You are on page 1of 8

1.

PRODUKTIVITAS KERJA
Pengertian Produktivitas Kerja

Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu ukuran perusahaan dalam mencapai
tujuannya. Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling strategik dalam
organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Peningkatan produktivitas kerja
hanya mungkin dilakukan oleh manusia (Siagian, 2002, p.2). Oleh karena itu tenaga kerja
merupakan faktor penting dalam mengukur produktivitas. Hal ini disebabkan oleh dua hal,
antara lain; pertama, karena besarnya biaya yang dikorbankan untuk tenaga kerja sebagai
bagian dari biaya yang terbesar untuk pengadaan produk atau jasa; kedua, karena masukan
pada faktor-faktor lain seperti modal (Kussriyanto, 1993, p.1).

Menurut Anoraga dan Suyati, (1995, p.119-121) produktivitas mengandung
pengertian yang berkenaan dengan konsep ekonomis, filosofis dan sistem. Sebagai konsep
ekonomis, produktivitas berkenaan dengan usaha atau kegiatan manusia untuk
menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan manusia dan
masyarakat pada umumnya.

Sebagai konsep filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap
mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan dimana keadaan hari ini
harus lebih baik dari hari kemarin, dan mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari
ini. Hal inilah yang memberi dorongan untuk berusaha dan mengembangkan diri.
Sedangkan konsep sistem, memberikan pedoman pemikiran bahwa pencapaian suatu
tujuan harus ada kerja sama atau keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan sebagai
sistem.

Dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara hasil dari suatu
pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sondang P. Siagian bahwa produktivitas adalah: Kemampuan memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan
menghasilkan output yang optimal bahkan kalau mungkin yang maksimal.
Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa produktivitas sangat dipengaruhi oleh
faktor: knowledge, skills, abilities, attitudes, dan behaviours dari para pekerja yang ada di
dalam organisasi sehingga banyak program perbaikan produktivitas meletakkan hal-hal
tersebut sebagai asumsi-asumsi dasarnya (Gomes, 1995, p.160).


Setiap perusahaan selalu berusaha agar karyawan bisa berprestasi dalam bentuk
memberikan produktivitas kerja yang maksimal. Produktivitas kerja karyawan bagi suatu
perusahaan sangatlah penting sebagai alat pengukur keberhasilan dalam menjalankan
usaha. Karena semakin tinggi produktivitas kerja karyawan dalam perusahaan, berarti laba
perusahaan dan produktivitas akan meningkat.

Konsep produktivitas pada dasarnya dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi
individu dan dimensi organisasi. Pengkajian masalah produktivitas dari dimensi individu
tidak lain melihat produktivitas terutama dalam hubungannya dengan
karakteristikkarakteristik kepribadian individu. Dalam konteks ini esensi pengertian
produktivitas adalah sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu
kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari
ini (Kusnendi, 2003:8.4).

Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Pengukuran produktivitas tenaga kerja menurut system pemasukan fisik
perorangan/perorang atau per jam kerja orang diterima secara luas, namun dari sudut
pandangan/ pengawasan harian, pengukuran-pengukuran tersebut pada umumnya tidak
memuaskan, dikarenakan adanya variasi dalam jumlah yang diperlukan untuk memproduksi
satu unit produk yang berbeda. Oleh karena itu, digunakan metode pengukuran waktu
tenaga kerja (jam, hari atau tahun). Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang
biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja
yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar.

Karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas tenaga
kerja dapat dinyatakan sebagai suatu indeks yang sangat sederhana = Hasil dalam jam-jam
yang standar : Masukan dalam jam-jam waktu.
Untuk mengukur suatu produktivitas perusahaan dapatlah digunakan dua jenis
ukuran jam kerja manusia, yakni jam-jam kerja yang harus dibayar dan jam-jam kerja yang
dipergunakan untuk bekerja. Jam kerja yang harus dibayar meliputi semua jam-jam kerja
yang harus dibayar, ditambah jam-jam yang tidak digunakan untuk bekerja namun harus
dibayar, liburan, cuti, libur karena sakit, tugas luar dan sisa lainnya. Jadi bagi keperluan
pengukuran umum produktivitas tenaga kerja kita memiliki unit-unit yang diperlukan, yakni:
kuantitas hasil dan kuantitas penggunaan masukan tenaga kerja (Sinungan, 2003, p.24-25).

Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas

Faktor yang mempengaruhi produktivitas proyek diklasifikasikan menjadi empat
kategori utama, yaitu :

(1) Metoda dan teknologi, yang terdiri dari faktor : disain rekayasa, metoda konstruksi,
urutan kerja, pengukuran kerja.

(2) Manajemen lapangan, terdiri dari faktor : perencanaan dan penjadwalan, tata letak
lapangan, komunikasi lapangan, manajemen material, manajemen peralatan,
manajemen tenaga kerja.

(3) Lingkungan kerja, terdiri dari faktor : keselamatan kerja, lingkungan fisik, kualitas
pengawasan, keamanan kerja, latihan kerja, partisipasi.

(4) Faktor manusia, tingkat upah pekerja, kepuasan kerja, insentif, pembagian
keuntungan,
hubungan kerja mandor-pekerja, hubungan kerja antar sejawat, kemangkiran.

Dua kelompok syarat bagi produktivitas perorangan yang tinggi:
1) Kelompok pertama
a) Tingkat pendidikan dan keahlian
b) Jenis teknologi dan hasil produksi
c) Kondisi kerja
d) Kesehatan, kemampuan fisik dan mental

2) Kelompok kedua
a) Sikap mental (terhadap tugas), teman sejawat dan pengawas
b) Keaneka ragam tugas
c) Sistem insentif (sistem upah dan bonus)
d) Kepuasan kerja

2. KESELAMATAN, KESEHATAN, KEAMANAN KERJA (K3)
Kesehatan, Keselamatan dan keamanan kerja biasa disingkat K3 adalah suatu
upaya guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian, dan partisipasi efektif dari
pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan
tugas dan kewajiban bersama dibidang Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja
dalam rangka melancarkan usaha berproduksi. Melalui pelaksanaan Kesehatan,

Keselamatan dan Keamanan Kerja ini diharapkan tercipta tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencermaran lingkungan sehingga dapat mengurangi atau terbebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Jadi, pelaksanaan Kesehatan, Keselamatan dan
Keamanan Kerja dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Berdasarkan pengertian Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja diatas, kita
dapat menarik kesimpulan mengenai peran K3. Peran K3 ini, antara lain sebagai berikut :
1. Stiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya, dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional.
2. Stiap orang yang berada di tempat kerja perlu terjamin keselamatannya
3. Setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien.
4. Untuk mengurangi biaya perusahaan jika terjadi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja, karena sebelumnya sudah ada tindakan antisipatif dari
perusahaan.

Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja atau K3 ini dibuat tentu mempunyai
tujuan. Tujuan dibuatnya K3 secara tersirat tertera dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, tepatnya BAB III tentang syarat-syarat K3, yaitu :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi dan memandamkan kebakaran
3. Mencegah dan mengurahi bahaya peledakan
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau meyebarluasnya suhu, kelembapan,
debu, kotoran, asap, gas, uap, hembudan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun
psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
10. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup

12. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertipan
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya.
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
16. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
17. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Jadi, berdasarkan syart-syarat keselamatan kerja diatas, dapat disimpulkan bahwa
tujuan K3, antara lain sbb :
1. Untuk mencapai derajat kesehatan kerja yang setinggi-tingginya, baik buruh, petani,
nelayan, pegawai negeri, maupun pekerja-pekerja bebas.
2. Untuk mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat
kerja, memelihara dan meningkatkan kesehatan, mempertinggi efisiensi dan daya
produkltivitas kerja, serta meningkatkan kegairahan dan kenikmatan kerja.
Di Indonesia K3 sudah ada sejak pemerintahan colonial Belanda. Pada tahun 1908
parlemen Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai denganpenerbitan
Veiligheids Reglement Staatsblad No. 406 tahun 1910. Kemudian pemerintah Kolonial
Belanda menerbitkan beberapa produk hokum yang memberikan perlindungan bagi
keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing
sector ekonomi.
Karena pemerintahan Indonesia pada awal kemerdekaan masih dalam masa
peralihan, maka aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah
kemanusiaan dan keadilan. Selain itu, roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh
pemerintah dan swasta nasional.
K3 baru diperhatikan sekitar tahun 1970 seiring dengan semakin ramainya investasi
modal dan mengapdosian teknologi industry nasional (manufaktur). Alhirnya pemerintah
melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan termasuk pengaturan masalah K3, yang
dituangkan dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamtan Kerja.
3. HUBUNGAN PRODUKTIVITAS DAN K3

Perusahaan adalah suatu sistem yang terdiri dari komponen manusia, bahanbahan
mentah dan mesin-mesin. Semakin ketatnya persaingan di bidang industri menuntut
perusahaan harus mampu bertahan dan berkompetisi. Salah satu hal yang dapat ditempuh
perusahaan agar mampu bertahan dalam persaingan yang ketat yaitu dengan
meningkatnya produktivitas (Multahada, 2008)
Produktivitas merupakan faktor kesuksesan yang penting untuk semua organisasi.
Perbaikan dalam produktivitas diketahui mempunyai pengaruh utama terhadap ekonomi dan
fenomena sosial, misal pertumbuhan ekonomi dan standard hidup yang lebih baik. Selain
itu, peningkatan produktivitas suatu industri ataupun perusahaan menunjukkan industri
ataupun perusahaan tersebut bertahan dengan baik (dalam Pritchard, 1998). Oleh karena
itu, suatu perusahaan juga harus secara berkesinambungan memperbaiki produktivitas agar
tetap memperoleh keuntungan (dalam Kemppil & Lnnqvist, 2010).

Herjanto (2003) mengemukakan produktivitas merupakan ukuran bagaimana
baiknya suatu sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Keberhasilan perusahaan sangatlah bergantung pada efektivitas pemanfaatan sumber daya
yang dimilikinya, yaitu manusia, modal (uang), bahan baku, mesin dan metode yang akhir-
akhir ini lebih mengarah kepada perkembangan teknologi. Dari antara sumber-sumber daya
tersebut, manusia merupakan penggerak utama organisasi, yang mampu melaksanakan
pengorganisasian sumber daya yang lain, baik yang bersifat strategis maupun yang bersifat
operasional dan taktis. Manusia yang memegang kendali dalam organisasi (Hidayat, 2007).

Akan tetapi, manusia bukanlah barang mati seperti halnya mesin atau fasilitas
produksi lainnya. Manusia bukanlah mesin yang dapat kita atur dan programkan demikian
saja. Dalam diri manusia akan dapat dijumpai variabel - baik yang nyata kelihatan atau tidak
- yang mempengaruhi segala gerak kerja dan aktivitasnya. Manusia adalah mesin yang
dapat dengan mudah berubah-ubah kemauannya tanpa memberitahukannya terlebih
dahulu. Untuk itu dalam mengelola sumber daya manusia yang ada dan dimiliki, maka
pendekatan yang lebih bersifat manusia perlu diperhatikan benar-benar agar lebih bisa
diharapkan adanya tingkat produktivitas yang lebih tinggi lagi (Wignjosoebroto, 2008).

Produktivitas dapat diukur secara objektif maupun subjektif. Produktivitas objektif
diperoleh melalui perbandingan output keluaran dan input masukan. Sementara itu,
produktivitas subjektif diperoleh melalui penilaian subjektif pribadi. Data produktivitas
subjektif dikumpulkan melalui survei kuesioner. Data produktivitas subjektif dikumpulkan
melalui karyawan, supervisor pengawas, klien, pelanggan ataupun supplier leveransir.


Penilaian produktivitas subjektif dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Pengukuran secara langsung dilakukan dengan memberikan survei kuesioner berkaitan
dengan produktivitas karyawan itu sendiri. Sementara itu, pengukuran secara tidak langsung
dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor pengganti seperti kebiasaan kerja ataupun
kepuasan kerja (dalam Kemppil & Lnnqvist, 2010).

Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah kesehatan kerja.
Perusahaan perlu memelihara kesehatan para karyawan, dimana kesehatan disini
menyangkut kesehatan fisik maupun mental. Program kesehatan kerja dapat dilakukan
dengan penciptaan lingkungan kerja yang sehat yang menunjuk pada kondisi yang bebas
dari gangguan fisik, mental atau emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan
kerja. Penciptaan lingkungan kerja yang sehat secara tidak langsung akan mempertahankan
atau bahkan meningkatkan produksi (Tulus, 1992).

Program kesehatan kerja tidak terlepas dari program keselamatan kerja, karena dua
program tersebut tercakup dalam pemeliharaan terhadap karyawan. Keselamatan dan
kesehatan kerja mengandung nilai perlindungan tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit
akibat kerja. Dalam abad modern ini, tanpa disadari manusia hidup di tengah atau bersama
bahaya. Berbagai alat dan teknologi buatan manusia di samping bermanfaat juga dapat
menimbulkan bencana atau kecelakaan. Hal serupa juga terjadi di tempat kerja.
Penggunaan mesin, alat kerja, material, dan proses produksi telah menjadi sumber bahaya
yang dapat mencelakakan. Karena itulah aspek keselamatan telah menjadi tuntutan dan
kebutuhan umum (Ramli, 2010). Keselamatan kerja erat bersangkutan dengan peningkatan
produksi dan produktivitas. Tingkat keselamatan yang tinggi sejalan dengan pemeliharaan
dan penggunaan peralatan kerja dan mesin yang produktif dan efisien dan bertalian dengan
tingkat produksi dan produktivitas yang tinggi (Sumamur, 1989). Tenaga kerja merupakan
aset organisasi yang sangat berharga dan merupakan unsur penting dalam proses produksi
di samping unsur lainnya seperti material, mesin, dan lingkungan kerja. Karena itu tenaga
kerja harus dijaga, dibina, dan dikembangkan untuk meningkatkan produktivitasnya (Ramli,
2010).

Program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan bagian dari suatu sistem
suatu sistem program manajemen yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai
upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal
demikian (Yusra, 2005).

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan hak asasi setiap tenaga kerja. Di
era globalisasi dan pasar bebas Asean Free Trade Ageement (AFTA) dan World Trade
Organization (WTO) serta Asia Pacific Ecomoic Community (APEC) yang akan berlaku
tahun 2020, dan untuk memenangkan persaingan bebas ternyata kesehatan dan
keselamatan kerja juga menjadi salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh industri di
Indonesia. Tujuan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yaitu menciptakan kesehatan dan
keselamatan kerja sehingga mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja (Sutjana,
2006). Oleh karena itu, sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja harus
dilakukan secara konsisten dalam rangka menjalankan usaha yang aman (Rukhviyanti,
2008).

Oleh karena itu, pemerintah kemudian mengeluarkan undang-undang Kesehatan
dan Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970. Undang-undang ini memberikan perlindungan
hukum kepada tenaga kerja yang bekerja agar tempat dan peralatan produksi senantiasa
berada dalam keadaan selamat dan aman bagi mereka (Silalahi & Silalahi, 1985).
KESIMPULAN
SDM memiliki peranan yang sangat penting dalam sebuah industri. Faktor-faktor
produksi seperti modal, mesin, dan material dapat bermanfaat apabila diolah dengan baik
oleh SDM. SDM dapat bekerja dengan baik apabila aspek keselamatan dan kesehatan kerja
dari SDM itu sendiri diperhatikan secara baik. Keselamatan dan kesehatan kerja dibutuhkan
untuk memunculkan rasa aman dan nyaman bagi pekerja dalam menyelesaikan
pekerjaannya sehingga produktivitas pekerja dapat meningkat.
Faktor keselamatan dan kesehatan kerja diukur melalui adanya pelatihan
keselamatan, publikasi keselamatan kerja, kontrol lingkungan kerja, pengawasan dan
disiplin, serta peningkatan kesadaran akan K3. Pelatihan keselamatan kerja dilakukan agar
pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya secara baik sesuai dengan standard operational
procedure yang ditetapkan perusahaan. Publikasi keselamatan kerja dilakukan dengan
pemberian informasi sebagai pengingat akan pentingnya keselamatan kerja bagi pekerja.
Kontrol lingkungan kerja dilakukan dengan pemeriksaan dan pengendalian kondisi
lingkungan kerja. Pengawasan dan disiplin dilakukan dengan pemeriksaan secara seksama
mengenai tingkat kepatuhan karyawan dalam melaksanakan peraturan, tugas, dan
sebagainya. Peningkatan kesadaran akan K3 dilakukan dengan penjagaan komitmen yang
kuat dan perhatian yang besar terhadap aspek K3 baik dari sisi manajemen perusahaan
maupun pekerja.

You might also like