You are on page 1of 42

SKENARIO D

Mrs. Neny, 62 years old female, complains of two episodes of urinary incontinence. On both
occasions, she was unable to reach a bathroom in time to prevent loss of urine. The first episode
occurred when she was in her car and the second while she was in a shopping mall. She is reluctant to
go out because of this problem urge incontinence. She has no menstrual periode since she was 50.
Within the last month, her husband died and ever since she stayed with a housemaid.
Physical examination found the body weight is 75 kg, height is 156 cm, the blood pressure is
150/80 mmHg, apical-radial pulse deficit, body temperature is 36,5 C, there is no exertional dyspnea,
fatigue, and headache. Laboratory finding is within normal limit. Lumbal densitometry is -3,0 and
femoral densitometry is -2,7. Geriatric Depression Scale (GDS) 6. MMSE score is 26. So far, she was
in treatment of captopril 12,5 mg, 2 times daily.
Klarifikasi istilah:
1. 62 years old female: Usia lanjut (usia > 60 tahun)
2. Urinary incontinence: Keluarnya urin secara involunter yang menimbulkan masalah sosial
dan higiene serta secara objektif tampak nyata
3. Loss of urine: Keluarnya air seni secara tidak disadari
4. The first episode: Episode awal
5. Urge Incontinence: Inkontinensia urgensi, Ketidakmampuan untuk menunda pengeluaran air
kemih lebih dari beberapa menit setelah penderita merasakan kandung kemihnya penuh
6. No menstrual periode: Menopause
7. Apical-radial pulse deficit: denyut nadi yang tidak sama antara apex kordis dengan ateri
radialis (atrial fibrilasi), biasanya jumlah denyut jantung lebih besar daripada jumlah denyut
nadi
8. Exertional dyspnea: Sesak napas saat melakukan aktivitas
9. Fatigue: Mudah lelah
10. Headache: Sakit kepala
Lumbal densitometry: Pengukuran kepadatan tulang belakang, biasanya yang dipakai adalah
DXA(dual energy x-ray asbsorptimetry). Pada wanita, untuk mengetahui densitas mineral
tulang vertebra biasanya dilakukan pada L2-L4, sedangkan untuk mengetahui kekuatan
daerah panggul dilakukan pada columna femoris
11. Femoral densitometry: Pengukuran kepadatan tulang panggul
12. GDS: Geriatric Depression Scale, Skala depresi pada geriatrik
13. MMSE score: Mini Mental State Examination score, Suatu tes untuk memeriksa keadaan
mental usila (> 60 tahun)
Identifikasi masalah:
1. Mrs. Neny 62 tahun, usila, mengeluh 2 kali inkontinensia urin
2. Pada kedua episode, dia mengaku tidak dapat mencapai kamar mandi tepat waktu
Episode 1 Saat dalam mobil
Episode 2 Saat sedang belanja di mall
3. Dia ragu untuk bepergian karena masalah inkontinensia
4. Dia berhenti menstruasi sejak umur 50 tahun
5. Suaminya meninggal 1 bulan yang lalu dan sekarang ia tinggal dengan pembantunya.
6. Pemeriksaan fisik: body weight is 75 kg, height is 156 cm, the blood pressure is 150/80
mmHg, apical-radial pulse deficit, body temperature is 36,5 C, there is no exertional
dyspnea, fatigue, and headache
7. Pemeriksaan lab: Laboratory finding is within normal limit
8. Pemeriksaan tambahan: Lumbal densitometry is -3,0 and femoral densitometry is -2,7.
Geriatric Depression Scale (GDS) 6. MMSE score is 26.
9. Riwayat pengobatan: captopril 12,5 mg, 2 times daily
Analisis masalah:
1. Apa etiologi secara umum terjadinya inkontinensia urin pada geriatrik?
Jenis Definisi Penyebab
Inkontinensia
desakan (urge)
Ketidakmampuan untuk
menunda pengeluaran air
kemih lebih dari beberapa
menit setelah penderita
merasakan kandung
kemihnya penuh
Infeksi saluran kemih
Kandung kemih yg terlalu aktif
Penyumbatan aliran kemih
Batu & tumor kandung empedu
Obat, terutama diuretik
Inkontinensia
karena stres
Kebocoran air kemih,
biasanya berupa pancaran
kecil, yg disebabkan oleh
meningkatnya tekanan di
dalam perut, yg terjadi
pada saat penderita batuk,
tertawa, mengedan,
bersin atau mengangkat
benda berat
Kelemahan pada sfingter (otot yg
mengendalikan aliran kemih dari kandung
kemih)
Pada wanita, berkurangnya tahanan terhadap
aliran kemih melalui uretra, biasanya karena
kekurangan estrogen
Perubahan anatomis yg disebabkan oleh
melahirkan banyak anak atau pembedahan
panggul
Pada pria, pengangkatan prostat atau cedera
pada bagian atas uretra atau leher kandung
kemih
Inkontinensia
aliran berlebih
Penimbunan air kemih
dalam kandung kemih yg
terlalu banyak sehingga
sfingter tidak mampu
menahannya dan terjadi
kebocoran yg hilang-
timbul, seringkali tanpa
sensasi kandung kemih
Penyumbatan aliran air kemih, biasanya
disebabkan oleh pembesaran atau kanker
prostat (pada pria) & karena penyempitan
uretra (pada anak-anak)
Kelemahan otot kandung kemih
Kelainan fungsi saraf
Obat-obatan
Inkontinensia
total
Kebocoran
berkesinambungan karena
sfingter tidak menutup
Cacat bawaan
Cedera pada leher kandung kemih (misalnya
karena pembedahan)
Inkontinensia
psikogenik
Hilangnya pengendalian
karena kelainan psikis
Gangguan emosional (misalnya depresi)
Inkontinensia
campuran
Gabungan dari berbagai
keadaan diatas
Banyak wanita yg
mengalami inkontinensia
campuran antara stress &
desakan
Gabungan dari berbagai penyebab diatas

2. Bagaimana mekanisme inkontinensia urin beserta anfis patologisnya?
Yang penting mengatur urinasi itu pengaturan sentral: simpatis untuk menyimpan urin
dimana adrenergic reseptor relax bladdernya dan mengatur internal sfingter; somatic untuk
mengatur urogenital diafragma dan external sfingter; parasimpatis itu untuk kontraksi
detrussor. Saat berkemih yang terjadi itu kontraksi detrussor oleh parasimpatis dan relaksasi
sphincter oleh simpatis dan somatic. Sedangkan menahan urin dengan relaksasi detrussor oleh
inhibisi parasimpatis,pembukaan sphincter internal oleh simpatis dan sphincter external oleh
somatic. ACEI menyebabkan batuk kronik sehingga akan menyebabkan stress incontinence.
Depresi itu penyebab inkontinensia dari sleep related

3. Bagaimana mekanisme dan interpretasi dua episode inkontinensia yang terjadi pada Mrs.
Neny? Sintesis
4. Apa dampak dari inkontinensia urgensi dari berbagai aspek?
DAMPAK PSIKOLOGIS IU :
- gangguan tidur,
- masalah psiko sosial seperti depresi,
- mudah marah,
- dan rasa terisolasi,

DAMPAK LAIN INKONTINENSIA URIN
a) Fisik
Keterbatasan atau penghentian aktivitas fisik
b) Pekerjaan
Tidak masuk kerja
Produktivitas menurun
c) Seksual
Menghindari aktivitas seksual dan keintiman
d) Psikologis
Rasa bersalah/depresi
Kehilangan rasa percaya diri
Ketakutan menjadi beban bagi orang lain
e) Pribadi
Harus selalu menyiapkan pakaian dalam pengganti, pembalut
Harus berhati-hati dalam berpakaian, jangan sampai terlihat basah
f) Sosial
Interaksi sosial menurun
Tidak bisa bepergian dengan bebas, harus ditempat yang memiliki toilet

5. Apa hubungan, interpretasi, dan dampak menopause pada usia 50 tahun dengan keluhan
sekarang?
HUBUNGAN MENOPAUSE DENGAN INKONTINENSIA URIN
Pada wanita pasca menopouse karena menipisnya mukosa disertai dengan
menurunnya kapasitas, kandung kemih lebih rentan dan sensitif terhadap rangsangan urine,
sehingga akan berkontraksi tanpa dapat dikendalikan keaadan ini disebut over active
bladder.
Menopause kadar estrogen terjadi atrofi pada saluran kemih bag.bawah
sehingga otot penyangga uretra dan sal.kemih menjadi lemah hilangnya tonus otot uretra
akibat penurunan estrogen akibatnya Terjadi gangguan penutupan uretra dan Perubahan
pola aliran urin menjadi tidak normal sehingga Fungsi kandung kemih tidak dapat
dikendalikan
Hubungan menopause dengan kasus inkontinensia urin
Pada orang yang menopause diketahui telah terjadi perubahan-perubahan anatomis
dan fisiologis pada system urogenital bawah. Perubahan-perubahan tersebut berkaitan
dengan menurunnya kadar estrogen. Perubahan tersebut meliputi, peningkatan fibrosis dan
kolagen pada dinding kandung kemih sehingga mengakibatkan fungsi kontraktil tidak
efektif lagi, selain itu juga terjadi atrofi mukosa, perubahan vaskularisasi submukosa, dan
menipisnya lapisan otot uretra mengakibatkan menurunya takanan penutupan uretra dan
tekanan outflow
6. Apa hubungan keluhan sekarang dengan kematian suami 1 bulan yang lalu dan tinggal
dengan pembantu? Keadaan berkabung/berduka dan hanya tinggal berdua dengan
pembantunya menjadi salah satu faktor risiko depresi,namun untuk terjadi depresi itu sendiri
diperlukan faktor risiko yang multipel. Keadaan ini sedikit banyak memengaruhi psikologis
Ny. Neny

7. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik (TB, BB, BMI, BP
(Klasifikasi JNC VII), Body Temp., Apical-Radial Pulse Deficit)?
INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriks
aan
Kasus Nilai
normal
Interpretasi
BB & TB 75 kg
& 156 cm
Hitung
BMI = BB
/ TB
2

= 75
(1,56)
2
= 30,8
kg/m
2



TD 150/80
mmHg
<
140/70
mmHg
Hipertensi sistolik
terisolasi (HST)
Pulse Apical
-radial
pulse
deficit
- Terjadi perbedaan
irama antara nadi yang
diperiksa di apical
(jantung) dan radial
menandakan aritmia
Fibrilasi Atrial
Suhu
tubuh
36,5 C 36,5-
37,5 C
Normotermi
Exertiona
l dyspnea
- - Tidak ada ggn paru
Fatigue - - Normal
Headach
e
- - Normal

Penjelasan :
BMI 30,81 = 30,9 (obese II) :
Pasien hipertensi yang gemuk mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan pada yang
kurus. Karena pada hipertensi gemuk peningkatan TD dikarenakan peningkatan volume
plasma, sedangkan pada hipertensi tidak gemuk disebabkan oleh peningkatan sistem simpatis
dan renin angiotensin.
Obese peningkatan vol plasma hipertensi.
BMI (kg/
m
2
)
Kategori
< 18,5 Underweig
ht
18,5 22,9 Normal
23- 24,9 Overweigh
t
25-29,9 Obese I
> 30 Obese II
Tabel : klasifikasi BMI menurut WHO

Obesitas
a. Dengan meningkatnya usia terjadi massa lemak total serta berkurangnya massa
tubuh kering dan massa tulang. Di sisi lain, dengan bertambahnya usia aktivitas tubuh <<
gerak tubuh << lemak semakin banyak tersimpan.
b. Pada wanita antara usia 55-60 tingkat metabolisme basal dan pengeluaran untuk
aktivitas fisik menurun saat memasuki usia dewasa. Akan tetapi asupan kalori tidak diimbangi
sehingga berat badan meningkat.

Hubungan dengan inkontinensia
Pasien dengan IMT besar (obesitas) memiliki resiko tinggi mengalami inkontinensia urin.
URINARY INCONTINENCE (tipe stres) Vesica urinary lebih lemah Peningkatan
tekanan di vesica urinary Berat berlebihan di abdominal Penambahan berat di area
midsection obesitas

Tekanan Darah
Pengukuran TD pada usia lanjut sebaiknya dilakukan juga pada posisi berdiri karena
sangat sulit untuk memperoleh TD yang akurat. Hal ini dikarenakan pada usia lanjut terjadi :
Kekakuan pembuluh darah akibat aterosklerosis
Barorefleks berkurang
Hipotensi ortostatik
Pseudohipertensi akibat manset pengukur harus lebih menekan a.brachialis yang
kaku.
Tabel:. Klasifikasi Hipertensi JNC Vll, 2003
Klasifikasi Sistol
ik
(mmHg)
Diastol
ik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-
139
80-89
Hipertensi tingkat
1
140-
159
90-99
Hipertensi tingkat
2
160 100
Hipertensi
sistolik terisolasi
140 <90


Hipertensi sistolik terisolasi
elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer hipertensi sistolik .( buku ajar geriatric UI , ed ke-4)

Apical-radial pulse deficit
Dinilai dengan membandingkan pulse pada apex jantung terhadap arteri radialis pada
waktu yang sama selama 1 menit.
Denyut pada a. Radialis jauh lebih lemah dibandingkan pada apex jantung. Merupakan
salah satu tanda terjadinya fibrilasi atrial. Akan tetapi masih belum terdapat gejala pemberat
berupa lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukan adanya
iskemia atau gagal jantung kongestif.


Atrial fibrilasi
Penyebab :
a. Pembesaran atrium akibat lesi pada katub jantung yang mencegah atrium
mengosongkan isinya secara adekuta ke dalam ventrikel, atau karena kegagalan ventrikel
yang diakibatkan oleh pembendungan darah yang banyak didalam atrium.
b. Dinding atrium yang berdilatasi merupakan kondisi ideal untuk menyebabkan jalur
konduksi yang panjang demikian juga dengan konduksi yang lambat, yang keduanya
merupakan factor predisposisi fibrilasi atrium. (Fisiologi kedokteran Guiton & Hall)

8. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan penunjang/tambahan
(Lumbal dan Femoral Densitometry)? Erin, ricky, dini
9. Bagaimana interpretasi GDS dan MMSE score?
Geriatric Depression Scale : Short Form (15 pertanyaan)
Skor > 5 poin adalah depresi, artinya Ny. Neny mengalami depresi
Nilai tertinggi dari MMSE adalah 30.
Metode Skor Interpretasi
Single Cutoff < 24 Abnormal
Range < 21
> 25
Meningkatkan kemungkinan menderita
demensia
Menurunkan kemungkinan menderita demensia
Pendidikan 21
< 23
< 24
Abnormal untuk pendidikan kelas 8
Abnormal untuk pendidikan SMA
Abnormal untuk pendidikan kuliah
Keparahan 24 30
18 23
0 17
Tidak ada pelemahan kognitif
Pelemahan kognitif ringan
Pelemahan kognitif berat

Berdasarkan hasil tes MMSE tidak terjadi pelemahan kognitif pada Ny. Neny

10. Apa interpretasi dan dampak (jelaskan mekanismenya) dari riwayat pengobatan (captopril
12,5 mg, 2x sehari)? ACE Inhibitor (dalam hal ini captopril) menyebabkan batuk kronik
sehingga akan menyebabkan stress incontinence
11. Apa DD? Sintesis
12. Apa WD + HTD + pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan? Sintesis
13. Apa etiologi, epidemiologi, faktor risiko? Sintesis
14. Apa manifestasi klinis? Sintesis
15. Apa patogenesis dan patofisiologi? Sintesis
16. Apa saja tatalaksana dan pencegahannya? Sintesis
17. Apa prognosisnya? Sintesis
18. Apa komplikasinya? Sintesis
19. Bagaimana KDU dalam kasus ini? Sintesis

Hipotesis: Mrs. Neny 62 tahun, tidak bisa mencapai kamar mandi tepat pada waktunya
karena menderita osteoporosis dan inkontinensia urin, systolic hypertension, obesitas, atrial
fibrilasi.

Kerangka konsep:










SINTESIS
A. Anatomi VU.

A. Sisi Anteroposterior anatomi VU. Inset: Dinding VU terdiri dari mukosa, submukosa,
muskuler, dan lapisan adventisial.
B. Fotomikrograf dinding VU. Mukosa VU kosong terlempar membentuk lipatan convoluted
atau rugae. Susunan pleksiform serabut otot detrusor menyulitkan untuk membedakan
ketigalapisan.
C. Bentuk dan posisi VU saat kosong dan saat terisi penuh. (From McKinley,2006, with
permission.) Permukaan kavitas uroepitelium ditutupi oleh lapisanglikosaminoglikan ( GAG).
Lapisan ini mencegah perlekatan bakteri dan kerusakan urotelial dengan bertindak sebagai barrier
protektif. Dalam teoridigambarkan bahwa lapisan yang terdiri dari polimer karbohidrat ini
dapatmengalami defek pada pasien sistitis interstisial. Lapisan muskuler yang disebut juga
muskulus detrusor tersusun atas 3 lapisan otot halus yang tersusun dalam bentuk pleksiform.
Susunan pleksiformyang unik ini memungkinkan ekspansi multi dimensional yang cepat
selama pengisian VU dan merupakan komponen kunci dari kemampuan VU
ntuk mengakomodasi volume urin yang besar.



Fisiologi Miksi

Anatomi vesica urinaria (kandung kemih)
Lapisan kandung kemih yaitu : lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan
submukosa,lapisan mukosa.
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari 2 bagian besar,yaitu ;
(1) Corpus, merupakan bagian utama vesica urinaria di mana urin berkumpul
(2) Collum, merupakan lanjutan dari corpus yang berbentuk corong.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor, serat-seratnya ke segala arah dan apabila
berkontraksi dapat menigkat tekanan intra vesica menjadi 40-60 mmHg. Kontraksi otot detrusor
adalah langkah terpenting dalam proses berkemih. Pada dinding posterior kandung kemih, tepat
di atas collum vesicae terdapat daerah berbentuk segitiga yang lapisan mukosanya halus (kecuali
daerah ini, lapisan mukosa dinding kandung kemih berbentuk ruggae/berlipat-lipat). Collum
(leher kandung kemih) panjangnya 2-3 cm, dindingnya terdiri dari dari otot detrusor yang
bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastic. Otot pada daerah ini disebut sphincter
urethra internum. Setelah urethra posterior, urethra berjalan melewati diafrgama urogenital, yang
mengandung lapisan otot yang disebut sphincter urethra externum. Otot ini merupakan otot lurik
yang bekerja dibawah kesadaran dan dapat melawan upaya kendali involunter yang berusaha
untuk mengosongkan kandung kemih.

Persarafan kandung kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medulla
spinalis melalui pleksus sakralis, terutama dengan segmen S-2 dan S-3. Berjalan dari nervus
pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat
regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari urethra (posterior) dan
terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan reflex berkemih. Saraf motorik yang menjalar
dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang
terletak dalam dinding kandung kemih. Saraf postganglion pendek kemudian mempersarafi otot
detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat 2 tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung
kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju
sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan
mengontrol otot lurik pada sfinter. Kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari rangkaian
simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medulla
spinalis.

Tipe Saraf Fungsi
Kolinergik parasimpatik (Nervus erigenus) Kontraksi bladder
Simpatetik Relaksasi bladder (dengan menghambat
tonus parasimpatis)
Simpatetik Relaksasi bladder (adrenergik beta)
Simpatetik Kontraksi leher bladder
Somatik (nervus pudendi) Kontraksi otot dasar panggul

Fisiologi / Proses Mikturisi Normal

Mikturisi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi penuh dengan urin. Dua
tahap utama mikturisi :
a. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melalui
ambang batas.
b. Munculnya refleks saraf (refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih atau,
jika gagal, setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang disadari.

Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord. Sebagian besar pengosongan di luar
kendali tetapi pengontrolan dapat dipelajari/dilatih. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat
vesika urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna
konstriksi. Sistem saraf parasimpatis : impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi,
sebaliknya spinchter relaksasi terjadi mikturisi. (normal: tidak nyeri).
Saat kandung kemih terisi, ujung-ujung saraf di dinding kandung kemih mengirim sinyal ke
medula spinalis dan kemudian ke otak, sehingga muncul perasaan/ sensasi ingin berkemih.
Kemudian otak mengirim sinyal ke otot sfingter uretra dan otot pelvis untuk berelaksasi. Setelah
itu otot sfingter uretra dan otot pelvis mengirim sinyal ke dinding kandung kemih (detrusor) yang
akan berkontraksi dan memompa urin keluar melalui uretra.
Setelah urin dari kandung kemih kosong, otot sfingter uretra dan otot pelvis berkontraksi
kembali, menutup uretra, dan otot kandung kemih berelaksasi. Setelah berkemih uretra wanita
kosong akibat gravitasi, sedangkan urine yang masih ada dalam uretra laki-laki dikeluarkan oleh
beberapa kontraksi muskulus bulbo kavernosus.
Pada orang dewasa volume urine normal dalam kandung kemih yang mengawali reflek
kontraksi adalah 300-400 ml. Didalam otak terdapat daerah perangsangan untuk berkemih di pons
dan daerah penghambatan di mesensefalon. Kandung kemih dapat dibuat berkontraksi walau
hanya mengandung beberapa milliliter urine oleh perangsangan volunter reflek pengosongan
spiral. Kontraksi volunter otot-otot dinding perut juga membantu pengeluaran urine dengan
menaikkan tekanan intra abdomen.
Orang dewasa dengan kandung kemih yang normal, yang minum 2 L cairan per hari,
umumnya akan berkemih 4-7 kali sehari (setiap 3-4 jam). Rata-rata, setiap orang akan berkemih
sebanyak 250-500 mL urin setiap kalinya.



Siklus
& Refleks Miksi
Vesika
urinaria terisi
Peregangan
dinding VU
Peningkatan
impuls (relay)
Refleks miksi >>
kontraksi awal
Stimulus pd reseptor
regang sensorik
(uretra posterior)
n. Pelvikus >>
S.2 & S.3 medula
spinalis
Impuls motorik
ke o. detrusor
Refleks miksi
berulang
Kontraksi kuat m.detrusor
Relaksasi sfingter eksterna
MIKSI
Pengosongan VU
Fisiologi Kedokteran edisi 9. Guyton &
Hall


B. Perubahan Fisiologi pada Usia Lanjut
Ada banyak teori mengenai proses menua salah satunya konsep homeostenosis :
semakin bertambahnya usia semakin berkurangnya jumlah cadangan fisiologis untuk
mempertahankan homeostasis dalam menghadapi berbagai perubahan /challange/stress.
Semakin besar challange yang terjadi maka semakin besar besar cadangan fisiologis yang
terpakai untuk kemabali ke homeostasis. Di sisi lain semakin sedikit cadangan fisiologis,
maka seorang usia lanjut lebih mudah untuk mencapai suatu ambang yang dapat berupa
keadaan sakit atau kematian akibat challange tersebut
Perubahan fisiologis :

Sistem Kardiovaskuler
Tekanan Darah Sistolik (TDS) maupun Tekanan Darah Distolik (TDD) meningkat sesuai
dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun,
sedangkan TDD meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap
atau sedikit menurun.
Penebalan dinding aorta & pembuluh darah besar serta elastisitas pembuluh darah
menyebabkan compliance aorta dan pembuluh darah besar mngakibatkan TDS
elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
Penurunan sensitivitas baroreseptor menyebabkan kegagalan refleks postural
mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik
Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik-beta dan vasokonstriksi
adrenergik-alfa kecenderungan vasokontriksi mengakibatkan peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer & tekanan darah
Berkurangnya pengisisan ventrikel kiri
Berkurangnya pacemaker di nodus SA
Hipertrofi atrium kiri
Kontraksi dan relaksasi ventikel kiri bertambah lama
Menurunnya curah jantung maksimal
Peningkatan resistensi vaskular perifer


Sistem Genitourinaria
Tepatnya di glumerulus, nefron kemudian mengecil dan menjadi atrofi. Aliran darah ke
ginjal menurun sampai 50%. Fungsi tubulus berkurang akibatnya; kurang kemapuan
mengkonsentrasi urine, berat jenis urine menurun, proten uria.
Vesika urinaria (kandung kemih);
kolagen , trabekulasi , fibrosis , saraf otonom , pembentukan divertikula.
Akibatnya :
fungsi kontraktil (otot-ototnya menjadi lemah), kapasitasnya menurun sampai 200ml atau
menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kemampuan menahan miksi , volume
residu pasca berkemih . Vesika urinari susah dikosongkan sehingga meningkatkan
retensi urine.
Uretra : deposit kolagen , atrofi mukosa, penipisan otot2 uretra, komponen selular
Akibatnya : tekanan penutupan , tekanan akhiran keluar
Atrofi vulva
o Vagina : komponen selular, atrofi mukosa.
o Dasar panggul : Deposit kolagen , rasio jaringan ikat-otot , otot melemah.

Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun, khususnya hormone estrogen pada wanita
Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah
Pituitari; hormon pertumbuhan ada tetapi lebih rendah tetapi rendah dan hanya dalam
pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH, LH.
Menurunnya aktifitas tiroid, BMR menurun.

Sistem Muskuloskeletal
Terjadi osteopenia sehingga tulang kehilangan densitas dan makin rapuh
Kandung kemih fungsi
kontraktil tidak efektif lagi &
mudah terbentuk trabekulasi
sampai divertikel akibat
dari peningkatan fibrosis &
kandungan kolagen
Perubahan morfologis
Trabekulasi
Fibrosis
Saraf autonom
Pembentukan divertikula

Perubahan fisiologis
Kapasitas
Kemampuan menahan kencing
Kontraksi involunter
Volume residu pasca berkemih
Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna
Berkurangnya konsentrasi faktor antiadheren protein
Tamm-Horsfall.
Uretra:
tekanan penutupan uretra &
tekanan outflow akibat dari
atrofi mukosa, perubahan
vaskularisasi submukosa &
menipisnya lapisan otot uretra
Perubahan morfologis
Komponen seluler
Deposit kolagen pada uretra sehingga terjadi atrofi
mukosa yang menyebabkan penipisan otot uretra

Perubahan fisiologis
Tekanan penutupan
Tekanan akhiran keluar
Prostat Hiperplasia dan membesar
Vagina Komponen seluler
Mukosa atrofi
Dasar panggul berperan
penting dalam dinamika miksi
& mempertahankan kondisi
kontinen
Deposit kolagen
Rasio jaringan ikat-otot
Otot melemah
Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek
Tulang kortikal menipis, porusitas tulang meningkat 4-10% pada usia 40-80.
Hilangnya tulang trabekula.
Atrofi dari sel osteosit.
Osteoblas berasal dari sel osteoprogenitor yg pada proses menua akan ber<< jumlah dan
aktivitasnya. Kegagalan produksi osteoblas menyebabkan proses reformasi tulang lebih
sedikit dari resorpsi tulang.
Massa otot berkurang secara bermakna
Peningkatan fatigabilitas pada otot
Penyembuhan fraktur pad tulang terlambat
Persendian membesar dan menjadi pendek.
Tendon mengerut dan mengalami sklerosis

Sistem endokrin
Toleransi glukosa terganggu ( gula darah meningkat, insulin serum meningkat akibat
peningkatan resistensi insulin)
Penurunan yang bermakna pada dehidroepiandosteron (DHEA)
Penurunan hormon T3
Penurunan hormon paratitiroid (PTH)
Penururnan fungsi gonadhormon seks
Ovarian failure disertai menurunnya hormon ovarium--menopause
Penurunan testosteron bebas maupun yang bioavailable

Metabolisme
Akibat hiperinsulinemia (peningkatan kadar insulin dalam darah) akan
meningkatakan stimulasi lipogenesis dari pengambilan glukosa di jaringan adiposa dan
emngatifasi enzim lipogenik dan glikolitik. Pada wanita penurnan kadar homon estrogen
dapat berdampak pada perubahan metabolisme. Estrogen berperan dalam peningkatan kadar
HDL dan penurunan LDL

C. Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Inkontinensia Urin
Usia merupakan faktor predisposisi. Semakin tua seseorang, semakin besar
kemungkinan mengalami inkontinensia urin, karena terjadi perubahan struktur kandung
kemih dan otot-otot dasar panggul. Prevalensi IU meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Pengaruh penuaan akan menyebabkan terjadinya atrofi pada seluruh organ tubuh,
termasuk juga pada organ urogenital. Selain itu inkontinensia urin lebih banyak pada wanita
> laki laki.
a) Perempuan mengalami inkontinensia urin dua kali lebih sering daripada laki-laki. Hal ini
disebabkan karena perempuan mengalami proses kehamilan, persalinan, menopause,
serta struktur kandung kemih yang berbeda dengan laki-laki. Inkontinensia urin pada
perempuan biasanya disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul yang
menyangga saluran kemih dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga urin keluar
begitu saja tanpa dapat ditahan. Proses persalinan dapat membuat otot-otot dasar panggul
rusak akibat regangan otot-otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir,
sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urin.
b) Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada perempuan di usia menopause, akan
terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga
menyebabkan terjadinya inkontinensia urin. Selain itu, menurunnya estrogen dapat
menyebabkan :
1) gangguan aktivasi sel osteoblast
2) gangguan pengendapan matriks tulang, berkurangnya deposit kalsium dan fosfat
tulang

D. Tipe-tipe Inkontinensia Urin
Transient I ncontinence
Inkontinensia transien sering terjadi pada usila. Jenis inkontinesia ini mencakup sepertiga
kejadian inkontinensia pada masyarakat dan lebih dari setengah pasien inkontinensia yang
menjalani rawat inap (Herzog dan Fultz, 1990). Penyebabnya sering disingkat menjadi
DIAPPERS
Delirium / confusional state
I nfection urinary (symptomatic)
Atrophic urethritis / vaginitis
Pharmaceuticals
Psychological
Excessive urine output (cardiac, DM)
Restricted mobility
Stool impaction

1. Delirium
Kejadian inkontinensia akan dapat dihilangkan dengan mengidentifikasi dan menterapi
penyebab delirium.
Pasien lebih memerlukan manajemen medis dalam mengatasinya dibandingkan dengan
manajemen kandung kemih (Resnick, 1988)
2. Infeksi traktus urinarius
Infeksi traktus urinarius yang simptomatik seperti cystitis dan urethritis dapat
menyebabkan iritasi kandung kemih sehingga timbul frekuensi, disuria dan urgensi
yang mengakibatkan seorang usila tidak mampu mencapai toilet untuk berkemih.
3. Atrophic vaginitis
Jaringan yang teriritasi, tipis dan mudah rusak dapat menyebabkan timbulnya gejala
rasa terbakar di uretra, disuria, infeksi traktus urinarius berulang, dispareunia, urgensi,
stress atau urge incontinence.
4. Obat-obatan
Obat-obatan seperti diuretik akan meningkatkan pembebanan urin di kandung kemih
sehingga bila seseorang tidak dapat menemukan toilet pada waktunya akan timbul urge
incontinence.
Agen antikolinergik dan sedatif dapat menyebabkan timbulnya atonia sehingga timbul
retensi urin kronis dan overflow incontinence.
Sedatif, seperti benzodiazepin juga dapat berakumulasi dan menyebabkan confusion
dan inkontinensia sekunder, terutama pada usila.
Alkohol, mempunyai efek serupa dengan benzodiazepines, mengganggu mobilitas dan
menimbulkan diuresis
Calcium-channel blockers untuk hipertensi dapat menyebabkan berkurangnya tonus
sfingter uretra eksternal dan gangguan kontraktilitas otot polos kandung kemih
sehingga menstimulasi timbulnya stress incontinence. Obat ini juga dapat
menyebabkan edema perifer, yang menimbulkan nokturia.
Agen alpha-adrenergik yang sering ditemukan di obat influenza, akan meningkatkan
tahanan outlet dan menyebabkan kesulitan berkemih; sebaliknya obat-obatan ini sering
bermanfaat dalam mengobati beberapa kasus stress incontinence.
Alpha blockers, yang sering dipergunakan untuk terapi hipertensi dapat menurunkan
kemampuan penutupan uretra dan menyebabkan stress incontinence.
5. Psikologis
Jarang terjadi pada orang usila dibandingkan dengan yang muda.
Depresi dan kecemasan dapat menyebabkan pasien mengalami kebocoran urin
Mekanisme ini biasanya merupakan kombinasi dari bladder overactivity dan relaksasi
sfingter uretra yang tidak tepat.
Intervensi awal ditujukan pada gangguan psikologinya.
6. Output Urin yang Berlebihan
Output urin yang berlebihan bisa disebabkan oleh karena intake cairan yang banyak,
minuman berkafein, dan masalah endokrin.\
Diabetes mellitus melalui efek diuresis osmotiknya dapat menyebabkan suatu kondisi
overactive bladder.
Diabetes insipidus juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi urin hingga
10 liter per hari pada kandung kemih sehingga menimbulkan overflow incontinence.
Kondisi hipertiroid dapat menginduksi kandung kemih menjadi overactive, sehingga
menimbulkan kondisi urge incontinence. Disamping itu, kondisi hipotiroidism dapat
menyebabkan kandung kemih hipotoni dan menimbulkan overflow incontinence.
7. Mobilitas yang terbatas
Keterbatasan mobilitas ini dapat disebabkan karena kondisi nyeri arthritis, deformitas
panggul, deconditioning fisik, stenosis spinal, gagal jantung, penglihatan yang buruk,
hipotensi postural atau post prandial, claudication, perasaan takut jatuh, stroke, masalah
kaki atau ketidakseimbangan karena obat-obatan.
8. Impaksi feses
Impaksi feses akan mengubah posisi kandung kemih dan menekan syaraf yang mensuplai
uretra serta kandung kemih, sehingga akan dapat menimbulkan kondisi retensi urine dan
overflow incontinence.


True I ncontinence / Established I ncontinence
Jika kebocoran menetap setelah penyebab inkontinensia transien dihilangkan, perlu
dipertimbangkan penyebab inkontinensia yang berasal dari traktus urinarius bagian bawah.


Urge inkontinensia
- Merupakan penyebab IU tersering pada orang tua, terjadi pada 40-70 % pasien yang
datang dengan keluhan inkontinensia.
- Masalah tersering dalam fase pengisian/penyimpanan urin timbul takkala kandung
kemih gagal utk tetap relaks sampai waktu yang tepat untuk berkemih .
- Pasien dengan detrusor yang overaktif akan merasakan kontraksi detrusor yang lebih
cepat dan lebih kuat sebelum VU terisi penuh
- Penyebab:
Non neurogenik
o Inflamasi atau iritasi pada kandung kemih
o Proses menua : Kelemahan otot dasar panggul
o Idiopatik
Neurogenik
o Ssp yg menghambat kontraksi kandung kemih terganggu
o Kelainan neurologik akibat lesi suprapontin (stroke,parkinson)
o Trauma medulla spinalis
o Obat obatan
o Kelainan metabolik spt hipoksemia dan ensefalopati
Stress inkontinensia
- Terjadi akibat gangguan fungsi sfingter uretra sehingga urin keluar dari kandung kemih
manakala tekanan intra abdomen meningkat spt batuk atau bersin .
- Dikaitkan dengan kelemahan ligamen pubouretra dan dinding anterior vagina.
- Penyebab:
o Prolaps Hipermobilitas uretra
o Perubahan posisi uretra dan kandung kemih
o Defisiensi intrinsik sfingter(kongenital)
o Denervasi akibat obat penghambat adrenagik alfa ,trauma bedah, radiasi .
o Predisposisi : obesitas , batuk kronik , trauma perineal, melahirkan pervaginam
,terapi radiasi keganasan
Overflow bladder
- Terjadi akibat retensi urin pada kandung kemih yg mengalami distensi (peregangan).
- Urin mengisi kandung kemih sampai tercapai kapasitas maksimal kandung kemih,
selanjutnya urin yg tdk dpt tertampung lagi keluar melalui uretra.
- Penyebab:
o Menurunnya kontraksi kandung kemih sekunder akibat obat obatan yg merelaksasi
otot detrusor kandung kemih
o Denervasi pada detrusor akibat kelainan neurologis yang mempengaruhi inervasi
kandung kemih
o Obtruksi aliran urin akibat Pembesaran prostat,impaksi feses. Striktur uretra,kontraksi
uretra akibat agonis adrenegik alfa.
o Obtruksi anatomik pada perempuan prolapspelvis dan distorsi uretra
o Neuropati diabetes melitus
Fungsional
- Terjadi pada orang usia lanjut yg tidak mampu atau tidak mau mencapai toilet pada
waktunya
- Faktor penyebab dapat mengeksaserbasi tipe lain
- Memiliki kelainan saluran kemih bagian bawah seperti hiperaktivitas detrusor
Tipe campuran
- Sebagian besar usila menderita campuran tipe urgensi dan tipe stres.

Pada kasus, terjadinya inkontinensia urin disebabkan:


























Dampak Inkontinensia Urin
Dari aspek medis, inkontinensia dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti
dekubitus, infeksi saluran kemih, sepsis, dan gagal ginjal. Ditinjau dari aspek ekonomi,
penanganan inkontinensia urin membutuhkan dana yang cukup besar.
Dampak sosial dari inkontinensia urin meliputi hilangnya kepercayaan diri,
menghindar dari pergaulan sosial, seksualitas menurun, ketergantungan. dan depresi. Dalam
Usia

Perubahan Uretra
deposit Kolagen
Penipisan otot uretra
Rentan infeksi
Atrofi mukosa
uretra
Sfingter uretra
mengendur
Urin mengental (protein
inflamasi, bakteri)
sensitasi
sfingter
uretra
Sfingter
uretra mudah
mengendur
IU tipe stress
Perubahan Vesica Urinaria
Menurunkan
komplians VU
sel fibrosit
(sel inaktif yang
berasal dari j.ikat
fibroblast)
Kolagen
Overactive
detrusor
Menghambat fungsi
normal otot detrusor
IU urgensi
beberapa kasus, implikasi yang muncul tergantung pada perawatan medis yang dijalani.
Depresi merupakan masalah psikososial yang sering ditemukan pada wanita usia lanjut
dengan Inkontinensia urin.


E. Hubungan Menopause dengan Keadaan pada kasus
Hubungan menopause-inkontinensia urin
Pada wanita pasca menopouse karena menipisnya mukosa disertai dengan menurunnya
kapasitas, kandung kemih lebih rentan dan sensitif terhadap rangsangan urine, sehingga
akan berkontraksi tanpa dapat dikendalikan keaadan ini disebut over active bladder.
Gangguan ini mengenai sekurang-kurangnya 50 juta orang di negara yang berkembang.
Menurunnya tonus otot vagina dan uretra karena penurunan estrogen
Selain itu menopause juga dapat menyebabkan Kekurangan estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai
muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.














F. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik



Kasus Nilai normal Interpretasi
BB & TB 75 kg & 156 cm Hitung BMI = BB /
TB
2

= 75
(1,56)
2
= 30,818 kg/m
2


Obese II


G. Interpretasi hasil pemeriksan densitometi

Lumbal densitometry = -3,0 Osteoporosis
Femoral densitometry = -2,7

Klasifikasi T-score
Normal -1
Osteopenia Antara -1 dan -2,5
Osteoporosis -2,5
Osteoporosis berat -2,5 dan fraktur fragilitas
Tabel : klasifikai diagnosis osteoporosis menurut WHO

Cara pemeriksaan
Densitas tulang (atau bone mineral density)adalah pengukuran tulang dari
substansi/materi tulang per centimeter kubik tulang. Dihitung dengan prosedur densitometry,
dilakukan oleh bagian radiologi rumah sakit.
Prosedur : tanpa rasa sakit dan non-infasif dengan paparan radiasi yang minim.
Umumnya pada bagian lumbal dan bagian atas panggul. Dual energy X-ray absorptiometry
(DXA atau DEXA) paling sering digunakan.
TD 150/80 mmHg < 140/70 mmHg Hipertensi sistolik terisolasi
(HST)
Pulse Apical-radial
pulse deficit
- Terjadi perbedaan irama antara
nadi yang diperiksa di apical
(jantung) dan radial
menandakan aritmia Fibrilasi
Atrial
Suhu tubuh 36,5 C 36,5-37,5 C Normotermi
Exertional dyspnea - - Tidak ada ggn paru
Fatigue - - Normal
Headache - - Normal
Ada 2 cara perhitungan T-score dan Z-score. Skor mengindikasiikan jumlah dari
densitas mineral tulang, bervariasi dari nilai tengah.
T-score diperuntukkan bagi wanita post-menapouse dan pria di atas 50 tahun, untuk
memprediksi fraktur yang mungkin terjadi di masa depan.

Diagnosis osteoporosis ditentukan dengan mengukur densitas massa tulang (BMD). Bagian-
bagian tulang yang diukur :
a) Tulang belakang (L1- L4)
b) Panggul : femoral neck, total femoral neck, dan trokanter.
c) Lengan bawah (33% radius), bila :
Tulang belakang dan/atau panggul tidak bisa diukur
Hiperparatiroideisme
Sangat obese

H. Diagnosis Banding
Tipe Campuran Tipe urgensia Tipe stress Tipe overflow
Tipe
fungsional
Urin
keluar
pada saat
Ada keinginan
untuk kencing
(tidak mampu
menunda)>8x
sehari (tipe
urgensi )dan
Tekanan
intraabdomen
meningkat
(batuk, bersin,
mengangkat
beban) (tipe
stress)
Ada keinginan
untuk kencing
(tidak mampu
menunda)>8x
sehari
Tekanan
intraabdomen
meningkat
(batuk, bersin,
mengangkat
beban)
Vesika urinaria
mencapai
kapasitas
maksimum tetapi
tidak dapat
keluar semuanya
Pada orang
usia lanjut yg
tidak mampu
atau tidak
mau
mencapai
toilet pada
waktunya
Menopau
se
Faktor risiko Faktor risiko Faktor risiko - -
Obesitas Faktor risiko - Faktor risiko - -
Terdapat
pada
Paling banyak
tipe urgensi dan
stress
Non neurogenik ;
Inflamasi
atau iritasi pada
kandung kemih
Proses
Prolaps
Hipermobilitas
uretra
Perubahan
posisi uretra
dan kandung
Menurun
nyakontraksi
kandung kemih
sekunder akibat
obat obatan yg
merelaksasi
Gang
guan fisis :
gangguan
immobilitas
akibat
arthritis,
menua :
Kelemahan otot
dasar panggul
Idiopatik
Neurogenik ;
Ssp yg
menghambat
kontraksi
kandung kemih
terganggu
Kelainan
neurologik
akibat lesi
suprapontin
(stroke,parkins
on)
Trauma medulla
spinalis
Obat obatan
Kelainan
metabolik spt
hipoksemia dan
ensefalopati
kemih
Defisiensi
intrinsik
sfingter(kongen
ital)
Denervasi
akibat obat
penghambat
adrenagik alfa
,trauma bedah,
radiasi .
Predisposisi :
obesitas , batuk
kronik , trauma
perineal,
melahirkan
pervaginam
,terapi radiasi
keganasan
otot detrusor
kandung kemih
Denervas
i pada detrusor
akibat kelainan
neurologis yang
mempengaruhi
inervasi
kandung kemih
Obtruksi
aliran urin
akibat
Pembesaran
prostat,impaksi
feses. Striktur
uretra,kontraksi
uretra akibat
agonis
adrenegik alfa.
Obtruksi
anatomik pada
perempuan
prolapspelvis
dan distorsi
uretra
Neuropat
i diabetes
melitus
paraplegia
inferior,
stroke
Gang
guan
kognitif
akibat
delirium
atau
demensia
Obat


I. Penegakkan Diagosa IU
Penegakkan diagnosa mempunyai tiga tujuan :
(1) Untuk menentukan penyebab inkontinensia
(2) Untuk mendeteksi kelainan patologi traktus urinarius
(3)Untuk mengevaluasi secara komprehensif (terutama pasien dengan gangguan mental atau
secara fisik terganggu) baik pasien, lingkungan dan juga sumber-sumber lain yang ada.

Anamnesa
Riwayat berkemih dapat dilakukan dengan menggunakan format sederhana :
1. D uration of incontinence
2. C ircumstances of the leak, e.g sense of urgency, coughing, straining
3. B ladder storage symptoms i.e frequency, urgency, nocturia
4. Any voiding symptoms i.e straining, intermittency, poor stream, post void dribble.
Riwayat penyakit dahulu mencakup masalah medis lainnya seperti:
1. diabetes mellitus (menyebabkan timbulnya diuresis osmotik jika kontrol glukosa
buruk),
2. insufisiensi vaskuler (menyebabkan timbulnya inkontinensia pada malam hari saat
edema perifer dimobilisasi ke sistem vaskuler, sehingga menyebabkan peningkatan
diuresis),
3. penyakit paru kronis (yang dapat menyebabkan stress incontinence karena batuk
kronis),
4. Cerebro Vascular Accident (CVA) sebelumnya
5. Hipertensi
Riwayat pernah menjalani operasi yang dapat mempengaruhi proses berkemih juga harus
digali, seperti reseksi prostat transuretra, operasi untuk kondisi stress incontinence, atau
operasi pelvis.
Pertanyaan tentang fungsi buang air besar dan erektil juga harus dilakukan
Riwayat obstetrik seperti jumlah paritas, riwayat persalinan sulit, riwayat persalinan lama
perlu dicari pada wanita dengan stress incontinence.
Riwayat penggunaan obat-obatan yang dapat mempengaruhi traktus urinarius bagian
bawah
Riwayat kondisi fisik yang mempengaruhi kemampuan fungsional berkemih seperti fungsi
tangan, kemampuan berpakaian, keseimbangan duduk, kemampuan untuk melakukan
transfer dan ambulasi juga perlu diketahui untuk mencari kemungkinan mengapa pasien
menjadi inkontinensia dan untuk merencanakan manajemen terapi
Riwayat nyeri atau ketidaknyamanan area suprapubik atau perineal perlu diketahui.
Sensasi seperti itu dapat timbul karena kemungkinan adanya karsinoma kandung kemih,
batu atau distensi akut kandung kemih.
Mencari tahu keterbatasan sosial yang disebabkan oleh karena inkontinensia. Hal ini
penting karena akan menentukan strategi manajemen
Pada kasus : pernah 2 kali mengalami beser pada saat di mobilnya dan saat berbelanja di mall,
tidak dapat menahan BAK sampai menemukan toilet.

Pemeriksaan fisik
Abdomen: ada distensi atau tidak
Neurologis: demensia atau tidak, pemeriksaan cabang-cabang saraf lumbosakral dengan
melakukan ankle jerk reflex (S1-2), flexi toe dan arch the feet (S2-3) dan tonus sfingter ani
atau refleks bulbokavernosa (S2-4). Keadaan sfingter ani yang flaksid menunjukkan
adanya kelemahan kontraksi dari otot detrusor.
Rektal: tonus sfingter ani, impaksi feses
Bimanual: untuk menilai ada massa tidak pada uterus atau adneksa
Urogenitalia: perhatikan orifisum uretra dan vagina. Perhatikan adanya perubahan warna
dan penebalan mukosa vagina yang merupakan tanda dari vaginitis atrofikans akibat
defisiensi estrogen; hal ini biasanya disertai dengan peningkatan sensitifitas buli-buli dan
uretra yang dapat terlihat pada inkontinensia urge. Perhatikan posisi orifisium eksternum.
Jika didapatkan penonjolan dari orifisium eksternum mungkn merupakan suatu proses
inflamasi atau divertikulum.



Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium: untuk menyingkirkan adanya proses inflamasi/infeksi atau
keganasan pada saluran kemih; urinalisis, kultur urine, sitologi urin
Postvoid Residual volume: untuk mengetahui kemungkinan adanya obstruksi intravesika
atau kelemahan otot detrusor. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan kateterisasi
atau dengan USG setelah miksi. Seseorang diduga mengalami DH jika mempunyai gejala
urgensi, frekuensi, dan urge incontinence. Volume kebocoran urin dapat berjumlah sedang
hingga banyak, sering disertai nokturia dan inkontinensia, sensasi di bagian sakral dan
refleks dipertahankan, kontrol volunter sfingter anal intak dan PVR tetap rendah atau
normal ( 50ml). Kebocoran urin biasanya terjadi secara episodik tetapi sering. Volume
residual yang melebihi 50-100 ml pada pasien dengan DO menggambarkan kemungkinan
adanya obstruksi outlet yang menyertai, sehingga kondisi ini disebut dengan DHIC. Hal ini
dapat terjadi karena adanya cystocele atau diverticulum yang besar atau pada pasien
dengan penyakit Parkinson serta spinal cord injury
Urodynamic
Test urodinamik meliputi uroflowmetri dan sistometri. Sistometri merupakan test yang
paling penting, karena dapat menunjukan keadaan kandung kemih yang hiperaktif, normal
maupun hipoaktif.
Diagnostik imaging meliputi USG, CT scan dan IVP yang digunakan untuk
mengidentifikasi kelainan patologi (seperti fistel/tumor) dan kelainan anatomi (ureter
ektopik)

J. Diagnosis Kerja : Inkontinensia Urin, Menopause, Obesitas, Hipertensi Sistolik, Osteoporosis
dan diduga Atrial Fibrilasi.


1. Definisi Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin menurut International Continence Society didefinisikan sebagai
keluarnya urin secara involunter yang menimbulkan masalah sosial dan hygiene serta secara
objektif tampak nyata.
Epidemiologi
Menurut APCAB (Asia Pacific Continence Advisor Board) tahun 1998 menetapkan
prevalensi Inkontinensia Urine 14,6% pada Wanita Asia, sedangkan Wanita Indonesia
5,8%.
Prevalensi pada Pria Asia berdasar survei dari APCAB (Asia Pacific Continence Advisor
Board) sekitar 6,8%, sedangkan untuk Pria Indonesia 5% .
Secara umum, prevalensi Inkontinensia Urine pada pria hanya separuh dari wanita,
prevalensi di Asia relative rendah karena pandangan orang Asia bahwa Inkontinensia
Urine merupakan hal yang memalukan, dianggap tabu oleh beberapa orang, sehingga tidak
dikeluhkan pada dokter.
Faktor Risiko
jenis kelamin wanita,
usia tua,
paritas tinggi,
menopause,
pernah dilakukan histerektomi,
menggunakan toilet duduk,
gangguan neurologis,
trauma pada pelvis,
pernah dilakukan radiasi,
difisit nutrisi,
obesitas,
perokok, minum alkohol,
intake cairan berlebihan atau kurangnya aktifitas.

2. Menopause
Definisi
Menopause adalah berhentinya siklus menstruasi secara teratur akibat turunnya produksi
estrogen oleh ovarium.
Berhentinya menstruasi (sekret fisiologik darah dan jaringan mukosa serta bersiklus yang
melalui vagina dari uterus tidak hamil, dibawah pengendalian hormon). Merupakan suatu
bagian dari proses menua yang irreversible dan melibatkan sistem reproduksi wanita.
Dimulai setelah 12 bulan sejak menstruasi terakhir dan ditandai dengan berlanjutnya gejala
vasomotor dan gejala urogenital seperti keringnya vagina dan merupakan satu peristiwa
dalam klimakterium, yaitu fase fisiologis yang terjadi jika fungsi ovarium telah mengalami
regresi.

Etiologi
Penurunan fungsi ovarium. Ooforektomi bilateral pada setiap usia setelah menarche juga
dapat menimbulkan gejala-gejala seperti menopause.

Epidemiologi
Semua wanita akan mengalami menopause. Biasa terjadi pada usia 45-52 tahun.

Manifestasi klinis
Amenorrhea
Hot flushes(panas pada kulit wajah dan leher)
Berdebar-debar
Sakit kepala, vertigo
Tangan dan kaki terasa dingin
Mudah tersinggung
Cemas, gelisah, depresi
Insomnia
Keringat waktu malam
Pelupa, sulit berkonsentrasi
Cepat lelah
Penambahan berat badan
Dispareuni


3. Obesitas
Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang
keluar. Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) telah diakui sebagai metoda
yang paling praktis dalam menentukan tingkat overweight dan obesitas pada orang dewasa di
bawah umur 70 tahun.
Epidemiologi
Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk yang
overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta (17.5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari
9.8 juta (4.7%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa overweight dan obesitas
di Indonesia telah menjadi masalah besar yang memerlukan penangan secara serius.
Etiologi
Genetik
Hal ini dimungkinkan karena banyak gen yang terlibat dalam proses pengeluaran dan
pemasukan energi. Gen obese ini merupakan suatu protein yang dikenal dengan nama leptin
dan diproduksi oleh sel-sel lemak (adipositas) yang disekresikan ke dalam darah. Leptin ini
berfungsi sebagai suatu duta (massanger) dari jaringan adiposa yang memberikan informasi
ke otak mengenai ukuran massa lemak. Salah satu efek utamanya adalah sebagai penghambat
sintesa dan pelepasan neuropeptida Y, dengan cara meningkatkan asupan makanan,
menurunkan thermogenesis dan meningkatkan kadar insulin. Leptin memberitahukan otak
mengenai jumlah lemak yang tersedia, tetapi pada orang obese proses ini ini mungkin tidak
berjalan sebagaimana mestinya.
Faktor Fisiologi
Overweight dan Obesitas meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan kemudian
menurun sebelum akhirnya berhenti pada usia lanjut. BMI juga meningkat pada wanita yang
sedang hamil.
Faktor Sosial Ekonomi
Penentu Tingkah Laku / Psikologi
Bagi individu yang inaktif, termasuk mereka yang jarang melakukan olah raga,
mengkonsumsi alkohol dan merokok - cenderung mengalami peningkatan BB. Meskipun
alkohol mungkin mempunyai efek kardioprotektif, namun konsumsi yang berlebihan dapat
menimbulkan kelebihan asupan energi sehingga mengakibatkan penyakit liver dan saluran
cerna lainnya, seperti penyakit gallblader.
Faktor-faktor psikologis juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan. Makan, bagi
sebagian orang juga dapat memberikan respon dari emosi yang negatif, seperti kebosanan dan
kesedihan.

P. fisik
Lingkar perut dan lingkar panggul untuk menentukan obesitas sentral
Tebal lemak bawah kulit
BMI
BMI (kg/ m
2
) Kategori
< 18,5 Underweight
18,5 22,9 Normal
23- 24,9 Overweight
25-29,9 Obese I
> 30 Obese II
Tabel klasifikasi BMI menurut WHO

P. Penunjang: pemeriksaan laboratorium: Profil lipid

Pada wanita antara usia 55-60 tingkat metabolisme basal dan pengeluaran untuk aktivitas
fisik menurun saat memasuki usia dewasa. Akan tetapi asupan kalori tidak diimbangi
sehingga berat badan meningkat
c. Dengan meningkatnya usia terjadi massa lemak total serta berkurangnya massa
tubuh kering dan massa tulang. Di sisi lain, dengan bertambahnya usia aktivitas tubuh
<< gerak tubuh << lemak semakin banyak tersimpan.
d. Pada wanita antara usia 55-60 tingkat metabolisme basal dan pengeluaran untuk aktivitas
fisik menurun saat memasuki usia dewasa. Akan tetapi asupan kalori tidak diimbangi
sehingga berat badan meningkat.
Hubungannya dengan inkontinensia : obesitas Penambahan berat di area
midsection Berat berlebihan di abdominal Peningkatan tekanan di vesica urinary
Vesica urinary lebih lemah IU

4. Hipertensi Sistolik Terisolasi
Definisi : Hipertensi tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg.
I solated systolic hipertension adalah hipertensi primer dimana tekanan sistolik ( 140
mmHg), sedangkan tekanan diastolic cenderung menetap atau sedikit ( 90 mmHg).
Dikarakteristikkan oleh suatu tekanan nadi (pulse pressure) yang meningkat
(melebar).Tekanan denyutan (pulse pressure) adalah selisih antara tekanan darah sistolik dan
diastolik.
Epidemiologi
Terjadi pada 80% geriatri dengan usia 50 tahun
Prevalensi : <1 / 1000 orang pada usia 25-35 tahun sampai 40 / 1000 pada usia 80-90
tahun.
Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Systolic Hypertension in Elderly Program
(SHEP), prevalensi HST ada sebanyak 8% pada usia 60-69 tahun, 11% pada usia 70-79
tahun, dan 22% dari usia >80 tahun.
Terutama pada wanita
Insidensi meningkat dengan bertambahnya umur
Etiologi
Menurunnya elastisitas dan daya kembang arteri karena usia, akumulasi kalsium dan
kolagen pada arteri yang menyebabkan atherosclerosis. Hal hal ini menyebabkan tekanan
sistolik.
Sekitar 90% orang usila mengalami HST tipe pimer (idiopatik). Sedangkan sisanya
mengalami HST tipe sekunder akibat dari penyakit Endokrin (cushing syndrome, hipertiroid,
aldosteronisme primer), penyakit Ginjal (penyakit ginjal polikistik, glomerulonefritis,
pyelonefritis kronik)
Kondisi-kondisi yang terdapat pada usila sering menjadi pemicu eksaserbasi
hipertensi primer atau pemicu progresivitas perhipertensi menjadi hipertensi, yaitu :
Insufisiensi ginjal, Gagal ginjal, Pengunaan obat-obatan seprti NSAID, COX-2 inhibitor,
kortikosteroid, dan siklosporin ; Konsumsi alcohol, Obesitas, Hipertiroid, Obstruktif sleep
apnea, Kanker
Patofisiologi
Perubahan pada pembuluh darah (krn proses menua)yang bisa menyebabkan tekanan
sistolik,yaitu :
kekakuan arteri
vascular distensibility kerena jumlah dan ukuran sel-sel otot polos
deposisi kolagen medial
komponen-komponen elastin
Kekakuan aorta akan mengakibatkan meningkatnya TDS dan pengurangan volume aorta
akan mengakibatkan menurunnya TDD.
CO ex: anemia, hipertiroid, insufisiensi aorta, fistula atriovenosa, Pagets disease
of bone
elastisitas dan komplians arteri besar karena penuaan dan aterosklerosis akibat
akumulasi kalsium dan kolagen pada arteri dan degradasi elastin arteri
Kekakuan arteri conduit tekanan arteri yang kembali dari perifer tekanan
sistolik kekakuan arteri dan kerusakan endotel serta vasodilatasi
Perubahan mekanisme refleks baroreseptor kegagalan refleks postural
Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik beta dan vasokonstriksi
adrenergik alfa kecenderungan vasokontriksi peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer dan tekanan darah
Peningkatan asupan dan penurunan sekresi retensi Na

Perubahan perubahan di atas bertanggung jawab terhadap peningkatan tekanan
sistolik yang disproporsional, penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut
jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan disfungsi diastolik
penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.

Tabel Klasifikasi Hipertensi JNC Vll, 2003
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi tingkat 2 160 100
Hipertensi sistolik terisolasi 140 <90

Hubungan dengan obese pada kasus : Framingham Studi telah menemukan bahwa
peningkatan 15% berat badan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik
sebesar 18%. Dibandingkan dengan mereka yang mempunyai BB normal, orang yang
overweight dengan kelebihan berat badan sebesar 20% mempunyai resiko delapan kali lipat
lebih besar terhadap hipertensi.

Manifestasi klinik
Kebanyakan pasien hipertensi primer bersifat asimtomatik. Namun pada TD yang
tinggi atau yang meningkat secara mendadak dapat terjadi gejala seperti sakit kepala,
pandangan kabur, pusing, epistaksis dan gejala lain sesuai dengan gangguan pada organ yang
bersangkutan juga dapat timbul.

5. Atrial fibrilasi
Dinilai dengan membandingkan pulse pada apex jantung terhadap arteri radialis pada
waktu yang sama selama 1 menit. Denyut pada a. Radialis jauh lebih lemah dibandingkan
pada apex jantung. Merupakan salah satu tanda terjadinya fibrilasi atrial. Akan tetapi masih
belum terdapat gejala pemberat berupa lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing,
gejala yang menunjukan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif.

Epidemiologi
a) Pada populasi umum prevalensi FA terdapat 1-2% dan meningkat dengan bertambahnya
umur.
b) Umur < 50 tahun prevalensi FA < 1% , Umur 80 tahun meningkat menjadi >9%
c) Laki2 > wanita

Penyebab :
c. Pembesaran atrium akibat lesi pada katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan
isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau karena kegagalan ventrikel yang
diakibatkan oleh pembendungan darah yang banyak di dalam atrium.
d. Dinding atrium yang berdilatasi merupakan kondisi ideal untuk menyebabkan jalur
konduksi yang panjang demikian juga dengan konduksi yang lambat, yang keduanya
merupakan factor predisposisi fibrilasi atrium.
Manifetasi Klinis
Dapat asymptomatic, tergantung derajat keparahan AF.Pada yang simtomatic, dapat terjadi :
palpitations,
dyspnea,
fatigue,
dizziness,
angina,
decompensated heart failure
Klasifikasi
Klasifikasi FA berdasarkan waktu timbul & kemungkinan keberhasilan konversi ke irama
sinus :
1. Paroksismal, bila FA berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya dan
kembali ke irama sinus tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun.
2. Persisten, bila FA menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan intervensi
pengobatan atau tindakan.
3. Permanen, bila FA berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan FA tetap
tidak berubah (sulit untuk mengembalikan ke irama sinus).
Pemeriksaan Penunjang:
EKG mengetahui irama (verifikasi FA), hipertrofi ventrikel kiri, iskemia
EKG :
o absen gelombang P; rapid oscilation (gelombang fibrilatory [f]) yang bervariasi dalam
amplitude, frekuensi, dan bentuk;
o Respon ventricular yang ireguler
Foto rontgen toraks
Ekokardiograf melihat kelainan katup, ukuran atrium dan ventrikel, fungsi ventrikel
kiri, obstruksi outflow, dan trombus di atrium kiri.


6. Osteoporosis
Definisi : penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah,
disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya
menimbulkan kerapuhan tulang.
Klasifikasi:
Osteoporosis primer
Osteoporosis primer sering menyerang wanita paska menopause dan juga pada pria usia
lanjut dengan penyebab yang belum diketahui.
Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
Cushing's disease
Hyperthyroidism
Hyperparathyroidism
Hypogonadism
Kelainan hepar
Kegagalan ginjal kronis
Kurang gerak
Kebiasaan minum alkohol
Pemakai obat-obatan/corticosteroid
Kelebihan kafein
Merokok
Etiologi :
a. Osteoporosis postmenopausal :
Kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita
yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih
lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini
daripada wanita kulit hitam.
b. Osteoporosis senilis :
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia
dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang
yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita.
Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
c. Osteoporosis juvenil idiopatik :
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Gejala :
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan , sehingga awalnya osteoporosis tidak
menimbulkan gejala
Nyeri tulang dan kelainan bentuk (apbaila kepadatan tulang sudah sangat berkurang)
Nyeri punggung menahun
Kolaps spontan karena cidera ringan
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal
dari tulang belakang (punuk Dowager)sehingga timbul ketegangan otot dan sakit
Mudah patah tulang
Regenerasi tulang sangat lamban
Patogenesis :
Ketidak seimbangan antara resporpsi tulang dan pembentukan tulang + kurangnya matrik
konstan untuk remodeling tulang tulang diresorpsi oleh sel osteoklas >> pengkeroposan
dan perapuhan osteoporosis










Menopause
diferensiasi dan maturasi osteoklas
Produksi sitokin-
sitokin oleh bone
marrow stromal
cells+sel
mononuclear
Osteoblas absorbsi kalsium reabsorbsi
kalsium di ginjal
TGF
Estrogen
Osteoklas Sel endotel
NO
hipokalsemia
PTH
resorpsi tulang
(IL 1, IL 6, TNF , HIL
1, M-CSF)
Osteoporosis



















K. Patogenesis

L. Penatalaksanaan
Inkontinensia urin
Non farmakologis
Terapi suportif non spesifik
Edukasi
Memakai substitusi toilet
Manipulasi lingkungan
Pakaian tertentu dan pads
Modifikasi intaks cairan dan obat

Wanita, 62 tahun
Penurunan Estrogen
Menopause
Penurunan interaksi
pada reseptor ,
Anabolik terganggu
Perubahan struktur
dan fungsi dinding
uretra dan kandung
kemih
Bagian distal uretra
menjadi kaku dan tak
elastis sukar
menutup sempurna
INKONTINENSIA URIN
Peningkatan
fibrosisi dan
kandungan kolagen
Otot dasar
panggul
melemah
Penebalan dinding
pembuh darah dan
aorta >>
Elastisitas PD menurun
Peningkatan resistensi
vaskular
HIPERTENSI
SISTOLIK
Perubahan
keseimbangan
antara
vasodilatasi
adregenik dan
vasokontriksi
adrogenik
Cenderung
vasokontriksi
Peningkatan
recruitment
diferensiasi dan
aktivasi sel
osteoklast,
Ketidakseimbangan aktivitas
osteoklas dan osteoblas, serta
penurunan absorpsi Ca
2+
di usus
Reasorbsi tulang
meningkat
Massa tulang menurun
OSTEOPOROSIS
Penurunan laju
metabolisme lemak dan
deposit lemak sub kutan
OBESITAS
Penumpukan lipid di PD
Infark Miokard pada
sebagian jantung
ATRIAL FIBRILASI
Kerja pompa jantung
meningkat
suspect
Intervensi behavioral
Memiliki risiko yang rendah dan sedikit efek samping
Bladder training
Bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan teknik distraksi atau
teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali.
Pasien diinstruksikan untuk miksi pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam,
selanjutnya interval berkemih diperpanjang secara bertahap sampai setiap 2-3 jam.
Terbukti bermanfaat pada tipe urgensi dan stres.
Habit training
Merupakan penjadwalan waktu berkemih. Diupayakan agar jadwal berkemih sesuai
dengan pola berkemih sesuai dengan pola berkemih pasien sendiri. Sebaiknya digunakan
pada inkontinensia tipe fungsional dan membutuhkan keterlibatan petugas kesehatan atau
pengasuh pasien.
Prompted voiding
Dilakukan dengan cara mengajari pasien mengenali kondisi atau status kontinensia mereka
aserta dapat memberitahu petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Digunakan pada
pasien dengan gangguan fungsi kognitif.
Latihan otot dasar panggul
Merupakan terapi yang efektif untuk inkontinensia urin tipe stres atau campuran dan tipe
urgensi. Latihan dilakukan dengan membuat kontraksi berulang-ulang pada otot dasar
panggul yang diharapkan dapat meningkatkan kekuatan uretra untuk menutup secara
sempurna
Stimulasi elektrik
Merupakan terapi yang menggunakan dasar kejutan kontraksi otot pelvis dengan
menggunakan alat-alat bantu pada vagina dan rektum
Biofeedback
Bertujuan agar pasien mampu mengontrol/ menahan kontraksi involunter otot detrusor
kandung kemihnya
Neuromodulasi
Merupakan terapi dengan menggunakan stimulasi saraf sakral. Merupakan salah satu cara
penatalaksanaan overactive bladder yang berhasil

Obat Dosis Tipe inkontinensia Efek samping
Hyoscamin 3x0.125 mg Urgen atau
campuran
Mulut kering, mata
kabur, glaukoma,
delirium, konstipasi
Tolterodin 2 x 4 mg Urgensi dan OAB Mulut kering,
konstipasi
Imipramin 3 x 25-50 mg Urgensi Delirium, hipotensi
ortostatik
Pseudoephedrin 3 x 30-60 mg Stres Sakit kepala,
takikardi, hipertensi
Topikal estrogen Urgensi dan stres Iritasi lokal
Doxazosin 4 x 1-4 mg BPH dengan
urgensi
Hipotensi postural
Tamsulosin 1 x .4-0.8 mg
Terazosin 4 x 1-5 mg

Operasi
Yang paling sering dilakukan adalah ileosistoplasti dan miektomi detrusor.
Untuk tipe stres: injectable intraurethral bulking agents, suspensi leher kandung kemih,
urethral slings, dan artificial urinary sphincter
Untuk tipe urgensi: augmentation cystoplasty dan stimulasi elektrik
Pemakaian kateter
o Kateter eksternal
Hanya dipakai pada inkontinensia intractable tanpa retensi urin yang secara fisik
dependen/bedridden. Bahaya pemakaian: risiko infeksi dan iritasi kulit
o Kateterisasi intermitten
Dipakai untuk mengatasi retensi urin dan inkontinensia tipe overflow akibat kandung
kemih yang akontraktil atau Detrussor hyperactivity with impaired contractility (DHIC).
Dapat dilakukan 2-4 kali per hari oleh pasien atau tenaga kesehatan.
o Kateterisasi kronik atau menetap
Harus dilakukan secara selektif oleh kareena risiko bakteriuria kronik, batu kandung
kemih, abses periuretral, dan bahkan kanker kandung kemih. Induksi pemakaian kateter
kronik adalah retensi urin akibat inkontinensia overflow persisten, tak layak operasi, tidak
efektif dilakukan kateterisasi intermiten, ada dalam perawatan dekubitus dan perawatan
terminal dengan demensia berat.

Catatan Inkontinensia
1. Untuk inkontinensia urgensi
Terapi perilaku bladder training untuk memperpanjang interval miksi
Diantar ketika hendak ke toilet
Membuat catatan berkemih
Terapi farmakologis menggunakan muscle relaxant (Flavoxate), chalcium channel
blocker (diltiazem, nifedipine), kombinasi muscle relaxant dan antikolinergik
(oxybutynin, tolterodine, dicyclomine), antidepresan trisiklik (doxepine, imipramine)
2. Untuk inkontinensia stress
Pengurangan berat badan
Latihan otot dasar panggul (Kegel)
Cap device menutupi meatus uretra/kateter kondom/penile clamps
Farmakologis (phenylpropanolamine, pseudoephedrine, estrogen)
Terapi bedah jika terdapat hipermobilitas uretra


Fibrilasi Atrial
1. Mengembalikan irama ke sinus dan mempertahankannya
Farmakologis: obat antiaritmia
o efek pada action potentials individual cell
o lebih dari satu efek pada action potentials
o Amiodarone efek class I, II, III, IV
o Sotalol aktifitas - blockade( class II )
o efek memperpanjang action potentials ( class III )
DC cardioversi
Dilakukan pada AF yang tidak stabil
Prosedur invasif
o Dirusak dengan energi radiofrekuensi pulmonary vein isolation
o Corridor operation isolasi serat jaringan yang menghubungkan SA node dan AV
node
Maze III operation diperlukan CPB dan cardioplegic circulatory arrest
2. Mengontrol frekuensi respon ventrikel
Short acting beta blocker
Ca channel antagonist (diltiazem)
3. Mencegah terjadinya tromboemboli sistemik
antikoagulan (acetyl salicilyc acid)
4. Lifestyle
menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alcohol, meningkatkan
aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang
adekuat, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat, menghentikan
merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol

Isolated Systolic Hipertension
1. Tujuan: control HR, cegah stroke, dan mengembalikan ritme sinus
2. Kontrol HR digoxin, beta-blockers, calcium antagonists (verapamil or diltiazem), atau
amiodarone.
3. Cegah stroke antikoagulan coumadin
4. Mengembalikan ritme sinus antikoagulasi
5. Implantasi pacemaker
6. Implantable cardiomaker defibrillator
7. Lifestyle
Catatan Hipertensi sistolik terisolasi dan fibrilasi atrial
1. Modifikasi pola hidup
2. Calcium channel blocker (diltiazem)
3. Pencegahan resiko tromboemboli (acetyl salicylic acid)

Osteoporosis
1. Asupan kalsium cukup. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang yang dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup.
Biphosphonat calcium 1000-1500 mg/d
2. Paparan sinar UV B matahari (pagi dan sore)
Sinar matahari UV B membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan tubuh dalam
pembentukan massa tulang.
Vitamin D3 500-800 IU/d
3. Melakukan olah raga dengan beban
4. Selain olah raga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai
beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang.
5. Gaya hidup sehat. Menghindari rokok dan alkohol memberikan efek yang signifikan dalam
menurunkan resiko asteoporosis.
6. Hindari obat-obatan golongan kortikostiroid. Umumnya steroid ini diberikan untuk penyakit
asma, lupus, keganasan.
7. Hormone Replacement Theraphy esterogen 0,625-1,25 mg/hari dikombinasikan denan
progesteron 2,5-10 mg/hari
8. Calcitonin jika nyeri hebat
9. Operasi jika cedera

Catatan Osteoporosis
1. Nonfarmakologis
Latihan untuk pasien osteoporosis; aerobik
Berhenti merokok, cegah konsumsi alkohol
Sering berjemur sinar matahari
Cegah gerakan atau latihan ekstrim (melompat, membawa beban berat)
2. Farmakologis
Kalsium bifosfonat 1000-1500 mg/d
Vitamin D
3
500-800 IU/d
Estrogen (terapi sulih hormon)
Agen anti resorbtif (raloxphene, golongan biposfonat, calcitonin)

M. Prognosis, Komplikasi, KDU
Prognosis

Inkontinensia Urin :Prognosis baik, tetapi fungsi tidak dapat kembali seperti semula

HST :Kematian pada 25% pasien dengan hipertensi (Rata-rata lamanya hidup 1 tahun dan
sepertiga pasien meninggal dunia dalam 6 bulan).
Fibrilasi Atrial : Prognosis masih baik karena belum terdapat gejala pemberat berupa lemah,
sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukan
adanya iskemia atau gagal jantung kongestif.


Komplikasi
Inkontinensia Urin
Infeksi saluran kemih, urosepsis
Infeksi kulit daerah kemaluan
Gangguan tidur
Masalah psikososial seperti depresi, mudah marah dan rasa terisolasi
Dehidrasi karena pasien mengurangi minum karena khawatir terjadi inkontinensia urin
Ulkus dekubitus pada pasien yang kurang aktifitas, hanya berbaring

HST
Strok, demensia vaskular
Fibrilasi Atrial
Aritmia jantung , tromboemboli terutama strok.

Osteoporosis:
Jatuh
Fraktur
Pemberian Estrogen meningkatkan resiko beberapa jenis kanker, stroke, dan endapan
darah.

Kompetensi Dokter Umum
Rujukan
- Dapat dirujuk ke:
- Dokter Spesialis Penyakit Dalam
- Konsultan Geriatri
- Dokter Spesialis Rehabilitasi Urologi
- Divisi Uroginekologi Departemen Obstetri dan Ginekologi

Inkontinensia urin : kompetensi 4, dokter umum harus mampu mendiagnosis dan melakukan
pengobatan.

You might also like