You are on page 1of 3

(MASIH) PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN

PASAL 335 ayat (1) ke-1 KUHP


Oleh : A.Z. Nokthah
Sebelumnya aku pengen mengajak teman semua untuk memanjatkan puja dan puji syukur
kita ke hadirat Tuhan Subhanahu Wa Taala, yang dengan kasihnya masih memberikan kita ingatan
hingga tempat manusia, salah dan lupa itu tidaklah absolut.. Tuhan dengan segala kemurahannya
yang memberikan warna yang berbeda dalam pikir dan rasa, sehingga dunia ini menjadi sangat indah
dengan perbedaan-perbedaan yang ada, Tuhan yang dengan sayangnya memberikan kita kesehatan
serta kesempatan, sehingga ditengah seabrek kesibukan kita, kita masih dapat bertemu dan
berkumpul disini untuk sharing, untuk diskusi, untuk menemukan konvergensi, titik temu dari
perbedaan yang ada. Segala puji bagi-Nya..
Teman dalam tulisan sebelumnya dengan judul Perbuatan Tidak Menyenangkan (Pasal 335 ayat (1)
ke-1 KUHP), aku sempat menyinggung tentang perkara yang aku dapat pada bulan Juni 2011 yang
lalu, biar teman tak perlu lagi membacanya mungkin sedikit aku ceritakan lagi tentang kasus
posisinya, masalah ini terjadi pada hari Jumat, tanggal 13 Mei 2011, sekitar pukul 16.00 WIB,
dimana A (pelapor) pergi membuang kantong plastik berisi sampah di areal sekitar pasar dekat
rumahnya dan kurang lebih 10 (sepuluh) menit kemudian B (terlapor dan merupakan tetangga A)
mengambil kembali dan melempar sampah tersebut ke teras rumah A yang mengenai kaca depan
rumahnya, atas kejadian tersebut A kemudian melaporkan B atas dugaan perbuatan tidak
menyenangkan kepada pihak Kepolisian.
Hari ini aku ingin sedikit lagi mengulas tentang delik ini, khusus di masalah yang ada di atas,
selanjutnya kita sebut saja perkara sampah dan umumnya mencoba berdiskusi dengan teman-
teman semua yang menyempatkan diri membaca tulisan sebelumnyaterima kasihdan kemudian
memberikan komentar dan/atau bertanya perihal delik ini.
Yah, alasan salah satunya karena kemarin tanggal 20 Maret 2012, aku mendapat undangan dari
penyidik untuk menghadiri gelar perkara luar biasa pada esoknya, tadinya aku mencoba memaklumi
kenapa penyidik menyebut gelar perkara (ekspose) untuk perkara sampah ini dengan sebutan luar
biasa, karena memang perkara ini berjalan sangat lambat..dan mungkin terkesan bolak-balik,
(sebagai catatan, perkara sampah ini aku terima juni 2011 telah diberikan petunjuk 2 kali untuk
melengkapi berkas) namun aku sih berkeyakinan semua ini bukan tidak berarti.. semua ini hanyalah
upaya untuk menemukan KEADILAN sebagaimana kata PRO JUSTITIA yang senantiasa
menghiasai pojok kiri surat, berita acara maupun administrasi lain dalam semua tindakan penyidikan,
dan tentu juga kata UNTUK KEADILAN yang ada dalam administrasi dalam proses penuntutan.
Oke kita mulai perihal masalah di atas, kenapa aku sebut MASALAH, karena sesungguhnya
kebanyakan dari kita tidak begitu memahami perkara/kasus itu senantiasa bermula atau dilatar-
belakangi sebuah masalah.. aku bilang banyak dari kita ga tau karenamaafdalam pembuatan
karya ilmiah saja, sebutlah skripsi untuk mahasiswa S1 Hukum, dalam rumusan masalah, tidak
disadarinya, bahkan mungkin tidak diketahuinya haruslah dimulai dari tidak ketemunya Dassein dan
Dassolen, tidak ketemunya antara harapan, keinginan, cita-cita, mimpi dengan kenyataan, dengan
fakta, seperti dalam perkara sampah ini, bahwa harapan dalam kehidupan bertetangga itu senantiasa
dalam keharmonisan, penuh ketertiban, saling menghormati, menghargai dan tepo seliro, ..jadi ingat
pelajaran PMP =), yah pokoknya tertib, rukun dan damailah..namun ternyata kenyataan tidak seperti
yang kita harapkan, tetangga kita prilakunya tidak bisa kita terima,sikapnya menjengkelkan kitaoh
kenapa aku harus punya tetangga seperti initeriak sebagian dari kita. Nah teman kita telah
mendapat masalah (problem), berikutnya tentu kita akan mencari solusi (problem solving) dari
masalah tadi, yah salahnya ada dimana, pendekatan apa yang akan kita pakai dst..dst..aku yakin
teman-teman sudah mengerti dengan hal ini, karena bukankah hidup itu merupakan gumpalan-
gumpalan masalah?
nah, berikutnya tentu solusi yang akan kita ambil.. bahwa banyak saluran-saluran yang berfungsi
sebagai sarana dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sosial (dalam hal ini bertetangga),
seperti yang aku singgung dalam tulisan sebelumnya, seperti lembaga RT (itulah kenapa lembaga ini
dinamakan Rukun Tetangga), RW, Balai Desa, Kecamatan sampai dengan lembaga Kepresidenan,
semua lembaga ini tentu juga mencita-citakan kehidupan yang damai, tertib, rukun..dan semacamnya
sampai dengan cita-cita berdirinya republik ini, masyarakat adil dan makmur, nah jalan seperti
mediasi dengan difasilitasi oleh Ketua RT misalnya bisa menjadi alternatif yang kita tempuh,
maksudku masalah semacam perkara sampah ini tidak harus diselesaikan di depan Ketua Majelis
Hakim. tapi pak, upaya ADR (Alternatif Dispute Resolution) sudah kita usahakan, sudah coba
didamaikan, RT, RW, Kepala Desa, tetap aja gabisa, pelapor ini ngotot.. begitu penyidik
menyampaikan padaku ketika aku gambarkan tentang masalah sebagai mana di atas, wah pikirku,
tampaknya teman-teman penyidik ini agak ngotot agar perkara bisa naik dan lanjut ke tahap
- 2 -
penuntutan, dan jujur saja teman, dalam perkara sampah ini, ingin sekali aku menyampaikan lewat
sebuah surat formal yang menyatakan bahwa perbuatan tersangka ini bukan tindak pidana (tapi tentu
saja itu dilarang, nantilah aku lukiskan di bawah), segeralah aku buka-buka lembaran kertas yang aku
pegang dan aha got you!, kukatakan sebelumnya ijin bang (pada seniorku), aku lihat teman-teman
ini begitu terburu-buru, perbuatan dilakukan pada tanggal 13 Mei, Laporan Polisi dibuat tanggal 13
Mei dan tanggal 13 Mei pula Surat Perintah Penyidikan dibuat, lalu dimana LID (penyelidikan) teman-
teman? padahal kita tau bahwa penyelidikan itu mencari dan menemukan peristiwa yang diduga
tindak pidana, nah teman-teman sudah menyimpulkan bahwa perbuatan terlapor adalah tindak
pidana hanya dari laporan si pelapor, dan kemudian menjadikan terlapor jadi tersangka maksudku
sih sesungguhnya adalah dimana dan kapan dilakukan yang kalian katakan dengan mediasi dan
mendamaikan tadi? tentu saja dalam hati, mereka hanya diam.
Aku melanjutkan, jika memang sarana perdamaian tidak dapat menyelesaikan masalah dan memang
harus dibawa ke jalur hukum, maka pertanyaan berikutnya adalah apakah peristiwa 13 Mei itu atau
perbuatan yang dilakukan oleh B masuk dalam kategori tindak pidana? dalam hal ini tentu saja aku
berpendapat tidak, dan tentu saja bahasanya masih dengan bahwa perbuatan tersangka tidak
memenuhi unsur Pasal 335, aku dipotong..tapi pak, bukan saya mau menjelek-jelekan orang
(kalimat ini diulang entah berapa kali oleh orang yang berada di depanku, kukatakan teman, bahwa
pelapor sesungguhnya adalah istri dari seorang perwirabarupolisi yang ada di depanku tadi..tapi
kuharap ini bukan menjadi alasan bagi aku khususnya dan teman-teman pada umumnya untuk
menilai kenapa penyidik ngotot menaikan perkara sampah ini, karena sesungguhnya juga, penyidik
telah berargumen atau memberikan pendapat hukumbahasa mereka buka literatur jugaterkait
pemahaman dan/atau penafsiran Pasal 335 KUHP) dia itu disana tidak memiliki teman, tidak
harmonis dengan tetangga-tetangga, kelakuannya tidak bisa diterima, yah dia memang udah
ganormal, gawaras..dan yang jelas perbuatannya inikan salah, jangan sampai dia salah, nanti dia
akan ulangi lagi dan toh kalaupun dilaporkan juga tidak dapat dihukum.. dia harus merasa salah, dan
ini pak kalau dia tidak bisa dikenakan Pasal 335 jadi kira-kira Pasal apa yang dapat dikenakan?
katanya dengan penuhaku yakinemosi.
Pyuh..sabar..batinku, dengan pelan ku sampaikan..benar pak, perbuatan dia salah, tetapi hukum itu
tidak saja hukum pidana, ada yang namanya hukum perdata yang mengatur tentang hubungan orang
perorang, bila perbuatan tersangka itu tidak masuk dalam kategori tindak pidana, bapak sekeluarga
bisa mengajukan gugatan gerdata ke pengadilan dengan alasan tetangga bapak itu melakukan
perbuatan melawan hukum, hukum perdata itu lebih luas pak, kalau kita lihat di film-film itu ya, negara
anglo saxon itu bahkan ada putusan yang bunyinya agar si A tidak boleh berada dalam jarak 50
meter dengan si B seniorku menengahi, ya.. hukum pidana itukan alternatif terakhir, ultimum
remedium, sekarang ini kan susah, wong yang nyata-nyata memenuhi unsur pidana saja
dipertanyakan orang, seperti pencurian kakao, sandal itu jelas-jelas tindak pidana apalagi yang
begini, atau beginilah sebagai solusi bagaimana bila penyidik dan mas arief mencari second opinion
waduh kataku ini mah bukan solusi..ya, bayangkan teman jika second opinion yang dimaksud
menyatakan bahwa perkara sampah ini dapat dipidana atau masuk dalam Pasal 335 KUHP, apakah
aku harus menerima perkara tersebut?? Melanjutkannyaini bukan solusi.. ini malah bikin ribet..
teman sepertinya lebih baik aku sudahi saja cerita tentang ini disini, karena sudah agak masuk dalam
hal yang tidak perlu disampaikan, maaf.. =)
Teman yang baik..aku sih ndak pengen mengulangi lagi pembahasan perihal Pasal 335 ayat (1) ke-1
KUHP, toh teman masih bisa membacanya di tulisan sebelumnya.. disini aku hanya ingin mengulas
perihal paradigma sehingga banyak orang bilang bahwa Pasal ini Pasal Karet, Pasal Sampah, atau
Keranjang Sampah, pasal yang dapat dikenakan seenaknya, pasal yang tidak ada batasnya, tidak
ada ukurannya, katakanlah Jaksa Agung Hendarman Supandji yang sempat mengatakan pada media
"itu pasal gregetan, pasal sampah, kalau dicari-cari nggak ketemu, dicari-cari pasal 335" (Detiknews,
5 Juli 2010) atau sebutlah Advokat Senior Adnan Buyung Nasution yang menyatakan di sela-sela
perayaan 45 tahun Harian Kompas di Jakarta Convention Center Itu di kalangan ahli hukum, sejak
zaman dulu, saya mulai belajar di Fakultas Hukum, sejak saya jadi jaksa memang kita katakan pasal
sampah. Keranjang sampah" senada dengan itu Ketua Komisi III DPR Benny K Harman mengatakan
"Itu memang pasal sampah dari dulu. Pasal 335 KUHP mengatur perbuatan tidak menyenangkan tapi
tidak jelas apa batasannya.Biasa digunakan kalangan atas untuk menekan kalangan bawah. Meski
demikian pasal ini tetap eksis (Detiknews, 8 Juli 2010).
Sesungguhnya pada kualifikasinama atau sebutan daritindak pidana ini, dimana banyakbila
dilarang untuk menyebut semuabaik itu praktisi maupun akademisi hukum, menyebut tindak pidana
ini dengan sebutan PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN yang mana konsekuensi dari
penyebutan ini membawa alam pikiran kita tentang satu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
yang mengakibatkan rasa tidak nyaman, rasa tidak menyenangkan.. pernah aku membaca satu
tulisan yang mengulas Pasal ini seperti yang aku sebutkan, bahwa menurut si penulis Pasal 335
KUHP adalah penjaga, disebutkannya seperti ketika kita dipermalukan, nah dalam batin kita akan ada
rasa marah, rasa tidak nyaman, rasa ingin membalas perbuatan tersebut, tapi tentu saja kita tidak
- 3 -
bisa melakukannya karena kita hidup dalam seabrek kaidah perihal sesuatu yang dilarang, sesuatu
yang dianjurkan untuk dilakukan, jadi Pasal 335 akan menjaga ini, maka perbuatan orang yang telah
mempermalukan kita dapat kita laporkan dengan Pasal ini, demikian tulisnya, tapi aku agak sedikit
tidak sepaham dan sependapat terhadap uraian tersebut, karena sekali lagi penulis lupa bahwa
perbuatan tidak menyenangkan bukan lah perbuatan pidana yang berdiri sendiri dalam Pasal 335
ayat (1) ke-1 KUHP, perbuatan tidak menyenangkan adalah salah satu perbuatan yang masih terkait
dengan unsur lain di dalam pasal tersebut, sekali lagi aku coba kutip bunyi pasal ini, barang siapa
secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan
sesuatu dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
menyenangkan atau memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang
tak menyenangkan baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain, maka unsur pasal tersebut
adalah 1. Barang siapa; 2. Secara melawan hukum; 3. Memaksa orang lain; 4. supaya melakukan,
tidak melakukan atau membiarkan sesuatu; 5. sesuatu dengan memakai kekerasan, sesuatu
perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan atau memakai ancaman kekerasan,
sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan; dan 6. baik terhadap orang itu
sendiri maupun orang lain. Jadi perbuatan tidak menyenangkan hanyalah salah satu perbuatan
dalam unsur yang juga bersifat alternatif yakni unsur : sesuatu dengan memakai kekerasan, sesuatu
perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan atau memakai ancaman kekerasan,
sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, nah yang lebih tersesat lagi yang
menganggap bahwa Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP adalah pasal yang terdiri dari beberapa
perbuatan alternatif termasuk di dalamnya perbuatan tidak menyenangkan, untuk hal terakhir coba
bandingkan dengan Pasal 336 ayat (1) KUHP yang berbunyi diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan, barang siapa mengancam dengan kekerasan terhadap orang atau
barang secara terang-terangan dengan tenaga bersama, dengan suatu kejahatan yang menimbulkan
bahaya umum bagi keamanan orang atau barang, dengan perkosaan atau perbuatan yang
melanggar kehormatan kesusilaan, dengan suatu kejahatan terhadap nyawa, dengan penganiayaan
berat atau dengan pembakaran nah dalam pasal ini ada beberapa perbuatan alternatif yakni :
1. barang siapa mengancam dengan kekerasan terhadap orang atau barang secara terang-terangan
dengan tenaga bersama.
2. dengan suatu kejahatan yang menimbulkan bahaya umum bagi keamanan orang atau barang
3. dengan perkosaan atau perbuatan yang melanggar kehormatan kesusilaan
4. dengan suatu kejahatan terhadap nyawa
5. dengan penganiayaan berat atau dengan pembakaran
Jadi bila ada salah satu perbuatan diantara 5 perbuatan di atas maka dapat dikenakan dengan Pasal
336 ayat (1) KUHP tanpa harus memenuhi semua perbuatan di atas, jadi sifatnya alternatif.. nah
sekali lagi sangat berbeda dengan Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP
Oleh karenanya, menurutku penyebutan kualifikasi dari pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP ini dengan
sebutan perbuatan tidak menyenangkan sesungguhnya sudah tidak tepat, sudah keliru, ya itu tadi
membawa kita pada kesimpulan perbuatan seseorang akan dapat dipidana ketika kita merasakan
akibat (meskipun) tidak langsung berupa rasa tidak nyaman dari perbuatan itu.. ya bagaimana kita
bisa merasa nyaman jika kita dikirimi seperangkat peti mati, ya dan Sumardy menjadi tersangka ya
meskipun kemudian di SP3, jadi bayangkan bila perbuatan seperti ini dapat dipidana, ada seseorang
meludah di depan kita, ada seseorang yang berkata anjing! di samping kita dan perbuatan-
perbuatan yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman akan dapat dipidana.
Dalam Yurisprudensi putusan Mahkamah Agung No. 157 K/Kr/1980 sebenarnya sudah menyebutkan
kwalifikasi dari tindak pidana ini yaitu dengan melawan hukum memaksa orang lain dengan
perlakuan yang tidak menyenangkan atau dengan ancaman kekerasan baik terhadap orang itu
sendiri maupun orang lain supaya tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, jadi bukan perbuatan
tidak menyenangkan.
Jadi sekali lagi bukan pasal karet, bukan pasal sampah, bukan keranjang sampah.. Pasal 335 ayat
(1) ke-1 KUHP juga memiliki ukuran yang jelas dan batas yang tegas tentang kategori perbuatan
bagaimana yang dapat dipidana dengan pasal ini, sebagai contoh kita lihat perkara fiktif berikut Pada
suatu tempat dan suatu waktu, A mendatangi dokter B untuk minta dibuatkan resep obat perangsang
wanita, namun dokter B tidak mau melakukannya, A kemudian berkata sudahlah dok, tulis saja resep
itu, toh dokter tidak rugi apa-apakan..dan dokter tidak mau kan melihat dan membaca pada koran
esok pagi tentang perselingkuhan dokter dengan perawat Z? dapatkah kita melihat bahwa A
secara melawan hukum telah memaksa B dengan perbuatan tidak menyenangkan untuk
melakukan sesuatu?
Demikian terima kasih.. meskipun agak panjang dan tidak begitu terarah, mohon dimaafkan..
semoga Tuhan memberikan kita kekuatan.. salam.

You might also like