You are on page 1of 9

http://www.scribd.

com/doc/85012919/Kulit-SWAMEDIKASI
http://nusantarastore.com/sabun-sereh/result/swamedikasi-alergi.html
http://ekuto-kurnianto.blogspot.com/2011/05/swamedikasi-selesma-influenza.html

OBAT ANTIHISTAMIN

A.PENGERTIAN
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin (penghambatan saingan).
Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya
jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara
farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da
reseptor-H2.
Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni
antagonis reseptor-H1 (singkatnya disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan
antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam

1.H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding
pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan
efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah
simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi
Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan
penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat
generasi ke-1 dan ke-2.

a.Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor) feniramin,
difenhidramin, klemastin (Tavegil), siproheptadin (periactin), azelastin (Allergodil),
sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen (Zaditen), dan oksatomida (Tinset).
Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek
antikolinergis

b.Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin (Semprex),
setirizin, loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin (Emadin). Zat- zat ini
bersifat khasiat antihistamin hidrofil dan sukar mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal),
maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma
t2-nya yang lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek anti-
alerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambat sintesis mediator-
radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin.

2.H2-blockers (Penghambat asma)
obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat
histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah
berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan
darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna
mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi
dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas
lambung (cisaprida) pada penderita reflux.
Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine,
famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari
histamin.

PENGGUNAAN UMUM:
Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria dan
angiodema, dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi anafilaksis. Beberapa
antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan (dimenhidrinat dan
meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi serupa parkinson (difenhidramin), dan
kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan antihistaminika selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat
antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya
antikolinergis,antiemetis dan daya menekan SSP (sedative),dan dapat menyebabkan
konstipasi, mata kering, dan penglihatan kabur, sedangkan beberapa di antaranya
memiliki efek antiserotonin dan local anestesi (lemah).
Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis ( oral,injeksi) untuk
mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh
pembebasan histamine. Di samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga
banyak digunakan pada sejumlah gangguan berikut:
1.Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi. Walaupun
kerjanya baik, namun efek keseluruhannya hanya rendah berhubung tidak berdaya
terhadap mediator lain (leukotrien) yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada
indikasi bahwa penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang
lebih baik. Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari
mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.
2.Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a.l. histamine dan
suatu enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan, obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi
adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.
3.Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya
permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin
seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal mungkin
berkaitan pula dengan efek sedative dan efek anestesi local.
4.Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian
menaikkan berat badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan
oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
5.Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin dan
difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan
batuk, sehingga banyak digunakan dalam sediaan obat batuk popular.
6.Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin
dan turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.
7.Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga
berkaitan dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan dimenhidrinat,
sedangkan sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
8.Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu,
antihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.

MACAM
Menurut struktur kimianya antihistaminika dapat dibagi dalam beberapa kelompok,
yang mana sejumlah memiliki rumus dasar sebagai berikut:
R-X-C-C-N=R1 dan R2
Dimana X= atom O,N atau C; R= gugus aromatic dan/atau heterosiklik, R1 dan R2 =
gugus metal atau heterosiklik. Dapat dilihat bahwa inti molekul terdiri atas etilamin,
yang juga terdapat dalam molekul histamine. Adakalanya gugus ini merupakan bagian
dari suatu struktur siklik, seperti umpamanya pada antazolin dan klemastin.

Zat-zat ini berdaya antikolinergik dan sedative agak kuat.
1.DERIVAT ETANOLAMIN (X=O)
a.Difenhidramin : Benadryl
Di samping daya antikolinergik dan sedative yang kuat, antihistamin ini juga bersifat
spasmolitik, anti-emetik dan antivertigo (pusing-pusing). Berguna sebagai obat
tambahan pada Penyakit Parkinson, juga digunakan sebagai obat anti-gatal pada
urticaria akibat alergi (komb. Caladryl, P.D.)
Dosis: oral 4 x sehari 25-50mg, i.v. 10-50mg.
2-metildifenhidramin = orfenadrin (Disipal, G.B.)
Dengan efek antikolinergik dan sedative ringan, lebih disukai sebagai obat tambahan
Parkinson dan terhadap gejala-gejala ekstrapiramidal pada terapi dengan
neuroleptika.
Dosis: oral 3 x sehari 50mg.
4-metildifenhidramin (Neo-Benodin)
Lebih kuat sedikit dari zat induknya. Digunakan pada keadaan-keadaan alergi pula.
Dosis: 3 x sehari 20-40mg
Dimenhidrinat (Dramamine, Searle)
Adalah senyawa klorteofilinat dari difenhidramin yang digunakan khusus pada mabuk
perjalanan dan muntah-muntah sewaktu hamil.
Dosis: oral 4 x sehari 50-100mg, i.m. 50mg
Klorfenoksamin (Systral, Astra)
Adalah derivate klor dan metal, yang antara lain digunakan sebagai obat tambahan
pada Penyakit Parkinson.
Dosis: oral 2-3 x sehari 20-40mg (klorida), dalam krem 1,5%.
Karbinoksamin : (Polistin, Pharbil)
Adalah derivat piridil dan klor yang digunakan pada hay fever.
Dosis: oral 3-4 x sehari 4mg (maleat, bentuk,dll).
b.Kiemastin: Tavegyl (Sandos)
Memiliki struktur yang mirip klorfenoksamin, tetapi dengan substituent siklik
(pirolidin). Daya antihistaminiknya amat kuat, mulai kerjanya pesat, dalam beberapa
menit dan bertahan lebih dari 10 jam. Antara lain mengurangi permeabilitas dari
kapiler dan efektif guna melawan pruritus alergis (gatal-gatal).
Dosis: oral 2 x sehari 1mg a.c. (fumarat), i.m. 2 x 2mg.

2.DERIVAT ETILENDIAMIN (X=N)
Obat-obat dari kelompok ini umumnya memiliki data sedative yang lebih ringan.
Antazolin : fenazolin, antistin (Ciba)
Daya antihistaminiknya kurang kuat, tetapi tidak merangsang selaput lender. Maka
layak digunakan untuk mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma)
sebagai preparat kombinasi dengan nafazolin (Antistin-Privine, Ciba).
Dosis: oral 2-4 x sehari 50-100mg (sulfat).
Tripelenamin (Tripel, Corsa-Azaron, Organon)
kini hanya digunakan sebagai krem 2% pada gatal-gatal akibat reaksi alergi (terbakar
sinar matahari, sengatan serangga, dan lain-lain).
Mepirin (Piranisamin)
Adalah derivate metoksi dari tripelenamin yang digunakan dalam kombinasi dengan
feniramin dan fenilpropanolamin (Triaminic, Wander) pada hay fever.
Dosis: 2-3 x sehari 25mg.
Klemizol ( Allercur, Schering)
Adalah derivate klor yang kini hanya digunakan dalam preparat kombinasi anti-
selesma (Apracur, Schering) atau dalam salep/suppositoria anti wasir (Scheriproct,
Ultraproct, Schering).

3.DERIVAT PROPILAMIN (X=C)
Obat-obat dari kelompok ini memiliki daya antihistamin kuat.
a.Feniramin : Avil (Hoechst)
Zat ini berdaya antihistamink baik dengan efek meredakan batuk yang cukup baik,
maka digunakan pula dalam obat-obat batuk.
Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg (maleat) pada mala hari atau 1 x 50mg tablet retard;
i.v. 1-2 x sehari 50mg; krem 1,25%.
Klorfenamin (Klorfeniramin. Dl-, Methyrit, SKF)
Adalah derivate klor dengan daya 10 kali lebih kuat, sedangkan derajat toksisitasnya
praktis tidak berubah. Efek-efek sampingnya antara lain sifat sedatifnya ringan. Juga
digunakan dalam obat batuk. Bentuk-dextronya adalah isomer aktif, maka dua kali
lebih kuat daripada bentuk dl (rasemis)nya: dexklorfeniramin (Polaramin, Schering).
Dosis: 3-4 x sehari 3-4mg (dl, maleat) atau 3-4 x sehari 2mg (bentuk-d).
Bromfeniramin (komb.Ilvico, Merck)
Adalah derivate brom yang sama kuatnya dengan klorfenamin, padamana isomer-
dextro juga aktif dan isomer-levo tidak. Juga digunakan sebagai obat batuk.
Dosis: 3-4 x sehari 3mg (maleat).
b.Tripolidin : Pro-Actidil
Derivat dengan rantai sisi pirolidin ini berdaya agak kuat, mulai kerjanya pesat dan
bertahan lama, sampai 24 jam (sebagai tablet retard).
Dosis: oral 1 x sehari 10mg (klorida) pada malam hari berhubung efek sedatifnya.

4.DERIVAT PIPERAZIN
Obat-obat kelompok ini tidak memiliki inti etilamin, melainkan piperazin. Pada
umumnya bersifat long-acting, lebih dari 10 jam.
a.Siklizin : Marzine
Mulai kerjanya pesat dan bertahan 4-6 jam lamanya. Terutama digunakan sebagai
anti-emetik dan pencegah mabuk jalan. Namun demikian obat-obat ini sebaiknya
jangan diberikan pada wanita hamil pada trimester pertama.
Meklozin (Meklizin, Postafene/Suprimal)
adalah derivat metilfenii dengan efek lebih panjang, tetapi mulai kerjanya baru
sesudah 1-2 jam. Khusus digunakan sebagai anti-emetik dan pencegah mabuk jalan.
Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg.
Buklizin (longifene, Syntex)
Adalah derivate siklik dari klorsiklizin dengan long-acting dan mungkin efek
antiserotonin. Disamping anti-emetik,juga digunakan sebagai obat anti pruritus dan
untuk menstimulasi nafsu makan.
Dosis: oral 1-2 x sehari 25-50mg.
Homoklorsiklizin (homoclomin, eisai)
Berdaya antiserotonin dan dianjurkan pada pruritus yang bersifat alergi.
Dosis: oral 1-3 x sehari 10mg.
b.Sinarizin : Sturegon (J&J), Cinnipirine(KF)
Derivat cinnamyl dari siklizin ini disamping kerja antihistaminnya juga berdaya
vasodilatasi perifer. Sifat ini berkaitan dengan efek relaksasinya terhadap arteriol-
arteriol perifer dan di otak (betis,kaki-tangan) yang disebabkan oleh penghambatan
masuknya ion-Ca kedalam sel otot polos. Mulai kerjanya agak cepat dan bertahan 6-8
jam, efek sedatifnya ringan. Banyak digunakan sebagai obat pusing-pusing dan kuping
berdengung (vertigo, tinnitus).
Dosis: oral 2-3 x sehari 25-50mg.
Flunarizin (Sibelium, Jansen)
Adalah derivat difluor dengan daya antihistamin lemah. Sebagai antagonis-kalsium
daya vasorelaksasinya kuat. Digunakan pula pada vertigo dan sebagai pencegah
migran.

5.DERIVAT FENOTIAZIN
Senyawa- senyawa trisiklik yang memiliki daya antihistamin dan antikolinergik yang
tidak begitu kuat dan seringkali berdaya sentral kuat dengan efek neuroleptik.
a.Prometazin: (Phenergan (R.P.))
Antihistamin tertua ini (1949) digunakan pada reaksi-reaksi alergi akibat serangga dan
tumbuh-tumbuhan, sebagai anti-emetik untuk mencegah mual dan mabuk jalan.
Selain itu juga pada pusing-pusing (vertigo) dan sebagai sedativum pada batuk-batuk
dan sukar tidur, terutama pada anak-anak.
Efek samping yang umum adalah kadang-kadang dapat terjadi
hipotensi,hipotermia(suhu badan rendah), dan efek-efek darah (leucopenia,
agranulocytosis)
Dosis: oral 3 x sehari 25-50mg sebaiknya dimulai pada malam hari; i.m. 50mg.
Tiazinamium (Multergan, R.P.)
Adalah derivat N-metil dengan efek antikolinergik kuat, dahulu sering digunakan pada
terapi pemeliharaan terhadap asma.
Oksomemazin (Doxergan, R.P.)
Adalah derivat di-oksi (pada atom-S) dengan kerja dan penggunaan sama dengan
prometazin, antara lain dalam obat batuk.
Dosis: oral 2-3 x sehari 10mg.
Alimemazin (Nedeltran)
Adalah analog etil denagn efek antiserotonin dan daya neuroleptik cukup baik.
Digunakan sebagai obat untuk menidurkan anak-anak, adakalanya juga pada psikosis
ringan.
Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.
Fonazin (Dimetiotiazin)
Adalah derivat sulfonamida dengan efek antiserotonin kuat yang dianjurkan pada
terapi interval migraine.
Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.
b.Isotipendil: Andantol (Homburg)
Derivat aso-fenotiazin ini kerjanya pendek dari prometazin dengan efek sedatif lebih
ringan.
Dosis: ora; 3-4 x sehari 4-8mg, i.m. atau i.v. 10mg.
Mequitazin (Mircol, ACP)
Adalah derivat prometazin dengan rantai sisi heterosiklik yang mulai kerjanya cepat,
efek-efek neurologinya lebih ringan. Digunakan pada hay fever, urticaria dan reaksi-
reaksi alergi lainnya.
Dosis: oral 2 x sehari 5mg.
Meltidazin (Ticaryl, M.J.)
Adalah derivat heterosiklik pula (pirolidin) dengan efek antiserotonin kuat. Terutama
dianjurkan pada urticaria.
Dosis: oral 2 x sehari 8mg.

Sewaktu diketahui bahwa histamine mempengaruhi banyak proses faalan dan
patologik, maka dicarikan obat yang dapat mengantagonis efek histamine. Epinefrin
merupakan antagonis faalan pertama yang digunakan. Antara tahun 1937-1972,
beratus-ratus antihistamin ditemukan dalam terapi, tetapi efeknya tidak banyak
berbeda.
Antihistamin misalnya antergan, neoantergan, difenhidramin dan tripelenamin dalam
dosis terapi efektif untuk mengobati udem, eritem dan pruritus terapi tidak dapat
melawan efek hipersekresi asam lambung akibat histamin. Antihistamin tersebut di
atas digolongkan dalam antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).

ANTAGONISME TERHADAP HISTAMIN
AH1 menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-
macam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas
atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamine endogen berlebihan.
Otot polos: secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos
(usus,bronkus).

Permeabilitas kapiler: peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin,
dapat dihambat dengan efektif oleh AH1

Reaksi anafilaksis dan alergi: reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter
terhadap pemberian AH1, karena disini bukan histamine saja yang berperan tetapi
autakoid lain juga dilepaskan. Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas
berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin.

Kelenjar eksokrin: efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak
dapat dihambat oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar
eksokrin lain akibat histamin.

Susunan saraf pusat: AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek
perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia,
gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP
dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang
lambat.

Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau sangat
sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya tidak
menyebabkan kantuk, gangguan koordinasi atau efek lain pada SSP. AH1 juga efektif
untuk mengobati mual dan muntah akibat peradangan labirin atau sebab lain.

Anestesi lokal: beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas berbeda. AH1
yang baik sebagai anestesi lokal ialah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk
menimbulkan efek tersebut dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi daripada
sebagai antihistamin.

Antikolinergik: banyak AH1 bersifat mirip atropin. Efek ini tidak memadai untuk
terapi, tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa pasien berupa mulut
kering, kesukaran miksi dan impotensi.
Sistem kardiovaskular: dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek yang
berarti pada system kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan sifat seperti
kuinidin pada konduksi miokard berdasarkan sifat anestetik lokalnya.

FARMAKOKINETIK.
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul
15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1
setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12
jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam
darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam
berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.

Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan
kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi
dapat juga pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan
konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1
diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

EFEK SAMPING
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat
serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling
sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau
pasien yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi
sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau
penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol,
terfenadin, loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah,
penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan
tremor. Efek samping yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan
berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek
samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi,
hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping
karena efek antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin
nonsedatif.
AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat
penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah
dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada
pasien yang mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid
dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan
pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien
hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin
non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut.

INTOKSIKASI AKUT AH1
Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat sebagai obat
persediaan dalam rumah tangga. Pada anak, keracunan terjadi karena kecelakaan,
sedangkan pada orang dewasa akibat usaha bunuh diri. Dosis 20-30 tablet AH1 sudah
bersifat letal bagi anak.
Efek sentral AH1 merupakan efek yang berbahaya. Pda anak kecil efek yang dominan
ialah perangsangan dengan manifestasi halusinasi, eksitasi, ataksia, inkoordinasi,
atetosis dan kejang. Kejang ini kadang-kadang disertai tremor dan pergerakan atetoid
yang bersifat tonik-klonik yang sukar dikontrol.
Gejala lain mirip gejala keracunan atropine misalnya midriasis, kemerahan di muka
dan sering pula timbul demam. Akhirnya terjadi koma dalam dengan kolaps
kardiorespiratoar yang disusul kematian dalam 2-18 jam. Pada orang dewasa,
manifestasi keracunan biasanya berupa depresi pada permulaan, kemudian eksitasi
dan akhirnya depresi SSP lebih lanjut.

PENGOBATAN
Pengobatan diberikan secara simtomatik dan suportif karena tidak ada antidotum
spesifik. Depresi SSP oleh AH1 tidak sedalam yang ditimbulkan oleh barbiturate.
Pernapasan biasanya tidak mengalami gangguan yang berat dan tekanan darah dapat
dipertahankan secara baik.
Bila terjadi gagal napas, maka dilakukan napas buatan, tindakan ini lebih baik
daripada memberikan analeptic yang justru akan mempermudah timbulnya konvulsi.
Bila terjadi konvulsi, maka diberikan thiopental atau diazepam.

PERHATIAN
Sopir atau pekerja yang memerlukan kewaspadaan yang menggunakan AH1 harus
diperingatkan tentang kemungkinan timbulnya kantuk. Juga AH1 sebagai campuran
pada resep, harus digunakan dengan hati-hati karena efek AH1 bersifat aditif dengan
alcohol, obat penenang atau hipnotik sedative.
Diposkan oleh arinta yolanda di 07:37

You might also like