You are on page 1of 21

Laporan Kasus

PTERIGIUM




Oleh:
Herdiko Shalatin
I1A009046




Pembimbing
dr. Hj. Hamdanah, Sp.M



BAGIAN/UPF ILMU PENYAKIT MATA
FK UNLAM RSUD ULIN
BANJARMASIN

Mei, 2014
ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 3
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................... 4
BAB III DISKUSI ................................................................................................... 8
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... iii







1
BAB I
PENDAHULUAN

Pterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu Pteron yang artinya sayap
(wing). Pterigium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada
konjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, umumnya bilateral di
sisi nasal, biasanya berbentuk segitiga dengan kepala/apex menghadap kesentral
kornea dan basis menghadap lipatan semilunar pada cantus (1,2,3,4).
Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor
yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat dengan ekuator yaitu daerah <370
lintang utara dan selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22 % di daerah
dekat ekuator dan <2 % pada daerah di atas lintang 400 (5).
Hingga saat ini etiologi pasti pterigium masih belum diketahui secara
pasti. Beberapa faktor resiko pterigium antara lain adalah paparan ultraviolet,
mikro trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu beberapa
kondisi kekurangan fungsi lakrimal film baik secara kuantitas maupun kualitas,
konjungtivitis kronis dan defisiensi vitamin A juga berpotensi menimbulkan
pterigium. Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa etiologi pterigium
merupakan suatu fenomena iritatif akibat pengeringan dan lingkungan dengan
banyak angin karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya
berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir
(2,3,4,5)






2
Gejala klinis pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan
sama sekali. Beberapa keluhan yang sering dialami pasien seperti mata sering
berair dan tampak merah, merasa seperti ada benda asing, dapat timbul
astigmatisme akibat kornea tertarik, pada pterigium lanjut stadium 3 dan 4 dapat
menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun. Pada
anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, gatal, mata
sering berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan adanya
riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah
dengan pajanan sinar mathari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwayat
trauma sebelumnya (1,9).
Penanganan pterigium pada tahap awal adalah berupa tindakann konservatif
seperti penyuluhan pada pasien untuk mengurangi iritasi maupun paparan sinar
ultraviolet dengan menggunakan kacamata anti UV dan pemberian air mata
buatan/topical lubricating drops (6,9).
Adapun indikasi operasi menurut Ziegler and Guilermo Pico, yaitu: Menurut
Ziegler : (1,3,11)
1. Mengganggu visus
2. Mengganggu pergerakan bola mata
3. Berkembang progresif
4. Mendahului suatu operasi intraokuler
5. Kosmetik
Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut (6,12):






3
1. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea,
graft konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan
ablasi retina.
2. Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia
atau nekrosis sklera dan kornea.
3. Pterigium rekuren.























4
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : Tn. Fauzi
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 20 tahun
Alamat : Jln. Pramuka Banjarmasin
Pekerjaan : Cleaning Service
Berobat tanggal : 4 Mei 2014

ANAMNESIS
Tanggal : 4 Mei 2014
Keluhan Utama : Nyeri melihat cahaya terang

Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan nyeri saat melihat cahaya yang terang sejak 6
bulan yang lalu. Muncul mendadak dan tidak ada pemicu sebelumnya.
Nyeri pada mata kiri dan terdapat penjalaran sampai pada ubun-ubun
kepala. Pasien juga mengeluhkan ada daging yang muncul pada bagian
putih mata sebelah luar, awalnya kecil saja, namun lama-kelamaan
menjalar sampai ke bagian hitam mata. Saat pertama kali daging ini
muncul, yang dikeluhan hanya perasan megganjal saat menutup mata,
namun saat daging mendekati bagian hitam mata baru mulai terasa sakit,






5
dan saat daging mencapai bagian depan mata pasien mengeluhkan
penglihatan kabur disertai nyeri saat melihat cahaya terang.
Pasien juga mengeluhkan mata merah sejak keluhan utama ini
muncul, mata merah pada mata kiri bagian luar, pasien juga mengaku
keluhan ini disertai dengan produksi air mata yang berlebih, terutama saat
serangan. Pasien berusaha mengobatinya dengan pergi ke Puskesmas,
disana diberi salep antibiotik dan obat tetes mata, tapi tidak ada perbaikan.
Pasien makan dan minum dalam jumlah dan frekuensi yang normal, hanya
saja keluhan ini membuat aktifitas pasien terganggu sebagai cleaning
service. Pasien mengaku sebelum menjadi cleaning service pernah
menjadi penambal ban, pekerjan tersebut dia lakukan selama kurang lebih
selama satu tahun.

Riwayat Penyakit Dahululu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya
maupun sakit mata yang lain. Pada pasien tidak pernah dilakukan operasi
mata dan tidak pernah terjadi trauma mata.

Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak mengalami keluhan serupa maupun penyakit
mata lain.







6
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda-tanda vital : Frekuensi nadi : 88 kali/menit, reguler
Frekuensi nafas : 20 kali/menit, reguler
Suhu tubuh : 37C, aksila

Status Lokalis :
OD OS
Fiksasi objek (+), Fiksasi
cahaya (+)

Visus
Fiksasi objek (+), Fiksasi
cahaya (+)

Sejajar Bulbus Oculi Sejajar
Sentral Kedudukan Sentral
Normal ke segala arah Gerak Normal ke segala arah
Hitam Supercilia Hitam
Hiperemi (-), Edem (-) Palpebra Hiperemis (-), Edem (-)
Hiperemis (-), Sekret (-)
Konjungtiva
Palpebra
Hiperemis (-), Sekret (-)
Hiperemis (-), Sekret (-)
Konjungtiva
fornices
Hiperemis (-), Sekret (-)
Hiperemis (-)
Konjungtiva
bulbi
Hiperemis (-)






7

DIAGNOSA KLINIS
Pterigium Temporal Orbita Sinistra

PENATALAKSANAAN
Ekstirpasi massa pterigium orbita sinistra.

PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad Sanactionam : bonam
Jernih Kornea
Jernih, terdapat jaringan
lunak berwarna kecoklatan
Putih Sklera
Kemerahan, terdapat jaringan
lunak berwarna kecoklatan
Dalam COA Dalam
Gambaran normal,
Cripta regular
Iris
Gambaran normal,
Cripta regular
Sentral, reguler, 3 mm,
reflek cahaya (+)
Pupil
Sentral, reguler, 3 mm,
reflek cahaya (+)
Jernih Lensa Jernih
Konsistensi lunak Palpasi Konsistensi lunak






8
BAB III
DISKUSI

Pterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu Pteron yang artinya sayap
(wing). Pterigium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada
konjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, umumnya bilateral di
sisi nasal, biasanya berbentuk segitiga dengan kepala/apex menghadap kesentral
kornea dan basis menghadap lipatan semilunar pada cantus (1,2,3,4).
Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor
yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat dengan ekuator yaitu daerah <370
lintang utara dan selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22 % di daerah
dekat ekuator dan <2 % pada daerah di atas lintang 400 (5).
Sebuah hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan daerah yang
terkena paparan ultraviolet lebih tinggi di bawah garis lintang. Pasien di bawah
umur 15 tahun jarang terjadi pterigium. Prevalensi pterigium meningkat dengan
umur, terutama dekade ke 2 dan 3 kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20-
49 tahun. Pterigium rekuren sering terjadi pada umur muda dibandingkan dengan
umur tua. Laki-laki 4 kali lebih berisiko daripada perempuan dan berhubungan
dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat paparan lingkungan di luar
rumah (5,6).
Pada pasien, pterigium berbentuk memanjang dengan arah rambatan ke
sentral. Pasien memang tinggal di daerah yang dapat memicu terjadinya penyakit






9
mata pterigium, yaitu di pulau Kalimantan yang mana memiliki iklim yang tropis,
juga tinggal di kota besar yang penuh polusi serta udara yang kering. Pasien
adalah laki-laki berusia 20 tahun, yang dapat meningkatkan risiko teridapnya
penyakit mata pterigium.
Hingga saat ini etiologi pasti pterigium masih belum diketahui secara
pasti. Beberapa faktor resiko pterigium antara lain adalah paparan ultraviolet,
mikro trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu beberapa
kondisi kekurangan fungsi lakrimal film baik secara kuantitas maupun kualitas,
konjungtivitis kronis dan defisiensi vitamin A juga berpotensi menimbulkan
pterigium. Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa etiologi pterigium
merupakan suatu fenomena iritatif akibat pengeringan dan lingkungan dengan
banyak angin karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya
berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir.
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan
berdasarkan penelitian menunjukkan riwayat keluarga dengan pterigium,
kemungkinan diturunkan autosom dominan (2,3,4,5).
Pasien sebelum mengidap pterigium, pasien menyangkal pernah
mengalami sakit mata. Pasien mengaku sebelum menjadi cleaning service pernah
menjadi penambal ban, pekerjan tersebut dia lakukan selama kurang lebih selama
satu tahun. Pasien menyangkal ada keluarga yang pernah mengeluhkan hal yang
sama dengan pasien.
Pterigium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe,
stadium, progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh darah






10
episklera , yaitu:
1. Berdasarkan Tipenya pterigium dibagi atas 3: (3,5,9)
- Tipe I : Pterigium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus
atau menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm dari
kornea. Stockers line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel
kornea dan kepala pterigium. Lesi sering asimptomatis, meskipun
sering mengalami inflamasi ringan. Pasien yang memakai lensa
kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
- Tipe II : di sebut juga pterigium tipe primer advanced atau
ptrerigium rekuren tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh
pterigium sering nampak kapiler-kapiler yang membesar. Lesi
menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau rekuren setelah
operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmat.
- Tipe III: Pterigium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona
optik. Merupakan bentuk pterigium yang paling berat. Keterlibatan
zona optik membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi mengenai
kornea > 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas
khususnya pada kasus rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis
subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya menyebabkan
gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.








11
2. Berdasarkan stadium pterigium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu:
(3,5,9)
Stadium I : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
Stadium II : jika pterigium sudah melewati limbus dan belum
mencapai pupil, tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.
Stadium III : jika pterigium sudah melebihi stadium II tetapi
tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya
normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm).
Stadium IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil
sehingga mengganggu penglihatan.





Gambar 2. Pterigium stadium 1 Gambar 3. Pterigium stadium 2



Gambar 4.Pterigium stadium 3 Gambar 5. Pterigium stadium 4








12
3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterigium dibagi menjadi 2 yaitu:
(3,5,9)
- Pterigium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di
kornea di depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium)
- Pterigium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi
bentuk membran, tetapi tidak pernah hilang.
4. Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterigium dan harus
diperiksa dengan slit lamp pterigium dibagi 3 yaitu: (3,5,9)
- T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat
- T2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagian terlihat
- T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.
Pasien mengeluhkan terjadi penurunan penglihata dikarenakan sebgian
masa pterigium mentup pandangan, hal ini dapat menunjukkan bahwa pasien
menderita pterigium tipe III dan stadium IV.
Gejala klinis pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan
sama sekali. Beberapa keluhan yang sering dialami pasien seperti mata sering
berair dan tampak merah, merasa seperti ada benda asing, dapat timbul
astigmatisme akibat kornea tertarik, pada pterigium lanjut stadium 3 dan 4 dapat
menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun. Pada
anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, gatal, mata






13
sering berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan adanya
riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah
dengan pajanan sinar mathari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwayat
trauma sebelumnya (1,9).
Pasien awalnya tidak merasa terganggu dengan masa pterigium, namun
selanjutnya pasien merasa ada yang mengganjal, nyeri, kemudian penglihatan
kabur. Pasien tidak mengeluhkan adanya riwayat sakit mata berulang. Pasien juga
mengeluhkan matanya merah.
Pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada
permukaan konjuntiva. Pterigium dapat memberikan gambaran yang vaskular dan
tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan flat. Perigium paling sering
ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi kr kornea nasal, tetapi dapt
pula ditemukan pterigium pada daerah temporal (6).
Masa pterigium tidak ditemukan adanya pembuluh darah yang berlebih, dan
pterigium ini muncul dari temporal ke sentral.
Penanganan pterigium pada tahap awal adalah berupa tindakann konservatif
seperti penyuluhan pada pasien untuk mengurangi iritasi maupun paparan sinar
ultraviolet dengan menggunakan kacamata anti UV dan pemberian air mata
buatan/topical lubricating drops (6,9).
Adapun indikasi operasi menurut Ziegler and Guilermo Pico, yaitu: Menurut
Ziegler : (1,3,11)






14

6. Mengganggu visus
7. Mengganggu pergerakan bola mata
8. Berkembang progresif
9. Mendahului suatu operasi intraokuler
10. Kosmetik
Menurut Guilermo Pico :
1. Progresif, resiko rekurensi > luas
2. Mengganggu visus
3. Mengganggu pergerakan bola mata
4. Masalah kosmetik
5. Di depan apeks pterigium terdapat Grey Zone
6. Pada pterigium dan kornea sekitarnya ada nodul pungtat
7. Terjadi kongesti (klinis) secara periodik
Pada prinsipnya, tatalaksana pterigium adalah dengan tindakan operasi. Ada
berbagai macam teknik operasi yang digunakan dalam penanganan pterigium di
antaranya adalah (1,3,11):
1. Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva
dengan permukaan sklera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya
tingkat rekurensi pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.
2. Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang
terbuka, diman teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva relatif






15
kecil.
3. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas
eksisi untuk memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
4. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka
bekas eksisi untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang
kemudian diletakkan pada bekas eksisi.
5. Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil
dari konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran
luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan
perekat jaringan (misalnya Tisseel VH, Baxter Healthcare, Dearfield,
Illionis).
Pasien tidak dilakukan terapi konservatif karena saat pasien datang sudah
memenuhi kriteria untuk dilkukan operasi yaitu masa pterigium menutupi
jalan cahaya, sehingga pasien direncanakan untuk dilakukan pembedahan.
Komplikasi pterigium meliputi sebagai berikut (6,12):
1. Astigmat
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterigium adalah
astigmat karena pterigium dapat menyebabkan perubahan bentuk
kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh pterigium serta
terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada kornea yang
berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran itu
sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat tear meniscus antara






16
puncak kornea dan peninggian pterigium. Astigmat yang ditimbulkan
oleh pterigium adalah astigmat with the rule dan iireguler astigmat.
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan
dan menyebabkan diplopia.
Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut (6,12):
4. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea,
graft konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan
ablasi retina.
5. Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia
atau nekrosis sklera dan kornea
6. Pterigium rekuren
Komplikasi penyakit mata pterigium yang ditemukan pada pasien yaitu mata
merah.










17
BAB IV
PENUTUP

Telah dilaporkan kasus pterigium pada penderita laki-laki berusia 20
tahun. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diketahui bahwa pasien mengalami
pertumbuhan jaringan pada sklera muncul mendadak, perlahan, dan menetap, dan
disertai penurunan visus. Keluhan juga disertai dengan nyeri pada mata yang
sakit. Pasien didiagnosis sebagai pterigium. Penatalaksanaan pasien dengan
pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD.
Management of Pterygium. Opthalmic Pearls.2010
2. Caldwell, M. Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 August 11]. Available
from : www.eyewiki.aao.org/Pterygium
3. Suharjo. Ilmu kesehatan Mata edisi 1. Yogyakarta. Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.2007. hal 40-41
4. Voughan & Asbury. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal
119.
5. Laszuarni. Prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter
Spesialis Mata. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. 2009.
6. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 July 24]
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
7. Tasman, W and Jaeger, E.A. Pathology of Conjunctiva. In : Duanes
Ophtalmology. New York : Lippincott William and Wilkins. 2007.
8. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas.
New York : Thieme Stutgart. 2000
9. Anton,dkk. Pterigium. [online] 2010. [ cited 2011 July 10]. Available from:
www.inascrs.org/pterygium/
10. Drakeiron. Pterigium. [online]2009. [cited 2011 August 11]. Avaible from :
http://drakeiron.wordpress.com/info-pterigium.





11. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to
Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In:
External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of
Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366
12. Maheswari, sejal. Pterydium-inducedcornealrefractive changes.[online] 2007.
[cited 2011 August 11]. Aviable from : http//www.ijo.in/article.asp?issn
13. Subramanian,R. Pterygium. [online] 2008. [cited 2011 August 17]. Aviable
from : http://www.eophtha.com/eophtha/ejo40.html

You might also like