tempat transport aktif lensa bersifat dehidrasi dan
memiliki kadar ion Kalium (K+) dan asam amino yang lebih tinggi dari humor aquous
dan vitreus disekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion natrium (Na+),
ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan sekitarnya. Keseimbangan
kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil dari kemampuan permeabilitas
membrane sel-sel lensa dan aktivitas dari pompa (Na+, K+-ATPase) yang terdapat
pada membrane sel dari epithelium lensa dan setiap serat lensa. Fungsi pompa
natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dari dan menarik ion
kalium ke dalam. Mekanisme ini bergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh
enzim Na+, K+-ATPase. 4
Keseimbangan ini mudah sekali terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase. Inhibisi
dari Na+, K+, ATPase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan
meningkatkan kadar air dalam lensa. Pada perkembangan katarak kortikal
beberapa studi telah menunjukkan bahwa terjadi penurunan aktivitas Na+, K+-
ATPase, sedangkan yang lainnya tidak menunjukkan perubahan apapun. Dari studi -
studi lain telah diperkirakan bahwa permeabilitas membrane sedikit meningkat
seiring dengan perkembangan katarak. 4

IV. EPIDEMIOLOGI
Tingkat kebutaan di Indonesia sendiri merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara
yaitu sebesar 1,5%. Sedang dalam catatan WHO, tingkat kebutaan di Indonesia
berada dalam urutan ketiga dunia sebesar 1,47%. Dari catatan WHO 75% kebutaan
di dunia sebenarnya dapat di cegah dan di obati, sebab sebagian besar kebutaan
itu disebabkan oleh katarak. 2
95% masyarakat yang berusia 65 tahun memiliki tingkatan kekeruhan lensa, banyak
yang menjalani operasi katarak. The Beaver Dam Eye melaporkan bahwa 38,8%
pria 45% wanita berusia di atas 74 tahun menderita katarak. Diperkirakan lebih dari
1 juta ekstraksi katarak telah di lakukan di Amerika Serikat. Katarak diperkirakan
telah mengakibatkan 15 juta kasus kebutaan di seluruh dunia. 2

V. ETIOLOGI
Opasifikasi lensa mata (katarak) merupakan penyebab tersering kebutaan yang
dapat diobati di seluruh dunia. Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai
akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya
seperti merokok, radiasi UV, dan peningkatan kadar gula darah. Kadang ini disebut
katarak terkait usia. Sejumlah kecil berhubungan dengan penyakit mata atau
penyakit sistemik spesifik dan memiliki mekanisme fisiokimiawi yang jelas.
Beberapa diantaranya bersifat kongenital dan dapat diturunkan. 5
Kondisi ocular yang berkaitan dengan katarak : 5
- Trauma
- Uveitis
- Myopia tinggi
- Pengobatan topical (terutama tetes mata steroid)
- Tumor intraocular

Adapun penyebab sistemik katarak : 5
- Diabetes
- Kelainan metabolik lain (termasuk galaktosemia, penyakit Fabry, Hipokalsemia)
- Obat-obat sistemik (terutama steroid, klorpromazin)
- Infeksi (Rubella kongenital)
- Distrofi miotonik
- Dermatitis atopic
- Sindrom sistemik (down, lowe)
- Congenital, termasuk katarak turunan
- Radiasi sinar - X

VI. STADIUM KATARAK
Stadium-stadium katarak terdiri atas 4 (empat) stadium, yaitu : 7
- Stadium insipiens
Kekeruhan yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi dengan
dasar di perifer dan daerah jernih diantaranya. Kekeruhan biasanya terletak di
korteks anterior dan posterior.
Katarak ini pada permulaannya hanya tampak bila pupil dilebarkan. Pada stadium
ini terdapat kekeruhan poliplopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bila dilakukan tes bayangan iris (shadow test) akan negatif.

- Katarak imatur
Pada stadium yang lebih lanjut ini maka akan terjadi kekeruhan yang lebih tebal tapi
tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian
yang jernih pada lensa.
Pada stadium ini terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lens menjadi
bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan memberikan perubahan indeks
refraksi dimana mata akan menjadi myopia. Kecembungan ini akan mengakibatkan
pendorongan iris ke depan sehingga bilik mata depan dan sudut bilik mata depan
akan lebih sempit.
Pada stadium ini akan lebih mudah terjadi glaucoma sebagai penyulit. Stadium
imatur dimana terjadi pencembungan lensa akibat menyerap air disebut stadium
intumesen. Shadow test pada keadaan ini positif.











Gambar 6. Katarak senilis Imatur 6
- Katarak Matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-
sama hasil desintegritas melalui kapsul. Di dalam stadium ini lensa akan berukuran
normal kembali. Sehingga iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan
mempunyai kedalaman normal kembali.
Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran
menyeluruh karena deposit kalium. Bila dilakukan test bayangan iris atau shadow
test akan terlihat negatif.









Gambar 7. Katarak senilis Matur 6

- Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks lensa mencair dan
dapat keluar melalui kapsul lensa. Lensa meneriput dan berwarna kuning. Akibat
pengeriputan lensa dan mencairnya korteks nucleus lensa tenggelam ke arah
bawah (katarak morgagni). Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata
menjadi dalam. Shadow test memberikan gambaran pseudopositif.
Akibat massa lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat timbul penyulit berupa
uveitis fakotoksik atau glaukom fakolitik.


Gambar 8. Katarak senilis Hipermatur 6

VII. GEJALA KLINIK
Gejala klinik katarak matur : 5
- Suatu obstipasi pada lensa mata
- Menyebabkan hilangnya penglihatan tanpa rasa nyeri
- Menyebabkan rasa silau
- Dapat mengubah kelainan refraksi

VIII. TERAPI
Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat progresivitas atau
mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih tetap dengan pembedahan. Tidak
perlu menunggu menjadi Matang. Karena tehnik operasi katarak yang ada telah
memungkinkan dilakukan pembedahan pada tahap katarak imatur. 8
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian
lensa dengan implant plastic. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan
dengan anestesi lokal dari pada anestesi umum. 8

Beberapa teknik operasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:8
Couching
Aspirasi katarak dengan jarum
Intracapsular cataract extraction (ICCE)
Pada ekstraksi katarak intrakapsular, seluruh lensa diekstraksi, termasuk kapsula
posterior. Pada teknik ini tidak perlu dikhawatirkan terjadinya kekeruhan kapsular.
Teknik ini juga tidak memerlukan peralatan yang canggih dan dapat dilakukan tanpa
mikroskop operatif. Namun terdapat sejumlah kerugian dan komplikasi post-operatif
seperti lamanya penyembuhan, lamanya rehabilitasi penglihatan, astigmatisme
yang signifikan, inkarserasi iris, kebocoran luka post-operasi, inkarserasi vitreus
serta edema kornea. Ditambah lagi, kehilangan sel endotelial pada ekstraksi
intrakapsular lebih besar dibandingkan ekstrakapsular. Teknik ini juga lebih sulit
karena penempatan lensa intraokular tidak semudah apabila diletakkan pada
kantung kapsular. Walaupun banyak komplikasi yang menurunkan kepopuleran
penggunaan metode ini, teknik ini masih dapat digunakan jika keutuhan zonular
sangat terganggu sehingga lensa dapat dikeluarkan dengan sempurna.









Gambar 9. Ekstraksi katarak intrakapsuler. 6
Extracapsular cataract extraction (ECCE)
Pada ekstraksi ekstrakapsular, nukleus dan korteks dikeluarkan dengan cara
membuka kapsula anterior (anterior capsulectomy) meninggalkan kapsula posteri or
yang utuh. Operasi jenis ini terutama dilakukan pada negara maju dengan
tersedianya mikroskop operatif yang baik.Kelebihan teknik ini adalah insisi yang
lebih kecil sehingga kemungkinan terjadinya trauma pada endotel kornea lebih kecil.
Penempatan lensa intraokuler juga dapat dilakukan dengan lebih baik. Syarat untuk
melakukan teknik ini adalah keutuhan zonular.








Gambar 10. Ekstraksi katarak Ekstrakapsuler. 6

Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Insisi 6 cm pada sclera (jarak 2 mm dari limbus), kemudian dibuat sclera tunnel
sampai di bilik mata depan.
Phacoemulsification/fakoemulsifikasi
Pada fakoemulsifikasi (disintegrasi ultrasonic dari nukleus) dilakukan insisi kecil
(3mm) untuk mengeluarkan lensa. Teknik ini memerlukan jarum yang diarahkan
dengan gelombang ultrasonik ke arah nukleus untuk mengaspirasi substrat lensa
.Teknik ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan ekstraksi ekstrakapsular yaitu
insisi lebih kecil, rehabilitasi yang lebih cepat dan komplikasi post operatif yang
lebih jarang. Namun operasi ini tergantung mesin dan operator serta lebih mahal.

1 3













2 4
Gambar 11. Fakoemulsifikasi 11
1. Keratome corneal incision
2. Phaco-probe sculpting lens nucleus
3. Foldable intraocular lens (IOL) being inserted
4. IOL unfolded in capsular bag
Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan operasi katarak adalah : 9
1. Biometri : Pengukuran panjang mata dengan memakai pemeriksaan ultrasound
dan keratometri untuk mengukur kurvatur kornea sehingga kita dapat menghitung
kekuatan implant yang akan dimasukkan ke mata pada saat operasi.
2. Konfirmasikan bahwa tidak terdapat masalah kesehatan yang lain, terutama
hipertensi, penyakit traktus respirasi dan diabetes.
3. Beberapa obat dapat meningkatkan insiden perdarahan. Warfarin tidak perlu
dihentikan hanya dikurangi dosisnya. Aspirin harus dihentikan 1 minggu
sebelum operasi.
4. Beritahukan pada pasien perkiraan hasil operasi dan komplikasi dari proses
operasi yang mungkin terjadi.

Kekuatan implant lensa intraokuler yang akan digunakan dalam operasi dihitung
sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan kelengkungan
kornea (maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung
sehingga pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. 8
Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek.
Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi
telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan
lebih cepat dengan metode fekoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat
berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak
dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. 8

IX. KOMPLIKASI
Berikut ini adalah komplikasi besar intraoperatif yang ditemukan selama operasi
katarak, yaitu : 12
Kamera okuli anterior dangkal atau datar
Ruptur kapsul
Edem kornea
Perdarahan atau efusi suprakoroid
Perdarahan koroid yang ekspulsif
Tertahannya material lensa
Gangguan vitreous dan inkarserasi ke dalam luka
Iridodialisis
Berikut ini merupakan komplikasi besar post operatif yang ditemukan segera
selama operasi katarak, yang sering terlihat dalam beberapa hari atau minggu
setelah operasi, yaitu : (Dr. RAZI)
Kamera okuli anterior datar atau dangkal karena luka robek
Terlepasnya koroid
Hambatan pupil
Hambatan korpus siliar
Perdarahan suprakoroid
Edem stroma dan epitel
Hipotoni
Sindrom Brown-Mc. Lean (edem kornea perifer dengan kornea sentral jernih
sangat sering terlihat mengikuti ICCE)
Perlekatan vitreokornea dan edem kornea yang persisten
Perdarahan koroid yang lambat
Hifema
Tekanan intraokuler yang meningkat (sering karena tertahannya viskoelastis)
Edem makular kistoid
Terlepasnya retina
Endoptalmitis akut
Sindrom uveitis-glaukoma-hifema (UGH)
Berikut ini adalah komplikasi besar post operatif yang lambat, terlihat dalam
beberapa minggu atau bulan setelah operasi katarak : (12)
Jahitan yang menginduksi astigmatismus
Desentrasi dan dislokasi IOL
Edem kornea dan keratopati bullous pseudopakia
Uveitis kronis
Endoptalmitis kronis
Kesalahan penggunaan kekuatan IOL



DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Penglihatan turun perlahan tanpa mata merah. Ilmu penyakit mata.
Edisi ketiga. Jakarta: balai penerbit FKUI; 2007. Hal 200-11.
2. Harper RA, Shock JP. Lens in Vaughan and Asburys: General Opthalmology
16th edition. McGraw Hills Company : 2007. P. 173-180.
3. Bintang N. Jenis-jenis katarak dalam World Optical. [Cited Juni 19, 2011].
Available from URL: http://nasrulbintang.wordpress.com/jenis-jenis-katarak/.
4. Bobrow JC, Blecher MH, et al. Lens and cataract. In Basic and Clinical science
course. Section 11. 2008-2009: American Academy of Ophthalmology. The eye
M.D. P. 5-9.
5. James B, Chew C, Bron A. Lensa dan katarak dalam ofthalmologi. Edisi 9.
Jakarta : Erlangga; 2006. Hal. 76-84.
6. Lang GK, Cataract in Ophthalmology: A short Textbook. Lang Ophthalmology.
Stuttgart, New York 2000. P. 170-8.
7. Radjamin RK, Akmam SM, et al. Ilmu penyakit mata. Airlangga University
press. 1984. Hal. 131.134.
8. Shock JP, Harper RA. Lensa dalam oftalmologi umum. Edisi 14. Widya Medika:
2005. Hal 175-184.
9. Dhawan S. Cataract, Phacoemulfisication & Lens. [Cited Juni 19, 2011].
Available from URL: http://sdhawan.com/eye-disease-cataract.htm.
10. Khaw PT, Shah P. Cataract. In: ABC of Eyes. 14th Edition. BMJ Brooks:
London. 2004. P. 47-51.
11. Cassidy L, Olver J. Cataract Surgery. Blackwell Science. 2005. P. 75
12. Anonym. Katarak Pada Penderita Dewasa. 2011. Hal. 1-3

digilib.unimus.ac.id/download.php?id

You might also like