You are on page 1of 3

Perubahan iklim mempe- ngaruhi produksi apel Kota Batu, Jawa Timur.

Siang menjelang. Supandri masih berkutat di kebun apelnya di Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Kota
Batu, Jawa Timur. Memakai sepatu bot, warga Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, ini sedang merawat
tanamannya.
Meski bekerja di lahan apel, Supandri tak sedang merawat tanaman apel. Sabtu pekan lalu, lakilaki
berusia 48 tahun ini memilih merawat tanaman kailan (Brassica oleraceae var. acephala). Ini adalah jenis
sayuran yang mirip sawi dengan masa panen setelah berumur dua bulan.
Supandri menanam kailan memang untuk menggantikan pohon apel yang sudah mati sejak tiga tahun
lalu.Saya tak tahu penyebabnya,ujarnya kepada Tempo. Awalnya, ia biarkan saja lahan kosong bekas
tanaman apelnya. Tapi, karena lahan yang kosong semakin luas seiring dengan banyaknya pohon apel
yang mati, ia lantas memanfaatkannya dengan bercocok tanaman semusim, seperti sayuran dan ubi-
ubian.
Hasil bertanam sayuran lumayan menguntungkan. Dari hasil panen terakhir tanaman kailan pada tiga
bulan lalu, Supandri dapat meraup keuntungan hingga Rp 6 juta.
Maklumlah, harga kailan cukup tinggi."Per kilo Rp 6.000 hingga Rp 8.000,"tuturnya.
Supandri mengenang masa kejayaan tanaman apel yang berlangsung pada awal 1990an. Saat itu, ia
selalu menangguk keuntungan yang cukup besar. Ini karena dari satu pohon saja bisa didapat lebih dari
50 kilogram. Keuntungan ini didapatnya selama berta an ini didapatnya selama bertahuntahun. Tak
mengherankan jika kemudian ia bisa membeli tanah, membangun rumah, dan membeli sepeda dari hasil
panen apel.
Namun kini keuntungan itu sudah tak pernah lagi menghampirinya. Agar tetap bisa hidup dari ber cocok
tanam, Supandri akan meng ganti seluruh tanaman apelnya de ngan tanaman lain, seperti yang di
lakukan pada tanaman apel di la hannya yang berada di Dusun Ba naran, Desa Bumiaji. Di lahan selu as
400 meter persegi itu, Supandri sudah mengganti tanaman apelnya dengan tanaman jeruk. "Hasil pa nen
jeruk cukup bagus,"katanya. Di Desa Bumiaji, tak hanya Supandri yang mengganti ta naman apelnya
dengan ta naman lain.Ada juga Moham mad Salim. Lahan seluas 350 meter persegi milik petani berusia
52 tahun ini sudah berganti menjadi tanaman je ruk sejak dua tahun lalu."Po hon apel sudah tak bisa
tum buh dengan bagus,"ujarnya.
Tempo melihat banyak tanaman apel di Desa Bumiaji. Namun sebagian besar tumbuh tak te, rawat dan
dibiarkan terbengkelai.
Bahkan tak jarang terlihat banyak pohon yang sudah mati."Era kejayaan apel di desa ini sudah tamat,"
kata Salim.
Di Kecamatan Bumiaji, selain Desa Bumiaji, yang dulu menjadi sentra tanaman apel, ada Desa Punten
dan Sidomulyo. Namun kondisi tanaman apel di dua desa yang berada pada ketinggian 700800 meter di
atas permukaan air laut (mdpl) itu sama dengan yang ada di Bumiaji. Bahkan desa tersebut kini sudah
dikenal sebagai desa penghasil sayuran dan bunga.
Kondisi tanaman apel di tiga desa itu berbeda dengan yang ada di Desa Sumber Brantas dan Tulungrejo.
Di dua desa yang masih masuk Kecamatan Bumiaji ini, dengan ketinggian 1.100 mdpl, pertanian apel
berkembang dengan baik.
Simak saja penuturan Sultoni, petani Desa Tulungrejo berusia 43 tahun. Ia menanam apel di lahan seluas
3.000 meter persegi dengan jumlah pohon sekitar 200 buah. Pada panen terakhir, kebunnya mampu
menghasilkan panen sebanyak 6 ton. Dengan harga apel manalagi per kilogram sebesar Rp 6.000, ia
mendapatkan uang Rp 36 juta. Setelah dikurangi biaya produksi sebesar Rp 11 juta, ia meraup
keuntungan Rp 25 juta.
Petani apel di Desa Sumber Brantas, Shodiq, juga bernasib baik. Petani yang mulai menanam apel pada
12 tahun silam di lahan seluas 1,5 hektare ini berhasil memanen 18 ton apel dengan harga jual apel Rp
6.000 per kilogram. "Karena tetap menguntungkan, saya tetap bertahan di apel," kata mantan Kepala
Desa Sumber Brantas ini.
Kota Batu, Jawa Timur, terletak 15 kilometer sebelah barat Kota Malang. Berada di ketinggian 680-1.200
mdpl, Kota Batu sangat cocok untuk pengembangan berbagai komoditas tanaman subtropis, seperti
tanaman apel.
Tanaman apel mulai dibudidayakan pada 1930-an.
Ada empat jenis apel yang dibudidayakan, yakni manalagi, rome beauty, wanglin, dan anna. Data Dinas
Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Kota Batu mencatat total luas lahan tanaman apel di Kota Batu
pada 1980 sebesar 2.015 hektare, dengan jumlah produksi per tahun sebesar 72 ribu ton dari 5,64 juta
pohon.
Tanaman apel mengalami masa kejayaan pada 1980-an hingga 1996. Karena itulah, apel pun dijadikan
maskot Kota Batu. Menurut Kepala Dinas Pertanian Kota Batu Himpun, Kecamatan Bumiaji menjadi
sentra tanaman apel ketimbang dua kecamatan lain di Kota Batu, yakni Junrejo dan Batu."Sembilan
puluh lima persen lahan apel ada di Bumiaji,"katanya.
Namun luas lahan apel dari tahun ke tahun terus menyusut. Data Dinas pada 2009 menyebutkan bahwa
luas lahan apel tinggal 600 hektare, dengan jumlah pohon apel sebanyak 2.506.546. Dari jumlah itu,
produksi apel hanya 24.625 ton per tahun.
Himpun mengatakan berkurangnya lahan apel ini lantaran banyak terjadi alih fungsi lahan apel menjadi
lahan perkebunan jeruk, sayur, dan bunga di Desa Bumiaji, Sidomulyo, dan Punten. Penduduk
melakukan alih fungsi lahan apel karena tanaman apel sudah tidak bisa tumbuh dengan baik di tiga desa
tersebut.
Dinas melakukan penelitian untuk mengetahui penyebab tak suburnya tanaman apel di Desa Bumiaji,
Sidomulyo, dan Punten. Penelitian yang dilakukan pada 2009 itu menyimpulkan bahwa banyaknya
kerusakan hutan di Kota Batu telah menyebabkan kenaikan su hu udara dan menurunnya kelembapan
udara.
Staf Analisa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Karangploso, Kabupaten Malang,
Sutamsi, menyebutkan bahwa terjadi kecenderungan adanya kenaikan suhu dan menurunnya
kelembapan udara dalam kurun 20 tahun terakhir. Data suhu ini merupakan data tiga stasiun cuaca,
yakni Stasiun Klimatologi Universitas Brawijaya Malang, Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi dan
Geofisika Karangploso, dan Stasiun Abdulrachman Saleh, Malang.
Data BMKG Karangploso mencatat, pada 1991, suhu rata-rata mencapai 22,928,3 derajat Celsius.
Selanjutnya terus naik pada 1993 menjadi 22,96-28,6 derajat Celsius. Pada 1994, suhu turun menjadi
22,56-26 derajat Celsius, tapi naik drastis pada 1998, yang mencapai 23,8-27,3 derajat Celsius.
Pada 2008, suhu turun lagi hingga mencapai 22,97-28,6 derajat Celsius, namun naik kembali menjadi
23,6-27,5 derajat Celsius pada 2009. Adapun kelembapan udara, dari 16-27 persen pada 1999, menjadi
20-31 persen pada 2009.
Kurangnya vegetasi menjadikan proses fotosintesis oleh
tanaman berkurang. Ini menyebabkan tren iklim semakin panas,kata Sutamsi.
Pakar pertanian dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Didik Suprayogo, mengatakan
tanaman apel bisa tumbuh dengan baik pada suhu 16-27 derajat Celsius dengan kelembapan udara 75-
85 persen. Adapun ketinggian ideal untuk tanaman apel pada 700-1.200 mdpl.
Menurut Didik, saat ini tak semua lahan di desa di Kecamatan Bumiaji cocok untuk tanaman apel.Hanya
di daerah yang lebih tinggi,ujarnya.
Dia menyebutkan bahwa kenaikan suhu di Kota Batu disebabkan oleh banyaknya kerusakan hutan.
Kondisi tersebut berdampak pada tanaman apel yang tidak dapat tumbuh subur di empat desa di
Kecamatan Bumiaji.Secara perlahan, jumlah dan mutu produksi apel terus menurun.
Maskot Kota Batu terancam musnah,kata Didik.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Batu Bambang Parianom menyebut alih fungsi hutan
sebagai faktor lain kenaikan suhu.
Data Kantor Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa hutan di Kota Batu seluas 11.227 hektare, dengan
perincian hutan lindung 3.099,6 hektare, hutan produksi 3.118,2 hektare, dan hutan konservasi 5.009,6
hektare. Dari jumlah itu, luas kerusakan hutan mencapai 5.900 hektare. Tingkat kerusakan hutan sudah
tinggi,kata Bambang.
Pemerintah Kota Batu tak tinggal diam atas banyaknya kerusakan hutan ini. Upaya yang dilakukan
adalah meminta masyarakat melakukan konservasi hutan, mengelola lahan produksi yang ramah
lingkungan, dan menggiatkan kembali produksi pertanian apel.Tanpa peran serta masyarakat,
kelestarian hutan tak bisa diwujudkan, ujar Bambang. BIBIN BINTARIADI

You might also like