A. Definisi Lansia 1. Penuaan ( menjadi tua ) didenifisikan sebagai waktu dari lahir sampai keadaan saat ini seorang individu hidup, sebagaimana diukur dalam satuan khusus. Tua didefinisikan sebagai telah hidup untuk waktu yang telah lama dan umumnya sinonim dengan istilah negatif, seperti kuno,antik. ( Jaime L. Stockslager, 2008 ). 2. Menurut Nugroho ( 2000 ) menua adalah menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan untuk memperbaiki diri atau mengganti atau mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
B. Batasan Lansia Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ,lanjut usia dikelompokkan menjadi: 1. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. 2. Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun. 3. Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun 4. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan adalah (Nugroho, 2000:19): 1. Hereditas = ketuaan genetik 2. Nutrisi 3. Status kesehatan 4. Pengalaman hidup 5. Lingkungan 6. Stres
D. Teori Proses Menua 1. Teori-Teori Biologi a. Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory) Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin. (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel). b. "Pemakaian dan Rusak" kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai). c. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory) Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. d. Teori "Immunologi Slow Virus" (Immunology Slow Virus Theory) Sistem immun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh. e. TeoriStres Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai. f. Teori RadikalBebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein.Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi. g. Teori RantaiSilang Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi. h. TeoriProgram Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.
2. Teori Kejiwaan Sosial a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory) 1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. 2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. 3) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lnjut usia. b. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya. c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory) Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur- angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (Triple Loos), yakni : 1) Kehilangan peran (Loos of Role) 2) Hambatan kontak sosial (Restraction of Contact and Relation Ships) 3) Berkurangnya komitmen (Reduced commitment to Social Mores and Values)
E. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia 1. Perubahan-perubahan Fisik Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardio vaskuler, sistem pengaturan temperatur tubuh, sistem respirasi, muskuloskletal, gastrointestinal, genitourinaria, endokrin dan integumen
Keterangan Sel Jumlah sedikit, ukurannya banyak (berkurangnya jumlah cairan, atrofi otak, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati) Sistem saraf Berat otak menurun 10-20%, hubungan persyarafan cepat menurun, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf panca indera. Sistem pendengaran Presbiakusis, membran tympani atropi menyebabkan otosklerosis, serumen mengeras karena meningkatnya keratin. Sistem penglihatan Lensa suram, hilangnya daya akomodasi, sfingter pupil timbul sklerosis sehingga hilang respon terhadap sinar Sistem kardiovaskular Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer Sistem pengaturan temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik 35C ini akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
Sistem respirasi
Otot napas kaku dan kehilangan kekuatan, ukuran alveoli melebar dan jumlahnya berkurang, paru kehilangan elastisitas.
Sistem gastrointestinal
Peristaltik lemah, mudah konstipasi, asam lambung menurun, nafsu makan menurun.
Sistem genitourinaria
Kapasitas menurun sampai 200 ml, aliran darah menurun sampai 50%
Sistem endokrin
Produksi dari hampir semua hormon menurun.
2. Perubahan-perubahan mental Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa b. Kesehatan umum c. Tingkat pendidikan d. Keturunan (Hereditas) e. Lingkungan f. Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian g. Gangguan gizi akibat kehilakngan jabatan h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan family i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.
Perubahan mental terdiri dari: a. Perubahan fisik b. Kesehatan umum c. Tingkat pendidikan d. Keturunan e. Lingkungan
3. Perubahan psikososial a. Pensiun b. Merasakan sadar akan kematian c. Perubahan dalam cara hidup d. Ekonomi e. Penyakit kronis dan ketidakmampuan f. Gangguan gizi g. Gangguan pancaindera h. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik
4. Perkembangan Spiritual a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970). b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan Zentner, 1970).
F. Permasalahan Pada Lanjut Usia Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia antara lain (Setiabudhi,1999: 40 - 42): 1. Permasalahan Umum : a. Makin besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan. b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati. c. Lahirnya kelompok masyarakat industri. d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia. e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan khusus : a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial. b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia. c. Rendahnya produktivitas kerja lansia. d. Banyaknya lansia yang miskin, telantar dan cacat. e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik. f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik lansia.
G. Penyakit yang sering dijumpai pada lansia Menurut "The national Old People's Welfare Council" Di Inggris mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12 macam, yakni (Nugroho, 2000: 42): 1. Depresi mental 2. Gangguan pendengaran 3. Bronkitis kronis 4. Gangguan pada tungkai / sikap berjalan 5. Gangguan pada koksa / sendi panggul 6. Anemia 7. Demensia
BAB II PENDAHULUAN KONSEP DASAR DEMENSIA
A. Definisi Menurut orang awam demensia disebut suatu kepikunan yaitu istilah deskripsi umum bagi kemunduran kemampuan intelektual hingga ke titik yang melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan. Demensia terjadi secara sangat perlahan selama bertahun-tahun; kelemahan kognitif dan behavioral yang hampir tidak terlihat dapat dideteksi jauh sebelum orang yang bersangkutan menunjukkan hendaya yang jelas (Small dalam Davison dkk, 2006). Demensia sering dianggap proses yang normal pada orang tua, karena merupakan proses penuaan karena Lansia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami kemunduran fungsi intelektual. Pudjonarko (2010) Dalam Durand dan Barlow (2006) demensia adalah onset-gradual fungsi otak yang melibatkan kehilangan ingatan, ketidakmampuan mengenali berbagai objek atau wajah, dan kesulitan dalam merencanakan dan penalaran abstrak.
Menurut WHO dalam Clinical Deskriptions and Diagnostic Guidelines for Mental and Behavioural Disorders dan International Classification of Diseases (10th Revision) (ICD-10) (2008) demensia memiliki ciri-ciri yang harus ada diantaranya: 1. Kemunduran kemampuan intelektual terutama memori yang sampai menganggu aktivitas- aktivitas keseharian sehingga menjadikan penderita sulit bahkan tidak mungkin untuk hidup secara mandiri. 2. Mengalami kemunduran dalam berfikir, merencanakan dan mengorganisasikan hal-hal dari hari ke hari. 3. Awalnya, mengalami kesulitan menyebutkan nama-nama benda, orientasi waktu, tempat. 4. Kemunduran pengontrolan emosi, motivasi, perubahan dalam perilaku sosial yang tampak dalam kelabilan emosi, ketidak mampuan melakukan ritual keseharian, apatis (tidak peduli) terhadap perilaku sosial seperti makan, berpakaian dan interaksi dengan orang lain.
B. Klasifikasi Ada bermacam-macam jenis demensia, menurut Durland dan Barlow (2006) ada lima golongan demensia berdasarkan etiologinya yang telah didefinisikan yaitu : 1. Demensia tipe Alzheimer Demensia vaskDemensia Alzheimer adalah demensia yang paling banyak terjadi dan dicirikan oleh kemunduran intelektual yang progresif. Faktor risiko utama adalah usia yang lanjut, keturunan dan trauma kepala. ular 2. Demensia larena kondisi medis umum Demensia vaskuler (multi infrak) adalah demensia kedua yang banyak terjdai setelah demensia Alzheimer. Demensia vaskuler seringkali dicirikan oleh adanya tanda dan gejala tertentu seperti kemunduran yang bertahap (step-wise), riwayat sroke atau hipertensi, bukti adanya aterosklerosis, gejala neurologis fokal, dan emosi stabil. 3. Demensia menetap yang diinduksi oleh substansi tertentu 4. Demensia karena etiologi ganda/ multiple 5. Demensia yang tak tergolongkan.
C. Etiologi 1. Penyebab secara biologis a. Adanya penumpukan protein yang lengket yang disebut anyloid plauques yang berakumulasi di otak pada penderita demensia. Plak amiloid juga ditemukan pada lansia yang tidak memiliki gejala-gejala demensia, tetapi juga dalam jumlah yang jauh lebih sedikit (Bourgeois dkk dalam Durand dan Barlow, 2006) b. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia sosok Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak. c. Stroke yang berturut-turut.Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark. Demensia yang berasal dari stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
d. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau cardiac arrest. Penyebab lain dari demensia adalah penyakit parkinson, penyakit pick, AIDS, penyakit paru, ginjal, gangguan darah, gangguan nurtrisi, keracunan metabolism, diabetes. e. Penyebab biologis demensia tidak diketahui penyebabnya hanya saja masalah kerusakan cortex (jaringan otak). Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari setengah penderita yang meninggal karena demensia senile mengalami penyakit Alzheimer jenis ini. Pada kebanyakan penderita, besar kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah yang ventrikel dan sulkus jauh lebih besar dibandingkan yang normal yang seukuran usia tersebut. Demielinasi dan peningkatan kandungan air pada jaringan otak ditemukan berdekatan dengan ventrikel lateral dan dalam beberapa daerah lain di bagian dalam hemifsfer serebrum pad penderita manula (http://www.scrib.com/doc/24799498/DEMENSIA). f. Faktor genetik yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4), alela (4) kromosom 19 pada penderita Alzheimer familial/sporadic. Mutasi 21,1, 14 awal penyakit. Penyebab lainnya yaitu neorotransmiter lain yang berkurang (defisit) yaitu non adrenergic presinaptik, serotonin, somatostatin, corticotrophin, releasing faktor, glutamate, dll.
2. Penyebab secara psikologis Penderita yang mengalami depresi memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami demensia. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian oleh Epidemiological Pathways Follow- Up Study yang dilakukan selama lima tahun pasien yang sudah di diagnosis menderita demensia. Depresi meningkatkan risiko demensia, karena kelainan biologis afektif ini berhubungan dengan penyakit, termasuk tingginya kadar hormon stres kortisol, atau masalah sistem saraf otonom yang dapat mempengaruhi jantung, pembekuan darah. Selain itu faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko demensia karena perilaku umum dalam kondisi seperti merokok, makan berlebihan, kurang olahraga, dan kesulitan dalam mengikuti rejimen pengobatan dan perawatan. Gaya hidup yang tidak sehat seperti stres, tidak mengontrol makanan, jarang berolahraga dapat meningkatkan risiko terkena stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan demensia vaskuler.
3. Penyebab secara sosial Faktor-faktor kultural juga dapat memengaruhi seseorang mengalami demensia. Sebagai contoh, hipertensi dan stroke menonjol di kalangan orang-orang Afrika-Amerika dan orang-orang Asia-Amerika, akibat gaya hidup yang kurang sehat seperti sering mengkonsumsi alkohol dan makanan-makanan cepat saji dan berpengawet yang meningkatkan risiko terkena hieprtensi dan stroke yang menyebabkan demensia varskuler ( de la Monte, et all dalam Durand dan Barlow, 2006).
D. Gejala Gejala-gejala klinis demensia menurut Yatim (2003) meliputi: 1. Hilang atau menurunnya daya ingat serta penurunan intelektual. 2. Kadang-kadang gejala ini begitu ringan hingga luput dari perhatian pemeriksa bahkan dokter ahli yang berpengalaman sekalipun. 3. Penderita kurang perhatian terhadap sesuatu yang merupakan kejadian sehari-hari dan tidak mampu berfikir jernih atas kejadian yang di hadapi sehari-hari, kurang inisiatif, serta mudah tersinggung. 4. Kurang perhatian dalam berfikir. 5. Emosi yang mudah berubah-ubah terlihat dari mudahnya gembira, tertawa terbahak-bahak lalu tiba-tiba sedih berurai air mata hanya karena sedikit pengaruh lain. 6. Muncul refleks sebagai tanda regresi (kemunduran kualitas fungsi seperti: refleks mengisap, rrefleks memegang, dan refleks glabella). 7. Banyak perubahan perilaku diakibatkan oleh penyakit syaraf, maka terlihat dalam bentuk lain yang dikaburkan oleh gejala penyakit syaraf.
Pada gejala klinis usia lanjut telihat dari penurunan perkembangan pemahaman yang terlihat sebagai berikut: 1. Penurunan daya ingat. 2. Salah satu gangguan pengamatan: a. Aphasia (kurang lancar berbahasa). b. Apraxia (tidak ada kemauan). c. Agnosia (kurang mampu merasakan rangsangan bau, penciuman dan rasa). 3. Penurunan pengamatan timbul secara bertahap dan terus menurus dari waktu ke waktu sehingga menggangu kerja dan hubungan masyarakat.
E. Onset Onset muda demensia menunjuk kepada mereka yang mengembangkan demensia sebelum usia 65 (previosly disebut 'pra-pikun' demensia); onset akhir demensia mulai menunjuk kepada mereka yang mengembangkan penyakit setelah berusia lebih dari 65 ('pikun' demensia).
F. Penatalaksanaan 1. Non-Farmakologis: hal ini bisa dilakukan oleh semua warga senior tanpa ada pertimbangan baik sebagai upaya promotif, preventif, maupun kuratif. Konsep penanganan Non-farmakologis bisa menggunakan rekreasi terapeutik. Konsep ini bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan kebutuhan psikososial warga senior serta bertujuan meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan diri, motivasi, mobilitas tantangan, interaksi sosial dan kebugaran mental. Aktivitas-aktivitas yang memiliki dampak terapeutik (Kusumoputro & Sidiarto,2006) diantaranya: a. Reminisensi Aktivitas reminisensi dilakukan dengan berbincang-bincang mengenai masalah yang lampau, mengingat kembali masa lampaunya dengan memori episodik (materi tentang waktu dan tempat kejadian). Dengan mengaktifkan memori episodik yang naratif, imajinatif dan emosional akan meningkatkan daya ingat kembali. Bersamaan dengan aktivitas tersebut juga dilakukan aktivitas orientasi nyata dengan mengingatkan lokasi, waktu dan perang orang-orang di masa lampau. b. Orientasi realitas c. Stimulasi kognitif Disebut juga memory training, memory retraining atau cognitive rehabilitation. Aktivitas ini perlu ditambah dengan aktivitas fisik seperti senam ataupun menurut selera masing-masing. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kerja jantung dan paru untuk mengalirkan darah yang penuh oksigen ke bagian-bagian tubuh terutama otak selain itu juga memiliki tujuan renovasi sel tubuh. Berbagai hal yang disebutkan tadi juga menguntungkan bagi kondisi klinis prademensia seperti mild cognitive impairment, MCI dan vascular cognitive impairment, VCI serta kondisi klinis demensia vaskuler dan Alzeimer. d. Stimulasi sensorik e. Stimulasi fisik (berupa gerak dan latihan otak, GLO) Terapi lain dengan pendekatan psikososial adalah : a. Care giver : mengoptimalkan kemampuan yang masih ada b. Mengurangi perilaku sulit c. Menjaga keselamatannya d. Memperbaiki kualitas hidup e. Mengurangi stres terhadap care giver f. Memberi kepuasaan kepada care giver
2. Farmakologis, menurut (Yatim, 2003) diantaranya: a. Mengobati penyakit-penyakit yang memperberat kejadian demensia. b. Mengobati gejala-geja gangguan jiwa yang mungkin menyertai demensia. c. Mengatasi masalah penyimpangan perilaku dengan obat-obat penenang (tranzquillizer dan hypnotic) serta memberikan obat-obatan anti kejang bila perlu. d. Intervensi lain yaitu dengan antipsykotics, Anxiiolitycs, Selegiline, Antimanic drugs,Acetlcholinesterase inhibit ( Gaskel, 2007)
G. Prevensi Untuk deteksi dini terhadap gangguan demensia, tentunya kita harus memahami terlebih dahulu fungsi kognitif pada dementia syndrome yang berbeda dari proses normal penuaan. Strategi-strategi yang mungkin bisa mencegah terhadap demensia diantaranya: 1. Mengetahui faktor-faktor risiko pada demensia dan sub tipe-tipenya. 2. Perluasan pengetahuan seperti mengetahui faktor-faktor risiko yang bisa dimodifikasi 3. Tanda bahwa modifikasi (merubah) faktor risiko untuk mengurangi kemunculan demensia. Beberapa faktor risiko yang bisa diminimalisir atau memiliki potensi modifiable: 1. Pengkonsumsian alkohol. 2. Smoking. 3. Obesitas. 4. Hipertensi. 5. Hyperkolesteroaemia (kadar kolesrterol yang melebihi 239 mg/mL dalam darah) terjadi akibat adanya akumulasi kolesterol dan lipid pada dinding pembuluh darah. 6. Luka kepala. 7. Tingkat rendahnya folat dan meningkatnya homocysteine. 8. Depresi. Sedangkan faktor risiko demensia yang tidak bisa dilakukan modifikasi: 1. Bertambahnya usia. 2. Gen. 3. Jenis kelamin. 4. Memiliki learning disability (kesulitan belajar).
Terapi penggantian estrogen bisa dilakukan, hal ini berhubungan dengan penurunan risiko demensia tipe Alzheirmer di kalangan perempuan (Shepherd dalam Durand dan Barlow, 2006). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penanganan yang baik terhadap hipertensi sistolik juga mengurangi risiko demensia (Clarke dalam Durand dan Barlow, 2006).
H. Kualitas Hidup Dukungan- dukungan yang bisa diberikan untuk membantu penderita demensia: 1. Pelajari lebih dalam tentang demensia. 2. Curahkan kasih sayang dan berusaha untuk tenang dan sabar dalam menghadapi penderita. 3. Berusaha memahami apa yang dirasakan penderita. 4. Perlakukan penderita demensia sebagaimana biasa, tetap hormati dan usahakan untuk tidak berdebat dengan penderita. 5. Bantu penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang lambat laun akan mengalami penurunan. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita. 6. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.
DAFTAR PUSTAKA
Boedhi- Darmojo, R & Martono, H. 2000 .Buku ajar Geriatri ( Ilmu kesehatan Lanjut Usi. Jakarta : FKUI Heraweni, N. 1999.Mekanisme Koping. ( makalah ) . Fakultas Ilmu Keperawatan UI Hurlock, E, B. 2001. Psikologi Perkembangan:Suatu Pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta : Erlangga Nugroho, W . 2000. Perawatan Lansia. Jakarta : EGC Mutadin. 2002. Konsep koping. Dibuka pada situs http://www.koping.html Prayetni.1999. Konsep Koping dalam pelayanan keperawatan.Majalah Keperawatan Bina Sehat Edisi September November no. 001/PPNI/1999 Samino, 2003.SikapHidup Dihari senja.Jakarta : Salemba Medika