You are on page 1of 7

ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT

Ns. Lukman, SKep.,M.M



Batasan
Benigna Hipertropi Prostat adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar,
memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat
menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter (Arifyanto D,2008). Benign prostatic hyperplasia (BPH)
merupakan pembesaran non-kanker (noncancerous) dari kelenjar prostat (prostate gland) yang
dapat membatasi aliran urin (kencing) dari kandung kemih (bladder) (Adel,2008). Prostat Hiperplasia
adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan
perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher kandung
kemih dan urethra, sehingga hipertropi prostat sering menghalangi pengosongan kandung kemih
(Doenges, 2002). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna
Hipertropi Prostat (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang menyumbat aliran keluar urine
dan dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.

Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli buli dan mengitari uretra. Bagian bawah kelenjar
prostat menempel pada diafragma urogenital atau sering disebut otot dasar panggul. Kelenjar ini
pada laki - laki dewasa kurang lebih sebesar buah kenari, dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm
dan tebal kurang lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram.

Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma (penyangga ) dan kapsul. Cairan yang dihasilkan
kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar cowper merupakan komponen
terbesar dari seluruh cairan semen. Bahan bahan yang terdapat dalam cairan semen sangat
penting dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang nyaman dan nutrisi bagi
spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba (Syaifuddin, 2006).

Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti
kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan
BPH adalah proses penuaan (Adel,2008).Menurut Smeltzer (2002) , apa yang menjadi penyebab
terjadinya pembesaran kelenjar Prostat ini masih tetap menjadi misteri, masih belum diketahui
dengan pasti, tetapi banyak juga teori yang ditegakan untuk BPH ini seperti: a) teori tumor jinak
(karena komponennya), b) eori rasial dan factor social, c) teori infeksi dari zat-zat yang belum
diketahui, d) teori yang berhubungan dengan aktifitas seks, dan e) teori ketidakseimbangan
hormonal. Pendapat terakhir ini sering kali dipakai yaitu terjadi ketidakseimbangan antara hormonal
androgen turun, maka terjdi ketidakseimbangan estrogen menjadi lebih banyak secara relatif
ataupun secara absolut dan ini menyebabkan prostat membesar.

Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat
aliran urin. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap
tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dari buli - buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat
memompa urin keluar. Kontraksi yang terus - menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli -
buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan difertikel buli -
buli.

Perubahan struktur pada buli - buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kemih bagian
bawah atau Lower Urinary Tract Symptom.
Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa urine dan
terjadi retensi urine. Retensi urin yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal
(Price,2002).

Komplikasi
Komplikasi dari benigna hipertropi prostat menurut Smeltzer (2002), adalah hydroureter,
hydronefrosis dan gagal ginjal bila tidak terjadi infeksi serta dapat terjadi hematuria dan cystitis bila
terjadi infeksi. Komplikasi lain yang mungkin timbul pada benigna hipertropi prostat menurut Adel
(2008), yaitu: hemorrhoid, perdarahan, inkontinensia, uretritis dan traktus uretra,
epindidimiorkhitis, trombosis, fistula (suprapubik, rektiprostatik), dan osteitis pubis

Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer (2002), terapi untuk benigna hipertropi prostat (BPH) ada 2 macam yaitu
konservatif dan operatif.
Konservatif, terapi konservatif dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan karena misalnya
menolak operasi, mempunyai sakit jantung berat dan kontra indikasi operasi lainnya.Terapi
konservatif yaitu mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena terjadinya atau
adanya infeksi sekunder dengan peran antibiotik. Terapi untuk retensi urine yaitu dengan
kateterisasi dengan 2 cara:1) Kateterisasi intermitten, buli-buli dapat dikosongkan dan kateter
segera dilepas, beberapa pasien kemudian akan dapat miksi sendiri dengan spontan, dan 2)
Kateterisasi indwiling. sangat berguna terutama bila penderita dulunya juga pernah mengalami
retensi urine akut. Tiap hari hendaknya kateter dibersihkan dan tiap minggu diganti dengan kateter
baru. Pada tindakan ini hendaknya disertai dengan perlindungan terhadap bahaya infeksi dengan
memberikan juga obat sulfa atau antibiotik.

Operatif, tindakan operatif:1) Pernah obstruksi atau retensi berulang, 2) Urine sisa lebih dari 50
cc, 3) Pada panendoskopi didapatkan trabekulasi yang jelas.

Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data
yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat A.A,2007).
Adapun pengkajian pada klien Post ops Benigna Hipertropi Prostat menurut Doenges (2002) adalah:
1) Sirkulasi; ditandai peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal).
2) Eliminasi, Gejala:a) Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine tetesan, b) Keragu-raguan
pada berkemih awal, c) Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap,
dorongan dan frekwensi berkemih, d) Nokturia, dysuria, haematuria, e) Duduk untuk berkemih,
f) Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (statis urinaria), g) Konstivasi (protrusi prostat
kedalam rectum), Tanda:a) Masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri
tekan kandung kemih, b) Hernia inguinalis, hemorrhoid (mengakibatkan peningkatan tekanan
abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan).
3) Makanan/cairan, Gejala: a) Anoreksia, mual, muntah, b) Penurunan berat badan.
4) Nyeri/kenyamanan, gGejala:a) Nyeri suprapubik, panggul atau punggung, tajam, kuat (pada
prostates akut), dan b) Nyeri punggung bawah.
5) Keamanan.
6) Seksualitas, gejala: a) Masalah tentang efek kondisi / penyakit kemampuan sexual, b)
Takut inkontinentia / menetes selama hubungan intim.c) Penurunan kekeuatan kontraksi
ejakulasi.
7) Penyuluhan dan pembelajaran, gejala: a) Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit
ginjal, b) Penggunaan antihipersensitif atau antidefresan, antibiotik urinaria atau gen antibiotik,
obat yang dijual bebas, batuk flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.
8) Aktifitas/Istirahat; riwayat pekerjaan, lamanya istirahat, aktifitas sehari-hari, pengaruh penyakit
terhadap aktifitas dan pengaruh penyakit terhadap istirahat.
9) Hygiene; penampilan umum, aktifitas sehari-hari, kebersihan tubuh, frekwensi mandi.
10) Integritas ego; penngaruh penyakit terhadap stress, gaya hidup, masalah financial.
11) Neurosensori; apakah ada sakit kepala, status mental, ketajaman penglihatan.
12) Pernapasan; apakah ada sesak napas, riwayat merokok, frekwensi pernapasan, bentuk dada,
auskultasi.
13) Interaksi Sosial; status perkawinan, hubungan dalam masyarakat, pola interkasi keluarga,
komunikasi verbal/nonverbal.

Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda (1990) yang dikutip oleh Hidayat A,A (2007), bahwa diagnosa keperawatan
merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien Post ops Benigna Hipertropi Prostat yang mungkin
timbul (Doenges, 2002) adalah:
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kencing, refleks spasme otot,
sehubungan prosedur bedah ditandai dengan keluhan nyeri spasme kandung kemih, wajah meringis,
gelisah akut sehubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang dan cedera jaringan.
2) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik, bekuan darah, edema,
trauma, prosedur bedah ditandai dengan frekwensi, urgensi,keragu-raguan, dysuria, inkontinentia,
retensi.
3) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol
perdarahan, pembatasan pemasukan pre operasi, area bedah vaskuler.
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive kateter, iritasi kandung
kemih, seringnya trauma jaringan.
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan/mengingat salah interpretasi informasi ditandai dengan pertanyaan
meminta informasi, tidak mengikuti instruksi.

Intervensi/Implementasi Keperawatan
Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien (Hidayat
A,A,2007).Rencana keperawatan pada pasien Post ops Benigna Hipertropi Prostat disesuaikan
dengan diagnosa keperawatan (Doenges,2002) yaitu:
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kencing, refleksspasme otot,
sehubungan prosedur bedah ditandai dengan keluhan nyeri spasme kandung kemih, wajah meringis,
gelisah akut sehubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang dan cedera jaringan.
Intervensinya:
a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, skala.
b) Pertahankan posisi kateter dan system drainase, pertahankan selang bebas dari lekukan da
bekuan.
c) Tingkatkan pemasukan cairan sampai dengan 300 ml/hari sesuai takaran.
d) Berikan pasien informasi akurat tentang kateter, drainase, spasme kandung kemih.
e) Berikan tindakan kenyamanan, dorong penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan napas
dalam dan visualisasi.
f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic.

2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik, bekuan darah, edema,
trauma, prosedur bedah ditandai dengan frekwensi, urgensi,keragu-raguan, dysuria, inkontinentia,
retensi.
Intervensinya:
a) Kaji keluaran urine dan system kateter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.
b) Pertahankan waktu jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas, perhatikan rasa
penuh kandung kemih; ketidakmampuan berkemih.
c) Dorong pasien untuk berkemih bila terasa, dorongan tetapi tidak lebih dari 2-4 jam.
d) Ukur volume residu bila ada keteter suprapubik.
e) Dorongan pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi, batasi cairan pada malam setelah
kateter dilepas.
f) Instruksikan pasien untuk latihan permeal, contoh; mengencangkan bokong, menghentikan
dan memulai aliran urine.
g) Jelaskan pada pasien bahwa tetesan diharapkan setelah kateter dilepas dan harus teratur
sesuai kemajuan.
h) Pertahankan irigasi kandung kemih continue sesuai indikasi pada periode pasca operasi.

3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol
perdarahan, pembatasan pemasukan pre operasi, area bedah vaskuler.
Intervensinya:
a) Hindari manipulasi berlebihan pada kateter.
b) Awasi pemasukan dan pengeluaran.
c) Observasi drainase kateter, perhatikan adanya perdarahan.
d) Evaluasi warna konsistensi urine.
e) Merah terang dengan bekuan darah.
f) Peningkatan viskositas, warna keruh setiap dengan bekuan darah.
g) Perdarahan dengan tidak ada bekuan.
h) Inspeksi balutan/luka drain.
i) Awasi tanda peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, disforesis, pucat,
perlambatan pengisian kapiler, membran mukosa kering.
j) Kolaborasi awasi pemeriksaan laboratorium seperti Hb dan lain-lain.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive kateter, iritasi kandung
kemih, seringnya trauma jaringan.
Intervensinya:
a) Pertahankan system keteter steril, berikan zalp antibiotic disekitar sisi kateter.
b) Akumulasi dengan kantong drainase dependen.
c) Observasi drainase dari luka sekitar kateter suprapubik.
d) Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
e) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan/mengingat salah interpretasi informasi ditandai dengan pertanyaan
meminta informasi, tidak mengikuti instruksi
Intervensinya:
a) Kaji implikasi prosedur dan harapan masa depan.
b) Tekankan perlunya nutrisi yang baik.
c) Diskusikan pembatasan aktifitas awal.
d) Dorong kesinambungan latihan perineal.
e) Instruksikan perawatan kateter urine.

Evaluasi
Menurut Doenges (2000) hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi yang dinginkan dari pelaksanaan
asuhan keperawatan pada klien dengan Post ops Benigna Hipertropi Prostat adalah sebagai berikut:
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kencing, refleks spasme otot,
sehubungan prosedur bedah ditandai dengan keluhan nyeri spasme kandung kemih, wajah meringis,
gelisah akut sehubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang dan cedera jaringan.Hasil
yang diharapkan/kriteria evaluasi adalah melaporkan nyeri atau terkontrol.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik, bekuan darah, edema,
trauma, prosedur bedah ditandai dengan frekwensi, urgensi,keragu-raguan, dysuria, inkontinentia,
retensi. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi adalah berkemih dalam jumlah normal tanpa adanya
retensi.
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol
perdarahan, pembatasan pemasukan pre operasi, area bedah vaskuler. Hasil yang
diharapkan/kriteria evaluasi adalah tidak terjadinya Kekurangan volume cairan.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive kateter, iritasi kandung
kemih, seringnya trauma jaringan. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi adalah tidak terjadinya
infeksi dan tidak adanya tanda infeksi seperti pembengkakan.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan/mengingat salah interpretasi informasi ditandai dengan pertanyaan
meminta informasi, tidak mengikuti instruksi. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi adalah
menyatakan pemahaman proses penyakit dan berpartisipasi dalam program terapi.

You might also like