You are on page 1of 6

Tugas Etika Ilmu Pengetahuan

Sokrates adalah filsuf pertama yang mencoba merumuskan dengan singkat tujuan etika: agar
manusia memiliki arte, keutamaan. Pemikiran tersebut memiliki latar belakang Yunani kuno
yang telah membedakan dengan tegas keutamaan moral dan keutamaan teknis. Sebagai
contoh,para tukang diajak untuk menjadi tukang yang unggul, karena mereka diminta untuk
memiliki kemampuan teknis pertukangan. Selain keunggulan dalam bidang teknis tersebut, para
tukang harus memiliki keunggulan lain, yaitu keunggulan sebagai manusia, karena selain sebagai
tukang mereka adalah manusia yang berakal budi. Dengan demikian para tukang harus
mengusahakan keunggulan praktis sebagai manusia, yang mampu menilai dirinya sendiri,
pekerjaannya sendiri dan perkembangannya agar menjadi manusia.
Dalam kacamata Sokrates tersebut setiap pekerjaan memiliki tuntutan untuk menjadi unggul baik
dari segi moral maupun dari segi teknis termasuk ilmu pengetahuan. Keunggulan sebagai
ilmuwan tidak ditentukan semata-mata pada penguasaan teknis dalam bidang keahliannya, tetapi
juga pengertian tentang bagaimana menjadi manusia. Karena itu seorang ilmuwan dalam
kacamata Sokrates tidak perlu menjadi sang raksasa, dalam pengertian Laplace, yang hanya
berpuas diri dengan kepandaian metodologis dan teoretis. Ia harus dilengkapi dengan
pertimbangan praktis untuk menjadi manusia baik. Jadi keunggulan seorang ilmuwan amat
ditentukan oleh kepandaiannya sebagai ilmuwan dan manusia. Lalu, menjadi pertanyaan kita
sekarang: bagaimana kita menjelaskan keunggulan manusia ilmu pengetahuan dalam ruang
kepentingan ekonomi dan politik dewasa ini? Apa artinya menjadi manusia yang baik di satu sisi
dan menjadi ilmuwan di sisi lain?
Mau menjadi manusiadan ilmuwan yang baik tidak berarti harus kembali ke alam dengan
membangun semacam romantisme yang mengabaikan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada pertengahan abad lalu, kurang lebih pada decade 1960 dan 1970, kita melihat
bagaimana angkatan muda dari dunia barat yang merasa muak dengan budaya teknik mulai
mengarahkan minatnya ke dunia timur untuk belajar meditasi I Ching, yen, dan yoga: suatu cita-
citauntuk menggantikan nuclear power dengan flower akan power. Gerakan ini tentu memiliki
sumbangan penting dalam politik ebudayaan pada akhir abad lalu dengan lahirnya green-
movements, gerakan-gerakan hijau di dunia barat yang memberikan perhatian kepada
lingkungan hidup, kemiskinan, dan masalah perempuan. Tetapi gerakan-gerakan tersebut
memiliki basisnya yang terlalu reaktif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
karena tidak memikirkan dengan baik segi tanggung jawab ilmu dan teknik secara positif.
Etika ilmu pengetahuan merupakan sebuah refleksi atas tanggungjawab terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta dampaknya. Denagn perkataan lain, tugas etika bukan
untuk menafikkan manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi melainkan mengajak setiap orang
untuk bertanggungjawab terhadap ekses teknologi baik terhadap manusia maupun alam. Tugas
semacam ini terasa semakin mendesak, karena setiap langkah pengembangan ilmu pengetahuan
dan tek nik selalu mengandung imperative moral. Keniscayaan etis tersebut dimaksudkan untuk
menghindari pembalikan sifat hubungan anara manusia dan teknik. Teknik adalah alat untuk
manusia bukan subyek atas manusia.
Dengan mengagendakan etika sebuah refleksi atas tanggungjawab terhadap perkembangan ilmu
penegtahuan sebuah distingsi yang dibangun oleh max weber mengenai etika maksud baik dan
etika tanggungjawab perlu mendapat perhatian di sini. Etika maksud baik memeberikan
perhatian pada aku sebagai subyek normal. Moralitas semacam ini menekankan otonomi sang
subyek. Menurut weber, sejarah pemikiran etika mulai dari sokrates dan aristoteles hinggan
Immanuel kant memeberi perhatian pada masalah pikiran dan kehendak yang baik. Moralitas
diukur berdasarkan kehendak dan pikiran yang baik seorang subyek moral. Menurut pengamatan
weber, gagasan ini menjadi ciri khas etika agama. Bentuk konkretnya adalah sejumlah ajaran
yang harus ditaati agar seseorang dapat dikatakan etis dan berhati mulia. Hati yang mulia, hati
yang berintensi kepada kebaikan adalah inti dari jenis etika maksud baik tersebut. Kriteria utama
bagi moralitas menurut etika maksdu baik adalah motivasi yang baik.
Pendekatan ini memiliki sumbangan bagi etika, karena tujuan etika adalah agar setiap orang
mengerti apa atinya menjadi manusia yang baik. Pemikiran seperti ini turut mewarnai cara kita
memandang etika ilmu penegtahuan. Seorang ilmuwan yang baik dari segi moral menurut
perspektif etika maksud baik adalah manusia ilmuwan yang bertindak berdasarkan prinsip mora;
yang berlaku universal seperti kejujuran, keterbukaan, ketelitian dan keadilan. Karenai itu
manusia ilmuwan yang baik adalah ia yang jujur, teliti, terbuka, dapat dipercaya dan adil. Inilah
maksud dari integritas ilmuwan berdasarkan pendekatan etika maksud baik tersebut.
Namun ilmu penegtahuan dan teknologi telah berkembang cepat sehingga kita tidak bisa
meramalkan apa yang akan terjadi. Tanpa disadari ilmu dan teknologi sudah menembus langit
langit sacral yang berisi tatanan moral dengan basis basis metafisik yang tak dapat diganggu
gugat. Kemajuan tersebut membuat kita tejebak dalam suatu wilayah ysng mencemaskan dan
membahayakan tidak hanya eksistensiyang lain tapi eksistensi kita sendiri. Berkenaan dengan
jebakan tersebut, weber mengusulkan agar etika tidak berhenti dengan memberikan patokan
patokan normative yang harus ditaati, karena maksud baik tanpa prediksi masa depan tidaklah
cukup. Ia mengharapkan agar etika ilmu pengetahuan dan teknik dewasa ini mampu memberi
respon terhadap persoalan etika yang terjadi dan yang tidak dapat diantisipasi. Kita boleh
mengatakan bahwa tugas etika tidak boleh hanya menjadi sebuah refleksi atas suatu kehidupan
yang sudah rusak dan rapuh, sebagaiman diungkapkan Theodore adorno, melainkan berburu
waktu untuk menjawab pertanyaan: apa artinya hidup yang baik dalam perspektif baru, dalam
perspektif etika tanggunjawab terhadap apa yang terjadi sebagai akibat perkembangan teknologi.
Dalam perspektif etika tanggungjawab inilah, max weber menilai bahwa masyarakat moden
membutuhkan lebih dari sekedar pertimbangan berdasarkan etika maksud baik. Ilmuwan diminta
untuk memperhatikan implikasi implikasi teknis dan social dari hasil temuannya.
Weber tentu tidak bermaksud menegaskan bahwa etika maksdu baik tidak pantas diterapkan
dalam ilmu pengetahuan. sebaliknya ia malah mengakui bahwa etika maksud baik memiliki
mutu yang tinggi yang dapat mengantar ilmuwan untuk berbicara tentang a-cosmic human love,
cinta manusiawi yang mengatasi ruang kosmis. Namun sebagimana dikatakan weber cinta
manusia yang bersifat universal itu barangkali tidaklah cukup. Sebab ilmu pengetahuan dan
teknik telah membongkar dimensi tersebut dengan mencoba menyentuh dimensi pengalaman
manusia dengan dunia, dengan manusia, dan dengan ilmu dan teknik sebagai alat. Etika perlu
berbicara tentang dimensi tanggungjawab riil dari seorang ilmuwan atas apa yang ia pikirkan dan
atas keterlibatannya.
Arti Tanggung Jawab Etis

Dalam pemikiran klasik tanggungjawab sering dimengerti dalam arti kausalitas. Manusia adalah
sebab dari suatu tindakan dan akibat akibatnya. Karena itu sebagai pelaku tindakan tersebut ia
harus bertanggung jawab penuh atas apa yang ia lakukan. Referensi utama penilaian etis disini
tidak lagi memfokus pada apakah yang ia lakukan itu baik atau tidak, tetapi apa yang
dilakukannya harus dipertanggungjawabkan sepenuhnya, karena ia adalah pelakunya. Van
melsen merumuskan konsep ini dalm kata kata berikut: tanggung jawab mengandaikan
penyebabnyang menyebabkan sendiri dan tidak langsung untuk bicara tentang manusia yang
mempraktekkan, menerapkan, dan menggunakan ilmu pengetahuan. ini berarti etika tanggung
jawab memiliki dimensi waktu sekarang dan masa depan. Melibatkan waktu sekarang, karena
saya adalah subyek yang melakukan tindakan tertentu masa sekarang. Atas masa sekarang
tersebut saya menunjukan tanggung jawab saya. Namun tanggung jawab saya juga memiliki
dimensi masa depan, artinya tanggung jawab saya tidak hanya menyangkut alasan alasan yang
saya pertimbangkan pada waktu saya melakuka perbuatan tersebut tetapi secara mendasar
menyangkut akibat masa depan akibat tindakan saya.
Berkaitan dengan dimensi masa depan tanggung jawab tersebut, hans Jonas memiliki sumbangan
yang khas. Dalam bab kedua buku das prinzip verantwortung, Jonas mengidentifikasi etikanya
sebagai sbuah refleksi atas prinsip tanggung jawab dan metode penyelamatan alam dan manusia.
Perpaduan antara prinsip dan metode itulah yang menjadi dasar bagi Jonas untuk
memperkenalkan secara rinci apa yang ia maksud dengan etika masa depan.
Pertama, etika tanggung jawab mengandung pengetahuan yang riil mengenai akibat jangka
panjang dari tindakan teknologis. Pengethauan tersebut tentu tidak mudah diketahui dengan
prediksi ilmiah, karena kepastian akan masa depan tidak dapat diketahui dengan jelas. Namun
Jonas yakin bahwa kita memiliki persepsi dan imajinasi tentang masa depan terutama tentang hal
hal buruk. Bahkan pengethauan mengenai hal hal buruk menjadi lebih nyata daripada
pengetahuan tentang kebaikan itu sendiri. Pengethauan imajinatif kita tentang hal hal buruk
tersebut oleh Jonas disebut sebagai heuristika ketakutan.karena itu untuk membangun etika masa
depan Jonas menegaskan 2 hal. Pertama, kita harus memakai imajinasi untuk membayangkan
akibat jangka panjang penerapan teknologis. Akibat akibat teknologis tersebut tidak pernah kita
alami sebelumnya, karena teknologi selalu memilki implikasi implikasi masa depan. Sebaliknya
kita harus membayangkan kemungkinan terjadinya hal buruk. Kedua, membangun perasaan yang
sesuai dengan apa yang kita bayangkan. Kemungkinan terjadinya hal hal buruk dapat membuat
orang takut. Tetapi perasaan tersebut bersifat produktif karena hanya dengan merasa ngeri
terhadap kemungkinan malapetaka tersebut kita dapat membangun motivasi untuk mengambil
tindakan yang riil untuk meresponnya.
Kedua, etika tanggung jawab mendahulukan ramalan negative daripada positif. Jonas memeberi
3 alasan utnuk itu. Pertama, pengembangan teknologi senantiasa membawa akibat yang sulit
diramalkan, terutama akibatnya bagi system kehidupan ditandai dengan ketidakpastian. Kedua,
perkembangan teknologi berjalan begitu cepat sehingga tidak ada waktu utnuk refleksi. Kalau
tokoh ada waktu untuk refleksi, koreksi atas apa yang sudah dikembangkan menjado tak
terlaksanakan. Dengan perkataan lain, perkembangan teknologi berjalan secara kumulatif, tanpa
koreksi diri yang memadai. Ketiga, ada tanda tanda bahwa peninggalan evolusi biologis hanay
bertahan jika dipelihara. Tetapi melalui teknologi, peninggalan evolusi terancam lenyap.
Menghadapi resiko tersebut kia memiliki kewajiban utnuk melindungi peninggalan evolusi
tersebut dari ancama kepunahan.
Berkaitan dengan ancama tersebut, unsur ketiga etika masa depan adalah taruhan dalam setiap
tindakan manusia. Mengikuti Goethe yang mengatakan bahwa setiap pelaku selalu tidak
mengindahkan moral, Jonas menegaskan bahwa tindakan manusia mengandung unsur taruahn
atau risiko, meskipun tidak ada kepastian apapun mengenai risiko tersebut. Menghadapi
tantangan ini, tugas etika masa depan tidak pertama tama mencapai kebaikan teringgi tetapi
cukup mencegah keburukan tertinggi.
Implikasi etika ini jelas luas, yaitu memikirkan risiko terhadap eksistensi manusia. Etika masa
depan memberi perhatianpada kemungkinan situasi keburukan tertinggi manusia, karena bagi
Jonas manusia dapat hidup tanpa keuntungan tertinggi, tetapi tidak denga keburukan tertinggi.
Dengan pertimbangan atas unsur taruhan tersebut Jonas mengharapkan agar pertumbuhan
teknologi tidak memusnahkan manusia. Meskipun ada penguasa politik menghancurkan suku,
kota dan bangsa tertentu, manusia dan kehidupan di dunia harus dipertahankan. Dalam situasi
ektrem tidak ada alasan untuk mnusia baik secara perorangan maupun kolektif untuk bunuh diri.
Apapun bentuk taruhan paling berbahaya dalam hidup manusia eksistensi manusia mutlak harus
ada. Jonas menyebutnya sebagai aksioma etis paling mendasar dari etika tanggung jawab.
Aksioma etis ini berhubungan dengan pandangan metafisika tentang hakikat manusia. Jika
Descartes mendorong pemikiran kritis untuk menilai ketidakpastian sebagai kesalaha, dalam
ketidakpastian Jonas justru mengajak orang pada sebuah kepastian metafisika: keyakinan bahwa
manusia harus tetap ada. Etika tanggung jawab berpihak pada ada bukan ketiadaan.
Unsur keempat, etika masa depan adalah kewajiban terhadap masa depan. Inti ketika tanggung
jawab terletak disini, yaitu bahwa tanggung jawab terhadap masa depan tidak timbal balik.
Mengapa? Jonas melihat etika tradisional selama ini selalu memfokuskan diri pada konsep hak.
Diatas konsep tersebut keadilan selalu berarti tuntutan untuk memberikan kepada siapa saja apa
yang menjadi haknya. Menurut Jonas pandangan ini jelas tidak akan menjawabpertanyaan
mengenai tanggung jawab kita pada sebuah generasi yang belumada. Jonas melihat etikanya
memberikan perhatian pada eksistensi masa depan yang belum ada; dan terhadap masa depan
yang belum eksis tersebut kita harus bertanggung jawab. Dengan perkataan lain gagasan
tanggung jawab independen terhadap gagasan hak dan gagasan resiprositas.
Namun, Jonas agak behati hati menjelaskan dimensi tidak timbal balik tanggung jawab ini,
karena kita terbiasa menunjukan tanggung jawab tersebut pada anak kita senidri. Berdasarkan
relasi biologis dengan anak tersebut, tanggung jawab terhadap anak mengandaikan sebuah
konsep hak. Konteksnya akan berbeda jika kita berbicara tentang masa depan eksistensi umat
manusia dan tanggung jawab

You might also like