You are on page 1of 26

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirta Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat serta hidayahnya sehingga kami dapat menyeleseikan makalah
dengan Judul Sistem Hukum dan Peradilan Nasional Dalam Lingkup NKRI

Makalah ini disusun sebagai bentuk latihan pengembangan dan pemahaman
tentang Kajian Kurikulum dan hasilnya untuk lebih memperluas dan mengetahui lebih
mendalam wawasan dan pengetahuan yang berhubungan dengan Kurikulum.

Dengan segala keterbatasan kami menyadari, penyusunan makalah ini jauh dari
sempurna sehingga banyak kekurangan baik dari segi penulisan, bahasa maupun isi.
Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran dari para pembaca untuk
penyempurnaan makalah ini, sehingga dalam pembuatan makalah berikutnya kami dapat
membuat lebih baik lagi.

Namun demikian kami berharap, makalah ini dapat memberikan manfaat dan
dapat yang dipergunakan secara baik sebagai bahan pembelajaran mengenai Kurikulum
bagi para pembaca yang memerlukannya, serta dapat menanbah pengetahuan baik bagi
siswa siswi SMA NEGERI 03 PATI.


Pati, .................2014


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural,
bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi, 2004). Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah
yang sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral Pancasila,
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang terakhir pada Kurikulum
2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya
bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan
sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai
agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan zaman, serta
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum
Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang diterbitkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah-Direktorat
Pendidikan Menengah Umum.


B. Tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan adalah sebagai berikut ini.

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menangggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-
bangsa lain.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (Kurikulum KTSP,
2006)

C. Manfaat Penulisan

1. Dapat mengetahui tujuan dan ruang lingkup materi PKn.
2. Dapat mengetahui aspek-aspek yang terdapat pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan sekolah menengah.


BAB II
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
DALAM LINGKUP NKRI

A. Pengertian Sistem Hukum
Sistem hukum merupakan suatu proses atau rangkaian hukum yang melibatkan
berbagai alat kelengkapan hukum dan berbagai unsur yang terdapat di dalamnya,
mulai dari hukum itu dibuat, diterapkan dan dipertahankan

a. Berdasarkan Wujudnya
1. Tertulis, yaitu hukum yang dapat kita temui dalam bentuk tulisan dan dapat
kita jumpai dalam berbagai peraturan negara (kodifikasi hukum), contohnya
UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang dan peraturan lainnya yang
tertulis
2. Tidak Tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan
masyarakat tertentu (hukum adat). dan konvensi seperti pidato kenegaraan
setiap tanggal 16 Agustus

b. Berdasarkan Ruang atau Wilayah Berlakunya

1. Lokal, yaitu hukum yang hanya berlaku di satu daerah tertentu. Seperti
Perda Provinsi Bali hanya berlaku di Bali, Perda Kabupaten Buleleng hanya
berlaku di Kabupaten Buleleng
2. Nasional, yaitu hukum yang berlaku di seluruh wilayah satu negara tertentu
(unifikasi hukum). Seperti di Indonesia berlaku hukum nasional Indonesia,
di Malaysia berlaku hukum nasional Malaysia
3. Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua negara atau
lebih. Seperti Hukum Perdata Internasiona, Hukum Perang


c. Berdasarkan Waktu yang Diaturnya

1. Hukum yang berlaku saat ini atau sekarang ini (Ius Constitutum) yang
disebut hukum positif
2. Hukum yang berlaku antarwaktu, yaitu hukum yang mengatur suatu
peristiwa yang menyangkut hukum yang berlaku saat ini & hukum yg
berlaku masa lalu

d.Berdasarkan Pribadi yang Diaturnya
1. Hukum satu golongan, yaitu hukum yang mengatur dan hanya berlaku bagi
satu golongan tertentu
2. Hukum semua golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku bagi
semua golongan warga negara
3. Hukum antar golongan, yaitu hukum yang mengatur dua orang atau lebih
yang masing-masing pihak tunduk pada hukum yang berbeda

e. Berdasarkan Isi Masalah yang Diaturnya
1. Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara warna negara
dan negara yang menyangkut kepentingan umum
2. Hukum Privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang yang
satu dengan yang lain dan bersifat pribadi

f. Berdasarkan Tugas dan Fungsinya
1. Hukum Material, yaitu hukum yang berisi perintah dan larangan (terdapat
dalam KUHP, KUHS, KUHD)
2. Hukum Formal, yaitu hukum yang berisi tentang tata cara melaksanakan
dan mempertahankan hukum material (terdapat dalam Hukum Acara
Pidana, Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Dagang)


B. Ciri ciri Hukum, Sifat Hukum,Tujuan Hukum

1. Ciri-Ciri Hukum

Hukum memiliki ciri-ciri tersendiri yang membedakannya dengan yang
lain. Misalnya, adanya perintah atau larangan dan adanya keharusan untuk
mematuhi atau menaati hukum. Hukum sangat diperlukan dalam kehidupan.
Terlebih lagi dalam kehidupan masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia.
Masyarakat yang majemuk terdiri atas bermacam-macam agama, tradisi, adat
istiadat, dan norma. Hukum harus mampu mengatasi keanekaragaman yang
terjadi sehingga penegakan keadilan dapat diwujudkan dalam kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hukum dibuat untuk mewujudkan tata kehidupan masyarakat yang
tenang, tenteram, dan damai. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran warga negara
agar mematuhi hukum yang berlaku. Kesadaran hukum adalah menaati aturan-
aturan hukum yang berlaku tanpa paksaan dari mana pun. Kesadaran hukum
warga negara akan berkembang dengan baik jika keadilan dalam penerapan
hukum itu diutamakan. Dengan demikian, pentingnya hukum adalah agar tercipta
ketenangan dan ketenteraman hidup dalam berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum adalah
keseluruhan kaidah serta asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat
yang bertujuan memelihara ketertiban serta meliputi lembaga dan proses guna
mewujudkan berlakunya kaidah itu sebagai kenyataan dalam masyarakat.

2. Sifat Hukum

Mengatur, karena hukum memuat peraturan-peraturan berupa perintah
dan larangan yang mengatur tingkah laku manusia dalam hidup bermasyarakat
demi terciptanya ketertiban dalam masyarakat

Memaksa, karena hukum dapat memaksa anggota masyarakat untuk
mematuhinya. Apabila melanggar hukum akan menerima sanksi tegas



C. Sumber Hukum Nasional

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan yang mempunyai
kekuatan memaksa. Memaksa di sini berarti bila aturan-aturan dilanggar dikenai sanksi yang
tegas dan nyata. Sumber hukum dibedakan antara sumber hukum material (wellborn) dan
sumber hukum formal (kenborn). Sumber hukum material adalah keyakinan dan perasaan
(kesadaran) hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi atau materi (jiwa)
hukum. Sedangkan sumber hukum formal adalah perwujudan bentuk dari isi hukum material
yang menentukan berlakunya hukum itu sendiri. Macam-macam sumber hukum formal,
antara lain:

1. Undang-Undang
Undang-undang sebagai sumber hukum mempunyai dua arti, yaitu:
a. Undang-undang dalam arti luas (materiil) yaitu setiap peraturan atau
hukum/ketetapan yang isinya berlaku mengikat kepada setiap orang.
b. Undang-undang dalam arti sempit (formal) yaitu setiap peraturan/hukum/ketetapan
yang dibuat oleh alat perlengkapan negara yang diberi kekuasaan untuk membuat
undang-undang.

Agar kita dapat membedakan kedua jenis undang-undang ini, maka undang-undang
dalam arti luas disebut peraturan dan undang-undang dalam arti sempit disebut
undang-undang saja.

2. Kebiasaan (Hukum Tidak Tertulis)
Kebiasaan merupakan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang terhadap hal
yang sama dan kemudian diterima dan diakui masyarakat.

Dalam masyarakat, keberadaan hukum tidak tertulis atau kebiasaan dikenal
dengan norma yang harus dipatuhi. Sedangkan dalam praktik penyelenggaraan negara,
hukum tidak tertulis disebut konvensi. Kebiasaan atau hukum tidak tertulis meskipun
tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat karena masyarakat
yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum supaya kebiasaan mempunyai
kekuatan dan dapat dijadikan sebagai sumber hukum, ada 2 (dua) faktor yang
menentukan, yaitu:

a. Adanya perbuatan yang dilakukan berulang kali dalam hal yang sama yang selalu
diikuti dan diterima oleh yang lainnya.

b. Adanya keyakinan hukum dari orang-orang atau golongan-golongan yang
berkepentingan.
Maksudnya adanya keyakinan bahwa kebiasaan itu memuat hal-hal yang baik dan
pantas ditaati serta mempunyai kekuatan mengikat.
Contoh: dalam hal jual beli atau sewa menyewa terdapat pihak penghubung (makelar)
yangselalu mendapat komisi atau persen dari hasil usahanya menghubungkan antara
penjual dengan pembeli. Meskipun hal ini tidak diatur di dalam hukum tertulis, namun
dalam kenyataannya praktik pemberian komisi selalu dipatuhi oleh masyarakat.


3. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang
tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam
memutuskan perkara yang sama. Yurisprudensi lahir karena adanya peraturan
perundang-undangan yang kurang atau tidak jelas pengertiannya, sehingga menyulitkan
hakim dalam memutuskan suatu perkara. Yurisprudensi paling terkenal, yang kerap
dijadikan contoh adalah yurisprudensi mengenai pencurian arus listrik.
Dalam membuat yurisprudensi, biasanya seorang hakim akan melaksanakan berbagai
macampenafsiran, misalnya :
a. Penafsiran secara gramatikal (tata bahasa), yaitu penafsiran berdasarkan arti kata.
b. Penafsiran secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah terbentuknya undang-
undang.
c. Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan cara menghubungkan pasal-pasal yang
terdapat dalam undang-undang.
d. Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan mempelajari hakekat tujuan
undang-undang yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
e. Penafsiran otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh si pembentuk undang-undang
itu sendiri.

4. Traktat
Traktat adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih mengenai persoalan-
persoalan tertentu yang menjadi kepentingan negara yang bersangkutan. Macam-macam
traktat adalah:
a. Traktat multilateral yaitu perjanjian yang dibuat/dibentuk oleh lebih dari dua negara.
Traktat ini bersifat terbuka, misal: PBB.
b. Traktat bilateral yaitu perjanjian yang dibuat oleh dua negara. Sifat traktat bilateral
adalah tertutup karena hanya melibatkan dua negara yang berkepentingan. Misal :
masalah dwi kewarganegaraan antara Indonesia dan RRC (Republik Rakyat China).
Pembuatan traktat, biasanya melalui tahap-tahap berikut ini:
a. Penetapan isi perjanjian dalam bentuk konsep yang dibuat atau disampaikan oleh
delegasi negara yang bersangkutan.
b. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat masing-masing.
c. Ratifikasi atau pengesahan oleh kepala negara masing-masing sehingga sejak saat itu
traktat dinyatakan berlaku di seluruh wilayah negara.
d. Pengumuman, yaitu penukaran piagam perjanjian.
Setelah diratifikasi oleh DPR dan kepala negara traktat tersebut menjadi undang-undang
dan merupakan sumber hukum formal yang berlaku.

5. Doktrin
Doktrin adalah pendapat para ahli hukum terkemuka yang dijadikan landasan
atau dasar atau asas-asas penting dalam hukum dan pelaksanaannya. Dalam hukum
pemerintahan, kita mengenaldoktrin seperti doktrin dari Montesquieu, yakni Trias
Politica yang membagi kekuasaan pemerintah menjadi tiga bagian yang terpisah.

Tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia diatur dalam
Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Segala peraturan perundang-undangan harus bersumber pada sumber hukum.
Sumber hukum nasional Indonesia adalah Pancasila. Jadi semua peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.


D. Pengelompokan Hukum

Hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.

Hukum tertulis adalah aturan hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah
bersama dengan lembaga Negara lainnya (DPR). Hukum tertulis mempunyai naskah
yang bersifat otentik, dapat dibaca oleh setiap orang, tersimpan dan terjaga keaslian
naskahnya, pembuatannya melalui suatu prosedur yang formal. Contohnya ialah
UUD 1945, TAP MPR, Undang undang, peraturan pemerintah pengganti Undang
undang, peraturan pemerintah, peraturan Presiden, dan peraturan Daerah.

Hukum yang tidak tertulis kaidah kaidah hukum yang tidak dibuat oleh
pemerintah, tetapi tumbuh dan berkembang di tengah tengah masyarakat dan di taati
oleh masyarakat itu sendiri. Hukum tidak terulis tumbuh tumbuh dan berkembang
bersama dengan tumbuh dan berkembangnya masyarakat yangf berlangsung terus
menerus. Contohnya ialah hukum adat dan hukum kebiasaan. Antara kedua jenis
hukum tersebut (hukum tertulis dan hukum tidak tertulis) masing masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan hukum tertulis ialah dapat menjalin terwujudnya kepastian hukum
karena mempunyai naskah otentik yang dapat dibaca setiap saat oleh siapapun yang
berkepentingan, sehingga tidak mudah timbul penafsiran (Interprestasi) yang berbeda
bedaantara satu dengan yang lain. Sedangkan kelemahannya ialah sulit menyesuaikan
diri dengan perkembangan zaman karena ia terikat dengan naskah otentiknya,
sehngga suatu waktu akan ketinggalan zaman apabila tidak disesuaikan dengan
perkembangan zaman tersebut.

Kelebihan hukum yang tidak tertulis ialah tidak mudah ketinggalan zaman
karena selalu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat (zaman). Artinya
kalau masyarakat (zaman) berkembang kearah yang lebih maju, maka hukum tidak
tertulis langsung berkembang mengikuti perkembangan tersebut. Oleh karena itu,
hukum tidak trtulis itu senantiasa cocok dengan segala zaman. Sedangkan
kelemahannya ialah dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam
implementasinya karena tidak mempunyai naskah otentik. Hal ini dapat terjadi
karena kemungkinannya terjadipenafsiran dan penerapan suatu kaidah hukum tidak
tertulis yang berbeda antara suatu petugas hukum dengan petugas hukum lainnya, hal
mana dapat menimbulkan kesan adanya ketidakpastian hukum.
E. Pengertian Kepribadian
1. Pengertian
Sistem Peradilan Nasional adalah suatu keseluruhan komponen peradilannasional, pihak pihak dalam
proses peradilan, hirarki kelembagaan peradilanmaupun aspek aspek yang bersifat prosedural yang saling
berkait sedemikianrupa, sehingga terwujud suatu keadilan hukum.Tujuannya, yaitu mewujudkan
keadilan hukum bilamana komponenkomponen sistemnya berfungsi dengan baik. Komponen
komponen itu antaralain:
a. Materi hukum materil dan hukum acara (hukum formil)
Hukummateril adalah berisi himpunan peraturan yang mengatur kepentingankepentingan dan hubungan
hubungan yang berwujud perintahataupunlarangan larangan. Hukum acara adalah himpunan peraturan
yangmemuat tata cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materil;dengan kata lain, hukum
yang memuat peraturan yang mengenai caracara mengajukan suatu perkara ke muka pengadilan dan tata
carahakim memberi putusan.

b. Prosedura
yaitu proses penyeledikan/ penyidikan, penuntunan, danpemeriksaan dalam sidang pengadilan
(mengadili).
Penyelidikan
merupakan serangkaian tindakan penyelidik untukmencari dan menemukan suatu peristiwa yang
diduga sebagai tindakpelanggaran hukum guna menentukan dapat tidaknya dilakukanpenyidikan.
Penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari sertamengumpulkan bukti, yang dengan bukti
itu membuat terang tidaknyapelanggaran hukum yang terjadi dan siapa tersangkanya.
Penununtutan
adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkanperkara ke pengadilan yang berwenang dalam
hal dan menurut cara yangditentukan undang undang dengan permintaan supaya diperiksa
dandiputus oleh hakim di sidang pengadilan.

c. Budaya hukum
para pihak yang berkait dalam proses peradilan yaitupenyelidik/ penyidik; penuntut umum; hakim;
para pencari adilan baikkorban, tersangka/ terdakwa ataupun penasihat hukum.

d. Hirarki
kelembagaan peradilan merupakan susuna lembaga peradilanyang secara hirarki memiliki fungsi dan
kewenangan sesuai denganlingkungan peradilan masing masing.

2. Kekuasaan yang Merdeka
Kekuasaan kehakiman harus bebas dari campur tangan kekuasaanlainnya. Untuk menjamin
terwujudnya kekuasaan yang merdeka itu, maka pasal24 ayat (2) UUD 1945 hasil amandemen
menentukan bahwa kekuasaankehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilanyang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan militer, lingkunganperadilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi

Melalui perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tersebut telahdiletakan kebijakan
bahwa segala urusan mengenai peradilan baik yangmenyangkut teknis yudisial maupun urusan
finansial berada di bawah satu atapkekuasaan Mahkamah Agung.

3. Lembaga-lembaga Peradilan di Indonesia
Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badanperadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, PeradilanMiliter, dan Peradilan Tata Usaha Negara.C

a . M a h k a m a h A g u n g
Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semualingkungan peradilan,
yangdalam melaksanakan tugasnya terlepas daripengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh yang
lain.Susunan MA terdirin dari Pimpinan, Hakim Anggota, dan SekretarisMA. Pimpinan MA terdiri
dari seorang Ketua, dua Wakil Ketua, dan beberapaorang Ketua Muda, yang kesemuanya dalah Hakim
Agung dan jumlahnyapaling banyak 60 orang. Sedangkan beberapa direktur jendral dan kepalabadan.

b . M a h k a m a h K o n s t i t u s i
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yangmelakukan kekuasaan
kehakiman yang merdeka untukmenyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan
keadilan.Susunan MK terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota,seorang Wakil Ketua merangkap
anggota, serta 7 orang anggota hakimkonstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Hakim
konstitusiharus memiliki syarat: memiliki intergritas dan kepribadian yand tidaktercela; adil; dan
negarawan yang menguasai konstitusi ketatanegaraan.

c . K o m i s i Y u d i s i a l
Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dandalam pelaksanaan
wewenangnya bebas dari campur tangan ataupengaruh kekuasaan lain.Komisi Yudisial terdiri dari
pimpinan dan anggota. Pimpinan KomisiYudisial terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua
yangmerangkap anggota. Komisi Yudisial mempunyai 7 orang anggota, yangmerupakan pejabat
negara yang direkrut dari mantan hakim, praktishukum, akademis hukum, dan anggota masyarakat.


d . P e n g a d i l a n d i L i n g k u n g a n P e r a d i l a n U m u m
Peradilan umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagirakyat pencari keadilan
pada umumnya. Kekuasaan kehakiman di lingkunganPeradilan Umum dilaksanakan oleh Pengadilan
Negeri dan PengadilanTinggi.
1 ) P e n g a d i l a n N e g e r i
Pengadilan negeri merupakan organ kekuasaan kehakimandalam lingkungan Peradilan Umum
yang berkedudukan diIbukota Kabupaten/ Kota, dan memiliki daerah hukummencakup wilayah
Kabupaten/ Kota tersebut.
2 ) P e n g a d i l a n T i n g g i
Pengadilan tinggi merupakan organ kekuasaan kehakimandalam lingkungan Peradilan Umum
yang berkedudukan diibukota Propinsi, dan memiliki daerah hukum mencakup wilayahPropinsi.

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenag:(a) mkemeriksa dan
memutuskan sengketa Tata Usaha Negaradi tingkat banding; (b) memeriksa dan memutuskan
mengadiliantara pengadilan Tata Usaha Negara di dalamdaerahhukumnya; (c) memriksa , memutus, dan
menyelesaikan ditingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara

F. Skema Proses Peradilan




















G. Lembaga-Lembaga Peradilan Nasional
a. Pengadilan sipil
1) Peradilan umum
Salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan disebut
peradilan umum. Pada umumnya, jika rakyat melakukan suatu pelanggaran atau
kejahatan, maka menurut peraturan dapat dihukum atau dikenakan sanksi dan akan
diadili dalam lingkungan peradilan umum.Saat ini peradilan umum diatur
berdasarkan UU No.2 tahun 1986 (Lembaran Negara No. 20 tahun 1986). Kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri,
pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi
sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 2 tahun 1986.
a) Pengadilan negeri (PN)
Pengadilan tingkat pertama adalah pengadilan negeri, yaitu suatu pengadilan umum
yang sehari-hari memeriksa dan memutuskan perkara dalam tingkat pertama dari
segala perkara perdata dan pidana sipil untuk semua golongan penduduk (warga
negara dan orang asing). Kedudukan pengadilan negeri adalah di ibu kota
kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi kabupaten/kota. Penempatan
kejaksaan negeri pada tiap-tiap pengadilan negeri adalah sebagai alat pemerintah
yang bertindak sebagai penuntut umum dalam suatu perkara pidana terhadap si
pelanggar hukum. Perkara-perkara dalam pengadilan negeri secara umum diadili oleh
majelis hakim yang terdiri atas satu hakim ketua dan dua hakim anggota, dibantu
oleh seorang panitera. Kecuali untuk masalah/perkara-perkara ringan yang ancaman
hukumannya kurang dari satu tahun, contohnya, perkara pelanggaran lalu lintas.
Untuk masalah atau perkara seperti ini, persidangannya dipimpin oleh hakim tunggal
(Summier).
b) Pengadilan tinggi (PT)
Pengadilan tingkat dua atau pengadilan banding adalah pengadilan tinggi, yaitu
pengadilan yang memeriksa kembali perkara yang telah diputuskan oleh pengadilan
negeri. Pengadilan tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi. Ketua pengadilan tinggi
merupakan seorang kepala pada tiap-tiap pengadilan tinggi. Pengadilan tinggi
biasanya hanya memeriksa atas dasar pemeriksaan berkas perkara, walaupun tidak
menutup kemungkinan menggelar persidangan seperti biasa. Empat belas hari setelah
vonis pengadilan negeri merupakan tenggang waktu yang biasa dilakukan untuk
mengajukan banding. Tugas dan wewenang pengadilan tinggi meliputi:
(1) memimpin pengadilan-pengadilan negeri di dalam daerah hukumnya;
(2) memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana serta perdata di tingkat
banding;
(3) memerintahkan agar mengirim berkas-berkas perkara dan suratsurat untuk
memberi penilaian tentang kecakapan dan kerajinan para hakim;
(4) mengawasi perbuatan hakim pengadilan negeri di dalam daerah hukumnya;
(5) memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu kepada
pengadilan negeri dalam daerah hukumnya;
(6) mengadili di tingkat pertama dan terakhir serta memiliki kewenangan mengadili
antarperadilan negeri di daerah hukumnya;
(7) melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah hukumnya
dan menjaga supaya peradilan itu diselenggarakan dengan cara saksama dan wajar.
Susunan anggota yang ada pada pengadilan tinggi, yaitu (1) pimpinan
(ketua pengadilan dan wakil ketua), (2) hakim anggota, (3) panitera, dan (4)
sekretaris.
c) Mahkamah Agung (MA)
Pengadilan umum tertinggi di Indonesia dipegang oleh Mahkamah Agung yang
berkedudukan di ibu kota (Indonesia, Jakarta) atau di tempat yang ditetapkan oleh
presiden. Daerah hukumnya adalah seluruh wilayah Indonesia. Melakukan
pengawasan tertinggi atas segala tindakantindakan pengadilan lain di seluruh
Indonesia dan menjamin agar hukum dilaksanakan dengan sepatutnya merupakan
kewajiban utama MA. Kedudukan MA berdasarkan Pasal 24 dan 24A Perubahan
UUD RI Tahun 1945 yang dituangkan dalam UU No.1 tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman, kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No. 5 tahun 2004,
mempunyai kekuasaan dan kewenangan sebagai berikut.
(1) Memberikan nasihat hukum kepada presiden selaku kepala negara untuk
pemberian dan penolakan grasi.
(2) Memeriksa dan memutuskan permohonan kasasi dan sengketa tentang
kewenangan.
(3) Melaksanakan tugas dan kewenangan lain berdasarkan undangundang.
(4) Mengadili permohonan peninjauan kembali (PK) putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
(5) Memberi pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta ataupun tidak kepada
lembaga tinggi negara.
(6) Menguji secara material hanya terhadap peraturan perundangundangan di bawah
undang-undang.

Fungsi atau tugas Mahkamah Agung adalah
(1) untuk kepentingan negara dan keadilan MA memberi peringatan, teguran, dan
petunjuk yang dipandang perlu, baik dengan surat tersendiri maupun dengan surat
edaran;
(2) melakukan pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan peradilan di semua
lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman;
(3) mengawasi dengan cermat semua perbuatan para hakim di semua lingkungan
peradilan;
(4) mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan
dalam menjalankan tugasnya.

Di samping itu, Mahkamah Agung memiliki tugas dan kewenangan lain di luar
lingkungan peradilan yang meliputi:
(1) memutuskan dalam tingkat pertama dan terakhir semua sengketa yang timbul
karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia
berdasarkan peraturan yang berlaku;
(2) menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan di tingkat yang lebih
rendah daripada undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi;
(3) memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta
maupun tidak, kepada lembaga tinggi negara yang lain;
(4) memberikan nasihat hukum kepada presiden selaku kepala negara dalam rangka
pemberian atau penolakan grasi;
(5) bersama pemerintah melakukan pengawasan atas penasihat hukum dan notaris.
Susunan organisasi MA terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang
sekretaris. Pimpinan MA terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil ketua, dan
beberapa orang ketua muda yang masing masing memimpin satu bidang khusus. Para
hakim yang bekerja dalam lingkup MA disebut hakim agung. Jumlah hakim agung
paling banyak 60 orang. Ketua dan wakil ketua MA dipilih oleh para hakim agung
berdasarkan nama-nama calon yang diajukan oleh DPR dan Komisi Yudisial, dan
diangkat oleh presiden.

2) Peradilan khusus
a) Pengadilan agama
Pengadilan agama yang dimaksud adalah pengadilan agama Islam. Tugasnya
memeriksa dan memutus perkara-perkara yang timbul antara orang-orang yang
beragama Islam mengenai bidang hukum perdata tertentu yang diputus berdasar
syariat Islam. Contohnya adalah perkaraperkara yang berkaitan dengan nikah, rujuk,
talak (perceraian), nafkah, dan waris. Keputusan pengadilan agama dalam hal yang
dianggap perlu dapat dinyatakan berlaku oleh pengadilan negeri. UU No. 7 tahun
1989 yang mengatur tentang pengadilan agama menyatakan bahwa lingkup
pengadilan agama terdiri atas:
(1) pengadilan tinggi agama sebagai badan peradilan tingkat banding,
bertempat kedudukan sama dengan daerah pengadilan tinggi;
(2) pengadilan agama sebagai badan peradilan tingkat pertama,
bertempat kedudukan sama dengan pengadilan negeri.

b) Pengadilan tata usaha negara (PTUN)
Di Indonesia, kehadiran pengadilan tata usaha negara tergolong masih sangat baru.
Keberadaannya didasarkan pada UU No. 9 tahun 2004 sebagai pengganti UU Nomor
5 tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara dan Peraturan Pemerintah
Nomor 7 tahun 1991. Sengketa tata usaha negara menurut Pasal 5 UU NO. 4/1986
adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara akibat dikeluarkannya
keputusan tata usaha negara. Sementara itu, keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh
badan tata usaha negara adalah keputusan tata usaha negara. Keputusan itu berisi
tindakan hukum badan tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang memeriksa dan memutus
semua sengketa tata usaha negara dalam tingkat pertama. Sengketa yang timbul
dalam bidang tata usaha negara sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha
negara adalah sengketa dalam tata usaha negara. Keputusan tata usaha negara adalah
suatu ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan tata usaha negara yang berisi
tindakan hukum badan tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang menerbitkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum.
Masalah-masalah yang rnenjadi jangkauan pengadilan tata usaha negara meliputi:

(1) bidang HAM, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan dengan pencabutan
hak milik seseorang, penangkapan, dan penahanan yang tidak sesuai dengan prosedur
hukum (sebagaimana diatur dalam KUHAP) mengenai praperadilan;
(2) bidang function publique, yaitu gugatan atau permohonan yang berhubungan
dengan status atau kedudukan seseorang, misalnya, bidang kepegawaian, pemecatan,
dan pemberhentian hubungan kerja;
(3) bidang sosial, yaitu gugatan/permohonan terhadap keputusan administrasi tentang
penolakan permohonan atau permohonan suatu izin;
(4) bidang ekonomi, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan dengan
perpajakan, merek, agraria, dan sebagainya. Berdasarkan Pasal 6 UU No. 9 tahun
2004, pengadilan tata usaha negara dilaksanakan oleh badan pengadilan berikut.
(1) Pengadilan tata usaha negara berpuncak pada Mahkamah Agung.
(2) Pengadilan tata usaha negara berkedudukan di ibu kota provinsi dan
daerah hukumnya yang meliputi wilayah provinsi.
(3) Pengadilan tata usaha negara berkedudukan di ibu kota kabupaten/
kota dan daerah hukum yang meliputi wilayah kabupaten/kota. Presiden atas usul
Ketua MA dapat mengangkat dan memberhentikan hakim pengadilan tata usaha
negara. Ketua MA mengangkat dan memberhentikan ketua dan wakil ketua
pengadilan tata usaha negara.

c) Peradilan Hak Asasi Manusia (HAM)
Berdasarkan UU No. 26 tahun 2000, dibentuk badan peradilan khusus untuk
mengadili perkara pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan. Wilayah hukum pengadilan HAM sesuai Pasal 45
ayat (2) UU No. 26 tahun 2000 sebagai berikut.
(1) Makassar, meliputi provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara,
Maluku Utara, dan Irian Jaya.
(2) Jakarta, meliputi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa Barat,
Banten, Sumatra Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat, dan Kalimantan
Tengah.
(3) Medan, meliputi Provinsi Sumatra Utara, Nangroe Aceh Darussalam, Riau,
Jambi, dan Sumatra Barat.
(4) Surabaya, meliputi Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara
Timur. Jumlah hakim dalam sidang pengadilan HAM biasanya tiga orang, sedangkan
dalam pemeriksaan perkara pelanggaran HAM berjumlah lima orang, terdiri dari tiga
orang hakim ad hoc dan dua orang hakim pada pengadilan HAM yang bersangkutan,
baik pada tingkat pengadilan negeri, pengadilan banding, maupun MA. Atas usul
ketua MA, presiden selaku kepala negara dapat mengangkat dan memberhentikan
hakim ad hoc. Pengadilan HAM memutuskan dan memeriksa perkara pelanggaran
HAM berat dalam waktu paling lama 180 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke
pengadilan HAM.

d) Peradilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi)
Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) dibentuk berdasarkan amanat Pasal 53
UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
dan ditetapkan dalam Keputusan Presiden No. 59 tahun 2004. Hakim ad hoc untuk
pengadilan Tipikor ditetapkan dalam Keppres No. III/M/2004 sebanyak sembilan
orang, meliputi tiga tingkatan, yaitu hakim tingkat pertama, hakim tingkat banding,
dan hakim tingkat kasasi. Adapun jumlah hakim pengadilan tindak pidana korupsi
dalam proses pemeriksaan berkas perkara di pengadilan sebanyak lima orang, yaitu
terdiri atas dua orang hakim pada pengadilan tindak pidana korupsi yang
bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc, baik pada tingkat pengadilan banding,
pengadilan negeri, maupun MA.

b. Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga kekuasaan kehakiman yang baru dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia. Dari negara-negara di dunia, Indonesia menempati urutan
ke-78 yang mempunyai lembaga sejenis. Kedudukan MK diatur dalam Pasal 24C
Amendemen UUD 1945 dan lebih lanjut diatur dengan UU No. 24 tahun 2004.
Hakim MK terdiri atas sembilan orang yang terdiri dari ketua, wakil ketua, dan
anggota. Sesuai Undang- Undang Dasar 1945 yang selanjutnya disahkan menurut
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003, kewajiban dan wewenang MK sebagai
berikut.
1) Kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat mengenai dugaan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela yang
dilakukan oleh presiden dan atau wakil presiden.
2) Wewenang MK adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum. Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi
untuk masa jabatan tiga tahun. Mahkamah Konstitusi beranggotakan sembilan hakim
konstitusi yang ditetapkan oleh presiden. Hakim konstitusi diajukan masingmasing
tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan
tiga orang oleh presiden. Masa jabatan hakim konstitusi adalah lima tahun dan dapat
dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

c. Pengadilan militer
Pengadilan yang mengadili anggota-anggota TNI, meliputi angkatan darat, angkatan
laut, dan angkatan udara disebut pengadilan militer. Berdasarkan Undang-Undang
No. 31 tahun 1987 tentang Pengadilan Militer, dinyatakan bahwa lingkup pengadilan
militer meliputi:
1) pengadilan militer pertempuran;
2) pengadilan militer tingkat pertama yang mengadili kejahatan dan pelanggaran
yang dilakukan oleh TNI yang berpangkat kapten ke bawah disebut pengadilan
militer;
3) pengadilan militer utama;
4) pengadilan militer tinggi, sebagai berikut:

a) pengadilan tingkat pertama yang mengadili kejahatan dan pelanggaran yang
dilakukan oleh TNI yang berpangkat mayor ke atas, dan
b) pengadilan untuk memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana
yang telah diputus oleh pengadilan militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan
banding. Pengadilan militer sekarang berpuncak pada Mahkamah Agung mengingat
bahwa pengadilan tertinggi di Indonesia adalah Mahkamah Agung. Di samping
pengadilan tentara, terdapat juga kejaksaan tentara yang mempunyai daerah
kekuasaan sama dengan daerah kekuasaan pengadilan militer yang bersangkutan.

H. Peranan Lembaga Lembaga Peradilan

1. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum,
Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Negeri dibentuk oleh Menteri Kehakiman
dengan persetujuan Mahkamah Agung yang mempunyai kekuasaan hukum pengadilan
meliputi satu kabupaten/ kota. Dengan adanya perubahan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2004, maka pembentukan Pengadilan Umum beserta fungsi dan kewenangannya
ada pada Mahkamah Agung.
\
Fungsi pengadilan Tingkat Pertama adalah memeriksa tentang sah atau tidaknya
suatu penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya
kepada Ketua Pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya. Tugas dan wewenang
pengadilan negeri adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan
perdata di tingkat pertama. Hal lain yang menjadi tugas dan kewenangannya, antara lain :

1. Menyatakan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan,
atau penghentian tuntutan.
2. Tentang ganti kerugian dan/ atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya
dihentikan pada tingkat penyelidikan atau penuntutan.
3. Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada instansi
pemerintah di daerahnya, apabila diminta.
4. Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera,
Sekretaris, dan Juru Sita di daerah hukumnya.
5. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan dan menjaga agar peradilan
diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
6. Memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan yang dipandang perlu dengan tidak
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
7. Melakukan pengawasan atas pekerjaan notaris di daerah hukumnya, dan melaporkan
hasil pengawasannya kepada Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung, dan
Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi jabatan notaris.

Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan perkara yang harus diadili
berdasarkan nomor urut, kecuali terhadap tindak pidana yang pemeriksaannya harus
didahulukan, yaitu:
1. Korupsi,
2. Terorisme
3. Narkotika/ psikotropika
4. Pencucian uang, dan
5. Perkara tindak pidana lainnya yang ditentukan oleh undang-undang dan
perkara yang terdakwanya berada di dalam Rumah Tahanan Negara.

3. Pengadilan Tingkat Kedua
Pengadilan Tingkat Kedua disebut juga Pengadilan Tinggi yang dibentuk
dengan undang-undang. Daerah hukum Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota
provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi, disebut
juga sebagai Pengadilan Tingkat Banding.
Fungsi Pengadilan Tingkat Kedua adalah :
1. Menjadi pemimpin bagi pengadilan-pengadilan Negeri di dalam daerah hukumnya
2. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah hukum dan
menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan seksama dan sewajarnya.
3. Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim pengadilan negeri di daerah hukumnya.
4. Untuk kepentingan negara dan keadilan, Pengadilan Tinggi dapat memberi peringatan
teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu kepada Pengadilan Negeri dalam daerah
hukumnya.
Wewenang Pengadilan Tingkat Kedua adalah :
1. Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah hukumnya yang
dimintakan banding.
2. Berwenang untuk memerintahkan pengiriman berkas-berkas perkara dan surat-surat
untuk diteliti dan memberi penilaian tentang kecakapan dan kerajinan para hakim

3. Kasasi oleh Mahkamah Agung
Mahkamah Agung, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004. sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985, adalah
pemegang Pengadilan Negeri Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam
melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
Mahkamah Agung berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia atau di lain
tempat yang ditetapkan oleh Presiden.
Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua,
dan beberapa orang Ketua Muda. Tiap-tiap bidang dipimpin oleh seorang Ketua Muda
yang dibantu oleh beberapa Hakim Anggota Mahkamah Agung, yaitu Hakim Agung.
Tugas atau Fungsi Mahkamah Agung adalah, sebagai berikut :

1. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua
lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.
2. Mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim di semua lingkungan peradilan
dalam menjalankan tugasnya.
3. Mengawasi dengan cermat semua perbuatan para hakim di semua lingkungan
peradilan.
4. Untuk kepentingan negara dan keadilan Mahkamah Agung memberi peringatan,
teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan surat tersendiri, maupun
dengan surat edaran.

Wewenang Mahkamah Agung (dalam lingkungan peradilan) adalah sebagai berikut :
1. Memeriksa dan memutus permohonan kasasi, (terhadap putusan Pengadilan Tingkat
Banding atau Tingkat Terakhir dari semua Lingkungan Peradilan).
2. Memeriksa dan memutus sengketa tentang kewenangan mengadili,
3. Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
4. Menguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang,
5. Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari
semua Lingkungan Peradilan,
6. Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan
di semua Lingkungan Peradilan, dengan tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara.
7. Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan
tarakhir atau putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Tugas dan kewenangan lain (di luar lingkungan peradilan) dari Mahkamah Agung,
adalah:
1. Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih
rendah daripada undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi,
2. Memutus dalam tingkat pertama dan terakhir, semua sengketa yang timbul karena
perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia
berdasarkan peraturan yang berlaku,
3. Memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka
pemberian atau penolakan grasi,
4. Bersama Pemerintah, melakukan pengawasan atas Penasihat Hukum dan Notaris,
5. Memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun
tidak kepada Lembaga Tinggi Negara yang lain.

Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung adalah membatalkan
putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan karena
1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang,
2. Salah menerapkan atau karena melanggar hukum yang berlaku,
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengecam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

A. Mahakamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang
selanjutnya disahkan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, memiliki
wewenang dan kewajiban sebagai berikut :

Wewenang, yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
Undang Dasar 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan,
pemilihan umum.
Kewajiban, yaitu memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar 1945.
Ketua Mahkamah Konsitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa
jabatan 3 (tiga) tahun. Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) Hakim Konstitusi
yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang
oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3(tiga) orang
oleh Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5 (lima) tahun, dan dapat dipilih
kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.

B. Menunjukkan sikap yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku
Hukum dibuat dengan tujuan menjaga dan memelihara ketertiban dalam
masyarakat, dan sekaligus juga untuk memenuhi rasa keadilan manusia. Oleh sebab itu
agar kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara dapat berlangsung dengan
aman, tentram dan tertib diperlukan sikap yang mampu mendukung ketentuan hukum
yang berlaku. Sikap yang mendukung ketentuan hukum antara lain adalah sikap terbuka,
objektif dan sikap mengutamakan kepentingan umum.
1. Sikap Terbuka
Sikap terbuka merupakan sikap yang secara internal menunjukkan adanya
keinginan dari setiap warga negara untuk membuka diri dalam memahami hukum yang
berlaku di dalam masyarakat. Sikap ini sangat penting dalam rangka menghilangkan rasa
curiga dan salah paham sehingga dapat memupuk rasa saling percaya dalam membangun
persatuan dan kesatuan. Sikap terbuka dalam memahami ketentuan hukum yang berlaku
dapat mencakup hal-hal berikut :
a. Sanggup menyatakan suatu ketentuan hukum adalah benar atau salah
b. Mau mengatakan apa adanya benar atau salah
c. Berupaya selalu jujur daslam memahami ketentuan hukum
d. Berupaya untuk tidak menutup-nutupi kesalahan

2. Sikap Objektif/ Rasional
Bersikap objektif / rasional merupakan sikap yang ditunjukkan oleh seseorang
dalam memahami ketentuan-ketentuan hukum dikembalikan pada data, fakta dan dapat
diterima oleh akal sehat. Seseorang yang mengedepankan objektivitas atau rasionalitas
akan memiliki pendirian kuat dan mampu berfikir jernih dalam menghadapi berbagai
persoalan sehingga tidak mudah difitnah atau terombang-ambing oleh keadaan. Beberapa
contoh sikap objektif yang dapat ditunjukkan antara lain:

a. Mampu menyatakan bahwa suatu ketentuan hukum benar atau salah dengan
argumentasi yang baik
b. Sanggup menyatakan ya atau tidak untuk suatu pelakanaan ketentuan hukum dengan
segala konsekwensinya
c. Mampu memberi penjelasan yang netral dan dapat diterima akal sehat bahwa suatu
pelaksanaan ketentuan hukum benar atau salah
d. Sanggup menyatakan kekurangan atau kelemahannya jika orang lain lebih baik
e. Menghargai orang lain sesuai dengan kemampuan, keahlian atau frofesinya.

3. Sikap mengutamakan kepentingan Umum
Kepentingan umum atau kepentingan orang lain dimanapun berada pasti
didahulukan. Sikap mengutamakan kepentingan umum merupakan sikap seseorang untuk
menghargai atau menghormati orang lain yang dirasakan lebih membutuhkan / penting
dalam suatu kurun waktu tertentu untuk sesuatu yang lebih besar manfaatnya. Dalam
melaksanakan ketentuan hukum, sikap mengutamakan kepentingan umum dapat dilihat
pada beberapa contoh berikut ini:
a. Merelakan tanah atau bangunan diambil oleh pemerintah untuk kepentingan sarana
jalan atau jembatan
b. Memberikan jalan keapda orang lain untuk lebih dahulu menyeberang atau
melewatinya.
c. Memberi tempat / pertolongan kepada orang lain yang sangat membutuhkan.
d. Memenuhi tugas yang diberikanh oleh atasan atau guru di sekolah sesuai dengan
kesepakatan
.e. Membayar pajak (bumi dan bangunan, kenderaan dan lain-lain) tepat pada waktunya.

C. Komisi Yudisial
Sebagaimana yang telah tercantum dalam UUD tahun 1945 pasal 24 B ayat 1
s.d 4. Intinya yaitu komisi yudisia, bebas/ berwenang, mempunyai pengetahuan, di
berhentikan oleh presiden dengan persetuan DPR, dan komisi yudisial di atur dengan
undang-undang.


BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Inkonsistensi penegakan hukum diatas berlangsung terus menerus selama
puluhan tahun. Masyarakat sudah terbiasa melihat bagaimana law in action berbeda
dengan law in the book. Inkonsistensi penegakan hukum merupakan masalah penting
yang harus segera ditangani. Masalah hukum ini paling dirasakan oleh masyarakat dan
membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Persepsi
masyarakat yang buruk mengenai penegakan hukum, menggiring masyarakat pada pola
kehidupan sosial yang tidak mempercayai hukum sebagai sarana penyelesaian konflik,
dan cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka diluar jalur. Cara ini
membawa akibat buruk bagi masyarakat itu sendiri.

B. SARAN
Berikut saran yang saya berikan dalam upaya mengembalikan citra penegakan
hukumdimata masyarakat yaitu dengan melakukan pembenahan dan penataan terhadap
sistem hukum yang ada dengan cara:
1. Struktur, terkait dengan struktur hukum maka perlu dilakukan penataan terhadap
institusi hukum yang ada seperti lembaga peradilan, kejaksaan, kepolisian, dan
organisasi advokat. Selain itu perlu juga dilakukan penataan terhadap institusi yang
berfungsi melakukan pengawasan terhadap lembaga hukum. Dan hal lain yang sangat
penting untuk segera dibenahi terkait dengan struktur sistem hukum di Indonesia adalah
birokrasi dan administrasi lembaga penegak hukum.
2 Substansi, dalam hal substansi sistem hukum perlu segera direvisi berbagai
perangkatperaturan perundang undangan yang menunjang proses penegakan hukum di
Indonesia. Misalnya, peraturan perundang undangan dalam sistem peradilan pidana di
Indonesia seperti KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab
Undang Undang Hukum Acara Pidana) proses revisi yang sedang berjalan saat ini
harus segera diselesaikan. Hal ini dikarenakan kedua instrumen hukum tersebut sudah
tidak relevan dengan kondisi masyarakat saat ini.
3. Legal culture, untuk budaya hukum perlu dikembangkan perilaku taat dan patuh
terhadap hukum yang dimulai dari atas. Artinya apabila para pemimpin dan aparat
penegak hukum berperilaku taat dan patuh terhadap hukum, dengan hal tersebut maka
akan menjadi teladan bagi rakyat.

DAFTAR PUSTAKA



- Ali, Achmad (1999). Pengadilan Dan Masyarakat. Ujung Pandang: Hasanudin
University Press.
- Doyle, Paul Johnson (1986). Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Alih bahasa oleh
Robert M.Z. Jakarta: Gramedia.
- Soemardi, Dedi (1997). Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: IndHillCo.
- Syamsudin, Amir (2008). Integritas Penegak Hukum: Hakim, Jaksa, Polisi, Dan
Pengacara. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
- Rahardjo, Satjipto (2003). Sisi Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia. Medan: Penerbit
Buku Kompas.
- Lemek, Jeremias (2007). Mencari Keadilan: Pandangan Kritis Terhadap Penegakan
Hukum DiIndonesia. Jakarta: Galang Press.

You might also like