You are on page 1of 20

A.

Pengertian keputusan moral dalam keperawatan


Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu
masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan alternatif yang matang untuk
mengambil suatu tindakan yang tepat.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan :
1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan.
2. Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada
sistematika tertentu :
a. Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil.
b. Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia
c. Falsafah yang dianut organisasi.
d. Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi dan
manajemen di dalam organisasi.
3. Masalah harus diketahui dengan jelas.
4. Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan sistematis.
5. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang telah
dianalisa secara matang.

Apabila pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kelima hal diatas, akan menimbulkan
berbagai masalah :
a. Tidak tepatnya keputusan.
b. Tidak terlaksananya keputusan karena tidak sesuai dengan kemampuan organisasi baik dari
segi manusia, uang maupun material.
c. Ketidakmampuan pelaksana untuk bekerja karena tidak ada sinkronisasi antara kepentingan
organisasi dengan orang-orang di dalam organisasi tersebut.
d. Timbulnya penolakan terhadap keputusan.

Sikap atau watak berfikir kritis dapat ditingkatkan dengan memantapkan secara positif
dan memotivasi lingkungan kerja. Kreativitas penting untuk membangkitkan motivasi secara
individu sehingga mampu memberikan konsep baru dengan pendekatan inovatif dalam
memecahkan masalah atau isu secara fleksibel dan bebas berpikir. Keterbukaan menerima kritik
akan mengakibatkan hal positif seperti; semakin terjaminnya kemampuan analisa seseorang
terhadap fakta dan data yang dihadapi dan akan meningkatkan kemampuan untuk mengatasi
kelemahan.


FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Banyak faktor yang berpengaruh kepada individu dan kelompok dalam pengambilan
keputusan, antara lain:

1. Faktor Internal
Faktor internal dari diri manajer sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Faktor internal tersebut meliputi: keadaan emosional dan fisik, personal karakteristik, kultural,
sosial, latar belakang filosofi, pengalaman masa lalu, minat, pengetahuan dan sikap pengambilan
keputusan yang dimiliki.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal termasuk kondisi dan lingkungan waktu. Suatu nilai yang berpengaruh
pada semua aspek dalam pengambilan keputusan adalah pernyataan masalah, bagaimana
evaluasi itu dapat dilaksanakan. Nilai ditentukan oleh salah satu kultural, sosial, latar belakang,
filosofi, sosial dan kultural.

b. PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELOMPOK

Ada dua kriteria utama untuk pengambilan keputusan yang efektif:
Keputusan harus berkualitas tinggi dan dapat mencapai tujuan atau sasaran yang
sebelumnya telah didefinisikan.Keputusan harus diterima oleh orang yang bertanggungjawab
melaksanakannya. Contoh; Rapat merupakan salah satu alat terpenting untuk mencapai
informasi dan mengambil keputusan. Ada keuntungan-keuntungan tertentu yang dapat dipetik
melalui suatu rapat, yaitu :

Masalah yang timbul menjadi jelas sifatnya karena dibicarakan dalam forum terbuka.
Interaksi kelompok akan menghasilkan pendapat dan buah pikiran serta pengertian yang
mendalam.Penerimaan dan pelaksanaan keputusan diambil oleh peserta rapat.Rapat melatih
menerima pendapat orang lain. Melalui rapat peserta dilatih belajar tentang pemikiran orang lain
dan belajar menempatkan diri pada posisi orang lain.

Langkah utama proses pengambilan keputusan adalah sama dengan proses pemecahan
masalah. Fase ini termasuk mendefinisikan tujuan, memunculkan pilihan, mengidentifikasi
keuntungan dan kerugian masing-masing pilihan, memprioritaskan pilihan, menyeleksi pilihan
yang paling baik untuk menilai sebelum mendefinisikan tujuan, implementasi dan evaluasi.

B. Teori moral dalam keperawatan

Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar personal tentang benar
atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan
praktek professional.


Teori Moral Kebanyakan tidak ada algorithma moral untuk membuat keputusan atau
jawaban.
Pilihan yang dapat dilakukan adalah Teori Moral yang memberi kerangka membuat
keputusan-keputusan moral dan etika.
Masalahnya teori moral tidak selalu memberi jawaban yang sama bahkan sering
bertentangan.
Penentu Teori Moral
Egoisme Etikal
Pemikiran: Tindakan boleh (dapat diterima) atas dasar kepentingan sendiri.
Contoh: membunuh perampok untuk membela diri
Utilitarianisme
Pemikiran: Tindakan diterima bila memberikan paling banyak manfaat untuk orang banyak.
Contoh: penggunaan DDT untuk melawan malaria
Analisis utilitarianisme
Tentukan target audiens
Tentukan kerusakan, keuntungan, dan bobot pada target audiens
Evaluasi fungsi kebahagiaan untuk setiap tindakan
Pilih tindakan yang memberikan fungsi kebahagiaan tertinggi
Analisis Hak
Pemikiran: Hak siapa didahulukan dan tepo seliro, Contoh: penculik dibohongi untuk
mnyelamatkan sandra
Urutan hak menurut kepentingan
Hak untuk hidup
Hak untuk menjaga kepenuhan hidup
Hak untuk meningkatkan kepenuhan hidup

Analisis Hak
Tentukan target audiens
Evaluasi tindakan pelanggaran hak sesuai urutan di atas
Pilih tindakan yang menyebabkan pelanggaran hak yang kurang penting

C. Nilai-nilai esensial dalam keperawatan

Pada tahun 1985, The American Association Colleges of Nursing melaksanakan suatu
proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai esensial dalam praktek keperawatan
profesional. Perkumpulan ini mengidentifikasikan 7 nilai-nilai esensial dalam kehidupan
profesional, yaitu:

1. Aesthetics (keindahan): Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan
kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian.

2. Altruism (mengutamakan orang lain): Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain
termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati
serta ketekunan.

3. Equality (kesetaraan): Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap
asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi

4. Freedom (Kebebasan): memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri,
harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri.

5. Human dignity (Martabat manusia): Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap
martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan
dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan.

6. Justice (Keadilan): Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk
objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.

7. Truth (Kebenaran): Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran,
keunikan dan reflektifitas yang rasional.

D. PENGEMBANGAN DAN TRANSMISI NILAI-NILAI

Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh dan
berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang perjalanan
hidupnya. Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang nilai-nilai mana yang benar
dan mana yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat tergantung
pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai tersebut diambil
dengan berbagai cara antara lain:

(1) Model atau contoh, dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk melalui
observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya dimana dia
bergaul;

(2) Moralitas diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya bekerja dan
memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk mempertimbangkan nilai-
nilai yang berbeda;

(3) Sesuka hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang terarah dan sangat tergantung
kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan memilih serta mengembangkan sistem
nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka sendiri. Hal ini lebih sering disebabkan karena
kurangnya pendekatan, atau tidak adanya bimbingan atau pembinaan sehingga dapat
menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut;

(4) Penghargaan dan Sanksi; Perlakuan yang biasa diterima seperti: mendapatkan penghargaan
bila menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan mendapat sanksi atau hukuman bila
menunjukkan perilaku yang tidak baik;

(5) Tanggung jawab untuk memilih; adanya dorongan internal untuk menggali nilai-nilai
tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu, adanya
dukungan dan bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai
dirinya sendiri.

E. PELAKSANAAN ETIK DAN MORAL DALAM PELAYANAN KLINIS KEPERAWATAN
Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat/bidan diperlukan untuk menempatkan nilai-
nilai dan perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat/bidan bisa menjadi sangat frustrasi bila
membimbing atau memberikan konsultasi kepada pasen yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku
kesehatan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasen kurang memperhatikan status
kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat/bidan adalah berusaha membantu
pasen untuk mengidentifikasi nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri.
Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan kasus sebagai berikut: Seorang pengusaha yang sangat
sukses dan mempunyai akses di luar dan dalam negeri sehingga dia menjadi sibuk sekali dalam
mengelola usahanya. Akibat kesibukannya dia sering lupa makan sehingga terjadi perdarahan
lambung yang menyebabkan dia perlu dirawat di rumah sakit. Selain itu dia juga perokok berat
sebelumnya. Ketika kondisinya telah mulai pulih perawat berusaha mengadakan pendekatan
untuk mempersiapkannya untuk pulang. Namun perawat menjadi kecewa, karena pembicaraan
akhirnya mengarah pada keberhasilan serta kesuksesannya dalam bisnis. Kendati demikian
upaya tersebut harus selalu dilakukan dan kali ini perawat menyusun list pertanyaan dan
mengajukannya kepada pasen tersebut. Pertanyaannya, Apakah tiga hal yang paling penting
dalam kehidupan bapak dari daftar dibawah ini ? Pasen diminta untuk memilih atas pertanyaan
berikut:

1. Bersenang-senang dalam kesendirian (berpikir, mendengarkan musik atau membaca).
2. Meluangkan waktu bersama keluarga.
3. Melakukan aktifitas seperti: mendaki gunung, main bola atau berenang.
4. Menonton televisi.
5. Membantu dengan sukarela untuk kepentingan orang lain.
6. Menggunakan waktunya untuk bekerja.

Langkah berikutnya adalah mengajaknya untuk mendiskusikan prioritas yang dibuat
berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya, dengan mengikuti klarifikasi nilai-nilai sebagai berikut:

1. Memilih: Setelah menggali aspek-aspek berdampak terhadap kesehatan pasen, misalnya stress
yang berkepanjangan dapat mengganggu kesehatan dan mengganggu aktifitasnya, maka
sarankan kepadanya memilih secara bebas nilai-nilai kunci yang dianutnya. Bila dia memilih
masalah kesehatannya, maka hal ini menunjukkan tanda positif.

2. Penghargaan: Berikan dukungan untuk memperkuat keinginan pasen dan promosikan nilai-
nilai tersebut dan bila memungkinkan dapatkan dukungan dari keluarganya. Contoh: istri dan
anak anda pasti akan merasa senang bila anda memutuskan untuk berhenti merokok serta
mengurangi kegiatan bisnis anda, karena dia sangat menghargai kesehatan anda.

3. Tindakan: Berikan bantuan kepada pasen untuk merencanakan kebiasaan baru yang konsisten
setelah memahami nilai-nilai pilihannya. Minta kepada pasen untuk memikirkan suatu cara
bagaimana nilai tersebut dapat masuk dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata yang perlu
diucapkan perawat/bidan kepada pasennya: Bila anda pulang, anda akan menemukan cara
kehidupan yang berbeda, dan anda menyatakan ingin mulai menggunakan waktu demi kesehatan
anda.
























BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN

Dalam upaya mendorong profesi keperawatan agar dapat diterima dan dihargai oleh
pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan
dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran
profesionalnya. Dengan demikian perawat atau bidan yang menerima tanggung jawab, dapat
melaksanakan asuhan keperawatan atau kebidanan secara etis profesional. Sikap etis profesional
berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat
memberi jaminan bagi keselamatan pasen, penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan
berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan .







DAFTAR PUSTAKA



Kusnadi,Adi.(2008).nilai nilai esensial dalam keperawatan.
Http ://wordpress.com(2011/11/27).
Sumarni,Nani.(2010). keputusan moral dan teori moral dalam keperawatan.Http ://Kuliah
Bidan.wordpress.com










BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ketika menghadapi pasien kita memerlukan etika sebagai aturan berperilaku maupun bertingkah
laku. Di dalam etika keperawatan membahas dua jenis prinsip yaitu etika dan moral. di dalam
moral kita ditentukan tentang sifat baik atau buruk, benar atau salah dan juga layak atau tidak
layak. Ketika mengambil keputusan secara etis kita harus menentukan kerangka membuat
keputusan, langkah-langkah membuat keputusan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan secara etis. Untuk itulah makalah ini dibuat agar calon perawat
mengetahui dan memahami tentang keputusan etis dan moral.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar rekan rekan mahasiswa dapat memahami etika keperawatan tentang keputusan moral dan
teori moral dalam keperawatan.
2. Tujuan khusus
Agar rekan rekan mahasiswa dapat memahami etika keperawatan tentang keputusan moral dan
teori moral dalam keperawatan
Sub materi :
a. memahami konsep moral dalam keperawatan.
b. kerangka pembuatan keputusan.
c. langkah langkah pembuatan keputusan.
d. faktor faktor yang mempengaruhi pengambilan keputuan secara etis dalam pelayanan
keperawatan.







BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Memahami konsep moral dalam keperawatan
1. Pengertian moral
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang
merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan
kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan,
kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut
maupun tidak patut. (fauziah, 2012)


Moral dalam istilah dipahami juga sebagai :
a. Prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
b. Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah.
c. Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik
.(1)


2. Memahami konsep moral dalam keperawatan

Prinsip moral merupakan masalah umum dalam melakukan sesuatu sehingga membentuk
suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan
dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu.( John Stone, 1989 ).
Fry (1991) menjelaskan bahwa dalam praktik keperawatan, ada beberapa konsep penting yang
harus termaktub dalam standar praktik keperawatan, diantaranya yaitu:
a. Advokasi
Menurut ANA (1985) advokasi adalah melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang
dilakukan oleh siapapun. Fry (1987) sendiri mendefinisikan sebagai dukungan aktif terhadap
setiap hal yang memiliki dampak/penyebab penting. Sementara itu Gadow (1983) mengatakan
bahwa advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan
perawat secara aktif kepada individu secara bebas untuk menentukan nasib sendiri.
Peran perawat sebagai advokat klien adalah memberi informasi dan bantuan kepada klien atas
keputusan yang telah dibuat klien. Hal ini berarti perawat memberikan penjelasan/informasi
sesuai kebutuhan klien. Menurut Kohnke (1982), perawat dalam memberikan bantuan memiliki
dua peran yaitu peran aksi dan nonaksi.peran aksi berarti perawat memberikan keyakinan kepada
klien bahwa mereka memiliki hak dan tanggung jawab dalam memnentukan pilihan atau
keputusan sendiri tanpa tekanan pengaruh orang lain. Sedangkan peran nonaksi mengandung arti
bahwa sebagai advokat, perawat harus menahan diri untuk tidak mempengaruhi klien. Dalam
menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai klien sebagai individu yang
memiliki berbagai karakteristik. Perawat harus memberikan perlindungan terhadap martabat dan
nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit.
b. Responsibilitas dan Akuntabilitas
1).Responsibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap tugas yang berhubungan dengan
peran tertentu dari perawat . perawat yang selalu bertanggung jawab dalam melaksanakan
tindakannya akan mendapatkan kepercayaan dari klien atau profesi lain. Sehingga ia akan tetap
kompeten dalam pengetahuan dan keterampilan serta selalu menunjukan keinginan untuk bekerja
berdasarkan kode etik profesi.
2).Akuntabilitas (tanggung gugat) mengandung arti dapat mempertanggungjawabkan suatu
tindakan yang dilakukan, dan menerima konsikuensi dari tindakan tersebut (Kozier, erb, 1991).
Mengandung dua komponen utama yaitu tanggung jawab dan tanggung gugat (Fry, 1990) dan
dipandang dalam suatu tingkatan hierarki, dimulai dari tingkat individu, institusi/profesional,
serta sosial (Sulliva, decker, 1998) perawat bertanggung gugat terhadap dirinya, profesi , klien,
sesama karyawan, dan masyarakat. Agar dapat bertanggung gugat, perawata harus bertindak
profesional serta sesuai dengan kode etik profesinya. Akunsibilatas dilakukan untuk
mengevaluasi efektifikasi perawat dalam melakukan praktik keperawatan.


c. Loyalitas
Merupakan suatu konsep yang meliputi simpati, peduli dan berhubungan dengan timbal
balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan perawata.
Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan dengan pihak yang
harmonis, loyalitas harus dipertahankan oleh setiap perawat baik kepada klien, teman sejawat,
institusi, maupun profesi. Untuk mewujudkannya, Tabbner mengajukan berbagai argumerntasi:
1). Masalah klien tidak boleh didiskusikan dengan klien lain, karena informasi klien harus
didiskusikan secara profesional.
2). Perawat harus menhindari pembicaraab yang tidak manfaat.
3). Perawat harus menghargai dan memberikan bantuan kepada teman sejawat
4). Perawat harus menunjukan loyalitasnya kepada profesi dengan berprilaku secara tepat pada
saat bertugas.
(2)

B. Kerangka pembuatan keputusan

Kerangka pembuat keputusan

Nilai dan kepercayaan Pribadi
Kode etik perawat Indonesia
Konsep Moral keperawatan
Teori/prinsip-prinsip etika
Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi perawat
untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam membuat keputusan etis perlu
memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral
perawatan dan prinsip-prinsip etis (gambar 1)
Keputusan dan tindakan moral




Gambar 1: Unsur-unsur utama yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan tindakan moral dalam
praktik keperawatan (diadaptasi dari Fry, 1991, lih, Prihardjo, 1995)
Berbagai kerangka model pembuatan keputusan etis telah dirancang oleh banyak ahli etika, di mana
semua kerangka tersebut berupaya menjawab pertanyaan dasar tentang etika, yang menurut Fry
meliputi:
1. Hal apakah yang membuat tindakan benar adakah benar?
2. Jenis tindakan apakah yang benar?
3. Bagaimana aturan-aturan dapat diterapkan pada situasi tertentu?
4. Apakah yang harus dilakukan pada situasi tertentu?
Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembangkan dengan mengacu pada kerangka
pembuatan keputusan etika medis. Beberapa kerangka disusun berdasarkan posisi falsafah praktik
keperawatan, sementara model-model lain dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah
seperti yang diajarkan di pendidikan keperawatan. Berikut ini merupakan contoh model yang dikembangkan
oleh Thompson dan Thompson dan model oleh Jameton: Metode Jameton dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan etika keperawatan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pasien. Ke-
rangka Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry (1991), terdiri dari enam tahap:
a. Identifikasi masalah. Ini berarti mengklasifikasi masalah dilihat dari nilai-nilai, konflik dan hati
nurani. Perawat juga harus mengkaji keterlibatannya terhadap masalah etika yang timbul dan mengkaji
parameter waktu untuk protes pembuatan keputusan. Tahap ini akan memberikan jawaban pada perawat
terhadap pernyataan: Hal apakah yang membuat tindakan benar adalah benar? Nilai-nilai diklasifikasi
dan peran perawat dalam situasi yang terjadi diidentifikasi.
b. Perawat harus mengumpulkan data tambahan. Informasi yang dikumpul-kan dalam tahap ini meliputi:
orang-orang yang dekat dengan pasien yang terlibat dalam membuat keputusan bagi pasien,
harapan/keinginan dari pasien dan orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan. Perawat kemudian
membuat laporan tertulis kisah dari konflik yang terjadi. Perawat harus mengindentifikasi semua pilihan
atau alternatif secara terbuka kepada pembuat keputusan. Semua tindakan yang memung-kinkan harus
terjadi termasuk hasil yang mungkin diperoleh beserta dampaknya. Tahap ini memberikan jawaban:
Jenis tindakan apa yang benar?
c. Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan. Ini berarti perawat
mempertimbangkan nilai-nilai dasar manusia yang pen-ting bagi individu, nilai-nilai dasar manusia
yang menjadi pusat dari masalah, dan prinsip-prinsip etis yang dapat dikaitkan dengan masalah. Tahap
ini menjawab pertanyaan: Bagaimana aturan-aturan tertentu diterapkan pada situasi tertentu?
d. Pembuat keputusan harus membuat keputusan. Ini berarti bahwa pem-buat keputusan memilih tindakan
yang menurut keputusan mereka paling tepat. Tahap ini menjawab pertanyaan etika: Apa yang harus
dilaku-kan pada situasi tertentu?
e. Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.
Tahap Model Keputusan Bioetis
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Tahap 6
Tahap 7
Tahap 8
Tahap 9

Tahap 10
Review situasi yang dihadapi untuk mendeterminasi masalah kesehatan,
keputusan yang dibutuhkan, komponen etis individu keunikan.
Kumpulkan informasi tambahan untuk memperjelas situasi.
Identifikasi aspek etis dari masalah yang dihadapi.
Ketahui atau bedakan posisi pribadi dan posisi moral profesional.
Identifikasi posisi moral dan keunikan individu yang berlainan.
Identifikasi konflik-konflik nilai bila ada.
Gali siapa yang harus membuat keputusan.
Identifikasi rentang tindakan dan hasil yang diharapkan.
Tentukan tindakan dan laksanakan.
Evaluasi/review hasil dari keputusan/tindakan.

Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb (1989), adalah
sebagai berikut:
1. Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan pengumpulan informasi
sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang yang terlibat, Tindakan yang
diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari tindakan yang diusulkan.
2. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
3. Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.
4. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang
tepat.
5. Mendefinisikan kewajiban perawat.
6. Membuat keputusan.
Disamping beberapa bentuk kerangka pembuatan keputusan dilema etik yang terdapat diatas,
penting juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etik.
Diantaranya adalah factor agama dan adat istiadat, social, ilmu pengetahuan/tehnologi,
legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik
keperawatan dan hak-hak pasien (Priharjo, 1995).
Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan dilema etik diatas dapat diambil
suatu garis besar langkah-langkah kunci dalam pengambilan keputusan, yaitu:
a. Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai etik yang seharusnya
Sumber: J.B Thompson and HO Thompson, Ethic ini Nursing, New York: MacMilan Publishing Co. Inc., 1981,
diadaptasikan oleh Kelly, 1987. dalam Priharjo, 19
b. Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data tambahan dari berbagai sumber,
bila perlu ada saksi ahli berhubungan dengan pertanyaan etik dan apakah ada pelanggaran
hukum/legal
c. Buatlah beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative tersebut dan
diskusikan dalam suatu tim (komite etik).
d. Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-masing pihak dan buat suatu
keputusan atas alternative yang dipilih
e. Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan tentukan siapa
yang harus melaksanakan putusan.
Observasi dan lakukan penilain atas tindakan/keputusan yang dibuat serta dampak yang timbul
dari keputusan tersebut, bila perlu tinjau kembali beberapa alternative keputusan dan bila
mungkin dapat dijalankan.
(3)

C. Langkah-langkah pembuatan keputusan
Ada tiga langkah yang biasa digunakan dalam pengambilan keputusan moral. Mereka adalah
utilitarianisme, intuisionisme, dan situasional. Paham utilitarianisme adalah paham yang
berpendapat bahwa yang baik itu adalah yang berguna, menguntungkan, berfaedah, dan yang
jahat atau buruk adalah yang tidak bermanfaat, tak berfaedah, merugikan. Berasal dari kata Latin
utilis tersusunlah teori tujuan perbuatan ini. Secara umum, utilitarianisme menilai sebuah
tindakan berdasarkan hasil yang dicapainya, apakah mereka membawa kebaikan bagi manusia
atau tidak. Paham ini juga disebut dengan paham teleologis, bahwa semua sistem terarah kepada
tujuan. Ends justifies means. (pemerintah: menggusur, demi kepentingan orang banyak, sedikit
dikorbankan).
Salah satu kekuatan utilitarianisme adalah bahwa mereka menggunakan sebuah prinsip dengan
jelas dan rasional. Dengan prinsip ini, pemerintah sering membangun pegangan mereka atas
pembentukan kebijakan untuk mengatur masyarakat. Kekuatan lain dari teori ini adalah hasil
perbuatan yang dihasilkan.
Intuisionisme adalah sistem etika lainnya yang tidak mengukur baik tidaknya sesuatu perbuatan
berdasarkan hasilnya melainkan semata-mata berdasarkan maksud si pelaku dalam
melaksanakan perbuatan tersebut. Sistem ini menyoroti wajib tidaknya perbuatan dan keputusan
ini. Sistem lain tersebut adalah intuisionisme. Intuisionisme, berasal dari bahasa Inggris:
intuition, adalah pandangan bahwa manusia memiliki sebuah kacakapan, yang biasa disebut hati
nurani, yang memampukan mereka untuk melihat secara langsung apa yang disebut benar atau
salah, jahat atau baik secara moral. Pengetahuan intuitif ini adalah pengetahuan langsung tentang
suatu hal tanpa melalui proses logika baik deduktif maupun induktif. Teori ini juga dikenal
sebagai teori deontologi (dari kata Yunani: deon: apa yang harus dilakukan; kewajiban).
(berdasarkan hati nurani) Intuisionisme memang memiliki kebenaran
Pendekatan yang ketiga ditawarkan oleh seorang tokoh etika, Joseph Fletcher, adalah pendekatan
situasional. Bagi Fletcher tidak ada sistem yang benar-benar dapat digunakan bagi semua situasi.
Menurut dia, semuanya tergantung kepada situasi yang dihadapi oleh pelaku. Pandangan ini
memang lebih condong kepada paham intuisionisme, namun kadang-kadang juga bisa menjadi
utilitarianisme.
(4)


D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN
SECARA ETIS DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN
1. PEMBUATAN KEPUTUSAN TERHADAP MASALAH ETIS
Pada saat menghadapi masalah yang menyangkut etika, perawat harus mempunyai kemampuan
yang baik untuk pasien maupun dirinya. Beberapa ahli menyatakan bahwa dalam kehidupan
sehari-hari, perawat sebenarnya telah menghadapi permasalahan etis, bahkan Thompson dan
Thompson menyatakan semua keputusan yang dibuat dengan, atau tentang pasien mempunyai
dimensi etis. Setiap perawat harus dapat mendeterminasi dasar-dasar yang ia miliki dalam
membuat keputusan misalnya agama, kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang menyatakan
hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa orang membuat keputusan
dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari keputusannya, ada pula yang membuat
keputusan berdasarkan pengalamannya. Dalam membuat keputusan etis, seseorang harus
berpikir secara rasional, bukan emosional.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan
Faktor-faktor ini antara lain : faktor agama, sosial, ilmu pengetahuan/teknologi,
legislasi/keputusan juridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik
keperawatan dan hak-hak pasien.

a. Faktor agama dan adat istiadat
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk dengan berbagai
agama/kepercayaan dan adat istiadat. Setiap penduduk yang menjadi warga negara Indonesia
harus beragama/berkepercayaan.
Contohnya adalah sebelum program KB diluncurkan sebagai program nasional sudah dilakukan
suatu diskusi dengan pemuka agama tentang metode kontrasepsi, sehingga tenaga kesehatan
tidak ragu-ragu saat mempromosikan program tersebut.
Selain faktor agama, faktor adat istiadat juga berpengaruh dalam membuat keputusan etis.
Contohnya adalah falsafah budaya jawa makan tidak makan asalkan kumpul. Falsafah ini
masih dipegang erat oleh masyarakat jawa sehingga jika ada anggota keluarga yang sakit
biasanya seluruh anggota keluarga akan ikut menanggung biaya RS dan sebagainya.
b. Faktor sosial
Faktor ini antara lain meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi,
hukum dan peraturan perundang-undangan.
Contohnya adalah kaum wanita yang pada awalnya hanya sebagai ibu rumah tangga yang
tergantung pada suaminya telah beralih pada pendamping suami yang mempunyai pekerjaan dan
bahkan banyak yang telah menjadi wanita karir. Dengan semakin meningkatnya orang yang
menekuni profesinya, semakin banyak pula yang menunda perkawinan dan banyak pula yang
mempertahankan kesendirian.
Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem kesehatan nasional.
Pelayanan kesehatan yang tadinya berorientasi pada program medis lambat laun menjadi
pelayanan komprehensif dengan pendekatan tim kesehatan. Ini menyebabkan perubahan
beberapa kebijakan pemerintah termasuk mahalnya biaya pengobatan.

c. Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi
Kemajuan yang telah dicapai meliputi berbagai bidang. Kemajuan di bidang kesehatan telah
mampu meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya
berbagai mesin mekanik kesehatan, cara prosedur baru dan bahan-bahan/obat-obatan baru.
Misalnya pasien dengan gangguan ginjal dapat diperpanjang usianya berkat adanya mesian
hemodialisa, ibu-ibu yang mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan berbagai jenis
inseminasi, kemajuan-kemajuan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan etika.

d. Faktor legislasi dan keputusan juridis
Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan sosial atau
legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang merupakan reaksi perubahan tersebut.
Legislasi merupakan jaminan tindakan menurut hukum sehingga orang yang bertindak tidak
sesuai dengan hukum dapat menimbulkan konflik.
Hampir disemua negara, pemerintah berupaya untuk melindungi hak-hak asasi manusia dengan
menyusun suatu undang-undang.
Misalnya masalah abortus merupakan topik pembicaraan yang hangat secara nasional. Di
Amerika Serikat beberapa negara bagian mengijinkan adanya aborsi dengan alasan setiap ibu
berhak menentukan nasibnya sendiri. Sedangkan dibeberapa negara lain melarang aborsi dengan
alasan perlindungan nyawa calon bayi. Selain masalah pengaturan abortus aktivitas lain juga
menjadi masalah hukum, diantaranya pengaturan pengangkatan dan penjualan bayi, fertilisasi in
vitro, ibu pengganti, hak pilih mati dan hak untuk menolak perawatan.
e. Faktor dana/keuangan
Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat menimbulkan konflik. Untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat, pemerintah telah banyak berupaya dengan
mengadakan berbagai program yang dibiayai pemerintah. Walaupun pemerintah telah
mengalokasikan dana yang besar untuk pembangunan kesehatan, namun dana ini belum
sepenuhnya dapat mengatasi berbagai program atau masalah kesehatan sehingga partisipasi
swasta dan masyarakat banyak digalakkan.
Contohnya program JamKesMas.

f. Faktor pekerjaan
Dalam pembuatan suatu keputusan. Perawat perlu mempertimbangkan posisi pekerjaannya.
Sebagian besar perawat bukan merupakan tenaga yang praktik sendiri tetapi bekerja di rumah
sakit, dokter praktik swasta atau institusi kesehatan yang lain.
Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan
keputusan/aturan tempat ia bekerja.

g. Kode etik keperawatan
Merupakan salah satu ciri/persyaratan profesi yang memberikan arti penting dalam penentuan,
pemertahanan, dan peningkatan standar profesi. Kode etik menunjukkan bahwa tanggung jawab
dan kepercayaan dari masyarakat telah diterima oleh profesi.
Apabila seorang anggota melanggar kode etik profesi, maka organisasi profesi dapat memberi
sanksi atau mengeluarkan anggota tersebut.

You might also like