You are on page 1of 15

Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009

PERBANDINGAN PERHITUNGAN EFISIENSI


ANTARA PLTU KONVENSIONAL DAN PLTN
Ir. H. Suyamto.
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional
Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta 55281, Tilp : 0274-489716, E-mail : suyamto @sttn-
batan.ac.id.
ABSTRAK
PERBANDINGAN PERHITUNGAN EFISIENSI ANTARA PLTU
KONVENSIONAL DAN PLTN. Telah dilakukan perbandingan perhitungan dan analisis
efisiensi antara PLTU konvensional dan PLTN. Perhitungan efisiensi PLTU dengan
menggunakan siklus uap Rankine merupakan metode teoritis yang sulit dilakukan karena
didasarkan pada grafik T-S fluida kerja yang tidak memperhitungkan rugi-rugi panas,
tekanan, gesek dan lain-lain pada sistem. Perhitungan menjadi lebih sulit bila dilakukan
peningkatan efisiensi berdasarkan proses superheat, reheat dan regeneratif. Untuk
mengatasi kesulitan tersebut, dilakukan perhitungan efisiensi berdasarkan laju kalor.
Perhitungan yang dilakukan terhadap PLTU 50 MW listrik milik PT Suralaya dengan
penerapan proses superheat, reheat dan regeneratif menghasilkan efisiensi sebesar 33 %.
Hasil tersebut lebih besar sekitar 3,32 % bila dibandingkan dengan efisien PLTN (BWR,
PWR dan PHWR) karena adanya kemungkinan pengolahan uap yang lebih baik. Dari
perkembangan peningkatan efisiensi, diketahui bahwa untuk PLTU konvensional dapat
mencapai 35 %, kecuali untuk PLTGU dapat sampai dengan 45 %. Sedangkan untuk
PLTN efisiensi PHWR 28 -29 % , BWR dan PWR 30 - 33 % dan HTR 40 %. Dengan
perkembangan design yang dilakukan terhadap BWR dan PWR (ABWR dan APWR),
efisiensinya dapat ditingkatkan menjadi 34,5 % dan 35,3 %.
Kata kunci : efisiensi, laju kalor, PLTU, PLTN.
ABSTRACT
THE COMPARISON OF EFFICIENCY COMPUTATION BETWEEN
CONVENTIONAL STEAM ELECTRIC POWER AND NUCLEAR POWER PLAN.
The comparison of efficiency computation between conventional steam electric power and
nuclear power plant had been carried out. The efficiency computation of steam electric
power is based on Rankine steam cycle as a theoretical method is difficult one, because it
depends on T-S curve of fluid work where the losses at the system is not considered i.e :
heat loss, pressure drop, fluid friction etc. It will be more difficult for the process of
superheat, reheat and regenerative. To cope with the difficulties of the efficiency
computation should be done by heat rate method. The computation which is applied to the
50 MW electric power of PT Suralaya steam electric power by implementing of superheat,
reheat and regenerative process yield efficiency of 33 %. This yield is greater around 3.32
% than NPP (BWR, PWR and PHWR), because steam can be managed well. From the
development to improve efficiency it is known that for conventional system the efficiency
is 35 %, unless for Combine Cycle is up to 45 %. While for NPP, the efficiency of PHWR
is 28 -29 % , BWR and PWR 30 - 33 %, and 40 % for HTR. By developing of design for
BWR and PWR (ABWR and APWR), the efficiency can be improved up to 34.5 % and
35.3 % respectively.
Keywords : efficiency, heat rate, steam electric power, nuclear power plant.
152
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*Dipresentasikan pada : Seminar Keselamatan Nuklir BAPETEN, 5-6 Agustus 2009
BAB I
PENDAHULUAN
Hampir semua energi listrik yang
dibangkitkan dalam skala besar di dunia
ini dihasilkan melalui siklus uap. Uap
dihasilkan dari pemanasan air di dalam
boiler yang selanjutnya dipakai untuk
memutar turbin generator sehingga
dihasilkan listrik. Dalam pembangkit
konvensional (non nuklir) panas
diperoleh dengan membakar bahan bakar
fosil seperti minyak, gas dan batu bara.
Sistem pembangkit nuklir mempunyai
kesamaan dengan prinsip tersebut,
bahkan sistem turbin generator-nya juga
sangat dimungkinkan sama, baik jenis
maupun ukurannya. Perbedaannya adalah
sumber energi panas dihasilkan dari
reaksi fisi bahan bakar nuklir di dalam
reaktor
[1]
.
Seperti diketahui bahwa menurut
jenis fasilitas atau peralatan yang terdapat
di dalam suatu Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN) secara garis besar
di bagi dua, yang pertama adalah
peralatan yang ada kaitannya dengan
nuklir atau nuclear island dan yang ke
dua adalah peralatan yang tidak ada
kaitannya dengan nuklir atau non nuclear
island. Di dalam ke dua bidang tersebut
terdapat sangat banyak perangkat keras
yang harus dioperasikan oleh tenaga-
tenaga yang profesional di bidangnya
masing-masing. Berkaitan dengan hal
tersebut aplikasi iptek nuklir di bidang
energi juga memerlukan SDM yang
banyak dan handal serta berkualitas
tinggi untuk menangani masing-masing
bidang tersebut. Hal ini bertujuan agar
keunggulan aplikasi iptek nuklir tetap
terjamin serta dapat diminimalisir
dampak negatif yang mungkin timbul
dalam pengoperasian suatu PLTN.
Berkaitan dengan hal tersebut maka
kualifikasi SDM yang diperlukan harus
memiliki spektrum yang lebar sehingga
memenuhi kebutuhan SDM yang
diperlukan
[2], [3]
. Apalagi dengan adanya
evolusi PLTN sampai pada grenerasi
yang ke-IV ini, maka semakin banyak
diperlukan tenaga yang handal di bidang
nuklir maupun non nuklir. Untuk itu
peningkatan kualitas SDM khususnya
para peneliti menjadi sangat penting baik
pelibatan mereka di dalam bidang
perancangan, modifikasi, uji disain dan
keselamatan suatu PLTN tertentu. Salah
satu kajian yang sangat penting adalah
tentang efisiensi karena masalah efisiensi
sangat terkait dengan biaya atau ekonomi
dan lingkungan atau ekologi. Maksud
153
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
dari efisiensi di sini adalah efisiensi daya,
di mana di dalam makalah ini dilakukan
perhitungan efisiensi Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) konvensional. Jenis
PLTU yang diambil adalah yang berdaya
besar dengan bahan bakar energi primer
berupa non nuklir, khususnya minyak,
gas dan batubara termasuk kombinasi
gas-uap (combine cycle) dalam
Pembangkit Tenaga Listrik Gas dan Uap
(PLTGU). Efisiensi tersebut kemudian
dibandingkan dengan data efisiensi
pembangkit uap dari bahan bakar nuklir
atau PLTN khususnya yang sudah proven
yaitu BWR, PWR dan PHWR dan HTR.
Tujuan umum penulisan makalah
ini adalah pembiasaan terhadap
metodologi-metodologi standar yang
lazim digunakan para ilmuwan dalam
bidang pembangkit listrik. Disamping itu
tujuan khusus yang ingin diraih adalah
untuk meningkatkan pengetahuan tentang
efisiensi suatu pembangkit PLTU
konvensional serta perbandingannya
dengan efisiensi PLTN agar diperoleh
gambaran yang lebih lengkap tentang
kelebihan dan kekurangan masing-
masing pembangkit.
BAB II
DASAR TEORI
Dalam pembangkitan energi listrik
baik dari energi terbarukan maupun tak
terbarukan harus memenuhi falsafah tiga
E, yaitu Energi, Ekologi dan Ekonomi.
Artinya di dalam disain, pemilihan
lokasi, pembangunan dan pengoperasian
pembangkit listrik harus dapat
dibangkitkan energi yang besar dengan
efisiensi yang tinggi, pembangunan
maupun pengoperasiannya harus
ekonomis atau murah, serta concern
terhadap lingkungan yaitu mempunyai
tingkat pencemaran terhadap lingkungan
rendah
[4]
. Tuntutan bahwa pembangkit
harus mempunyai efisiensi daya yang
besar mengakibatkan faktor efisiensi
merupakan hal yang sangat penting dan
selalu menjadi pembahasan utama di
dalan setiap pembangkit listrik.
Seperti diketahui bahwa dalam
struktur dasar sistem energi, sumber
energi primer dibagi dua yaitu energi tak-
terbarukan atau non-renewable dan
energi terbarukan atau renewable.
Termasuk di dalam energi tak terbarukan
adalah batu bara, minyak mentah, gas
alam, panas bumi dan energi nuklir,
sedangkan yang termasuk dalam
154
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
kelompok energi terbarukan adalah bio
massa, tenaga air, tenaga angin, dan
tenaga surya
[5], [6]
. Agar sistem
pembangkit tenaga dapat menghasilkan
energi yang besar, pada umumnya
digunakan bahan bakar yang berasal dari
sumber energi primer jenis non-
renewable berupa pembakaran bahan
bakar fosil seperti batu bara dan minyak,
termasuk juga bahan bakar nuklir yang
dibakar melalui reaksi fisi
menggunakan neutron. Pembangkit-
pembangkit berdaya besar dengan proses
pembakaran disebut dengan Pusat Listrik
Tenaga Termal karena di dalamnya
terjadi proses panas. Jenis-jenis Pusat
Listrik Tenaga Termal adalah PLTG
(Gas), PLTD (Disel), PLTP (Panas Bumi)
dan PLTU (Uap), termasuk uap yang
dibangkitkan dari proses nuklir (SPUN).
Dalam hal ini PLTU mengalami
perkembangan yang paling menonjol
karena mempunyai kapasitas tiap unit
yang besar dan dapat memenuhi
permintaaan kebutuhan energi dengan
cepat.
[7]
.
Panas yang diperoleh dari
pembakaran bahan bakar digunakan
untuk menguapkan air sehingga di sebut
PLTU atau Pembangkit Listrik Tenaga
Uap. Di dalam PLTU potensi tenaga
kimia yang ada di dalam bahan bakar
diubah menjadi tenaga listrik setelah
melalui beberapa proses konversi energi.
Dalam hal ini air dan uap
melakukan proses siklus termodinamika
tertutup seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1 berupa siklus Rankine ideal.
Siklus Rankine merupakan siklus yang
paling banyak digunakan dalam
pembangkitan daya seperti pada PLTU
karena merupakan siklus untuk uap dan
air. Karena siklus Rankine merupakan
siklus uap-air, maka paling baik
digambarkan dalam diagram P-V
( Tekanan-Volume ) dan diagram T-S
(Suhu-Entropi), dimana garis-batas siklus
menunjukkan batas uap jenuh dan air
jenuh
[7], [8], [9]
.
Dari Gambar 1 dapat dijelaskan
bahwa titik 6-6
1
-1 merupakan penekanan
air oleh pompa secara adiabatis. Dengan
proses tersebut akan terjadi sedikit
kenaikan spesifik volume dan suhu, di
mana dalam praktek kenaikan tersebut
dapat diabaikan dan titik 6 berimpit
dengan titik 6
1
. Garis 6-1-2,
menunjukkan proses pemanasan air di
dalam boiler pada tekanan tetap, di mana
energi kimia di dalam bahan bakar
dipindahkan ke dalam fluida kerja
air/uap. Garis 2-3 menunjukkan ekspansi
uap di dalam turbin dan garis 3-6
155
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
menunjukkan proses pengembunan di
dalam kondensor.
Dalam analisis termohidrolik siklus
dan instalasi daya , efisiensi termal dan
keluaran daya merupakan hal yang paling
penting sehingga selalu menjadi
perhatian. Besarnya efisiensi suatu sistem
merupakan perbandingan antara keluaran
dan masukan dan dalam hal PLTU yang
di dalamnya terdapat proses
termodinamik dikenal efisiensi termal
yaitu merupakan perbandingan antara
kerja bersih yang dihasilkan dengan
panas atau kalor yang dimasukkan pada
siklus
[7]
. Pada diagram T-S , diketahui
bahwa besarnya energi yang masuk ke
sistem dan diterima oleh fluida kerja (q
in
)
ditunjukkan oleh luasan yang dibatasi
oleh garis 6-1-2-4-5-6. Energi yang
dimanfaatkan untuk kerja (q
o
)
ditunjukkan oleh luasan yang dibatasi
oleh garis 6-1-2-3-6, sedangkan energi
yang terbuang pada kondensor dan
dilepaskan (q
r
) ke air pendingin adalah
luasan 6-3-4-5-6. Dengan demikian maka
efisiensi termal dari siklus adalah :
6 5 4 2 1 6 :
6 3 2 1 6 :
0


= =
luas
luas
q
q
in

(1)
(a)
156
Energi
listrik
1
2
33
6
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
(b)
Gambar 1. Siklus Rankine sederhana dari fluida kerja
a. Diagram Alir
b. Diagram T-S (suhu entropi).
Seperti telah dijelaskan bahwa
pembangkit listrik harus mempunyai
energi yang besar sehingga pembangkit
harus mempunyai efisiensi yang besar
atau energi yang terbuang harus kecil.
Maka efisiensi suatu pembangkit terus
diupayakan untuk dinaikkan dengan
berbagai cara yang di dalam PLTU
dilakukan dengan pengelolaan uap agar
asas manfaatnya besar dan panas yang
terbuang kecil. Dalam hal ini secara
umum dikenal 3 macam peningkatan
efisiensi PLTU yaitu dengan proses
superheat, reheat dan regeneratif.
Superheat yaitu pemanasan lanjut,
dimana uap yang keluar dari boiler
sebelum dialirkan ke turbin dipanaskan
lagi atau dikeringkan pada tekanan
konstan menggunakan superheater di
dalam boiler. Reheter adalah proses
pemanasan ulang, dimana uap yang
keluar dari turbin tekanan tingggi
sebagian dialirkan kembali ke dalam
boiler untuk agar memperoleh pemanasan
ulang di dalam boiler agar suhunya naik,
kemudian diekspansikan ke turbin
tekanan menengah dan rendah.
Sedangkan proses regeneratif adalah
dilakukan dengan memanfaatkan
sebagian uap yang sudah berekspansi di
turbin yang masih panas untuk
memanaskan air yang akan masuk ke
boiler. Dengan proses ini maka kerja
boiler makin ringan dan panas yang
hilang keluar dari sistem semakin kecil.
Seluruh proses tersebut beserta diagram
T-S fluida kerja ditunjukkan pada
Gambar 2.
157
6
1
b a
6
S
T
2
3
4 5
1
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
(a)
Keterangan : SS : Superheat steam ES : Extraction steam
RH : Reheat steam FWH : Feedwater heater
(b)
Gambar 2. Siklus Rankine fluida kerja dengan perbaikan efisiensi sistem
(a) Diagram Alir
(b) Diagram T - S (Suhu-Entropi)
Dari Gambar 2 dapat dijelaskan
bahwa perubahan energi termanfaatkan
karena proses superheating ditunjukkan
oleh garis 2-a-b, karena proses reheating
oleh garis b-c-3 dan karena proses
regenerasi ditunjukkan oleh garis 6 -6
1
.
158
FWH
ES
RS
SS
6
1
a
6
2
3
4 5
1
b
c
S
T
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
Dengan memperhatikan gambar tersebut
maka terlihat bahwa energi yang
dimanfaatkan untuk kerja (q
o
) bertambah
besar dibandingkan dengan energi yang
hilang, sehingga efisiensi dari sistem
bertambah besar. Dalam hal ini maka
efisiensinya adalah :
6 5 4 2 1 6 6 :
6 3 2 1 6 6 :
1
1
0


= =
c b a luas
c b a luas
q
q
in
(2)
Efisiensi tersebut di atas akan lebih
besar dari efisiensi sebelumnya yaitu
pada saat tidak dilakukan proses lanjut
terhadap uap.
Perhitungan efisiensi dengan
menggunakan siklus Rankine ideal
seperti yang telah dijelaskan tersebut di
atas tidak dapat diterapkan secara
langsung pada PLTU yang sebenarnya.
Hal ini disebabkan karena :
[7], [8]
1. Pengembangan siklus untuk
perbaikan efisiensi (superheat,
reheat dan regeneratif)
dilakukan secara sendiri-sendiri
atau terpisah satu sama lain.
Padahal kenyataannya siklus
PLTU sebenarnya yang ada di
lapangan merupakann
gabungan dari beberapa sistem.
2. Rugi-rugi yang ada di dalam
siklus belum diperhitungkan.
Misalnya rugi tekanan karena
geseskan fluida kerja dengan
pipa, termasuk pipa-pipa di
dalam boiler, rugi hilang panas
melalui dinding pipa, rugi pada
gesekan dan kebocoran pada
turbin, rugi pada pompa, rugi
pada kondensor dan lain-lain.
[3].
Dengan kenyataan tersebut di atas,
maka efisiensi yang dihitung dengan
menggunakan siklus Rankine ideal akan
lebih besar dari efisiensi sistem yang
sebenarnya. Perhitungan yang lengkap
harus memperhitungankan semua alat
bantu atau tambahan (auxiliary), ketidak-
ideal-an dari turbin, pompa-pompa,
faktor gesekan fluida, faktor perpindahan
kalor, faktor pembebanan dan
sebagainya. Untuk itu perhitungan
efisiensi suatu PLTU dihitung dengan
cara lain yaitu dengan menggunakan
metode heat rate (HR) atau laju kalor.
HR didefinisikan sebagai besarnya kalor
(Kcal) yang dibutuhkan untuk
menghasilkan energi listrik sebesar satu
KWH. Dalam PLTU, HR dapat berupa
HR turbin maupun HR untuk seluruh
159
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
sistem atau plant. Efisiensi kotor dihitung
dari HR pada turbin-generator, sedangkan
efisiensi bersih dari sistem atau seluruh
plant dihitung dari daya keluar bersih
dikurangi dengan seluruh daya yang
digunakan untuk sistem bantu. Dengan
definisi tersebut maka besarnya HR
untuk turbin-generator (T
HR
) adalah :
Jumlah kalor pada turbin (kcal/jam)
T
HR
= -------------------------------------------------
Daya keluar dari Generator (KW)
Jumlah kalor masuk kalor keluar pada turbin (kcal)
= -----------------------------------------------------------------------
Daya keluar dari Generator (KW) x jam
H
= -------------- (3)
P
OG
x jam
dengan : H = Q x h (kcal)
Q : Jumlah uap yang dipakai(kg/jam)
h : entalpi dari uap (kcal/kg)
Efisiensi merupakan kebalikan dari HR, artinya semakin rendah HR semakain
besar efisiensinya
[7], [8]
, sehingga
T
= 1/T
HR
. Bila satuan energi panas (H) dalam BTU
maka
T
= 3412/T
HR
, sedangkan apabila H dalam Kcal, maka
T
= 860/T
HR
Sedangkan HR dari plant adalah :
P
OG
P
HR
= T
HR
--------------------------- (4)
(P
OG
- P
aux
) x
B
Dengan P
aux
adalah seluruh daya untuk keperluan alat bantu, dan
B
adalah
efisiensi boiler. Besarnya efisiensi plant
P
adalah :

P
= 1/P
HR
(5)
160
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
BAB III
PERHITUNGAN EFISIENSI
PLTU NON NUKLIR
Siklus termal PLTU minyak, gas
dan batu bara pada prinsipnya adalah
sama sehinga proses penaikan
efisiensinya juga dilakukan dengan cara
yang sama yaitu superheat, reheat dan
regeneratif. Secara umum efisiensi dari
PLTU adalah sekitar 35 %, sehingga
sisanya sebesar 65 % terbuang sebagai
polusi
[3]
. Untuk menghitung efisiensi
sebenarnya dari suatu plant instalasi
pembangkit daya, berikut diberikan
ilustrasi perhitungan efisiensi
menggunakan metode HR. Contoh yang
diambil adalah PLTU batu bara Suralaya
dengan P
OG
sebesar 50 MW listrik, lihat
Gambar 3. Dari Gambar 3 diketahui
bahwa pada suatu plant pembangkit daya
terdapat banyak sekali peralatan
tambahan, sehinga untuk menghitung
efisiensinya tidak mudah. Dalam hal ini
dihitung
P
atau efisiensi plant, melalui
metode HR pada turbin atau (T
HR
) yan
besarnya menurut Persamaan 3 adalah :
{H
T
H
B
H
H
H
S
+ H
M
} (kcal/jam)
T
HR
= ----------------------------------------------------
Daya keluar dari generator, P
OG
(KW)
Dengan H
T
: energi panas masuk ke turbin
H
B
: energi panas yang telah terpakai dan kembali ke turbin
H
H
: energi panas yang digunakan untuk heater
H
S
: energi panas yang ilang untuk pengaturan suhu uap masuk ke turbin
H
M
: energi panas yang ditambahkan dari make up water
Energi panas H = Q x h dapat dihitung apabila diketahui suhu dan tekanan uap pada
masing-masing peralatan sehingga dengan menggunakan tabel uap dapat diketahui
besarnya entalpi (h). Dari diagram pada Gambar 3 maka :
H
T
= 191.860 x 815,6 = 156.481.010 kcal/jam
H
B
= 190.580 x 218,8 = 41.698.904 kcal/jam
H
H
= 2.320 x (6832 131) = 1.281.104 kcal/jam
H
S
= 3.200 x 152,0 = 486.400 kcal/jam
161
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
H
M
= 1.920 x 30 = 57.600.kcal/jam
------------------------------------------
H = 113.072.210 kcal/jam
Karena P
OG
adalah 50 MW, maka
H (Kcal/jam) 113.072.210 .kcal/jam
T
HR
= -------------------- = ------------------------------ = 2.261,4 kcal/KWH
P
OG
(Kw) 50.000 KW
Besarnya efisiensi turbin adalah

T
= 860/T
HR
= 860/2.261,4 = 0,38 atau 38 %
Untuk menghitung besarnya P
HR
dari plant menurut rumus 4 harus diketahui
daya total yang digunakan untuk sistem bantu P
aux
dan efisiensi boiler.
B
yang
masing-masing besarnya juga sangat tergantung dari sistem. Dalam hal ini diambil
auxiliary power ratio ( P
aux
) sebesar 0,9 % seperti yang di asumsikan pada
PLTGU
[10]
. Sedangkan besarnya efisiensi boiler diambil sebesar 87,33 % seperti
yang digaransi oleh PLTU Suralaya
[11]
. Dengan demikian maka menurut
persamaan 4,
P
OG
P
HR
= T
HR
---------------------------
(P
OG
- P
aux
) x
B
50.000
P
HR
= 2.261,4 --------------------------------------- = 2.613 Kcal/KWH
50.000(1 0,009) x 0,8733
Dan akhirnya efisiensi dari plant adalah

P
= 860/P
HR
= 860/2.613 = 0,329 atau 33 %
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari perhitungan yang telah
dilakukan diketahui bahwa perhitungan
efisiensi suatu pembangkit listrik dari
energi termal seperti PLTU tidak mudah.
Hal ini disebabkan peralatan yang ada
pada PLTU sangat banyak dan komplek,
terutama bila disertai atau dilengkapi
dengan proses penaikan efisiensi dengan
super heater, reheater dan regenerasi.
Bila dibandingkan dengan PLT lain
162
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
misalnya PLTD atau PLTA, jelas bahwa
perhitungan efisiensi PLTU termal
berbahan bakar minyak, gas atau batu
bara akan lebih komplek. Namun bila
dibandingkan dengan SPUN (Sistem
Pembangkit Uap Nuklir) akan lebih
mudah karena dalam PLTN, disamping
harus diperhatikan sisi non nuclear
island, juga harus diperhatikan sisi
nuclear island yang juga sangat rumit.
Dari data yang ada, diketahui
perbandingan efisiensi secara umum
antara PLTU konvensional berbahan
bakar fosil dan PLTN seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1
[1], [4],

.
Tabel 1. Perbandingan besarnya PLTU konvensional dan PLTN
PLTU Konvensional PLTN
Jenis pem-
bangkit
PLTU
Minyak
PLTU
Gas
PLTU
Batu
bara
PLTGU
Minyak
dan Gas
BWR PWR PHWR HTR
(%) 33-35 24-27 33-35 43-45 s/d 30 s/d 34 28-29 s/d 40
Nilai pada tabel di atas adalah
harga kisaran karena efisiensi akan
berubah bila beban berubah, disamping
itu juga tergantung pada sistem dan
peralatan yang dipakai. Sebagai acuan
adalah apabila semakin tinggi suhu dan
tekanan pada sistem maka efisiensinya
akan lebih besar. Karena adanya
keterbatasan-keterbatasan untuk
menaikkan tekanan dan suhu fluida maka
efisiensi tidak dapat dinaikkan terus
berdasarkan pada tekanan dan suhu yang
dikehendaki. Seperti diketahui bahwa
pada SPUN, khususnya jenis PWR dan
BWR ada pembatasan terhadap fluida
kerja uap yaitu :
[12]
1. Kondisi kritis dari uap, 3206,2
psia dan 705,4
O
F
2. Alasan teknis berupa problem dua
fasa dari air, hot spot pada teras
reaktor, korosi dan lain-lain
Dengan alasan tersebut maka
dapat dipahami bahwa efisiensi bersih
(net effisiency) dari PLTN lebih kecil dari
pada PLTU konvensional khususnya
untuk bahan bakar minyak, dan batu bara.
Sedangkan PLTGU mempunyai efisiensi
yang paling besar karena adanya
pengoptimalan uap yaitu pemanfaatan
163
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
kembali panas sisa yang terkandung di
dalam uap keluar dari turbin. Dalam hal
ini dapat dipakai sebagai acuan umum
bahwa besarnya HR untuk PLTU
konvensional adalah 9.500 BTU/KWH,
sedangkan untuk PLTN adalah 10.500
BTU/KWH. Karena efisiensi merupakan
kebalikan dari HR maka secara umum
besarnya efisiensi PLTU konvensional
dan PLTN masing-masing adalah 35,81
% dan 32,49 %.
Seperti diketahui pula bahwa
PLTN mengalami perkembangan yang
cukup pesat yaitu sudah mencapai
generasi ke IV. Berkaitan dengan hal
tersebut maka efisiensi PLTN juga terus
mengalami perbaikan atau peningkatan.
Sebagai contoh adalah BWR di Jepang
yang terus mengalami perkembangan dari
BWR-2 (Tsuruga-1) dan BWR-3
(Fukushima-1) mempunyai efisiensi 33
%, BWR-4 (Hamaoka-2) dan BWR-5
(Tokai-2) mempunyai efisiensi 34 %, dan
yang terakhir adalah reaktor didih maju
(Advanced Boiling Water Reactor ) atau
ABWR (Kasiwasaki-6) ABWR yang
mempunyai efisiensi 34,5 % serta reaktor
air tekan maju APWR dengan efisiensi
sebesar 35,3 %.
[13], [14]
BAB V
KESIMPULAN
Dari perhitungan dan pembahasan
yang telah dilakukan dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Perhitungan efisiensi suatu plant
pembangkit listrik tidak mudah
karena sangat tergantung dari
keadaan dan peralatan dari
pembangkit tersebut, sehingga
perhitungan hanya dimungkinkan
dengan metode heat rate atau laju
kalor.
2. Peningkatan efisiensi pada PLTU
konvesional dilakukan dengan
pengolahan uap yaitu proses
superheat, reheat dan regeneratif.
Di samping itu dapat juga
dilakukan dengan pemanfaatan
uap panas yang lebih optimal
seperti pada PLTGU. Sedangkan
peningkatan efisiensi pada PLTN
pada umumya dilakukan dengan
menaikan suhu uap panas seperti
yang terdapat di dalam HTR.
3. Secara umum efisiensi PLTU
konvensional sedikit lebih tinggi
dari PLTN karena adanya
perbedaan dalam pengolahan uap.
164
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
Namun perbedaannya tidak terlalu
jauh yaitu berkisar antara 3-4 %.
4. Efisiensi PLTU konvensional dan
PLTN berkisar antara 30 sampai
dengan 35 %, kecuali untuk
PLTGU dapat sampai 45 % dan
HTR dapat mencapai 40 %.
DAFTAR PUSTAKA
1. HUDI HASTOWO, Sistem
Pembangkit Uap Nuklir, Diklat
Teknologi dan Perencanaan Energi,
Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan
Tenaga Atom Nasional, Oktober
1988.
2. ZAKI SUUD, Strategi
Pengembangan Riset Dalam Dalam
Bidang Iptek Nuklir Dalam Rangka
Penyiapan SDM yang Berkualifikasi
Tinggi. JFN, Vol.1 No.1, Mei 2007
ISSN 1978-8738.
3. IR. ADIWARDOYO, Persiapan
Pembangunan dan Pengoperasian
PLTN-Lingkup Tupoksi BATAN,
Kumpulan Makalah Utama, Seminar
Nasional IV SDM Teknokogi Nuklir,
STTN-BATAN, 25 Agustus 2008.
4. IR. SETIYOBAKTI, Dampak
Lingkungan Pengoperasian Unit
Pembangkit Tenaga, Diklat
Teknologi dan Perencanaan Energi,
Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan
Tenaga Atom Nasional, Oktober
1988.
5. EFFENTRIP AGOES, DJODJO,
Sumber Daya Energi Primer Diklat
Teknologi dan Perencanaan Energi,
Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan
Tenaga Atom Nasional, Oktober
1988.
6. Mursid D. M. Sc, Jenis dan
Karakteristik Energi, Diklat
Teknologi dan Perencanaan Energi,
Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan
Tenaga Atom Nasional, Oktober
1988.
7. IR. SUBARYADI; IR. G. M.
TARIGAN, PLTU-Minyak & Gas,
Diklat Teknologi dan Perencanaan
Energi, Pusat Pendidikan dan
Latihan, Badan Tenaga Atom
Nasional, Oktober 1988.
8. M. M. El-WAKIL, Instalasi
Pembangkit Daya Jilid 1, Penerbit
Erlangga, 1992
9. KAM W. LI, A PAUL PRIDDY,
Power Plant System Design,
Copyright 1985, Published
Simultaneously in Canada.
10. IR. PRAYITNO, Pusat Listrik
Tenaga Gas (PLTG) dan Pusat Listrik
Tenaga Gas dan Uap (PLTGU),
Diklat Teknologi dan Perencanaan
Energi, Pusat Pendidikan dan
Latihan, Badan Tenaga Atom
Nasional, Oktober 1988.
11. IR. PURWANTO, Uraian Umum
Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Batu Bara, Diklat Teknologi dan
Perencanaan Energi, Pusat
Pendidikan dan Latihan, Badan
Tenaga Atom Nasional, Oktober
1988
12. ERIK S. PEDERSEN, Nuclear
Power, volume 1. Nuclear Power
Plant Design, Ann Arbor Science
Publisher Inc/The Butterworth Group,
Michigan 48106, copyright 1978,
Fourth printing, 1982.
13. Ensiklopedi Teknologi Nuklir
BATAN, sumber .http//mext-
atm.jst.go.jp/images/02/02-01.-01-
01/01 git
165
Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir, 5 6 Agustus 2009
14. AKHMAD SYAUKAT, Jurnal
Pengembangan Energi Nuklir Vol 2,
No. 4 Desember 2000 : 191 198.
166

You might also like