You are on page 1of 10

2.

2 Kecemasan
2.2.1. Pengertian
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2006).
Kecemasan merupakan respon emosional terhadap penilaian individu yang subjektif, yang
dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya (Dalami dkk,
2009).
2.2.2 Penyebab Kecemasan
1. Faktor predisposisi
Stuart (2006), mengemukakan bahwa berbagai teori telah dikembangkan untuk
menjelaskan asal kecemasan :
a. Dalam pandangan psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif
seseorang, sedangkan superegomencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen
yang bertentangan,dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan egobahwa ada bahaya.
b. Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak
adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan
spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan
kecemasan yang berat.
c. Menurut pandangan perilaku kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar
perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan
keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Pakar tentang pembelajaran meyakini
bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yang
berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.
d. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa
ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan dan antara
gangguan kecemasan dengan depresi.
e. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan.
Penghambat asam aminobutirik-gamma neroregulator(GABA) juga mungkin memainkan
peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana
halnya dengan endorphin. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang
mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin
disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk
mengatasi stresssor.
2. Stresssor pencetus
Stresssor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresssor
pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan
datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan
fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
3. Sumber koping
Individu dapat mengatasi stress dan kecemasan dengan menggerakkan sumber koping di
lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomik, kemampuan penyelesaian
masalah, dukungan sosial, dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping
yang berhasil.
4. Mekanisme koping
Ketika mengalami kecemasan, individu menggunakan berbagai mekanisme koping
untuk mencoba mengatasinya, dan ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif
merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Pola yang cenderung digunakan
seseorang untuk mengatasi kecemasan ringan cenderung tetap dominan ketika kecemasan
menghebat. Kecemasan tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius.
Tingkat kecemasan sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping :
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari, dan berorientasi pada
tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stress.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan
kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikolgik untuk memindahkan
seseorang dari sumber stress.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti
tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi kecemasan ringan dan sedang, tetapi jika
berlangsung pada tingkat tidak sadar akan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas,
maka mekanisme ini dapat merupkan respon maladaptif terhadap stress.
Sedangkan menurut Cendrawati (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah
keadaan pribadi individunya, pengalaman yang tidak menyenangkan, konflik serta
lingkungan dan kehilangan orang dekat. Smet (1994) dalam Setiadi (2008) menjelaskan
bahwa faktor pribadi tergolong di dalamnya adalah kondisi yang ada dalam diri individu,
diantaranya tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin juga mempengaruhi reaksi seseorang
terhadap tekanan.

2.2.3 Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2006), tingkat kecemasan sebagai berikut :
1. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan
ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya.
Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
2. Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu.
Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus
pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
3. Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus
pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada area lain.
4. Tingkat panik dari kecemasaan berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal
yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup
disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Persepsi yang menyimpang, dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan,
jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.
Rentang respon kecemasan

Respon adaptif Respon maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Gambar 2.1 Rentang respon kecemasan

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan antara lain :
1. Potensial stresssor
Stresssor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan
dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi.
2. Maturitas
Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami gangguan akibat
stresss karena individu yang majur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap
stresss.
3. Tingkat pendidikan dan status ekonomi
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan mengakibatkan
orang itu mudah mengalami stresss.
4. Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cedera, operasi akan mudah mengalami
kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami stresss.
5. Tipe kepribadian
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat stresss daripada
orang yang berkepribadian B.
6. Sosial budaya
Seseorang yang mempunyai falsafah hidup yang jelas dan keyakinan agama yang kuat
umumnya lebih sukar mengalami stresss.
7. Umur
Seseorang yang berumur lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat
stresss daripada seseorang yang lebih tua.
8. Lingkungan
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami stresss.
9. Jenis kelamin
Stresss sering dialami pada wanita daripada pria dikarenakan wanita mempunyai kepribadian
yang labil dan immature, juga adanya peran hormon yang mempengaruhi kondisi emosi
sehingga mudah meledak, mudah cemas, dan curiga.
2.2.5 Manifestasi Kecemasan
Menurut Stuart (2006), manifestasi cemas dapat meliputi respon fisiologi, kognitif, tingkah
laku dan afektif.
1. Respon fisiologi
Respon fisiologis terhadap stresssor merupakan mekanisme protektif dan adaptif untuk
memelihara keseimbangan homeostasis dalam tubuh. Karena mengakibatkan peningkatan
fungsi organ secara umum (Stuart, 2006). Seperti pada sistem organ pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Respon fisiologis tubuh terhadap kecemasan
Sistem tubuh Respon
Kardiovaskular Palpitasi
Jantung berdebar
Tekanan darah meninggi
Rasa mau pingsan
Tekanan darah menurun
Denyut nadi menurun
Pernapasan Napas cepat
Napas pendek
Tekanan pada dada
Napas dangkal
Pembengkakan pada
tenggorok
Sensasi tercekik
Terengah-engah
Neuromuskular Refleks meningkat
Reaksi kejutan
Mata berkedip-kedip
Insomnia
Tremor
Rigiditas
Gelisah
Wajah tegang
Kelemahan umum
Kaki goyah
Gerakan yang janggal
Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan
Menolak makan
Rasa tidak nyaman pada
abdomen
Mual
Rasa terbakar pada jantung
Diare
Traktus urinarius Tidak dapat menahan
kencing
Sering berkemih
Kulit Wajah kemerahan
Berkeringat setempat
(telapak tangan)
Gatal
Rasa panas dan dingin pada
kulit
Wajah pucat
Berkeringat seluruh tubuh
(Sumber : Stuart, 2006)
Tabel 2.2 Respon perilaku, kognitif, dan afektif terhadap kecemasan
Sistem Respon
Perilaku Gelisah
Ketegangan fisik
Tremor
Gugup
Bicara cepat
Kurang koordinasi
Cenderung mendapat cedera
Menarik diri dari hubungan
interpersonal
Menghalangi
Melarikan diri dari masalah
Menghindar dari masalah
Menghindar
Hiperventilasi

Kognitif Perhatian terganggu
Konsentrasi buruk
Pelupa
Salah dalam memberikan penilaian
Preokupasi
Hambatan berfikir
Bidang persepsi menurun
Bingung
Kreativitas menurun
Produktivitas menurun
Bingung
Sangat waspada
Kesadaran diri meningkat
Kehilangan objektivitas
Takut kehilangan kontrol
Takut pada gambaran visual
Takut cedera atau kematian
Afektif Mudah terganggu
Tidak sabar
Gelisah
Tegang
Nervus
Ketakutan
Alarm
Teror
Gugup
Gelisah
(Sumber : Stuart, 2006)

2.3 Pre Operasi
2.3.1. Pengertian
Fase pre operasi dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika
pasien dikirim ke meja operasi (Smeltzer & Bare, 2001).
2.3.2. Indikasi dan Klasifikasi Pembedahan
Menurut Smeltzer & Bare (2001), pembedahan mungkin dilakukan untuk berbagai alasan.
Alasan tersebut mungkin diagnostik, seperti ketika dilakukan biopsi atau laparatomi
eksplorasi; dapat juga kuratif, seperti ketika mengeksisi massa tumor atau mengangkat
apendiks yang mengalami inflamasi; kemungkinan juga reparative, seperti ketika harus
memperbaiki luka multiple; mungkin juga rekonstruktif atau kosmetik, seperti ketika
melakukan mammoplasti atau perbaikan wajah; atau mungkin paliatif, seperti ketika harus
menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, sebagai contoh, ketika selang gastrostomi
dipasang untuk mengkompensasi terhadap ketidakmampuan untuk menelan makan.
Pembedahan juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan tingkat urgensinya, dengan
penggunaan istilah-istilah kedaruratan, urgen, diperlukan, elektif, dan pilihan. Istilah-istilah
ini dapat disajikan pada tabel 2.3, beserta contoh-contoh dari jenis pembedahan yang terlibat.
Tabel 2.3 Kategori pembedahan didasarkan pada urgensinya
No Klasifikasi Indikasi Contoh
1 Kedaruratan (pasien
membutuhkan perhatian
segera, gangguan
mungkin mengancam
jiwa)
Tanpa ditunda Perdarahan hebat
Obstruksi kandng kemih atau usus
Fraktur tulang tengkorak
Luka tembak atau tusuk
Luka bakar sangat luas
2 Urgen (pasien
membutuhkan perhatian
segera)
Dalam 24-30 jam Infeksi kandung kemih akut
Batu ginjal atau batu pada uretra
3 Diperlukan (pasien harus
menjalani pembedahan)
Direncanakan dalam
beberapa minggu atau
bulan
Hiperplasia prostat tanpa obstruksi
kandung kemih
Gangguan tiroid
Katarak
4 Elektif (pasien harus
dioperasi ketika
diperlukan)
Tidak dilakukan
pembedahan, tidak
terlalu
membahayakan
Perbaikan eskar
Hernia sederhana
Perbaikan vaginal
5 Pilihan (keputusan
terletak pada pasien)
Pilihan pribadi Bedah kosmetik
(sumber : Smeltzer dan Bare, 2001).
2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Pasien Pre Operasi.
Menurut Saharon, et.all (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien pre
operasi antara lain :
1. Nyeri dan ketidaknyamanan (pain and discomfort)
Suatu yang umum dan biasa terjadi pada pasien pre operasi akibat pembedahan. Perawat
bertugas memberikan informasi dan meyakinkan kepada pasien bahwa pembedahan tidak
akan dilakukan tanpa diberikan anastesi terlebih dahulu. Pada pembedahan akan timbul reaksi
nyeri pada daerah luka dan pasien merasa takut untuk melakukan gerakan tubuh atau latihan
ringan akibat nyeri pada daerah perlukaan. Faktor tersebut akan menimbulkan cemas pada
pasien pre operasi.
2. Ketidaktahuan (unknow)
Cemas pada hal-hal yang belum diketahui sebelumnya adalah suatu hal yang umum terjadi.
Ini disebabkan karena kurangnya informasi tentang pembedahan.
3. Kerusakan atau kecacatan (mutilation)
Cemas akan terjadi kerusakan atau perubahan bentuk tubuh merupakan salah satu faktor
bukan hanya ketika dilakukan amputasi tetapi juga pada operasi-operasi kecil. Hal ini sangat
dirasakan oleh pasien sebagai suatu yang sangat mengganggu body image.
4. Kematian (death)
Cemas akan kematian disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : ketika pasien mengetahui
bahwa operasi yang akan dilakukan akan mempunyai resiko yang cukup besar pada tubuh
sehingga akan menyebabkan kematian.
5. Anestesi (anesthesia)
Pasien akan mempersepsikan bahwa setelah dibius pasien tidak akan sadar, tidur terlalu lama
dan tidak akan bangun kembali. Pasien mengkhawatirkan efek samping dari pembiusan
seperti kerusakan pada otak, paralisis, atau kehilangan kontrol ketika dalam keadaan tidak
sadar.

2.4. Apendisitis
2.4.1. Pengertian
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat
pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri
secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil,
apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi atau disebut
apendisitis (Smeltzer & Bare, 2001).
2.4.2. Epidemiologi
Setiap bagian dari saluran gastrointestinal bawah rentan terhadap inflamasi akut yang
disebabkan oleh infeksi akibat bakteri, virus, atau jamur. Dalam hal ini adalah apendisitis,
kondisi ini dapat menimbulkan peritonitis, proses inflamasi yang juga dapat diakibatkan
karena bedah abdomen. Apendisitis, penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
kanan bawah dari rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat. Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan
pada hidup mereka, pria lebih sering dipengaruhi daripada wanita, dan remaja lebih sering
daripada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapa pun, apendisitis paling
sering terjadi antara usia 10-30 tahun (Smeltzer & Bare, 2001).
2.4.3. Etiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing (Smeltzer & Bare,
2001).
2.4.4. Patofisiologi
Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau
menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah
dari abdomen. Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus (Smeltzer & Bare, 2001).
2.4.5. Manifestasi Klinis
Smeltzer & Bare (2001), mengemukakan manifestasi klinis dari apendisitis adalah nyeri
kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah, dan hilangnya
nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik McBurney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan
lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat
nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada
beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan
nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini
dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rectal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung
apendiks berada dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian
bawah otot rektus kanan dapat terjadi.
Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah
ruptur, nyeri menjadi lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik, dan
kondisi pasien memburuk (Smeltzer & Bare, 2001).
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut
dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi
pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan
perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer & Bare, 2001).
2.4.6. Evaluasi Diagnostik
Diagnosa didasarkan pada pemerikasaan fisik lengkap dan tes laboratorium dan sinar-x.
hitung darah lengkap dilakukan dan akan menunjukkan penigkatan jumlah sel darah putih.
Jumlah leukosit mungkin lebih besar dari 10.000/mm
3
dan pemeriksaan ultrasound dapat
menunjukkan densitas kuadran kanan bawah atau kadar aliran udara terlokalisasi (Smeltzer &
Bare, 2001).
2.4.7. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan
IV diberkan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan di bawah anestesi umum atau
spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode
terbaru yang sangat efektif (Smeltzer & Bare, 2001).
2.4.8. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada
anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
mencakup demam dengan suhu 37,7
o
C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau
nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer & Bare, 2001).

You might also like