You are on page 1of 43

MAKALAH

GANGGUAN KOGNITIF DAN DEPRESI









Disusun Oleh :
Abdullah Shidqul Azmi
Arifah Shabrina
Aulia Ajrina

Pembimbing :
dr. Rusdi Effendi Sp.KJ




STASE KLINIK GERIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014

1

BAB I
PENDAHULUAN

Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia dan terjadi
penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi
satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara
umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia. Efek-efek
tersebut menentukan lansia dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk.
Masalah-masalah kesehatan atau penyakit fisik dan atau kesehatan jiwa yang sering timbul
pada proses menua (lansia), diantaranya gangguan sirkulasi darah, gangguan metabolisme
hormonal, gangguan pada persendian, dan berbagai macam neoplasma.
Masalah sosial yang dihadapi lanjut usia (lansia) adalah bahwa keberadaan lansia
sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat luas. Kaum lansia sering dianggap tidak
berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif dan sebagainya. Perubahan perilaku ke arah negatif ini
justru akan mengancam keharmonisan dalam kehidupan lansia atau bahkan sering
menimbulkan masalah yang serius dalam kehidupannya. Bentuk-bentuk permasalahan yang
dihadapi lansia diantaranya timbul demensia, gejala depresi, skizofrenia, adanya delusi dan
sebagainya.
Proses kejiwaan dasar pada orang-orang tua tidak jauh berbeda dengan orang yang
lebih muda. Bagaimanapun, proses penuaan dan perubahan patologi mengakibatkan
persoalan-persoalan kejiwaan yang berhubungan erat dengan kelompok umur ini. Persoalan-
persoalan yang lazim dihadapi pada pengobatan adalah keterlibatan dan berubahnya
hubungan antara orang-orang tua dengan anak-anak mereka yang sudah remaja.
Psikogeriatri atau psikiatri geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang
memperhatikan pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan psikologik atau
psikiatrik pada lanjut usia. Diagnosis dan terapi gangguan mental pada lanjut usia
memerlukan pengetahuan khusus, karena kemungkinan perbedaan dalam manifestasi klinis,
patogenesis dan patofisiologi gangguan mental antara patogenesis dewasa muda dan lanjut
usia. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu dipertimbangkan, antara lain sering
adanya penyakit dan kecacatan medis kronis penyerta, pemakaian banyak obat (polifarmasi)
dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan kognitif.



2

BAB II
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Ny. I
Usia : 70 tahun
Tanggal lahir : 15 April 1943
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Karawang
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Dasar
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Jumlah Anak : 1 perempuan
Ruang rawat : Ruang Tulip

I. KELUHAN UTAMA
Pasien merasa murung dan bosan sejak 3 bulan yang lalu

II. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
O Pasien merasa murung dan bosan sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengeluh
badannya lemas, mudah lelah, merasa tidak berdaya, dan malas mengerjakan
aktivitas. Pasien sering berada di dalam kamar dan jarang berinteraksi dengan
orang lain. Nafsu makan menurun disangkal. Berat badan turun disangkal.
O Pasien kadang-kadang mengeluh nyeri kepala sejak 1 tahun yang lalu.
Dirasakan nyeri seperti berdenyut di kepala sebelah kanan. Nyeri pada tengkuk
dan leher disangkal. Keluhan mual disangkal. Nyeri berkurang dengan istirahat
dan pasien tidak mengkonsumsi obat pereda nyeri.
O Nyeri perut, nyeri dada dan sesak napas disangkal. Riwayat batuk lama
disangkal. Riwayat demam disangkal. Keluhan nyeri dan kaku sendi disangkal.
BAK dan BAB pasien tidak ada keluhan. Keluhan sulit tidur disangkal. Riwayat
penggunaan obat jangka lama disangkal.

3

III. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
O Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien
O Pasien memiliki riwayat darah tinggi 1 tahun lalu yang tidak terkontrol.
O Riwayat kencing manis, asma, kanker, penyakit jantung, dan alergi disangkal.
O Riwayat merokok, minum alkohol dan konsumsi obat-obatan terlarang disangkal.
O Riwayat dirawat di RS dan riwayat operasi disangkal.

III. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
O Tidak ada di keluarga yang mengalami keluhan yang serupa.
O Pada keluarga riwayat kencing manis, penyakit jantung, hipertensi dan alergi tidak
ada

IV. RIWAYAT SOSIAL DAN KEBIASAAN
O Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok atau minum alkohol. Namun memiliki
kebiasaan minum kopi setiap hari 1 gelas sejak usia muda, minum teh dan jamu
jarang.
O Komunikasi interpersonal terbatas. Pasien sering menyendiri dan berdiam di
kamar.

V. RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT
Saat ini pasien tidak sedang mengkonsumsi obat

VI. ANALISA KEUANGAN
Saat ini pasien tinggal di panti tanpa penghasilan. Untuk kehidupan sehari-hari
ditanggung oleh panti (sandang, pangan, kesehatan).

VII. ANALISA LINGKUNGAN PANTI
Pasien tinggal di kamar lantai 1, ruang Tulip. Lantai dikamar pasien
cukup bersih dan kering. Tidak ada karpet dan lantai terbuat dari keramik yang tidak
licin. Penerangan di kamar pasien baik. Kloset yang terdapat di kamar pasien
cukup baik dengan bentuk kloset duduk dan terdapat pegangan di dinding kamar
mandi. Sirkulasi udara cukup karena jendela kamar selalu terbuka. Penerangan dalam
kamar juga cukup.

4

VIII. ANALISA GIZI

O BB : 59 kg TB : 152 cm
O IMT : 25,54 overweight (kriteria Asia Pasifik)

O Kebutuhan kalori basal : 1153 kkal
O keb.kalori/hari :1153 kkal x 1.12 : 1292 kkal
O Karbohidrat 60%: 194 g
O Protein 25% : 81 g
O Lemak 15% : 22 g

Pemeriksaan MNA

5

IX. ANAMNESIS SISTEM


X. PEMERIKSAAN FUNGSI KOGNITIF (MMSE)

Interpretasi hasil : Gangguan Kognitif Ringan

Lampiran gambar pasien
6

UJI AMT


XI. PEMERIKSAAN FUNGSIONAL ( INDEKS ADL BARTHEL)

XII. PEMERIKSAAN BERG BALANCE SCALE

7

XIII. PEMERIKSAAN GERIATRIC DEPRESSION SCALE

Hasil : Pasien mengalami depresi

XIV. STATUS MENTAL
Deskripsi umum
O Penampilan
Pasien perempuan mengenakan baju tidur, perawatan diri cukup baik,
O Perilaku dan aktivitas motorik
Pasien tampak tenang dan lebih lambat
O Pembicaraan
Pasien menjawab sesuai dengan yang ditanyakan,namun artikulasi kurang jelas.
Pertanyaan harus jelas dan mudah dimengerti, volume suara pasien agak pelan,
kecepatan bicara cukup,
O Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif. Tampak cukup terbuka pada pemeriksa
Mood dan Afek
O Mood : Hipotim
O Afek : Terbatas
O Keserasian : Serasi
Gangguan Persepsi
O Tidak ditemukan halusinasi, depersonalisasi
Proses atau bentuk pikir
O Jawaban pasien sesuai dengan pertanyaan, tidak terdapat asosiasi longgar
8

Isi Pikir
O Gangguan pikiran : Tidak ada waham
Pengendalian Impuls
O Pasien dapat mengendalikan dirinya selama proses anamnesis dan pemeriksaan fisik
Daya nilai sosial dan tilikan
O Baik, pasien bersikap sopan selama anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien juga
menyadari bahwa marah-marah dan menyakiti orang lain adalah perbuatan yang
salah.
O Tilikan derajat 5: menyadari penyakitnya dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya
Taraf Dapat Dipercaya
O Secara keseluruhan pasien dapat dipercaya.

XV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pola dan analisa jalan
Pasien tidak menggunakan kursi roda, pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
secara mandiri.
2. Keadaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E
4
M
5
V
6

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Status gizi : BB 59 TB 152 BMI 25,54
LLA 25 mm
Tanda Vital : TD duduk : 130/80 mmHg
TD Berbaring : 130/80 mmHg
Nadi : 84x/menit,regular,isi cukup
Suhu : 36,5
o
C
Pernafasan : 18x/menit regular
Keadaan Lokal
Trauma Stigmata : -
Perdarahan perifer : Capillary refill time <3 detik
KGB : tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)
Columna Vertebralis : Lurus ditengah, tidak ada nyeri tekan

9

3. Kulit : Kering , scar (-), luka terbuka (-),dekubitus (-), memar (-)
4. Kepala : Normochepal, Rambut putih beruban, tidak mudah dicabut
5. Mata : Conjungtiva anemis (-) / (-)
Sklera Ikterik (-) / (-)
RCL (+) / (+) RCTL (+) / (+)
Pupil Bulat Isokhor
6. THT
- Telinga : normotia, Deformitas (-)/ (-)
- Hidung : Pernafasan cuping hidung ( - ): Deformitas (-);Sekret -/-, hiperemis -
/-, deviasi septum (-), edema -/-
- Tenggorokan : T1/T1 Tidak hiperemis
7. Leher : Trakea di tengah, Tiroid tidak teraba, JVP 5-2 cmH
2
0 ;
pembesaran KGB (- ) nyeri tekan (-)
8. Mulut : Oral hygiene cukup baik, lidah tidak deviasi, gigi palsu (-),
faring tidak hiperemis
9. Paru
Inspeksi : gerakan nafas simetris dalam statis & dinamis
Palpasi : Nyeri tekan (-), emphysema subkutis (-) vokal fremitus sama pada
lapang paru dextra et sinistra
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler. Suara napas tambahan ronkhi -/- Wheezing -/-
10. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : teraba Ictus ordis pada 1 jari lateral MCL ICS 5 sinistra
Perkusi : Pinggang jantung ICS III PSL sinistra
: Batas kanan ICS 4 PSL dextra
: Batas Kiri 2 jari medial MCL ICS 5 sinistra
Auskultasi : BJ I & II regular, Murmur (-), Gallop (-)
10. Abdomen
Inspeksi : perut membuncit
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defanse muscular (-),
hepatoslenomegali (-) Nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
10

11. Punggung :deformitas (-), gibus (-)
12. Genitalia Eksterna : tidak diperiksa
13. Otot & Kerangka
- Analisa berjalan: pasien tidak menggunakan kursi roda
- Pemeriksaan untuk ekstremitas atas dan bawah dekstra et sinistra muskuloskeletal
dalam batas normal.
Ekstermitas atas Bahu Siku Wrist (hand) Jari tangan
Deformitas - - - -
Nyeri - - - -
Bejolan - - - -
ROM
- - Fleksi
- - Ekstensi
- - Abduksi
- - adduksi
- - Endorotasi
- - Eksorotasi
- - Pronasi
- - Supinasi

Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max


Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max


Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max

Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Ekstremitas bawah Paha Lutut Wrist Foot Jari kaki
Deformitas - - - -
Nyeri - - - -
Bejolan - - - -
ROM
- - Fleksi
- - Ekstensi
- - Abduksi
- - adduksi
- - Endorotasi
- - Eksorotasi
- - Pronasi
- - Supinasi

Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max

Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max

Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max

Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
Max/Max
11


XVI. PEMERIKSAAN STATUS NEUROLOGIS

GCS : E
4
M
5
V
6

TRM : Kaku kuduk (-) Brudzinski I (- / -)
: Laseque >70
o
/>70
o

: Kernig >135
o
/>135
o
Brudzinski II (- / - )

Nervus kranialis
N.I - Olfaktori : normosmia Dextra et Sinistra
N.II - Optikus
Visus Campus : Sama dengan pemeriksa Dextra et Sinistra
Lihat warna : tidak diperiksa
Funduskopi : tidak diperiksa

N II & III
Pupil Bulat Isokhor 3mm /3mm
OD OS
RCL + +
RCTL + +

N. III (oculomotor) ,IV (tokhlearis) dan VI (absusen)
1) N.III
Ptosis : pasien bisa membuka kedua mata saat pemeriksa memberikan
tahanan dengan menekan ringan kelopak mata (m.levator palpebra)
Akomodasi : saat melihat jari (benda) kedua bola mata bergerak kearah
nasal dan pupil miosis

2) N.III .IV,VI
Kedudukan bola mata : Ortophori Dextra et Sinistra



12

Pergerakan bola mata :
OD OS


Eksoftalmus : OD () OS(-)

N. V (trigeminus)
1) Cab. Motorik
a) Gerakan Rahang
- Saat pemeriksa memberikan tahanan ketika pesien menggerakkan
rahangnya ke bawah ke samping kiri dan kanan agar kembali ke posisi
tengah pasien bisa mempertahankan posisinya
- Saat pemeriksa menarik dagu kebawah pasien mengatup mulutnya
dengan kuat.
b) Menggigit
Saat menggigit tonus m.masetter dan m.tempralis teraba sama besar
2) Cab. Sensorik
Tidak ada perbedaan sensibilitas tiga dermatom Opthalmicus, maksilaris, dan
mandibularis dextra et Sinistra
3) Reflek
a) Refleks Masetter : tidak ada gerakan menutup mulut ketika jari pemeriksa
yang berada di dagu pasien (posisi melintang) dipukul dengan hammer

N. VII (fasialis)
1) Motorik
orbitofrontal
- wajah pasien simetris
- Gerakan saat mengangkat alis dan mengerutkan dahi pasien dekstra
et.sisnistra simetris
Orbikularis
13

- Sudut bibir dan plica nasolabialis dekstra tidak ada yang lebih datar
dekstra et sisnistra saat pasien diminta untuk menyeringai sambil
menunjukkan gigi geligi
Tidak ada kebocoran pipi dekstra et.sisnistra saat pasien diminta
menggembungkan pipi & pemeriksa menekan pipi pasien
2) Sensorik
Pengecapan 2/3 lidah bagian depan dekstra et.sisnistra (tidak diperiksa)

N.VIII (vestobulochoclear)
Vestibular
- Vertigo, Nistagmus (maneuver hallpike tidak diperiksa)
- Romberg Tes, Romberg dipertajam, Fukuda,Tandem gait, jari-jari, jari-
hidung dan salah tunjuk (tidak dilakukan).
Pasien masih dapat mendengar detik arloji pada jarak 1 meter

N. IX (glosofaringeus), X (vagus)
o Motorik uvula ditengah, tidak tertarik ke kanan atau kekiri baik statis dan
dinamis

N. XI (Aksesorius)
o m.trapezius
saat mengangkat bahu pasien bisa melawan tahanan pemeriksa
o m.Sternokleidomastoideus
Saat menoleh ke satu sisi (kanan dan kiri) pasien bisa melawan tahanan yang
dilakukan pemeriksa

N. XII (Hipoglosus)
o Saat membuka mulut, lidah (statis) tidak ada deviasi, tidak ada tremor atau
fasikulasi
o Saat menjulurkan lidah (dinamis) tidak ada deviasi ke kanan sedikit, tidak ada
tremor atau fasikulasi
o Kekuatan pada saat pasien menekan lidah pada pipi nya sama


14

Trofi : eutrofi
Tonus : Normotonus
Sistem Motorik : Ekstremitas : Atas 5555 | 5555
: Bawah 5555 | 5555
Sistem Sensorik
Propioseptif : Dextra et Sinistra baik
Eksteroseptif : Dextra et Sinistra baik
Fungsi Otonom
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Sekresi Keringat : Baik
Reflek Fisiologis
Biseps : +2 |+ 2
Triseps : +2 |+ 2
Radius : +2 |+ 2
Patella : +2 |+ 2
Achiles : +2 |+ 2
Reflek Patologi
Hoffman tromer : - | -
Babinski : - | -
Chaddok : - | -
Oppenhein : - | -
Schafer : - | -
Gonda : - | -
Rossolimo : - | -
Mendel-Bechterew : - | -
Klonus Patella : - | -
Klonus Achiles : - | -
Gerakan Involunter
Tremor : - | -
Khorea : - | -
Mioklonik : - | -
Tik : - | -
Fungsi Serebelar
Ataksia : - | -
Disdiadokinesis : - | -
15

Jari-jari : - | -
Jari-hidung : - | -
Tumit-lutut : tidak diperiksa
Fenomena Rebound : - | -
Hipotoni : - | -
Romberg : - | -
Fungsi Luhur : Berbahasa / Memori
Fungsi Bicara : Disfoni (-)
Disatria (-)
Fungsi Menelan Disfagia (-)

XVII. DIAGNOSIS MEDIK
1. Depresi
2. Pre hipertensi (Klasifikasi JNC-VII)
3. Gangguan Kognitif Ringan

XVIII. GERIATRIC GIANT
O Cognitive Impairment
O Isolation

XIX. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
O Aksis I F32.2 Episode Depresi berat tanpa gejala psikotik
O Aksis II Z03.2 tidak ada diagnosis
O Aksis III IOO-I99 penyakit sistem sirkulasi
O Aksis IV Tidak ada (none)
O Aksis V 60-51

XX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad funtionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad malam
16


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demensia
Dementia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi intektual dan
ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Garis
besar manifestasi kliniknya :
a. perjalanan penyakit yag bertahap (bulan atau tahun)
b. tidak terdapat gangguan kesadaran.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf
pusat. Pada beberapa penderita tua terjadi penurunan daya ingat dan gangguan psikomotor
yang masih wajar disebut sebagai sifat pelupa benigna akibat penuaan (benign senescent
forgetfullness). Keadaan ini tidak menyebabkan gangguan pada aktivitas hidup sehari-hari.
Beberapa penderita demensia sering mengalami depresi dan konfusio. Secara garis besar
demensia pada usia lanjut dikategorikan dalam 4 golongan :
a. Demensia degeneratif primer 50-60%
b. Demensia multi infark 10-20%
c. Demensia yang reversibel atau sebagian reversibel 20-30%
d. Gangguan lain (terutama neurologik) 5-10%.

Demensia badan Levy dan demensia frontotemporal merupakan demensia terbanyak
ketiga dan keempat. Pasien dengan demensia yang bersifat reversibel, dapat kembali
menjalankan kehidupan sehari-hari jika pengobatannya baik. Penyebab demensia reversibel:
D-drugs
17

E-emotional
M-metabolik
E-eye and ear
N-nutritional
T-tumor and trauma
I-infeksi
A-arteriosclerotic.

Mild Cognitive Impairment (Gangguan Kognitif Ringan)
Gangguan kognitif ringan merupakan suatu bentuk transisi antara keadaan normal dan
demensia alzheimer. Memiliki kriteria sebagai berikut: keluhan gangguan memori
(dikemukakan oleh perawat), adanya gangguan memori pada pemeriksaan objektif, fungsi
kognitif secara umum baik, ADL intak, tidak mengalamo demensia.
Akhir-akhir ini kriteria MCI yang sering digunakan adalah a.penderita bisa normal
atau demensia, b.terdapat bukti memburuknya fungsi kognitif, c.ADL masih dipertahankan
dan fungsi instrumental komplek masih intak atau terganggu minimal. Perubahan MCI
menjadi alzheimer dilaporkab 2-31% per tahun, lebih banyak terjadi pada mereka yang
dirawat di klinik dibandingkan di masyarakat.
Klasifikasi
Menurut Umur:
1. Demensia senilis (>65th)
2. Demensia prasenilis (<65th)
Menurut perjalanan penyakit:
1. Reversibel, paling sering ditemukan karena penyebab :
a. D, drugs ( karena obat-obatan, contoh : polifarmasi )\
b. E, emotional ( gangguan jiwa seperti depresi, skizofrenia, dll )
c. M, metabolik atau endokrin, contohnya pada gangguan hormon tiroid
d. E, eye and ear, contohnya pada presbikusis
e. N, nutrisi, contohnya pada pasien malnutrisi
f. T, tumor dan trauma
18

g. I, infeksi
h. A, aterosklerosis
2. Ireversibel
Menurut Etiologi secara Umum
1. Tipe non-Alzheimer
2. Demensia vaskular
3. Demensia badan Lewy (Lewy Body dementia)
4. Demensia Lobus fronto-temporal
5. Demensia terkait HIV-AIDS
6. Parkinson
7. Huntington syndrome
8. Pick syndrome
9. Jakob-Creutzfeldt syndrome
10. Gerstmann-Strussler-Scheinker syndrome
11. Prion disease
12. Palsi Supranuklear progresif
13. Multiple sklerosis
14. Neurosifilis
15. Tipe campuran
Menurut sifat klinis:
1. Demensia proprius
2. Pseudo-demensia
Etiologi
Gejala demensia adalah gejala yang tidak khas untuk satu penyakit, banyak penyakit sistemik
yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia, tetapi beberapa penelitian menyatakan
bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular
(pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen
diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
19

Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer.
Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat transmisi
impuls dari dan ke daerah kortikal terganggu. Penderita Alzheimer mengalami gangguan
memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
Gejala Klinis
1. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan
neuro degeneratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif, dimana akibat proses
degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang masif. Kematian sel-sel otak ini baru
menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah
lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar,
berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-
barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga
timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Waham, halusinasi pendengaran atau penglihatan,
agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas
psikomotor.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung
dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa
hal baru yang dialami
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain,
a. Disorientasi
b. gangguan bahasa (afasia)
c. penderita mudah bingung
20

d. penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan
kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah
melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.
e. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di
lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,
Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Dengan gejala :
Penderita menjadi vegetatif
tidak bergerak dan membisu
daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya
sendiri
tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
2. Demensia Vaskuler
Demensia tipe Vaskuler disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. Stroke adalah
salah satu contoh penyakit vaskular yang paling sering ditemukan menyebabkan gejala
demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi
darah otak, sehingga depresi itu dapat diduga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih
sering dijumpai pada demensia tipe vaskuler.
Group Health Cooperative, membuat secara singkat stadium demensia berdasarkan gejala
klinis yang dapat dinilai secara objektif :






21


















1. Demensia primer Alzheimer
Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian berat
sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari- hari dan aktivitas sosial. Kemunduran
kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya ingat
(pelupa). Demensia terutama yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer berkaitan erat
22

dengan usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60% menyebabkan kepikunan atau
demensia dan diperkirakan akan meningkat terus.
Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan memori (daya
ingat) yang terjadi secara bertahap, termasuk kesulitan menemukan atau menyebutkan
kata yang tepat, tidak mampu mengenali objek, lupa cara menggunakan benda biasa
dan sederhana, seperti pensil, lupa mematikan kompor, menutup jendela atau menutup
pintu, suasana hati dan kepribadian dapat berubah, agitasi, masalah dengan daya
ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan perilaku yang tidak
biasa. Gejala ini sangat bervariasi dan bersifat individual. Gejala bertahap penyakit
alzheimer dapat terjadi dalam waktu yang berbeda- beda, bisa lebih cepat atau lebih
ambat. Gejala tersebut tidak selalu merupakan penyakit alzheimer, tetapi apabila
gejala tersebut berlangsung semakin sering dan nyata, perlu dipertimbangkan
kemungkinan penyakit Alzheimer.

2. Demensia multi-infark
Jenis kedua terbanyak setelah Alzheimer. Bisa didapatkan sendiri atau
bersama dengan demensia jenis lain. Didapatkan sebagai akibat/gejala sisa dari stoke
kortikal atau subkortikal yang berulang. Ciri yang khas yaitu gejala dan tanda
menunjukkan penurunan bertingkat dimana setiap episode akut menurunkan keadaan
kognitifnya. Sedangkan pada Alzheimer, gejala dan tanda berlangsung progresif.
Dengan MRI, lesi sering dapat dideteksi. Pemeriksaan dengan skor Hachimsky dapat
membantu menegakkan diagnosis demensia jenis ini. Pada banyak penderita sering
ditemukab jenis demensia campuran (multi infark dan Alzheimer).

3. Demensia dengan Badan Lewy
Demensia ini ditandai dengan adanya badan Lewy yang ada di batang otak dan
neokorteks. Gambaran klinik bervariasi, namun selalu terdapat gambaran 2 dari 3
keadaan yaitu fluktuasi kognisi, halusinasi visual, dab parkinsonisme. Gejala
tambahan diantaranya jatuh, sinkope, hilang kesadaran sepintas, sensitivitas
neuroleptik, delusi dan halusinasi. Adanya stroke harus disingkirkan.

4. Demensia Fronto Temporal
Sindroma demensia bisa diakibatkan oleh suatu proses degeneratif di regio
korteks anterior otak, yang secara neuropatologis berbeda dengan demensia
23

Alzheimer. Pencitraan neurologik fungsional menunjukkan penurunan metabolisme
otak di daerah lobus temporal anterior dan frontal. Gambaran klinis menunjukkan
gangguan perilaku yang luas dengan awitan yang tersembunyi dan biasanya terjadi
antara usia 40-70 tahun. Sindroma ini menunjukkan suatu keadaan yang sangat
heterogen.

5. Demensia pada penyakit neurologik
Penyebab tersering karena penyakit parkinson, khorea huntington, dan
hidrosefalus tekanan normal. Pemeriksaan dengan MRI menunjukkan adanya
pelebaran ventrikel melebihi proporsi dibanding atrofi kortikal otak. Gejala mirip
demensia subkortikal, dengan adanya gejala postur dan langkah serta depresi.

6. Sindroma amnestik dan "pelupa benign akibat penuaan"
Gejala utama adalah gangguan memori dan tidak terdapat gangguan fungsi
intelektual. Penyebabnya adalah: defisiensi tiamin ( sering karena pemakaian alkohol
berlebihan), lesi pada struktur otak bagian temporal tengah akibat trauma atau
anoksia), iskemia global transien. Keluhan biasanya gangguan memori ringan dan
tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.

Pencegahan demensia :
A. Secara teratur periksa tekanan darah
B. Mencegah cedera kepala
C. Tetap melakukan kegiatan yang merangsang intelektual dan aktivitas sosial
D. Mencegah paparan radiasi dan elektromagnet
E. Diet cukup vitamin E atau suplemen vitamin E kurang dari 400U/hari.
F. Upayakan makan sehat, kurangi lemak
G. Upayakan asupan vitamin B.12 dan asam folat yang cukup
H. Tidak merokok
I. Aktivitas fisik cukup dan tidur yang cukup

Rekomendasi :
A.jangan menggunakan statin untuk pencegahan demensia
B. jangan menggunakan obat NSAID
C.jangan gunakan TSH atau estrogen untuk pencegahan
24

D.jangan gunakan inhibitor kolesterase untuk pencegahan

2.2 Depresi pada Pasien Usia Lanjut
Depresi adalah gangguan mental umum yang menyajikan dengan mood depresi,
kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, tidur terganggu atau
nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi. Masalah ini dapat menjadi kronis atau
berulang dan menyebabkan gangguan besar dalam kemampuan individu untuk mengurus
tanggung jawab sehari-harinya (WHO, 2011). Episode depresi biasanya berlangsung selama
6 hingga 9 bulan, tetapi pada 15-20% penderita bisa berlangsung selama 2 tahun atau lebih.
Terdapat beberapa faktor biologis, fisik, psikologis dan social yang membuat
seseorang berusia lanjut rentan terhadap depresi. Perubahan pada system saraf pusat seperti
meningkatnya aktivitas monoamine oksidase dan berkurangnya konsentrasi neurotransmitter
(terutama katekolaminergik) dapat berperan dalam terjadinya depresi. Kondisi multipatologik
dan polifarmasi juga meningkatkan kejadian depresi.

Epidemiologi
Prevalensi depresi usia lanjut di pelayanan kesehatan primer adalah 17%, sementara di
pelayanan asuhan rumah (home care) adalah 13,5%. Prevalensi depresi yang diperoleh dari
ruang rawat akut geriatric yaitu 76,3%. Dengan proporsi depresi ringan 44,1%, depresi
sedang 18%, depresi berat 10,8% dan depresi sangat berat 3,2%.

Etiologi dan patogenesis
a. Faktor Biologi
Faktor neurotransmiter: Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin merupakan
dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Norepinefrin
hubungan yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah dasar antara turunnya regulasi reseptor B-
25

adrenergik dan respon antidepresan secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem
noradrenergik dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor
adrenergik dalam depresi, sejak reseptor reseptor tersebut diaktifkan mengakibatkan
penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan.
Presipnatik reseptor adrenergik juga berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur
jumlah serotonin yang dilepaskan. Dopamin juga sering berhubungan dengan patofisiologi
depresi. Faktor neurokimia lainnya seperti gamma aminobutyric acid (GABA) dan neuroaktif
peptida (vasopressin dan opiate endogen)
telah dilibatkan dalam patofisiologi gangguan mood.

b. Faktor Genetik
Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam perkembangan
gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar terhadap gangguan depresi
berat pada anak, pada anak kembar monozigot adalah 50%, sedangkan dizigot 10-25%).
Menurut penelitian Hickie et al., menunjukkan penderita late onset depresi terjadi karena
mutasi pada gene methylene tetrahydrofolate reductase yang merupakan kofaktor yang
terpenting dalam biosintesis monoamin. Mutasi ini tidak bisa diketemukan pada penderita
early onset depresi.

c. Faktor Psikososial

Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan dimana suatu pengamatan klinik
menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering
mendahului episode gangguan mood. Suatu teori menjelaskan bahwa stres yang menyertai
episode pertama akan menyebabkan perubahan fungsional neurotransmitter dan sistem
26

pemberi tanda intra neuronal yang akhirnya perubahan tersebut menyebabkan seseorang
mempunyai resiko yang tinggi untuk menderita gangguan mood selanjutnya.
Faktor kepribadian premorbid menunjukkan tidak ada satu kepribadian atau bentuk
kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan ciri
kepribadian manapun dapat mengalami depresi, walaupun tipe kepribadian seperti dependen,
obsesi kompulsif, histironik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan
dengan lainnya. Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud (1917) menyatakan suatu
hubungan antara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa kemarahan pasien
depresi diarahkan kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang.
Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap
objek yang hilang.

Gambaran Klinis

Pada penderita depresi dapat ditemukan berapa tanda dan gejala umum menurut
Diagnostic Manual Statistic IV (DSM-IV): (American Psychiatric Association, 2000)
a) Perubahan fisik





b) Perubahan Pikiran
27



Kurang percaya diri


c) Perubahan Perasaan

suami istri.

.

d) Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari






Penatalaksanaan
Indikasi pemberian obat antidepresi adalah untuk gangguan depresi sedang sampai berat,
episode depresi berulang dan depresi dengan gambaran melankolia atau psikotik.
28


Saat ini golongan SSRI (serotonin selective reuptake inhibitor) merupakan obat antidepresi
yang dianjurkan sebagai lini pertama pada pasien usia lanjut. Golongan ini dianggap aman
karena sangat sedikit dimetabolisme oleh isoenzim sitokrom p-450 sehingga mengurangi
risiko interaksi obat.

29


30



Pengobatan antidepresi diberikan dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan-lahan.
Pengobatan dibagi dalam 3 fase :
Fase akut yang berlangsung antara 6-12 minggu. Pada tahap ini dosis optimal obat
untuk memperbaiki gejala depresi diharapkan telah tercapai.
Fase lanjutan yakni dosis optimal dipertahankan selama 4-9 bulan untuk mencegah
terjadinya relaps.
Terapi rumatan yang berlangsung satu tahun atau lebih, terutama untuk depresi
dengan riwayat episode berulang.
31



2.3 Pemeriksaan Psikiatrik pada Usia Lanjut
Penggalian riwayat psikiatrik dan pemeriksaan status mental pada penderita usi lanjut
harus mengikuti format yang sama dengan yang berlaku pada dewasa muda .Karena
tingginya prevalensi gangguan kognitif pada usi lanjut,dokter/calon dokter harus menentukan
apakah penderita mengerti sifat dan tujuan pemeriksaan .Jika penderita mengalami gangguan
kognitif,riwayat pra-morbid dan riwayat sakit harus didapatkan dari anggota keluarga atau
mereka yang merawatnya. Namun,penderita juga tetap harus diperiksa tersendiri(walaupun
terlihat adanya gangguan yang jelas)untuk mempertahankan privasi hubungan dokter dan
penderita dan untuk menggali adakah pikiran bunuh diri atau gagasan paranoid dari penderita
yang mungkin tidak diungkapkan dengan kehadiran sanak saudara atau seorang perawat .

Riwayat psikiatrik
Bisa didapatkan dari alo- atau oto- anamnesisi.Riwayat psikiatrik lengkap termasuk
identifikasi awal (nama,usia,jenis kelamin,status perkawinan),keluhan utama,riwayat
penyakit sekarang ,riwayat penyakit dahulu (termasuk gangguan fisik yang pernah diderita),
riwayat pribadi dan riwayat keluarga. Pemakainan obat (termasuk obat yang dibeli
bebas).yang sedang atau pernah digunakan penderita juga penting untuk diketahui.
Penderita yang berusia diatas 65 tahun (atau di atas 60 tahun di Asia) sering memiliki
keluhan subyektif adanya gangguan daya ingat yang ringan,seperti tidak dapat mengingat
kembali nama orang atau keliru meletakkan benda-benda.Gangguan daya ingat yang
berhubungan dengan usia tersebut perlu dibedakan dengan adanya kecemasan pada saat
dilakukanpemeriksaan/wawancara. Riwayat medis penderita harus meliputi semua penyakit
32

berat ,terutama gangguan kejang,kehilangan kesadaran ,nyeri kepala ,masalah penglihatan
dan kehilangan pendengaran.Riwayat penggunaan alkohol dan pemakaian zat yang lama
perlu diketahui karena bisa menyebabkan kelainan saat ini.
Riwayat keluarga harus termasuk penjelasan tentang sikap orang tua penderita dan
adaptasi terhadap ketuaan mereka.Jika mungkin informasi tentang kematian orang
tua,riwayat gangguan jiwa dalam keluarga.
Situasi sosial penderita sekarang harus dinilai.Siapa yang harus merawat
penderita,apakah penderita mempunyai anak.Bagaimana karakteristik hubungan orangtua-
anak.Riwayat sosial ekonomi dipakai untuk menilai peran ekonomi dalam mengelola
pemyakit penderita dalam membuat anjuran terapi yang realistik.
Riwayat perkawinan,termasuk penjelasan tentang pasangan hidup dan karakteristik
hubungan.Jika penderita adalah janda atau duda,harus digali bagaimana rasa duka citanya
dulu saat ditinggal mati oleh pasanganya.Jika kehilangan pasangan hidup terjadi dalam satu
tahun terakhir,penderita dalam keadaan resiko tinggi mengalami peristiwa fisik atau
psikologik yang merugikan. Riwayat seksual penderita termasuk aktivitas seksual,orientasi
libido,mastrubasi,hubungan gelap diluar perkawinan dan gejala disfungsi seksual.

Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderita berfikir(proses
pikir),merasakan dan bertingkah laku selama pemeriksaan.Keadaan umum penderita adalah
termasuk penampilan ,aktivitas psikomotorik,sikap terhadap pemeriksaan dan aktivitas
bicara.Gangguan motorik,antara lain gaya berjalan menyeret,posisi tubuh
membungkuk,gerakan jari seperti memilin pil,tremor dan asimetris tubuh perlu dicatat.
Banyak penderita depresi mungkin lambat dalam bicara dan gerakannya.Wajah seperti
topeng terdapat pada penderita penyakit parkison.
Bicara penderita dalam keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan.Keluar air
mata dan menangis ditemukan pada gangguan depresi dan gangguan kognitif,terutama si
penderita merasa frustasi karena tidak mampu menjawab pertanyaan pemeriksa. Adanya alat
bantu dengar atau indikasi lain bahwa penderita menderita gangguan pendengaran,misalnya
selalu minta pertanyaan diulang,harus dicatat.
Sikap penderita pada pemeriksa untuk bekerjasama,curiga,bertahan dan tak berterima
kasih dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan adanya reaksi transferensi.Penderita
lanjut usia dapat bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang
lebih tua ,tidak peduli terhadap adanya perbedaan usia.
33


Penilaian fungsi
Penderita lanjut usia harus diperiksa tentang kemampuan mereka untuk
mempertahankan kemandirian dan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-
hari.Aktvitas tersebut adalah termasuk ke toilet,menyiapkan makanan,berpakaian ,berdandan
dan makan.Derajat kemampuan fungsional dari perilaku sehari-hari adalah suatu
pertimbangan penting dalam menyusun rencana terapi selanjutnya.

Mood,perasaan dan afek.
Di negara lain,bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian pada golongan
usia lanjut.Oleh karenanya pemeriksaan ide bunuh diri pada penderita lanjut usi sangat
penting.Perasaan kesepian ,tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya adalah gejala
depresi.Kesepian merupakan alasan yang paling sering dinyatakan oleh para lanjut usia yang
ingin bunuh diri .Depresi merupakan resiko yang tinggi untuk bunuh diri.

Gangguan persepsi
Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang disebabkan oleh
penurunan ketajaman sensorik.Pemeriksa harus mencatat apakah penderita mengalami
kebingungan terhadap waktu atau tempat selama episode halusinasi dapat disebabkan oleh
tumor otak dan patologo fokal yang lain.Pemeriksaan yang lebih lanjut diperlukan untuk
menegakkan diagnosis pasti.

Fungsi visuospasial.
Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan lanjutnya usia.Meminta
penderita untuk mencotoh gambar atau menggambar mungkin membantu dalam
penilaian.Pemeriksaan neuropsikologis harus dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat
terganggu.

Proses berpikir
Gangguan pada progresi pikiran adalah neologisme,gado-gado
kata,sirkumstansialitas,asosiasi longgar,asosiasi bunyi,flight of ideas,dan retardasi.Hilangnya
kemampuan untuk dapat mengerti pikiran abstrak mungkin tanda awal dementia.
Isi pikiran harus diperiksa adanya obsesi ,preokupasi somatik,kompulsi atau
waham.Gagasan tentang bunuh diri atau pembunuhan harus dicari .Pemeriksaan harus
34

menentukan apakah terdapat waham dan bagaimana waham tersebut mempengaruhi
kehidupan penderita.Waham mungkin merupakan alasan untuk dirawat.Pasien yang sulit
mendengar mungkin secara keliru diklasifikasikan sebagai paranoid atau pencuriga.

Sensorium dan kognisi
Sensorium mempermasalhkan fungsi dari indra tertentu,sedangkan kognisi
mempermasalahkan inrformasi dan intelektual.

Kesadaran
Indikator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran
,adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik.Pada keadaan yang berat penderita
dalam keadaan somnolen atau stupor.
Orientasi
Gangguan orientasi terhadap waktu,tempat dan orang berhubungan dengan gangguan
kognisi.Gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan kognitif,gangguan
kecemasan,gangguan buatan,gangguan konversi dan gangguan kepribadian,terutama selam
periode stres fisik atau lingkungan yang tidak mendukung. Pemeriksa harus menguji orientasi
terhadap tempat dengan meminta penderita menggambar lokasi saat ini.Orientasi terhadap
orang mungkin dinilai dengan dua cara :apakah penderita,mengenali namnya sendiri,dan
apakah juga mengenali perawat dan dokter.Orientasi waktu diuji dengan menanyakan
tanggal,tahun,bulan dan hari.

Daya ingat
Daya ingat dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang,pendek dan segera.Tes yang
diberikan pada penderita dengan memberikan angka enam digit dan penderita diminta untuk
mengulangi maju mundur .Penderita dengan daya ingat yang tak terganggu biasanya dapat
mengingat enam angka maju dan lima angka mundur .Daya ingat jangka panjang diuji
dengan menanyakan tempat dan tanggal lahir,nama dan hari ulang tahun anak-anak
penderita.Daya ingat jangka pendek dapat diperiksa dengan beberapa cara ,misalnya dengan
menyebut tiga benda pada awal wawancara dan meminta penderita mengingat kembali benda
tersebut akhir wawancara.Atau dengan memberikan cerita singkat pada penderita dan
penderita diminta untuk mengulangi cerita tadi secara tepat/persisi.

Fungsi intelektual,konsentrasi,informasi dan kecerdasan
35

Sejumlah fungsi intelektual mungkin diajukan untuk menilai pengetahuan umum dan
fungsi intelektual.Menghitung dapat diujikan dengan meminta penderita untu mengurangi 7
dari angka 100 dan mengurangi 7 lagi dari hasil akhir dan seterusnya sampai tercapai angka
2.Pemeriksa mencatat respons sebagai dasar untuk penguji selanjutnya.Pemeriksa juga dapat
meminta penderita intuk menghitung mundur dari 20 ke 1,dan mencatat waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan pemeriksaan tersebut.

Membaca dan menulis
Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca menulis dan menetukan
apakah penderita mempunyai defisit bicara khusus.Pemeriksaan dapat meminta penderita
membaca kisah singkat dengan suara keras atau menulis kalimat sederhana untuk menguji
gangguan membaca atau menulis pada penderita .Apakah menulis dengan tangan kiri atau
kanan juga perlu dicatat.

2.4 Beberapa Masalah di Bidang Psikogeriatris
Kesepian
Kesepian atau loneliness,biasanya dialami oleh seorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat ,terutama bila dirinya sendiri saat itu juga
mengalami penurunan status kesehatan,misalnya menderita berbagai penyakit fisik
berat,gangguan mobilitas atau gangguan sensorik,terutama gangguan pendengaran.
Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri.Banyak diantara lansia yang
hidup sendiri tidak mengalami kesepian,karena aktivitas sosial yang masih tinggi,taetapi
dilain pihak terhadap lansia yang walaupun hidup dilingkungan yang beranggotakan cukup
banyak ,mengalami kesepian.
Pada penedreita kesepian ini peran dari organisasi sosial sangat berarti,karena bisa
bertindak menghibur,memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran sosial
penderita,disamping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan dirumah bila bila memang
terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.

Gangguan cemas
Gangguan cemas dibagi dalam beberapa golongan ,yaitu fobia,gangguan
panik,gangguan cemas umum,gangguan stres pasca trauma dan gangguan obsesif-
kompulsif.Puncak Insidensi antara usi 20-40 tahun,dan prevalensi pada lansia lebih kecil
dibandingkan pada dewasa muda.Pada usia lanjut seringkali gangguan cemas ini merupakan
36

kelanjutan dari dewasa muda.Awitan yang terjadi pada usia lanjut biasanya
berhubungan/sekunder akibat depresi,penyakit medis,efek samping obat atau gejala
penghentian mendadak dari suatu obat.
Gejala dan pengobatan pada usia lanjut hampir serupa dengan pada usia dewasa
muda,oleh karenanya tidak akan disinggung lebih mendalam.

Psikologis pada usia lanjut
Berbagai bentuk psikosis bisa terdapat pada usia lanjut,baik sebagai kelanjutan
keadaan pada dewasa muda atau yang timbul pada usia lanjut.Pada dasarnya jenis dan
Penatalaksanaanya hampir tidak berbeda dengan yang terdapat pada populasi dewasa
muda.Walaupun beberapa jenis khusus akan disinggung sedikit berikut ini.

Parafrenia
Adalah suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering terdpat pada lanjut usia yang
ditandai dengan waham (Biasanya waham curiga dan menuduh),sering penderita merasa
tetangga mencuri barang-barangnya atau tetangga berniat.Biasanya terjadi pada individu yang
terisolasi atau menarik diri pada kegiatan sosial.Apabila waham tersebut menimbulkan
keributan antar tetangga atau bahkan skandal,pemberian terapi dengan derivat fenotiasin
sering bisa menenangkan.

Sindroma Diogenes
Adalah suatu keadaan dimana seorang lanjut usia menunjukkan penampakan perilaku
yang sangat terganggu .Rumah atau kamar sangat kotor,bercak dan bau urin dan feses
dimana-mana(karena sering penderita terlihat bermain-main dengan feses/urin).Tikus
berkeliaran dan sebagainya. Penderita menumpuk barang-barangnya dengan tidak teratur
(nyusuh).
Individu lanjut usia yang menderita keadaan ini biasanya mempunyai IQ yang
tinggi,50% kasus intelektualnya normal. Mereka biasanya menolak untuk dimasukkan di
institusi.Upaya untuk mengadakan pengaturan/pembersihan rumah/kasar,biasanya akan
gagal,karena setelah beberapa waktu hal tersebut akan terulang kembali.




37

BAB IV
ANALISIS KASUS
Depresi ditemukan pada anamnesis :
Gejala utama :
Perasaan depresif
Hilangnya minat dan semangat
Mudah lelah dan hilang tenaga
Gejala lain :
Konsentrasi menurun
Harga diri menurun
Perasaan bersalah
Pesimis terhadap masa depan
Gagasan bunuh diri
Gangguan tidur
Gangguan nafsu makan
Menurunnya libido

Maka masuk tingkat depresi berat. Untuk tatalaksana :
Saat ini golongan SSRI (serotonin selective reuptake inhibitor) merupakan obat antidepresi
yang dianjurkan sebagai lini pertama pada pasien usia lanjut. Golongan ini dianggap aman
karena sangat sedikit dimetabolisme oleh isoenzim sitokrom p-450 sehingga mengurangi
risiko interaksi obat.


38



Pre Hipertensi
- Anamnesis :
O Pasien kadang-kadang mengeluh nyeri kepala sejak 1 tahun yang lalu. Dirasakan
nyeri seperti berdenyut di kepala sebelah kanan. Nyeri pada tengkuk dan leher
disangkal. Keluhan mual disangkal.
Biasanya pasien dengan hipertensi mengeluh nyeri kepala. Riwayat hipertensi di
keluarga juga harus dijadikan pertimbangan dalam penegakan diagnosis hipertensi. Makanan
dengan lemak jenuh selain meningkatkan viskositas darah dapat juga mempermudah
pembentukan arterosklerosis yang dipengaruhi juga oleh aktifitas fisik yang rendah. Faktor
39

usia juga berpengaruh terhadap hipertensi yang diderita oleh pasien. Faktor yang berperan
dalam kejadian hipertensi pada usian tua adalah sebagai berikut :
Penurunan kadar renin akibat menurunnya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini
menyebabkan suatu sirkulus vitiosus yaitu kejadia : hipertens-gromerulo-sklerosis-
hipertensi yang berlangsung terus menerus.
Peningkatan senssitivitas terhadap asupan natrium.
Penurunan elastisistas pada pembuluh darah perifer akibat proses menua yangakan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer
Perubahan ateromatus akibat proses menua meneybabkan disfungsi endotel yang
berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan susbstansikimiawi lain yang
kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses
sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain yang mengakibatkan kenaikan
tekanan darah.
- Pemeriksaan fisik :

- Penatalaksanaan









40

Gangguan Kognitif Ringan
Gangguan kognitif ringan merupakan suatu bentuk transisi antara keadaan normal dan
demensia alzheimer. Memiliki kriteria sebagai berikut: keluhan gangguan memori, adanya
gangguan memori pada pemeriksaan objektif, fungsi kognitif secara umum baik, ADL intak,
tidak mengalamo demensia.
Akhir-akhir ini kriteria MCI yang sering digunakan adalah a.penderita bisa normal
atau demensia, b.terdapat bukti memburuknya fungsi kognitif, c.ADL masih dipertahankan
dan fungsi instrumental komplek masih intak atau terganggu minimal.
Pencegahan Demensia
O Secara teratur periksa tekanan darah
O Mencegah cedera kepala
O Tetap melakukan kegiatan yang merangsang intelektual dan aktivitas sosial
O Mencegah paparan radiasi dan elektromagnet
O Upayakan makan sehat, kurangi lemak
O Upayakan asupan vitamin B.12 dan asam folat yang cukup
O Tidak merokok
O Aktivitas fisik cukup dan tidur yang cukup


KESIMPULAN
Ny.I 70 tahun dengan multipatologi dan sudah masuk ke dalam kategori geriatri. Pasien
mengalami masalah psikososial dan masalah fisik. Diagnosis pasien ini adalah :
O Depresi berat tanpa gejala psikotik
O Hipertensi stage I (klasifikasi JNC VII)
O Gangguan kognitif ringan
Tatalaksana yang dilakukan tidak hanya dari segi farmakologi, namun dari segi non
farmakologi (nutrisi, edukasi). Sehingga diperlukan sebuah tim yang meliputi spesialis
penyakit dalam, spesialis saraf, perawat geriatric (bisa digantikan oleh keluarga), psikologi
untuk supportif dari segi psikologi.




41


DAFTAR PUSTAKA
O Darmojo, Boedhi. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-4. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI;2009
O Gelder, MG, et.al.New Oxford Textbook of Psychiatry. Oxford University
Press;2000.
O Goldman, HH, et.al. Review of General Psychiatry. 5
th
edition. New York : The
McGraw Hill;2000.
O Henry CJK. (2005). Basal Metabolic Rate Studies in Humans: Measurements and
Developmnet of New Equations. Public Health Nutrition.
O Lim,CH.et.al. Clinical Practice Guidelines Management of Major Depressive
Disorder. Malaysian Family Physician 2011; Volume 6, Number 1.
O Maslim, Rusdi. D, SpKJ. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. CetakanPertama. PT
Nuh Jaya. Jakarta. 2001
O Sudoyo, Aru W. et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Interna
Publishing;2009


















42


LAMPIRAN FOTO PASIEN NY.I

You might also like