You are on page 1of 12

Seperempat kematian akibat trauma disebabkan oleh trauma toraks, dua pertiga dari kematian

ini terjadi setelah pasien tiba di rumah sakit. Pada dasarnya, dari angka mortalitas yang tinggi ini,
hanya 10 15% cedera toraks yang memerlukan torakotomi. Manuver kontrol pemapasan yang
sederhana atau pipa torakostomi dapat menyelamatkan mayoritas korban trauma toraks.

Kelainan yang dapat timbul akibat trauma toraks, dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Trauma dinding toraks dan paru
1. fraktur iga
2. flail chest
3. kontusio pulmoner
4. pneumotoraks
5. hematotoraks
6. cedera trakea dan bronkus.
2. Trauma jantung dan aorta
1. kontusio miokardium
2. tamponade jantung
3. kelainan aorta.

Penanganan Umum
Pertama-tama perhatikan A (airway), B (breathing), dan C (circulation).
1. Anamnesis yang lengkap dan cepat. Yang perlu ditanyakan adalah waktu kejadian, tempat
kejadian, jenis trauma (tertembak, tertusuk, terpukul, dll.), arah masuk keluar perlukaan,
bagaimana keadaan penderita selama dalam perjalanan.
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi. Tentukan luka masuk atau luka keluar, perhatikan kesimetrisan gerak dan posisi pada
akhir dari inspirasi dan ekspirasi.
Palpasi. Raba ada tidaknya krepitasi, nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral, serta
bandingkan fremitus kiri dan kanan.
Perkusi. Perhatikan adanya bunyi perkusi sonor, timpani, dan hipersonor, serta adanya pekak
dan batas antara yang pekak dan sonor, seperti garis lurus atau garis miring.
Auskultasi. Bandingkan bising napas kiri dan kanan, apakah melemah atau menghilang,
batasnya, atau adanya bising abnormal.
. Kalau keadaan stabil, lakukan pemeriksaan radiologik, minimal foto PA























Trauma torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi sosial
ekonomi masyarakat. Di Amerika Serikat didapatkan 180.000 kematian pertahun karena trauma.
25 % diantaranya karena trauma torak langsung, sedangkan 5 % lagi merupakan trauma torak tak
langsung atau penyerta.
Semua alat tubuh yang terletak / melalui rongga torak harus dianggap sebagai organ vital.
Cedera torak berlawanan dengan cedera ekstremitas. Ancaman kematian pada cedera torak
sangat tinggi.Perbedaan dalam hal penangannan sesegera mungkin dan
komplikasi biasanya berat.
Secara obyektif harus dikenali :
Anatomi torak
Fisiologi dan patofisiologi yang menyertai trauma torak
Jenis trauma torak
Anatomi :
Dinding dada.
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang
iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jarinan lunak yang
membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah
intrerkostalis dan torakalis interna.
Dasar torak
Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang
untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus
Isi rongga torak.
Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan
parietalis.
Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian
anterior, medius, posterior dan superior.
Fisiologi torak :
Inspirasi : dilakukan secara aktif
Ekspirasi : dilakukan secara pasif
Fungsi respirasi :
Ventilasi : memutar udara.
Distribusi : membagikan
Diffusi : menukar CO2 dan O2
Perfusi : darah arteriel dibawah ke jaringan.
Patofisiologi trauma torak.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :
1. Kegagalan ventilasi
2. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.
3. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.
Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat
menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya adult respiratory
distress syndrome ( ARDS), systemic inflamation response syndrome (SIRS).
Klasifikasi trauma
Trauma tumpul
Trauma tembus : tajam, tembak, tumpul yang menembus.
ANATOMI RONGGA DADA / TORAK
Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ;
1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan )
2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri)
3. Rongga dada tengah (mediastinum).
RONGGA MEDIASTINUM
Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi :
1. Mediastinum superior (gbr. 1), batasnya :
Atas : bidang yang dibentuk oleh Vth1, kosta 1 dan jugular notch.
Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke Vth4
Lateral : Pleura mediastinalis
Anterior : Manubrium sterni.
Posterior : Corpus Vth1 - 4
2. Mediastinum inferior terdiri dari :
a. Mediastinum anterior (gbr. 2)
b. Mediastinum medius (gbr. 3)
c. Mediastinum Posterior.(gbr. 4 )
a. Mediastinum Anterior batasnya :
Anterior : Sternum ( tulang dada )
Posterior : Pericardium ( selaput jantung )
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma.
b. Mediastinum Medium batasnya :
Anterior : Pericardium
Posterior ; Pericardium
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma
c. Mediastinum posterior, batasnya :
Anterior : Pericardium
Posterior : Corpus VTh 5 12
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma.
ANATOMI PLEURA
Pleura ( selaput paru ) adalah selaput tipis yang membungkus paru paru :
Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;
1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru paru.
2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada.
Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong tertutup yang
disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan pleura yang
diproduksi oleh selaput tersebut
Gejala Umum trauma torak
Gejala yang sering dilihat pada trauma torak adalah : nyeri dada dan sesak nafas atau nyeri
pada waktu nafas.
Pasien tampak sakit, sesak atau sianotik dengan tanda trauma torak atau jejas pada dadanya.
Lebih dari 90 % trauma toraks tidak memerlukan tindakan pembedahan berupa torakotomi, akan
tetapi tindakan penyelamatan dini dan tindakan elementer perlu dilakukan dan diketahui oleh
setiap petugas yang menerima atau jaga di unit gawat darurat. Tindakan penyelamatan dini ini
sangat penting artinya untuk prognosis pasien dengan trauma toraks.
Tindakan elementer ini adalah :
1. Membebaskan dan menjamin kelancaran jalan nafas.
2. Memasang infus dan resusitasi cairan.
3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri.
4. Memantau keasadaran pasien.
5. Melakukan pembuatan x-ray dada kalau perlu dua arah.
Trauma torak yang memerlukan tindakan dan atau pembedahan gawat/ segera adalah yang
menunjukkan :
1. Obstruksi jalan nafas
2. Hemotorak massif
3. Tamponade pericardium / jantung
4. Tension pneumotorak
5. Flail chest
6. Pneumotorak terbuka
7. Kebocoran bronkus dan trakeobronkial.
DIAGNOSIS BERBAGAI MACAM TRAUMA TORAK.
DINDING DADA :
1. Patah tulang rusuk, tunggal dan jamak :
Merupakan jenis yang paling sering.
Tanda utama adalah tertinggalnya gerakan nafas pada daerah yang patah, disertai nyeri waktu
nafas dan atau sesak.
2. Flailchest :
Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding dada.
Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak bagian tersebut
masuk ke dalam dan akan keluar waktu ekspirasi. Hal ini menyebabkan rongga mediastinum
goncangan gerak ( flailing ) yang dapat menyebabkan insertion vena cava inferior terdesak dan
terjepit.
Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang progressif dengan timbulnya tanda-tanda
syok.
RONGGA PLEURA :
1. Pneumotorak :
Disebabkan oleh robekan pleura dan atau terbukanya dinding dada. Dapat berupa pneumotorak
yang tertutup dan terbuka atau menegang (tension pneumotorak). Kurang lebih 75 % trauma
tusuk pneumotorak disertai hemotorak.
Pneumotorak menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun keseluruhan yang
menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejalanya sesak nafas progressif sampai
sianosis dengan gejala syok.
2. Hemotoraks :
Adanya darah dalam rongga pleura. Dibagi menjadi hemotorak ringan bila jumlah darah sampai
300 ml saja. Hemotorak sedang bila jumlah darah sampai 800 ml dan hemotorak berat bila
jumlah darah melebihi 800 ml.
Gejal utamanya adalah syok hipovolemik .
3. Kerusakan paru:
75 % disebabkan oleh trauma torak ledakan. (blast injury) . Perdarahan yang terjadi
umumnya terperangkap dalam parenkim paru
Gejala klinis mengarah ke timbulnya distress nafas karena kekurangan kemampuan ventilasi.
Perdarahan yang timbul akan membawa akibat terjadinya hipotensi dan gejala syok.
4. Kerusakan trakea, bronkus dan sistem trakeobronkoalveolar.
Terjadi kebocoran jalan nafas yang umumnya melalui pleura atau bawah kulit bawah dada
sehingga menimbulkan emfisema subkutis.
Disebabkan oleh sebagian besar akibat trauma torak tumpul di daerah sternum
Secara klinis leher membesar emfisematous dengan adanya krepitasi pada dinding dada. Sesak
nafas sering menyertai dan dapat timbul tension pneumotorak.
5. Kerusakan jaringan jantung dan perikardium.
Gejala klinis akan cepat menunjukkan gejala syok hipovolemik primer dan syok obstruktif
primer. Bendungan vena di daerah leher merupakan tanda penyokong adanya tamponade ini.
Juga akan nampak nadi paradoksal yaitu adanya penurunan nadi pada waktu inspirasi, yang
menunjukkan adanya massa (cair) pada rongga pericardium yang tertutup.
Penyebab tersering adalah trauma torak tajam di daerah parasternal II V yang menyebabkan
penetrasi ke jantung. Penyebab lain adalah terjepitnya jantung oleh himpitan sternum pada
trauma tumpul torak.
Melakukan fungsi perikardium yang mengalami tamponade dapat bertujuan diagnostik
sekaligus langkah pengobatan dengan membuat dekompressi terhadap tamponadenya.
6. Kerusakan pada esofagus.
Relatif jarang terjadi, menimbulkan nyeri terutama waktu menelan dan dalam beberapa jam
timbul febris. Muntah darah / hematemesis, suara serak, disfagia atau distress nafas.
Tanda klinis yang nampak umumnya berupa empisema sub kutis, syok dan keadaan umum
pasien yang tidak nampak sehat. Sering dijumpai tanda Hamman yang berupa suara seperti
mengunyah di daerah mediastinum atau jantung bila dilakukan auskultasi. Diagnosis dapat
dibantu dengan melakukan esofagoram dengan menelan kontras.
7. Kerusakan Ductus torasikus:
Menimbulkan gejala chylotoraks. Gejala klinis ditimbulkan oleh akumulasi chyle dalam rongga
dada yang menimbulkan sesak nafas karena kollaps paru. Kejadian ini relatif jarang dan
memerlukan pengelolaan yang lama dan cermat.
8. Kerusakan pada Diafragma :
Disebabkan umumnya oleh trauma pada daerah abdomen, atau luka tembus tajam kearah
torakoabdominal.
Akan menimbulkan herniasi organ perut. Kanan lebih jarang dibandingkan kiri.
Gejala klinis sering terlewatkan karena 30 % tidak memberikan tanda yang khas. Sesak nafas
sering nampak dan disertai tanda-tanda pneumotoraks atau gejala hemotoraks.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Secara umum diagnosis secara klinis ditegakkan dari jenis kerusakan yang terjadi dan
pembuatan x ray foto dada. Bila memungkinkan maka x-ray foto sebaiknya dibuat dalam dua
arah ( PA dan Lateral).
Jejas pada daerah dada akan membantu adanya kemungkinan trauma torak. Bila ada trauma
multiple maka dianjurkan untuk selalu dibuat foto x- ray dada.
Tanda dan gejala penyerta seperti adanya syok (hipotensi, nadi cepat dan keringat dingin) dan
adanya trauma lain organ dada merupakan butir diagnostik yang penting. Pemasangan NGT
sebagai persiapan untuk pengosongan lambung untuk mencegah aspirasi isi labung ke paru,
dapat dipakai sebagai langkah diagnostik pada kerusakan esofagus dan dan diafragma.
Pada dasarnya diagnostik trauma torak harus ditegakkan secepat mungkin, tanpa memakai cara
diagnostik yang lama ( Ct-scan, angiografi).
Pemeriksaan gas darah dapat membantu diagnostik bila fasilitasnya ada.
INDIKASI TORAKOTOMI :
Hemotoraks yang berat ( > 800 cc)
Laserasi paru yang gagal dengan tindakan bedah konservatif.
Tamponade perikardium
Kebocoran trakeo-bronkial yang gagal dengan tindakan konservatif (drainase).
KOMPLIKASI TRAUMA TORAK:
1. Yang terkait dengan tidak stabilnya dinding dada :
Nyeri berkepanjangan, meskipun luka sudah sembuh. Mungkin karena callus atau jaringan
parut yang menekan saraf interkostal. Terapi konservatif dengan anlgesik atau pelunak jaringan
parut.
Osteomylitis, dilakukan squesterisasi dan fiksasi.
Retensi sputum, karena batuk tidak adequat dan dapat menimbulkan pneumoni. Diperlukan
pemberian mukolitik.
2. Yang terkait dengan perlukaan dan memar paru:
Infiltrat paru dan efusi pleura, yang memerlukan pemasangan WSD untuk waktu yang lama.
Empiema, yang terjadi lambat dan memerlukan WSD dan antibiotik.
Pneumoni, merupakan komplikasi yang berbahaya dan perlu diberi pengobatan yang optimal.
Bila distress pernafassan berkelanjutan maka diperlukan pemasangan respirator.
Fistel bronkopleural, ditandai dengan gejala kolaps paru yang tidak membaik. Memerlukan
tindak bedah lanjut berupa torakotomi eksploratif dan penutupan fistelnya.
Chylotoraks lambat.
3. Komplikasi lain di luar paru dan pleura :
Mediastinitis, merupakan komplikasi yang sering fatal. Bila terjadi pernanahan maka harus
dilakukan drainase mediastinum.
Fistel esofagus, dapat ke mediastinum dan menyebabkan mediastinitis atau ke pleura dan
menimbulkana empiema atau efusi pleua. Diperlukan tindakan bedah untuk menutup fistel.
Hernia diafragmatika lambat, memerlukan koreksi bedah.
Kalainan jantung, terutama pada luka tembus dan trauma tajam pada jantung. Memerlukan
tindakan bedah dan pembedahan jantung terbuka.
Oleh: Dr. Syamsu Alam, Sp.B. Rumah Sakit Pertamina Cilacap
Diposkan oleh BEDAH THORAKS di 21.27 1 komentar:
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk
mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura)
TUJUANNYA :
Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan
negatif rongga tersebut
Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan
pleura / lubrican.
Perubahan Tekanan Rongga Pleura
Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi
Atmosfir 760 760 760
Intrapulmoner 760 757 763
Intrapleural 756 750 756
INDIKASI PEMASANGAN WSD :
Hemotoraks, efusi pleura
Pneumotoraks ( > 25 % )
Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
KONTRA INDIKASI PEMASANGAN :
Infeksi pada tempat pemasangan
Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
CARA PEMASANGAN WSD
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris anterior
dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus
interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui
lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly
forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
ADA BEBERAPA MACAM WSD :
1. WSD dengan satu botol
Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana
Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung.
Drainage berdasarkan adanya grafitasi.
Umumnya digunakan pada pneumotoraks
2. WSD dengan dua botol
Botol pertama sebagai penampung / drainase
Botol kedua sebagai water seal
Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
Dapat dihubungkan sengan suction control
3. WSD dengan 3 botol
Botol pertama sebagai penampung / drainase
Botol kedua sebagai water seal
Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.

You might also like