Professional Documents
Culture Documents
Pacaran telah menjadi satu fenomena yang sangat ironis dalam dunia Islam.
Betapa tidak, pacaran yang sebenarnya merupakan perpanjangan tangan dari zina
telah merongrong generasi muda muslim. Pacaran yang merupakan mesin
penghancur akhlaq umat muslim ini telah memakan begitu banyak korban. Tidak
sedikit muda-mudi muslim yang terjerumus dalam perangkap Yahudi melalui taktik
pacaran ini. a
Banyak sekali muda-mudi muslim yang tidak mengerti betul bagaimana hukum
pacaran di dalam kacamata Islam. Bahkan, saat ini masih banyak pula orangtua
yang notabene-nya beragama Islam namun merasa resah dan gelisah manakala
anak perawan atau anak perjakanya tidak juga mendapatkan pacar atau tidak
pernah terlihat menggandeng pasangan. Yang lebih ironis lagi, ada orangtua yang
justru memerintahkan anaknya untuk mencari pacar, “malu kaya nggak laku aja!”
katanya. Mereka tidak mengerti bahwa sesungguhnya pacaran itu adalah dilarang
di dalam ajaran agama Islam.
Banyak orang, baik dari kalangan orangtua maupun muda-mudi muslim itu sendiri
yang berpendapat, “Ah… nggak apa-apa, asalkan tahu batasan-batasannya, asal
jangan kebangetan saja!”. Batasan apa yang mereka maksud di sini? Sebatas
memegang tangan? Sebatas mengecup bibir? Sebatas meraba-raba? Atau… yang
penting jangan sampai hamil? Jika diperhatikan lebih detail lagi, kurang lebih akan
kita dapatkan batasan-batasan di dalam pacaran secara rinci, dan hasilnya adalah
bahwa seolah-olah batasan di dalam berpacaran itu memiliki tingkatan-tingkatan
sebagai berikut:
Batas pertama : Saling membuka dan melihat aurat (membuka aurat ini biasanya
lebih didominasi oleh pihak perempuan, karena wilayah aurat mereka memang
lebih luas sedangkan mereka tidak mau mengenakan pakaian yang syar’i)
Lihatlah, betapa syaithon telah banyak berhasil dalam memperdaya bani Adam
melalui mesin penghancurnya yang disebut dengan pacaran. Dari batasan-batasan
tersebut, kita pun kini mengetahui dengan jelas bahwa sesungguhnya pacaran
telah menyeret seseorang setapak demi setapak menuju perzinahan besar (seks
bebas). Maka benarlah jika Islam mengharamkan pacaran dan memasukkan
pacaran sebagai salah satu aktivitas yang mendekati zina, karena pacaran memang
senantiasa menyeret pelakunya menuju lembah perzinahan besar (seks). Allah swt
telah berfirman di dalam Al Quran yang artinya:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan sesuatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra (17) : 32).
Minimnya tingkat ilmu dan iman generasi muslim telah membuat mereka mudah
terpedaya oleh perangkap-perangkap iblis yang berbentuk kenikmatan sesaat.
Minimnya kadar ilmu dan iman generasi muslim telah membuat mereka bodoh
(maaf) dalam memandang masalah zina tersebut. Hal ini merujuk kembali pada
pemikiran yang mengatakan bahwa “Pacaran… ya nggak apa-apalah, yang penting
kan tahu batasannya!”, dan yang mengindikasikan pemahaman bahwa yang
disebut dengan zina hanyalah ketika mereka melewati batas kedelapan tersebut,
yaitu melakuan hubungan seksual. Masya Allah! Padahal Islam telah menjelaskan
perihal zina tersebut melalui sabda Rasulullah Muhammad saw yang artinya:
Dari Ibnu Abbas ra. dikatakan: Tidak ada yang kuperhitungkan lebih menjelaskan
tentang dosa-dosa kecil daripada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah telah menentukan bagi anak Adam
bagiannya dari zina yang pasti dia lakukan. Zinanya mata adalah melihat, zinanya
lidah adalah mengucapkan, zinanya hati adalah mengharap dan menginginkan
(pemenuhan nafsu syahwat), maka farji (kemaluan) yang membenarkan atau
mendustakannya…” (HR. Bukhari & Muslim)
Dari Ibnu Abbas ra. dikatakan: Tidak ada yang kuperhitungkan lebih menjelaskan
tentang dosa-dosa kecil daripada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah telah menentukan bagi anak Adam
bagiannya dari zina yang pasti dia lakukan. Zinanya mata adalah melihat (dengan
syahwat), zinanya lidah adalah mengucapkan (dengan syahwat), zinanya hati
adalah mengharap dan menginginkan (pemenuhan nafsu syahwat), maka farji
(kemaluan) yang membenarkan atau mendustakannya…” (HR. Bukhari & Muslim)
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah seorang laki-
laki sendirian dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya. Karena
sesungguhnya yang ketiganya adalah syaitan.” (HR. Ahmad).
“Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik dari pada
menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HASAN, Thabrani dalam Mu`jam
Kabir 20/174/386)
“Demi Allah, tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam tidak pernah
menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun dalam keadaan membai’at. Beliau
tidak memba’iat mereka kecuali dengan mangatakan: “Saya ba’iat kalian.” (HR.
Bukhori)
“Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita.” (HR. Malik , Nasa’i,
Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)
Telah berkata Aisyah ra, “Demi Allah, sekali-kali dia (Rasul) tidak pernah menyentuh
tangan wanita (bukan mahram) melainkan dia hanya membai’atnya (mengambil
janji) dengan perkataaan.” (HR. Bukhari dan Ibnu Majah).
“Wahai Ali, janganlah engkau meneruskan pandangan haram (yang tidak sengaja)
dengan pandangan yang lain. Karena pandangan yang pertama mubah untukmu.
Namun yang kedua adalah haram”
“Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka barangsiapa
yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena
Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari?
Kiamat.”(HR. Ahmad)
Dari Jarir bin Abdullah ra. dikatakan: “Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang
memandang (lawan-jenis) yang (membangkitkan syahwat) tanpa disengaja. Lalu
beliau memerintahkan aku mengalihkan pandanganku.” (HR. Muslim)
“Janganlah kau terlalu lembut bicara supaya (lawan-jenis) yang lemah hatinya tidak
bangkit nafsu (syahwat)-nya.” (QS. Al Ahzab (33): 32)
Islam tidak pernah mengenal yang namanya pacaran, maka Islam pun tidak
memberikan batasan mengenai pacaran. Sebaliknya, dalil-dalil di atas telah
menyampaikan mengenai keharaman segala aktivitas yang terdapat di dalam
pacaran itu sendiri. Dengan demikian telah jelas sekali bahwa TIDAK ADA PACARAN
di dalam Islam. Karena itu, Islam pun telah memperkenalkan sebuah sistem yang
sangat jauh lebih suci dan lebih menjaga kedua belah pihak, yaitu sistem ta’aruf.