You are on page 1of 8

Limbah B3

Merkuri









Disusun Oleh :
M. Arditya Ramdhan 252011005
Ferry Yudi Haryanto 252011006
Notia Anindia P 252011016
Finka Ayu Pratiwi 252011018
Winona Maheswari R 252011020




JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITIT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2014

Bab I
Karakteristik

















Bab II
Identifikasi














Bab III
Potensi Dampak



Merkuri yang terbuang mengkontaminasi ikan dan makhluk air lainnya, termasuk ganggang dan
tumbuhan air. Selanjutnya ikan-ikan kecil dan makhluk air lainnya mungkin akan dimakan oleh ikan-
ikan atau hewan air lainya yang lebih besar atau masuk ke dalam tubuh melalui insang. Kerang juga
dapat mengumpulkan merkuri kedalam rumahnya. Ikan-ikan dan hewan air yang kemudain
dikonsumsi oleh manusi asehingga manusia pun dapat mengumpulkan merkuri di dalam tubuhnya.
FDA mentapkan batasan kandungan merkuri maksimum adalah 0,005 ppm untuk makanan,
sedangkan WHO (World Health Organization) menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah,
yaitu 0,0001 ppm untuk air. Keracunan merkuri disebabkan oleh konsumsi ikan yang tercemar
merkuri atau konsumsi biji-bijian yang diberi perlakuan dengan merkuri. Walaupun mekanisme
keracunan merkuri di dalam tubuh belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa hal mengenai
daya racun merkuri dalam jumlah yang cukup dapat diuraikan sebagai berikut :
v Semua komponen merkuri dalam jumlah cukup beracun terhadap tubuh.
Gejala keracunan Mercury :
Gangguan fungsi syaraf pusat ( motorik maupun sensorik ) : koordinasi gerakan dan bicara, telinga
berdenging,Tuli, kesemutan ditemui pada fase awal keracunan.
Gangguan Liver : Merusak sel2 liver.
Gangguan ginjal : fungsi ginjal terganggu sehingga menyebabkan gagal ginjal.
v Masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik dalam daya racunnya,
distribusi, akumulasi atau pengumpulan dan waktu resistensinya di dalam tubuh.
v Transformasi biologi dapat terjadi di dalam lingkungan atau di dalam tubuh di mana komponen
merkuri diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya.
v Pengaruh merkuri di dalam tubuh diduga karena dapat menghambat kemampuan kerja enzim dan
menngakibatkan kerusakan sel yang disebabkan kemampuan merkuri untuk terikat dengan grup
yang mengandung sulfur di dalam molekul yang terdapat di dalam enzim dan dinding sel. Keadaan
ini mengakibatkan penghambatan aktivitas enzimdan reaksi kimia dikatalisasi oleh enzim tersebut.
v Kerusakan tubuh yang disebabkan oleh merkuri biasanya bersifat permanen dan sampai saat ini
belum dapat disembuhkan.
Keracunan kronis oleh merkuri dapat terjadi akibat kontak kulit, makanan, minuman, dan pernafasan.
Toksisitas kronis berupa gangguan sistem pencernaan dan sistem syaraf atau gingvitis. Akumulasi Hg
dalam tubuh dapat menyebabkantremor, parkinson, gangguan lensa mata berwarna abu-abu,
serta anemia ringan, dilanjutkan dengan gangguan susunan syaraf yang sangat peka terhadap Hg
dengan gejala pertama adalah parestesia, ataksia, disartria, ketulian, dan akhirnya kematian.

Wanita
hamil yang terpapar alkil merkuri bisa menyebabkan kerusakan pada otak janin sehingga
mengakibatkan kecacatan pada bayi yang dilahirkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa otak janin
lebih rentan terhadap metil merkuri dibandingkan dengan otak dewasa. Konsentrasi Hg 20 gL
dalam darah wanita hamil sudah dapat mengakibatkan kerusakan pada otak janinMerkuri
memiliki afinitas yang tinggi terhadap fosfat, sistin, dan histidilyang merupakan rantai samping dari
protein, purin, pirimidin, pteridin, dan porifirin. Dalam konsentrasi rendah ion Hg+ sudah mampu
menghambat kerja 50 enzim yang menyebabkan metabolisme tubuh terganggu. Garam merkuri
anorganik bisa mengakibatkan presipitasi protein, merusak mukosa saluran pencernaan, merusak
membran ginjal maupun membran filter glomerulus.
[
Toksisitas kronis dari merkuri organik ini dapat
menyebabkan kelainan berkelanjutan berupa tremor, terasa pahit di mulut, gigi tidak kuat dan
rontok, albuminuria, eksantema pada kulit, dekomposisi eritrosit, serta menurunkan tekanan darah.
Keracunan metil merkuri pernah terjadi di Jepang, dikenal sebagai Minamata yang mengakibatkan
kematian pada 110 orang.





Bab IV
Pengelolaan



Pencemaran air oleh Mercury tidak bisa diatasi hanya dengan cara penyaringan, koagulasi kopulasi,
pengendapan, atau pemberian tawas. Hal ini karena Mercury di air berbentuk ion. Cara terbaik
untuk menghilangkan Mercury dalam air ini adalah dengan pertukaran ion. Yaitu mempergunakan
suatu resin yang mampu mengikat ion Mercury hingga menjadi jenuh, kemudian diregenerasi
kembali dengan penambahan suatu asam, sehingga Mercury bisa dinetralisir. Namun karena biaya
ionisasi ini sangat mahal, maka biaya termurah dan terbaik adalah dengan mencegah Mercury tidak
masuk perairan. Cara lain, yaitu penyulingan. Tapi setali tiga uang, biaya yang akan dikeluarkan
untuk penyulingan pun sangat mahal.
Penelitian tentang pengobatan keracunan merkuri sangat terbatas. Akhir- akhir ini dapat digunakan
chelators N-acetyl-D,L-penicillamine (NAP), British Anti-Lewisite (BAL), 2,3-dimercapto-1-
propanesulfonic acid (DMPS), and dimercaptosuccinic acid (DMSA). Pada penelitian dengan sampel
kecil dilakukan pada pekerja tambang yang ter ekpos air raksa diberikan DMSA dan NAP. Obat ini
bekerja dengan cara memperkecil partikel air raksa,sehingga pengeluaran ke ginjal bisa di tingkatkan.
Akan tetapi Pencegahan adalah lebih baik dari pengobatan. Artinya, ini kembali pada soal koordinasi
unsur-unsur masyarakat terkait. Khususnya untuk kasus PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin),
kebijakan publik, Gubernur, Bupati, dan Departemen Pertambangan sangat menentukan dalam
mengurangi pencemaran sungai. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan
pada masyarakat penambang. Tentu saja bukan perkara yang mudah, sebab penggunaan Mercury
berkait dengan mata pencaharian serta juga pendapatan daerah. Tidak selalu pengobatan dapat
berhasil dan kecacadan yang terjadi sudah permanen, oleh karena itu peran pemerintah untuk
melakukan AMDAL terhadap suatu perusahaan yang menggunakan air raksa harus dilakukan dengan
benar dan sanksi yang tegas apabila AMDALnya membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
Pengendalian/penanggulangan pencemaran air di Indonesia telah diatur melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air.
Secara umum hal ini meliputi pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi. Salah satu
upaya serius yang telah dilakukan Pemerintah dalam pengendalian pencemaran air adalah melalui
Program Kali Bersih (PROKASIH).
Program ini merupakan upaya untuk menurunkan beban limbah cair khususnya yang berasal dari
kegiatan usaha skala menengah dan besar, serta dilakukan secara bertahap untuk mengendalikan
beban pencemaran dari sumber-sumber lainnya. Program ini juga berusaha untuk menata
pemukiman di bantaran sungai dengan melibatkan masyarakat setempat (KLH, 2004).
Pada prinsipnya ada 2 (dua) usaha untuk menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan secara
non-teknis dan secara teknis. Penanggulangan secara non teknis yaitu suatu usaha untuk
mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan yang dapat
merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi
sehingga tidak terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya dapat memberikan
gambaran secara jelas tentang kegiatan industri yang akan dilaksanakan, misalnya meliputi AMDAL,
pengaturan dan pengawasan kegiatan dan menanamkan perilaku disiplin. Sedangkan
penanggulangan secara teknis bersumber pada perlakuan industri terhadap perlakuan buangannya,
misalnya dengan mengubah proses, mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat
mengurangi pencemaran.
Selain itu juga, suatu laporan yang dibuat oleh Enviromental Protection Agency (EPA) memuat
beberpa rekomedasi untuk mencegah terjadinya pencemaran merkuri di lingkungan. Rekomendasi
tersebut adalah sebagai berikut :
Pestisida alkil merkuri tidak boleh digunakan lagi.
Penggunaan pestisida yang menggunakan komponen merkuri lainnya dibatasi untuk daerah-
daerah tertentu.
Semua industri yang menggunkan merkuri harus membuang limbah industri dengan terlebih
dahulu mengurangi jumlah merkurinya sampai batas normal.
Pelaksanaan rekomendasi tersebut tidak seluruhnya dapat memecahkan masalah pencemaran
merkuri di lingkungan. Pencemaran tetap terjadinya pada lumpur di dasar sungai atau danau dan
menghasilkan CH
3
Hg
+
yang dilepaskan ke badan air sekililingnya.









Bab V
Studi Kasus

You might also like