You are on page 1of 35

Referat

Manajemen Nyeri









Oleh
Wenny Lestari, S.Ked




Pembimbing
dr. Steven,M.Si, Med, Sp.S



Bagian Ilmu Kedokteran Syaraf
Fakultas Kedokteran UNLAM/RSUD ULIN
Banjarmasin
Mei, 2013

2

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5
1. Definisi ........................................................................................................... 5
2. Fisiologi ......................................................................................................... 5
3. Klasifikasi ...................................................................................................... 9
4. Penilaian intensitas nyeri................................................................................ 13
5. Diagnosis ........................................................................................................ 15
6. Penatalaksanaan ............................................................................................. 17
SKEMA ...................................................................................................................... 26
TABEL KOMPARASI .............................................................................................. 27
BAB III. RINGKASAN ............................................................................................. 33
BAB IV. KESIMPULAN........................................................................................... 34
BAB V. SARAN ........................................................................................................ 35
BAB VI. PENUTUP .................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 37

3

BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri menggambarkan suatu fungsi biologis. Ini menandakan adanya
kerusakan atau penyakit di dalam tubuh. Nyeri merupakan alasan utama seseorang
untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses
penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau
pengobatan.
1

Berbagai macam faktor dapat mempengaruhi respon nyeri pada tubuh,
seperti usia, jenis kelamin, kultur, ansietas, pengalaman masa lalu, pola koping
adaptif, dan support keluarga dan sosial. Dengan cara pemberian pemahaman
tentang apa yang akan dialami dan kesembuhan yang akan diperoleh setelah
menjalani terapi dapat lebih efektif dalam proses mengatasi nyeri yang dialami
oleh pasien. Oleh sebab itu, diperlukan pemahaman mengenai penyebab,
manifestasi klinik, diagnosis, dan penatalaksanaan terhadap nyeri.
1

















4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan. Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya.
2

Nyeri dinyatakan sebagai suatu dasar sensasi ketidaknyamanan yang
berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai penderitaan yang
diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi luka. Nyeri
adalah apa yang dikatakan oleh orang yang mengalami nyeri dan bila yang
mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada. Definisi ini tidak berarti bahwa
anak harus mengatakan bila sakit. Nyeri dapat diekspresikan melalui menangis,
pengutaraan, atau isyarat perilaku.
3


2. Fisiologi
Nyeri disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem
sensorik nosiseptif. Nosiseptor merupakan reseptor ujung saraf bebas yang
terdapat pada kulit, otot, persendian, viseral, dan vaskular. Nosiseptor
bertanggung jawab terhadap kehadiran stimulus noksius yang berasal dari bahan
kimia, suhu, atau perubahan mekanikal. Saraf nosiseptor bersinaps di dorsal horn
dari spinal cord dengan lokal interneuron dan saraf proyeksi yang membawa
informasi nosiseptif ke pusat yang lebih tinggi pada batang otak dan thalamus.
Berbeda dengan reseptor sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi.
Kegagalan reseptor nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut
5

bisa menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang
berkelanjutan.
4

Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif sampai adanya stimulus yang
memiliki energi yang cukup untuk melampaui ambang batas stimulus. Bila terjadi
kerusakan jaringan atau potensi kerusakan jaringan, sel akan mengeluarkan
komponen intraseluler, misalnya adenosin trifosfat, ion K+ dengan demikian
nosiseptor akan teraktiviasi. Impuls nyeri akan diteruskan ke sistem saraf pusat
yaitu medulla spinalis, ke sel neuron di kornu dorsalis dan thalamus. Sistem ini
berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan
korteks serebri. Impuls tersebut dipersepsikan sebagai kualitas nyeri.
4

Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis
kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat
proses komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi,
dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai dirasakannya nyeri di
susunan saraf pusat (cortex cerebri).
5

1. Proses Transduksi
Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf.
Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah
menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer
(nerve ending) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri, merkel,
corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena trauma baik
trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin,
dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-
reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti
histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini
dikenal sebagai sensitisasi perifer.
6

2. Proses Transmisi
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses
transduksi melalui serabut A delta dan serabut C dari perifer ke medulla
spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke
thalamus oleh tractus spinothalamicus dan sebagian ke traktus
6

spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari
organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri
yang lebih difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf
disini mempunyai sinaps interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar
dan bermielin. Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris
di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.
6

3. Proses Modulasi
Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla
spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen
yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu
posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol oleh
otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat
menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu
posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls
nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi
nyeri sangat subjektif pada setiap orang.
6

4. Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi,
transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses
subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada
thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik.
6

7


Gambar 1. Patofisiologi nyeri
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan
pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul
juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireseptor kutaneus berasal dari kulit dan
sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan
didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen
yaitu:
6

a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan. serabut A-(A- fiber) yang peka terhadap nyeri
tajam, panas menimbulkan first pain.
6

b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit
dilokalisasi. Serabut C (C fiber) yang peka terhadap nyeri tumpul dan lama
yang menimbulkan second pain seperti nyeri inflamasi.
6

8

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat
pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.
Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang
tumpul dan sulit dilokalisasi.
6

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang
timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi
sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
6


Gambar 2. Serabut syaraf nyeri
Bila terjadi kerusakan jaringan atau ancaman kerusakan jaringan tubuh,
seperti pembedahan akan menghasilkan sel-sel rusak dengan konsekuensi akan
mengeluarkan zat-zat kimia bersifat algesik yang berkumpul sekitarnya dan dapat
menimbulkan nyeri akan terjadi pelepasan beberapa jenis mediator seperti zat-zat
algesik, sitokin serta produk-produk seluler yang lain, seperti metabolit
eicosinoid, radikal bebas dan lain-lain. Mediator-mediator ini dapat menimbulkan
efek melalui mekanisme spesifik. Nyeri ini dapat berlangsung berjam-jam sampai
berhari-hari.
6


3. Klasifikasi
Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi:
7

a. Nyeri somatik luar
9

Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membrane
mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar, tajam dan terlokalisasi.
7

b. Nyeri somatik dalam
Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat rangsangan
pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat.
7

c. Nyeri viseral
Nyeri karena perangsangan organ viseral atau membran yang menutupinya
(pleura parietalis, pericardium, peritoneum). Nyeri tipe ini dibagi lagi menjadi
nyeri visceral terlokalisasi, nyeri parietal terlokalisasi, nyeri alih visceral dan
nyeri alih parietal.
7

Berdasarkan jenisnya nyeri juga dapat diklasifikasikan menjadi:
7

a. Nyeri nosiseptif
Karena kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral. Stimulasi nosiseptor
baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengakibatkan pengeluaran
mediator inflamasi dari jaringan, sel imun dan ujung saraf sensoris dan
simpatik.
7

b. Nyeri neuropati
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada
system saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cedera pada jalur serat saraf
perifer, infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan terpotongnya saraf perifer.
Sensasi yang dirasakan adalah rasa panas dan seperti ditusuk-tusuk dan kadang
disertai hilangnya rasa atau adanya rasa tidak enak pada perabaan. Nyeri
neurogenik dapat menyebabkan terjadinya allodynia. Hal ini mungkin terjadi
secara mekanik atau peningkatan sensitivitas dari noradrenalin yang kemudian
menghasilkan sympathetically maintained pain (SMP). SMP merupakan
komponen pada nyeri kronik. Nyeri tipe ini sering menunjukkan respon yang
buruk pada pemberian analgetik konvensional.
7
10


Gambar 3. Berbagai tipe nyeri
Berdasarkan timbulnya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Nyeri akut
Nyeri akut yaitu suatu keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan
adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak
menyenangkan selama enam bulan atau kurang.
7

Batasan Karakteristik:
1. Subjektif: Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri
dideskripsikan. Untuk pasien dewasa dan dalam kondisi sadar penuh, rasa
nyeri ini bisa dikaji secara verbal menggunakan skala 0-10 atau 0-5
(tergantung kebijakan RS menggunakan yang mana).
6

2. Objektif
a. Perilaku sangat berhati-hati.
b. Memusatkan diri.
11

c. Fokus perhatian rendah (perubahan persepsi waktu, menarik diri dari
hubungan sosial, gangguan proses berpikir).
d. Perilaku distraksi (mengerang, menangis).
e. Raut wajah kesakitan (wajah kuyu, meringis).
f. Perubahan tonus otot.
g. Respon autonom (diaforesis, perubahan tekanan darah dan nadi, dilatasi
pupil, penurunan atau peningkatan frekuensi pernafasan).
h. rubor (kemerahan jaringan).
i. kalor (kehangatan jaringan).
j. tumor (pembengkakan jaringan).
k. dolor (nyeri jaringan).
l. fungsio laesa (kehilangan fungsi jaringan).
6

Bentuk nyeri akut dapat berupa:
1. Nyeri somatic luar : nyeri tajam di kulit, subkutis dan mukosa.
2. Nyeri somatic dalam : nyeri tumpul pada otot rangka, sendi dan jaringan ikat.
3. Nyeri visceral : nyeri akibat disfungsi organ visceral.
6

b. Nyeri kronik
Nyeri kronis yaitu keadaan dimana seseorang individu mengalami nyeri yang
menetap atau intermiten dan berlangsung lebih dari enam bulan.
7

Batasan Karakteristik:
1. Mayor (harus terdapat), individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari
6 bulan.
2. Minor (mungkin terdapat)
a. Ketidaknyamanan.
b. Marah, frustasi, depresi karena situasi.
c. Raut wajah kesakitan.
d. Anoreksia, penurunan berat badan.
e. Insomnia.
f. Gerakan yang sangat berhati-hati.
g. Spasme otot.
h. Kemerahan, bengkak, panas.
12

i. Perubahan warna pada area terganggu.
j. Abnormalitas reflex.
7

Nyeri ini disebabkan oleh:
1. Kanker akibat tekanan atau rusaknya serabut saraf.
2. Non kanker akibat trauma, proses degenerasi dll.
6

Berdasarkan kualitasnya nyeri dibagi menjadi:
6

a. Nyeri cepat (fast pain)
Nyeri ini singkat dan tempatnya sesuai rangsang yang diberikan misalnya nyeri
tusuk, nyeri pembedahan. Nyeri ini dihantar oleh serabut saraf kecil bermielin
jenis A-delta dengan kecepatan konduksi 12-30 meter/detik.
6

b. Nyeri lambat (slow pain)
Nyeri ini sulit dilokalisir dan tak ada hubungan dengan rangsang msialnya rasa
terbakar, rasa berdenyut atau rasa ngilu, linu. Nyeri ini dihantar oleh serabut
saraf primitif tak bermielin jenis C dengan kecepatan 0,5-2 meter/detik.
6

Berdasarkan derajat nyeri dikelompokkan menjadi:
6

a. Nyeri ringan adalah nyeri hilang timbul, terutama saat beraktivitas sehari-hari
dan menjelang tidur.
b. Nyeri sedang nyeri terus menerus, aktivitas terganggu yang hanya hilang
apabila penderita tidur.
c. Nyeri berat adalah nyeri terus menerus sepanjang hari, penderita tidak dapat
tidur dan sering terjaga akibat nyeri.
6


4. Penilaian intensitas nyeri
Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif yang dipengaruhi oleh
psikologis, kebudayaan dan hal lainnya, sehingga mengukur intensitas nyeri
merupakan masalah yang relatif sulit. Ada beberapa metoda yang umumnya
digunakan untuk menilai intensitas nyeri, antara lain:
6

1. Verbal Rating Scale (VRS)
Metode ini menggunakan suatu word list untuk mendiskripsikan nyeri yang
dirasakan. Pasien disuruh memilih kata-kata atau kalimat yang menggambarkan
karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list yang ada. Metode ini dapat
13

digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat pertama kali muncul
sampai tahap penyembuhan. Penilaian ini menjadi beberapa kategori nyeri
yaitu:
- Tidak nyeri (none)
- Nyeri ringan (mild)
- Nyeri sedang (moderate)
- Nyeri berat (severe)
- Nyeri sangat berat (very severe).
8

2. Numerical Rating Scale (NRS)
Metoda ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range dari
intensitas nyeri. Umumnya pasien akan menggambarkan intensitas nyeri yang
dirasakan dari angka 0-10. 0 menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan 10
menggambarkan nyeri yang hebat.
1



Gambar 4. Numerical Rating Scale

Keterangan :
1

0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang, Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi.
14

10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul.
3. Visual Analogue Scale (VAS)
Metode ini paling sering digunakan untuk mengukur intensitas nyeri. Metode
ini menggunakan garis sepanjang 10 cm yang menggambarkan keadaan tidak
nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien menandai angka pada garis yang
menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan. Keuntungan menggunakan
metode ini adalah sensitive untuk mengetahui perubahan intensitas nyeri,
mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi
klinis. Kerugiannya dalah tidak dapat digunakan pada anak-anak dibawah 8
tahun dan mungkin sukar diterapkan jika pasien sedang berada dalam nyeri
hebat.
8,9


Gambar 5. Visual Analogue Scale (VAS)
Pasien dengan hambatan komunikasi yang dapat mempengaruhi penilaian
meliputi:
8,9

anak-anak.
individu usia lanjut (misalnya, lebih dari 85 tahun).
pasien dengan disfungsi emosional atau kognitif.
pasien dengan sakit yang sangat hebat.
pasien dengan keterbatasan bahasa, sehingga sulit dimengerti oleh pemeriksa.

5. Diagnosis
Nyeri merupakan suatu keluhan (symptom). Berkenaan dengan hal ini
diagnostik nyeri sesuai dengan usaha untuk mencari penyebab terjadinya nyeri.
Langkah ini meliputi langkah anamnesis, pemeriksaan fisik pemeriksaan
15

laboratorium dan kalau perlu pemeriksaan radiologi serta pemeriksaan imaging
dan lain-lain. Dengan demikian diagnostik terutama ditujukan untuk mencari
penyebab. Dengan menanggulangi penyebab, keluhan nyeri akan mereda atau
hilang. Pemeriksaan laboratorium spesifik untuk menegakkan diagnosis nyeri
tidak ada. Pemeriksaan terhadap nyeri harus dilakukan dengan seksama yang
dilakukan sebelum pengobatan dimulai, secara teratur setelah pengobatan dimulai,
setiap saat bila ada laporan nyeri baru dan setelah interval terapi 15-30 menit
setelah pemberian parenteral dan 1 jam sete;ah pemberian peroral.
10

a. Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis terhadap nyeri kita harus mengetahui
bagaimana kualitas nyeri yang diderita meliputi awitan, lama, dan variasi yang
ditimbulkan untuk mengetahui penyebab nyeri. Selain itu, kita juga harus
mengetahui lokasi dari nyeri yang diderita apakah diraskan diseluruh tubuh atau
hanya pada bagian tubuh tertentu. Intensitas nyeri juga penting ditanyakan untuk
menetapkan derajat nyeri. Tanyakan keadaan yang memperberat atau
memperingan nyeri. Tanyakan pula tentang penyakit sebelumnya, pengobatan
yang pernah dijalani dan alergi obat.
10

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang benar sangat diperlukan untuk menguraikan
patofisiologi nyeri. Pemeriksaan vital sign sangat penting dilakukan untuk
mendapatkan hubungannya dengan intensitas nyeri karena nyeri menyebabkan
stimulus simpatik seperti takikardia, hiperventilasi dan hipertensi. Pemeriksaan
Glassgow Coma Scale rutin dilaksanakan untuk mengetahui apakah ada proses
patologi di intrakranial.
10

Pemeriksaan khusus neurologi seperti adanya gangguan sensorik sangat
penting dilakukan dan yang perlu diperhatikan adalah adanya hipoastesia,
hiperastesia, hiperpatia dan alodinia pada daerah nyeri yang penting
menggambarkan kemungkinan nyeri neurogenik.
10

c. Pemeriksaan psikologis
Mengingat faktor kejiwaan sangat berperan penting dalam manifestasi nyeri
yang subjektif, maka pemeriksaan psikologis juga merupakan bagian yang harus
16

dilakukan dengan seksama agar dapat menguraikan faktor-faktor kejiwaan yang
menyertai. Test yang biasanya digunakan untuk menilai psikologis pasien berupa
The Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI).
10

d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
penyebab dari nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan
laboratorium dan imaging seperti foto polos, CT scan, MRI atau bone scan.
10


6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologis
Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai tindakan penanganan
nyeri berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku kognitif.
1. Masase kulit
Masase kulit dapat memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan
otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut
berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan implus
nyeri.
6

2. Kompres
Kompers panas dingin, selain menurunkan sensasi nyeri juga dapat
meningkatkan proses penyernbuhan jaringan yang mengalami kerusakan.
6

3. Imobilisasi
Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri hebat mungkin
dapat meredakan nyeri. Kasus seperti rheumatoid arthritis mungkin
memerlukan teknik untuk mengatasi nyeri.
6

4. Distraksi
Distraksi merupakan pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri.
Teknik distraksi terdapat beberapa macam yaitu: distraksi visual, distraksi
pendengaran, distraksi pernafasan, distraksi intelektual, teknik pernafasan,
imajinasi terbimbing.
6


17

5. Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik
relaksasi mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang
normal.
6

6. Plasebo
Plasebo merupakan suatu bentuk tidakan, misalnya pengobatan atau
tindakan keperawatan yang mempunyai efek pada pasien akibat sugesti
daripada kandungan fisik atau kimianya. Suatu obat yang tidak berisi
analgetika tetapi berisi gula, air atau saliner dinamakan placebo.
6

b. Penatalaksanaan farmakologis
Terapi farmakologi adalah terapi menggunakan obat-obatan sintetik,
semisintetik, maupun bahan alam.
11

Obat golongan analgesik akan merubah persepsi dan interpretasi nyeri
dengan jalan mendepresi Sistem Saraf Pusat pada Thalamus dan Korteks
Cerebri. Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum klien merasakan
nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri. Untuk alasan ini maka
analgesik dianjurkan untuk diberikan secara teratur dengan interval, seperti
setiap 4 jam (q 4h) setelah pembedahan.
11

1. Obat Nonopioid
Analgesik yang diberikan harus dimulai dengan analgesik yang paling
efektif dengan efek samping terendah.
12

Table 1. Daftar analgesik nonopioid yang mendapat ijin FDA untuk orang
dewasa
12,13

Golongan dan nama
generic
Rentang dosis lazim (mg) Dosis maksimal (mg/hari)
Salisilat
Asam asetil salisilat
(aspirin)
b

325-650 tiap 54 jam 4.000
Kolin
b
870 tiap 3-4 jam 5.220
Magnesium
b
650 tiap 4 jam atau 1.090
tiga kali sehari
4.800
Dalam dosis terapi
18

Natrium
b
325-650 tiap 4 jam 5.400
Diflusinal 500-1.000 pada awal
250-500 tiap 8-12 jam
1.500
Para-aminofenol
paracetamol
b
325-1.000 tiap 4-6 jam 4.000
Fenamat
Meklofenamat 50-100 tiap 4-6 jam 400
Asam mefenamat Awal 500
250 tiap 6 jam (maksimal 7
hari)
1.000
c

Asam pianokarboksilat
Etodolak 200-400 tiap 4-6 jam
Hanya untuk pelepasan
segera
1.000
d

Asam asetat
Kalium diklofenak Pada beberapa pasien, awal
100, 50 tiga kali sehari
150
Asam propionate
Ibuprofen
b
200-400 tiap 4-6 jam 3.200
1.200
e

Fenoprofen 200-400 tiap 4-6 jam 3.200
Ketoprofen
b
25 50 tiap 6-8 jam
12,5 25 tiap 4-6 jam
d

300
75
e

Naproksen 500 saat awal
500 tiap 12 jam atau
250 tiap 6-8 jam
1000
Natrium Naproksen
b
Pd beberapa pasien 440
saat awale 220 tiap 8-12
jam
660
e

Naproksen, delayed
Released
500 tiap 12 jam 1000
Naproksen, controlled
Released
200 1000 tiap 24 jam
Asam Pirozolin karboksilat
Ketorolak (parenteral) 30 60 mg (dosis im
tunggal saja)
30-60
120
19

15 30 tiap 6 jam (maks 5
hari)
Ketorolak (oral)
(Indikasi hanya untuk
lanjutan/setelah parenteral
saja)
Pada beberapa pasien, dosis
awal 20-10 tiap 4-6 jam
(maks 5 hari, termasuk
dosis parenteral)
40
Penghambat siklooksigenase-2
Selekoksib Awal 400 diikuti dengan
200 pd hari yang sama, lalu
200 dua kali sehari
g

400
Valdekoksib 20 dua kali sehari
h
40
h

a
Tidak termasuk obat yang diberi ijin hanya untuk osteoporosis atau
rematoid arthritis.
b
Tersedia sebagai obat bebas maupun dengan resep dokter.
c
Sampai dengan 1250 mg pada hari pertama.
d
Sampai dengan 200 mg pada hari pertama.
e
Obat bebas.
f
Tidak untuk terapi awal nyeri akut.
g
Untuk nyeri akut dismenore primer.
h
Untuk dismenore primer.
2. Obat Opioid
Opioid merupakan senyawa alami atau sintetik yang menghasilkan efek
seperti morfin. Semua obat dalam kategori ini bekerja dengan jalan mengikat
reseptor opioid spesifik pada susunan saraf pusat untuk meghasilkan efek yang
meniru efek neurotransmiter peptida endogen, opiopeptin (misal endorfin dan
enkefalin). Opioid analgesik penggunaan utamanya adalah untuk
menghilangkan nyeri yang dalam dan ansietas yang menyertainya, baik karena
operasi atau sebagai akibat luka atau suatu penyakit misal kanker. Reseptor
opioid secara luas terdistribusi dalam sistem saraf pusat yang dikelompokkan
menjadi 3 tipe utama yaitu -, -, dan -reseptor. -reseptor memiliki jumlah
yang paling banyak di otak dan merupakan reseptor yang paling berinteraksi
dengan opioid analgesik untuk mengasilkan efek analgesic. Sedangkan - dan
-reseptor menunjukkan selektivitas terhahap enkefalin dan dinorfin secara
20

respektif. Aktivasi -reseptor juga dapat menghasilkan efek analgesik, namun
berlawanan dengan -agonis, yang dapat menyebabkan euforia. Beberapa
opioid analgesik menghasilkan efek stimulan dan psikomotorik dengan beraksi
pada -reseptor. Aktivasi pada - dan -reseptor dapat menyebabkan
hiperpolarisasi pada saraf dengan cara mengaktivasi K
+
chanel melalui proses
yang melibatkan G-protein. Sedangkan aktivasi - reseptor dapat menghambat
membran Ca
2+
chanel. Sehingga dapat merintangi peletupan neuronal dan
pelepasan transmitter.
14

Kerja pada pusat Hipnoanalgetika:
a. Menurunkan rasa nyeri dengan cara stimulasi reseptor opiate (kerja
analgetika),
b. Sebaliknya tidak mempengaruhi kualitas indra lain pada dosis terapi,
c. Mengurangi aktivitas kejiwaan (kerja sedasi),
d. Meniadakan rasa takut dan rasa bermasalah (kerja trankuilansia),
e. Menghambat pusat pernafasan dan pusat batuk (kerja depresi pernapasan dan
kerja antitusiva),
f. Seringkali mula-mula menyebabkan mual dan muntah akibat stimulasi
pusat muntah (kerja emetika), selanjutnya menyebabkan inhibisi pusat
muntah (kerja antiemetika),
g. Menimbulkan miosis (kerja miotika),
h. Meningkatkan pemnbebasan ADH (kerja antidiuretika), dan
i. Pada pemakaian berulang kebanyakan menyebabkan terjadinya toleransi dan
sering juga ketergantungan.
14

Kerja perifer Opiat:
14

a. Memperlambat pengosongan lambung dengan mengkonstriksi pylorus,
b. Mengurangi motilitas dan meningkatkan tonus saluran cerna (obtipasi
spastic),
c. Mengkontraksi sfinkter dalam saluran empedu,
d. Meningkatkan tonus otot kandung kemih dan juga otot sfinkter kandung
kemih,
e. Mengurangi tonus pembuluh darah dengan bahaya reaksi ortostatik, dan
21

f. Menimbulkan pemerahan kulit, urtikaria, rangsang gatal, serta pada penderita
asma suatu bronkhospasmus, akibat pembebasan histamine.
Mula kerja analgesik oral biasanya sekitar 45 menit, dan efek puncak
umumnya terlihat dalam 1 sampai 2 jam.
14

Opioid digolongkan menjadi:
15

1. Agonis
Mengaktifkan reseptor.
Contoh : morfin, papaveretum, petidin (meperidin, Demerol), fentanil,
alfentanil, sulfentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin.
15

2. Antagonis
Tidak mengaktifkan reseptor dan pada saat bersamaan mencegah agonis
merangsang reseptor.
Contoh : naloxon, naltrekson.
15

3. Agonis-antagonis
Pentasosin, nalbufin, butarfanol, buprenorfin.
15


Table 2. Contoh obat golongan opioid beserta rute pemberian dan dosis untuk
orang dewasa
14,16,17

Golongan dan Nama
Generik
Rute Kesetaraan Dosis
Analgesik (mg) Dewasa
Agonis mirip morfin
Morfin IM 10
PO 30
Hidromorfin IM 1,5
PO 7,5
Oksimorfin IM 1
R 5
Triorfanol IM (akut) 2
PO (akut) 4
IM (kronis) 1
PO (kronis) 1
Codein IM 15-30
PO 15-30
22

Hidrocodon PO 5-10
Oksicodon PO 20-30

Meperidin IM 75
PO 300c, tidak disarankan
Pentanil IM 0,1-0,2
Transdermal 25mcg/jam
Transmukosal hanya untuk
nyeri berat

Agonis-mirip metadon
Metadon IM (akut) Bervariasi
PO (akut) Bervariasi
IM (kronis) Bervariasi
PO (kronis) Bervariasi
Propoksilen PO 65
Turunan agonis- antagonis
Protazosin IM Tidak dianjurkan
PO 50
Butorfanol IM 2
Intranasal 1 (satu spray)
Nalbufin IM 10
Buprenorfin IM 0,4
Dezosin IM 10
Antagonis
Nalokson IV 0,4-1,2
Analgesik sentral
Tramadol PO 50-100

Efek samping utama penggunaan analgesik opioid dapat dilihat pada tabel
berikut.
16,17,18,19





23

Tabel 3. efek penggunaan obat-obatan golongan opioid.
Efek Manifestasi
Perubahan suasana hati
(mood)
Disforia (tidak merasa senang),
eufhoria (rasa senang berlebihan)
Somnolens Letargia (lemah), mengantuk, apatis, tidak
dapat konsentrasi
Rangsangan chemoreceptor Mual, muntah
Trigger zone
Depresi pernafasan Laju nafas menurun
Gerakan saluran cerna
Berkurang
Sembelit
Tonus spinchter meningkat Spasme (kaku) saluran empedu, retensi urin
(bervariasi antara satu obat dengan obat lain)
Pelepasan Histamin Biduran, kemerahan dan gatal, jarang terjadi
eksaserbasi asam (bervariasi antara satu obat
dengan obat lain)
Toleransi Dosis harus lebih besar agar mendapat efek
yang sama
Ketergantungan Gejala putus obat, jika obat dihentikan
mendadak

3. Terapi kombinasi
Kombinasi analgesik oral opioid dan nonopioid sering lebih efektif
dibandingkan dengan monoterapi dan memungkinkan untuk mengurangi dosis
obat masing-masing. NSAID ditambah opioid dengan jadwal tertentu seringkali
efektif untuk nyeri kanker tulang metastase.
14









24

Pilihan obat kombinasi dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 6. WHO pain relief ladder beserta contoh obat.













25































Skema 1. Skema penatalaksanaan nyeri
Pemeriksaan Penunjang:
foto polos, CT scan, MRI atau
bone scan (hal.17)
Penatalaksanaan: (hal.17-26)
1) Non-farmakologis
2) Farmakologis
Lini pertama: Amitriptilin PO 10 mg/hari, ditingkatkan bertahap hingga dosis
terapi atau mencapai dosis maksimum 75 mg/hari
Atau
Pregabalin PO 150 mg/hari dibagi 2 dosis, ditingkatkan bertahap hingga dosis
terapi atau mencapai dosis maksimum 600 mg/hari dibagi 2 dosis.
Lini kedua: Jika amitriptilin sebagai terapi lini pertama, ganti atau
kombinasikan dengan pregabalin oral.
Atau
Jika pregabalin sebagai terapi lini pertama, ganti atau kombinasikan dengan
amitriptilin (impiramin/nortriptilin) oral.
Lini ketiga: Terapi lini kedua + tramadol
Atau
Monoterapi tramadol, dosis inisial sebesar 50-100 mg, pemberian tersering
maksimum tiap 4 jam, tingkatkan dosis bertahap hingga maksimum 400
mg/hari.
Diagnosis:
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Verbal Rating Scale (VAS)
- Numerical Rating Scale (NRS)
- Visual Analogue Scale (VAS)
(hal.15-17)

Fisiologi:
- Nyeri nosiseptif nyeri
yang disebabkan oleh
adanya stimuli noksius
(trauma, penyakit atau
proses radang).
- Nyeri neuropati Nyeri
dengan impuls yang
berasal dari adanya
kerusakan atau disfungsi
dari sistim saraf baik
perifer atau pusat. (hal5-
9)

NYERI
Definisi: pengalaman perasaan
emosional yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya kerusakan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan (hal.5)
Klasifikasi: berdasarkan jenis
nyerinya
Nyeri nosiseptif dan nyeri neuropati
(hal.9-13)

26
































27
































28
































29
































30
































31
































32

BAB III
RINGKASAN

Nyeri menggambarkan suatu fungsi biologis. Ini menandakan adanya
kerusakan atau penyakit di dalam tubuh. Menurut International Association for
Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Nyeri disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem
sensorik nosiseptif. Nosiseptor merupakan reseptor ujung saraf bebas yang
terdapat pada kulit, otot, persendian, viseral, dan vaskular. Nosiseptor
bertanggung jawab terhadap kehadiran stimulus noksius yang berasal dari bahan
kimia, suhu, atau perubahan mekanikal.
Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis kompleks
yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat proses
komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi, dimana
terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf
pusat (cortex cerebri).
Berdasarkan jenisnya nyeri juga dapat diklasifikasikan menjadi nyeri
nosiseptif dan nyeri neuropati. Ada beberapa metoda yang umumnya digunakan
untuk menilai intensitas nyeri, antara lain verbal rating scale, numerical rating
scale, dan visual analogue scale.
Diagnosis keluhan nyeri dimulai dengan anamnesis secara teliti, kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, dan dilakukan pemeriksaan penunjang
apabila memang dibutuhkan.
Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan secara non-farmakologis dan
farmakologis. Secara non-farmakologis, terapi dapat dilakukan dengan cara
masase kulit, kompres, imobilisasi, distraksi, relaksasi, dan pemberian plasebo.
Secara farmakologis, terapi diberikan secara gradual sesuai dengan tingkatan
nyeri penderita, bisa diberikan NSAID sebagai analgetik lini pertama hingga
opioid sebagai analgetik kuat.
33

BAB IV
KESIMPULAN

Pada makalah ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Nyeri merupakan gejala umum yang sering muncul sebagai penanda adanya
iritasi, iskemi atau kerusakan pada jaringan tubuh.
2. Nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan.
3. Ada 4 proses nyeri hingga perasaan ini dapat dirasakan, yaitu transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi.
4. Beberapa metode yang dapat digunakan sebagai penilaian terhadap nyeri
yang dialami oleh seseorang antara lain, Visual Analogue Scale (VAS),
Numerical Rating Scale (NRS), dan Verbal Rating Scale (VRS).
5. Proses diagnosis nyeri dapat dilakukan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikologis, dan bahkan bila diperlukan bisa
dilakukan pemeriksaan penunjang
6. Penatalaksanaan nyeri dilakukan sesuai dengan intensitas nyeri dan
kebutuhan penderita, penatalaksanaan bisa hanya berupa terapi
nonfarmakologik dan terapi farmakologik bila memang dibutuhkan.











34

BAB V
SARAN

Makalah ini masih banyak kekurangan, terutama dalam penelusuran literatur
terbaru. Beberapa guideline baru akan memperbaharui guideline-nya pada tahun
2013 ini, sehingga yang penulis dapatkan adalah guideline versi terdahulu.

























35

BAB VI
PENUTUP

Akhir kata dari penulisan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada pembaca yang sudah meluangkan waktu untuk mau melihat
dan membaca makalah ini, penulis juga mengharapkan adanya saran dan kritikan
yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini karena makalah ini
terbilang masih jauh dari kategori sempurna. Oleh karena itu penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada dr. Oscar Nurhadi, Sp.S selaku pembimbing
dalam penulisan makalah ini sehingga makalah ini mampu dibuat lebih baik.
Penulis menyadari bahwa makalah inipun masih banyak kekurangan maka penulis
juga ingin memohon maaf apabila terdapat kekurangan-kekurangan yang
pembaca dapatkan dalam makalah ini karena kesempurnaan hanya milik Tuhan
YME. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

You might also like