You are on page 1of 16

Gatifl oxacin dibandingkan kloramfenikol selama rumit

enterik demam: label terbuka, acak, percobaan terkontrol


Amit Arjyal, Buddha Basnyat, Samir Koirala, Abhilasha Karkey, Sabina Dongol,
Krishna Kumar Agrawaal, Nikki Shakya, Kabina Shrestha,
Manish Sharma, Sanju Lama, Kasturi Shrestha, Nely Shrestha Khatri, Umesh
Shrestha, James I Campbell, Stephen Baker, Jeremy Farrar,
Marcel Wolbers, Christiane Dolecek
Ringkasan
Latar Belakang Kami bertujuan untuk menyelidiki apakah gatifl oxacin, generasi
baru dan aff ordable fl uoroquinolone, lebih baik
dibandingkan kloramfenikol untuk pengobatan demam enterik rumit pada anak-
anak dan orang dewasa.
Metode Kami melakukan percobaan superioritas terbuka-label acak di Rumah
Sakit Patan, Kathmandu, Nepal, untuk menyelidiki
apakah gatifl oxacin lebih eff berlaku efektif dibandingkan kloramfenikol untuk
mengobati demam enterik rumit. Anak-anak
dan orang dewasa secara klinis didiagnosis dengan demam enterik menerima baik
gatifl oxacin (10 mg / kg) sekali sehari selama 7 hari, atau
kloramfenikol (75 mg / kg per hari) dalam empat dosis terbagi selama 14 hari.
Pasien secara acak dialokasikan
Pengobatan (1:1) di blok 50, tanpa kation stratifi. Alokasi ditempatkan dalam
amplop tertutup dibuka oleh
studi dokter sekali pasien yang terdaftar dalam persidangan. Masking itu tidak
mungkin karena erent diff
formulasi dan cara memberikan dua obat. Parameter utama adalah kegagalan
pengobatan, yang
terdiri dari setidaknya salah satu dari berikut: demam persisten pada hari 10, perlu
pengobatan penyelamatan, mikrobiologi
gagal, kambuh sampai hari 31, dan enterik-demam yang berhubungan dengan
komplikasi. Hasil utama dinilai dalam semua
pasien secara acak dialokasikan pengobatan dan dilaporkan secara terpisah untuk
budaya-positif pasien dan untuk semua pasien.
Ukuran hasil sekunder adalah demam izin waktu, kambuh akhir, dan kereta feses.
Uji coba ini terdaftar pada
dikendalikan-trials.com, nomor ISRCTN 53.258.327.
Temuan 844 pasien dengan usia rata-rata 16 (IQR 9-22) tahun yang terdaftar
dalam persidangan dan secara acak dialokasikan
pengobatan. 352 pasien memiliki darah-budaya-confi demam enterik rmed: 175
diobati dengan kloramfenikol dan
177 dengan gatifl oxacin. 14 pasien mengalami kegagalan pengobatan pada
kelompok kloramfenikol, dibandingkan dengan 12 di
gatifl oxacin kelompok (rasio hazard [HR] waktu untuk kegagalan 0,86, 95% CI 0,40
-1 86, p = 0,70). Waktu rata-rata untuk
izin demam adalah 3,95 hari (95% CI 3,68 -4 68) pada kelompok kloramfenikol
dan 3,90 hari (3,58 -4 27) di
gatifl oxacin kelompok (HR 1,06, 0,86 -1 32, p = 0.59). Pada 1 bulan saja, tiga dari
148 pasien bangku-budaya positif
pada kelompok kloramfenikol dan tidak ada pada kelompok oxacin gatifl. Pada
akhir 3 bulan hanya satu orang memiliki
tinja positif budaya dalam kelompok kloramfenikol. Tidak ada budaya tinja positif
lainnya bahkan pada akhir
6 bulan. Kambuh akhir yang dicatat dalam tiga dari 175 pasien dalam kelompok
budaya-confi kloramfenikol rmed dan
dua dari 177 dalam kelompok oxacin gatifl. Tidak ada budaya positif kambuh
setelah hari 62. 99 pasien (24%)
168 mengalami efek samping pada kelompok kloramfenikol dan 59 (14%)
mengalami 73 kejadian dalam
gatifl oxacin kelompok.
Interpretasi Meskipun tidak lebih efi cacious dibandingkan kloramfenikol, gatifl
oxacin harus menjadi pengobatan pilihan
untuk demam enterik di negara berkembang karena durasi pengobatan yang lebih
singkat dan efek samping lebih sedikit.
Pendanaan Wellcome Trust.
Pengantar
Demam enterik adalah penyakit yang dominan aff ects
anak dan disebabkan oleh fekal-oral transmission1
Salmonella enterica serotipe Typhi (S typhi) dan
Salmonella enterica paratyphi A (S paratyphi A). Sana
adalah 26 juta diperkirakan infeksi dan lebih
200 000 kematian yang disebabkan oleh penyakit di seluruh dunia setiap
tahunnya.2 Di bagian selatan Asia, kejadian enterik
Demam pada anak dapat setinggi 573 kasus per
100 000 orang tahun.3
Kloramfenikol adalah pengobatan standar untuk
enterik demam dari, 1950s1 4,5 sampai pembangunan
dan menyebar dari multidrug resisten (MDR, defi ned sebagai
resistensi terhadap semua terlebih dulu antibiotik lini fi: kloramfenikol,
amoksisilin, dan kotrimoksazol) S typhi dan paratyphi S
A pada awal 1990-an. Selanjutnya, fl uoroquinolones
menjadi fi rst pilihan untuk pengobatan demam enterik.
Namun, peningkatan ketahanan terhadap generasi tua
fl uoroquinolones (ciprofl oxacin dan ofl oxacin) memiliki
muncul. Hal ini mengurangi pilihan untuk pengobatan, dan
meningkatkan momok penuh fever.1 enterik tahan, 6
Laporan icting Confl telah muncul dari acak
terkontrol dengan ukuran sampel yang relatif kecil yang
dinilai lebih tua fl uoroquinolones (ciprofl oxacin dan
ofl oxacin) versus kloramfenikol untuk pengobatan
fever.1 enterik, 7 Selain itu, tidak ada percobaan telah dilakukan untuk
menyelidiki berikan advokasi efisiensi dari kloramfenikol versus
baru fl uoroquinolone, seperti gatifl oxacin, dalam pengobatan demam enterik
dalam children.1, 8 Laporan terakhir
menunjukkan penurunan umum dalam prevalensi MDR
demam tifoid di Asia ,9-15 dan dua studi baru-baru ini
pasien dengan demam enterik di Kathmandu, Nepal
melaporkan prevalensi rendah resistensi kloramfenikol
di S typhi dan S paratyphi A isolat: sembilan (1,7%) di
522 strain S typhi16 dan tiga (1,2%) dari 247 strain
S paratyphi A.10
Gatifl oxacin adalah eff berlaku efektif dalam pengobatan nalidixicacid-
tahan enterik demam pada dua acak sebelumnya
uji coba dilakukan dalam Nepal16 dan Vietnam.17 The target obat
baik girase DNA dan topoisomerase IV, 18,19 dan karenanya
kurang dihambat oleh mutasi umum dari
Gyra gen S typhi daripada ciprofl oxacin atau ofl oxacin.
Kami merancang uji coba terkontrol secara acak untuk menilai
apakah gatifl oxacin memiliki berikan advokasi superior dibandingkan efisiensi
dengan kloramfenikol pada orang dewasa dan anak-anak dengan
un comp licated demam enterik di Nepal.
Metode
Pasien
Para dokter penelitian mendaftarkan pasien yang disajikan
ke bagian rawat jalan atau darurat Patan
Rumah Sakit, Lalitpur, Nepal dari tanggal 2 Mei 2006 sampai 30 Agustus
2008. Pasien dengan demam selama lebih dari 3 hari yang
klinis didiagnosa menderita demam enterik (undiff erentiated
Demam tanpa fokus yang jelas infeksi pada
awal fisik ujian dan tes laboratorium) yang
tinggal di daerah yang predesignated sekitar 20 km
di perkotaan Lalitpur dan yang memberi informasi yang lengkap ditulis
persetujuan yang memenuhi syarat untuk penelitian. Kriteria eksklusi
adalah kehamilan atau menyusui, usia di bawah 2 tahun atau berat kurang dari 10
kg, shock, penyakit kuning, gastrointestinal
perdarahan, atau tanda-tanda lain dari demam tifoid yang parah,
sebelumnya riwayat hipersensitivitas terhadap salah satu dari sidang
obat, atau pengobatan sebelumnya dikenal dengan kloramfenikol,
kuinolon antibiotik generasi, ketiga
sefalosporin, atau macrolide dalam waktu 1 minggu dari rumah sakit
masuk. Pasien yang telah menerima amoksisilin atau kotrimoksazol
dimasukkan selama mereka tidak menunjukkan
bukti respon klinis. Persetujuan dari komite etik adalah
diberikan oleh kedua Nepal Health Research Council dan
Oxford Tropical Research Komite Etika.
Pengacakan dan masking
Pengacakan dilakukan di blok 50 tanpa
stratifi kation oleh administrator dinyatakan tidak terlibat
dalam persidangan. Alokasi acak ditempatkan dalam
disegel buram amplop, yang disimpan dalam terkunci
laci dan dibuka oleh dokter studi masing-masing sekali
Pasien yang terdaftar dalam sidang setelah bertemu dengan
kriteria inklusi dan eksklusi. Pasien yang terdaftar
dalam urutan mereka disajikan dan disegel amplop
dibuka dalam urutan numerik yang ketat. Masking adalah
tidak mungkin karena formulasi erent diff dan
cara memberikan dua obat.
Prosedur
Setiap pasien yang terdaftar secara acak ditugaskan untuk
pengobatan dengan baik tablet oxacin gatifl (400 mg) 10 mg
per kg per hari dalam dosis tunggal selama 7 hari atau
kapsul kloramfenikol (250 mg atau 500 mg) 75 mg per
kg per hari dalam empat dosis oral dibagi selama 14 hari.
Gatifl oxacin tablet dipotong dan ditimbang dan
dosis harian pasien disiapkan dalam kantong plastik tertutup.
Durasi per-protokol direncanakan kloramfenikol
pengobatan 14 hari adalah modifi ed untuk darah-culturenegative
pasien, yang menerima setidaknya 8 hari
kloramfenikol dan berhenti baik pada hari ke-8 atau 5 hari
setelah afebris, mana datang kemudian. Gatifl oxacin
diberikan selama 7 hari pada semua pasien.
Setelah pendaftaran, pasien dikelola sebagai pasien rawat jalan
dan dilihat oleh masyarakat yang telah dilatih medis pembantu
(CMAS), seperti yang dijelaskan previously.16 The CMAS membuat
kunjungan ke rumah masing-masing pasien setiap jam 12 baik untuk 10 hari
(Gatifl oxacin group), 14 hari (kloramfenikol group), atau
sampai pasien sembuh. The CMA langsung diamati
setiap pasien menelan dosis tunggal gatifl oxacin dan
dua dosis kloramfenikol. Para dokter diperiksa ulang
pasien pada hari 8 dan 15, dan pada 1, 3, dan
6 bulan. Semua pemeriksaan yang standar dan
dimasukkan ke dalam bentuk catatan kasus.
Jumlah darah lengkap dilakukan pada hari 1, 8, dan 15.
Pada hari 1, serum kreatinin, bilirubin, aspartate
aminotransferase (AST), dan alanine aminotransferase
(ALT) juga diperiksa. Glukosa plasma acak adalah
diukur pada hari 1, hari ke-8, 15 hari, dan 1 bulan. Pada
2-7 hari, selama kunjungan malam, glukosa darah
diukur dengan fi nger-prick testing (OneTouch SureStep,
Johnson dan Johnson, USA) oleh CMAS. Hemoglobin
A1C diukur pada 3 bulan.
Kultur darah dilakukan seperti yang dijelaskan previously16 di semua
pasien saat masuk, dalam budaya-positif pasien
8 hari, dan jika gejala dan tanda-tanda yang disarankan lanjut
infeksi.
Kultur feses dilakukan pada masuk pada semua pasien,
dan dalam budaya-pasien positif setelah selesai
pengobatan dan pada bulan 1, 3 bulan, dan 6 bulan
Kunjungan dalam 10 mL Selenite F kaldu dan diinkubasi pada suhu 37 C.
Setelah inkubasi semalam, kaldu disubkultur
ke agar MacConkey dan dekarboksilase lisin xilosa
agar media.
Isolat disaring menggunakan standar biokimia
tes, dan S typhi dan S paratyphi A yang diidentifi kasi menggunakan
API20E (bioMerieux, Paris, Perancis) dan aglutinasi geser
dengan antiserum spesifik c (MurexBiotech, Dartford, Inggris).
Konsentrasi hambat minimum (MIC) adalah
dihitung untuk amoksisilin, azitromisin, kloramfenikol,
kotrimoksazol asam, nalidiksat, ofl oxacin, ciprofl oxacin,
tetrasiklin, gatifl oxacin, dan ceftriaxone oleh E-test (AB
Biodisk, Solna, Swedia).
Titik akhir primer dari penelitian ini adalah komposit
titik akhir dari kegagalan pengobatan, yang terdiri dari salah satu
sebagai berikut: kegigihan demam lebih dari 37,5 C
pada hari 10 pengobatan, kebutuhan untuk pengobatan penyelamatan dengan
ceftriaxone atau ofl oxacin sebagaimana dinilai oleh memperlakukan
dokter, kegagalan mikrobiologi, defi ned sebagai positif
kultur darah untuk S typhi atau S paratyphi A pada hari ke-8, kambuh,
yaitu munculnya kembali budaya-confi rmed (termasuk
ketidakcocokan serotipe [misalnya, hari 1 kultur darah positif
untuk S typhi dan kambuh biakan darah positif untuk
S paratyphi A atau sebaliknya]) atau demam enterik sindromik
pada atau setelah hari 11 sampai hari 31 pada pasien yang awalnya
dikategorikan sebagai berhasil diobati, dan terjadinya
enterik-demam yang berhubungan complications.16 Waktu untuk pengobatan
Kegagalan adalah defi ned sebagai waktu dari dosis terlebih dulu dari
pengobatan sampai dengan tanggal peristiwa kegagalan awal
bahwa pasien, dan pasien tanpa acara disensor
pada tanggal terakhir kunjungan mereka tindak lanjut.
Tujuan sekunder adalah demam waktu bea
(FCT: waktu dari dosis rst fi pengobatan diberikan sampai
suhu 37,5 C dan pasien tetap
afebris untuk setidaknya 48 jam), waktu untuk kambuh sampai hari 31,
62 hari, atau bulan 6 dari tindak lanjut, dan kereta feses pada
tindak lanjut kunjungan pada 1, 3, dan 6 bulan. Para pasien '
FCTs dihitung secara elektronik atas dasar
dua kali sehari mencatat suhu. Pasien tanpa
direkam demam clearance atau kambuh disensor pada
tanggal kunjungan terakhir mereka tindak lanjut. Untuk mengurangi kemungkinan
bias,
penyidik tidak terlibat dalam perekrutan
pasien memutuskan hasil fi pasien 'nal dengan menggunakan sebuah
bertopeng database.
Analisis statistik
Sidang ini dirancang sebagai percobaan dengan superioritas
hipotesis bahwa gatifl oxacin lebih unggul
kloramfenikol pada pasien dengan demam enterik. Itu
Ukuran sampel dihitung untuk mendeteksi erence diff dari 10%
antara kedua kelompok dalam proporsi pasien
mencapai kegagalan pengobatan di dua sisi sig Nifi 5% -
cance tingkat dengan daya 80%. Kami berasumsi pengobatan
tingkat kegagalan 15% di kloramfenikol dan 5% di
yang oxacin kelompok gatifl, mengarah ke sampel yang diperlukan sebesar
ukuran 160 pasien dengan budaya-confi rmed demam enterik
per kelompok-320 pasien secara total. Atas dasar hasil
dari penelitian sebelumnya, 10,16 kita mengasumsikan bahwa sekitar 40% dari
pasien yang secara acak ditugaskan pengobatan memiliki
Budaya-confi rmed demam enterik. Untuk memungkinkan untuk kerugian
tindak lanjut laju sekitar 5%, total 853 pasien dengan
demam enterik diduga direkrut untuk persidangan.
Kali kegagalan pengobatan, clearance demam, dan kambuh,
dianalisis dengan menggunakan metode bertahan hidup. Akumulasi
kejadian peristiwa dihitung dengan Kaplan-Meier
Metode, dan perbandingan didasarkan pada regresi Cox
model dengan kelompok perlakuan sebagai satu-satunya kovariat.
Untuk titik akhir primer (kegagalan pengobatan), kita juga
membandingkan risiko absolut dari kegagalan pengobatan sampai
31 hari atas dasar Kaplan-Meier memperkirakan dan
standar kesalahan menurut formula.20 Greenwood
Selain itu, waktu untuk kegagalan pengobatan dianalisis
dalam subkelompok defi ned oleh hasil budaya, patogen
(S typhi atau S paratyphi A), dan usia (<16 tahun atau 16 tahun),
dan heterogenitas pengobatan eff ect diuji dengan
regresi Cox model yang mencakup interaksi
antara pengobatan dan subkelompok.
Populasi Analisis per-protokol terdiri dari semua
pasien dengan darah-budaya-confi rmed demam enterik. Kami juga menganalisis
semua pasien yang ditugaskan
pengobatan, dengan pengecualian pasien yang
keliru acak atau mengundurkan diri sebelum
fi rst dosis pengobatan studi, kegagalan pengobatan
dan keamanan.
Semua tes yang dilaporkan dilakukan di% dua sisi 5
signifikan cance tingkat, dan CI 95% dilaporkan. Semua analisis
dilakukan dengan versi software R statistik 2.9.1.21
Uji coba ini terdaftar di terkontrol-trials.com, nomor
ISRCTN 53.258.327.
Peran sumber pendanaan
Sponsor penelitian tidak memiliki peran dalam desain penelitian,
pengumpulan data, analisis data, interpretasi data, atau
penulisan laporan. Para penulis yang sesuai telah penuh
akses ke semua data dalam penelitian dan memiliki fi nal
tanggung jawab atas keputusan untuk mengirimkan untuk publikasi.
Hasil
Dari 1.151 pasien yang dinilai, 853 ditugaskan pengobatan;
844 dianalisis, 418 kloramfenikol ditugaskan dan 426 gatifl oxacin (fi gurasi 1).
Karakteristik baseline
pasien adalah serupa pada kedua kelompok perlakuan
(Tabel 1). Proporsi pasien dengan kegagalan pengobatan
adalah serupa pada kedua kelompok pengobatan pada pasien dengan
biakan-positif penyakit (Tabel 2). Dari pasien ve fi
dengan demam terus-menerus pada hari 10 pada kelompok oxacin gatifl
(Tabel 2), dua menjadi afebris pada hari 11 dan tidak memerlukan
menyelamatkan pengobatan. Tiga lainnya pasien eff ectively
diobati dengan ceftriaxone intravena 50 hari mg / kg per di
dosis tunggal selama 7 hari. Para pasien ve fi di
kloramfenikol kelompok yang membutuhkan pengobatan penyelamatan
berhasil diobati dengan ofl oxacin 20 mg / kg per hari
dalam dua dosis terbagi per hari selama 7 hari. Dalam semua kasus,
menyelamatkan
pengobatan dimulai di kedua 10 hari atau 11 hari.
Dua pasien dengan gagal mikrobiologi dalam
gatifl oxacin kelompok juga mengalami demam terus-menerus, dan
merespon dengan baik untuk ceftriaxone 50 mg / kg per hari dalam
Dosis harian tunggal selama 7 hari. Semua pasien kambuh, terdiri
dari tujuh (ve fi di antaranya adalah budaya confi rmed) dalam
kloramfenikol kelompok dan empat (tiga di antaranya adalah
Budaya kerahasiaan rmed) pada kelompok oxacin gatifl, juga
diobati dengan ofl 20 hari oxacin mg / kg per, dan sembuh.
Ukuran hasil sekunder, yang termasuk
Demam izin waktu (median 3,95 hari di
kloramfenikol kelompok dan 3,90 di oxacin gatifl
kelompok) dan waktu untuk kambuh sampai hari 31 atau 62 hari juga
tidak menunjukkan signifikan bisa diff erence antara kelompok-kelompok
(Tabel 2). Kambuh sindrom Hanya didokumentasikan
antara hari 62 dan 6 bulan. Gambar 2 menunjukkan
Kaplan-Meier memperkirakan untuk waktu untuk pengobatan
kegagalan, clearance demam, dan kambuh.
Bangku sampel pada awal yang positif untuk S typhi atau
S paratyphi A pada 16 (10%) dari 157 pasien di
kloramfenikol kelompok dan 14 (9%) dari 160 pasien di
gatifl oxacin kelompok. Proporsi tinja positif
sampel pada 1-6 bulan masa tindak lanjut adalah rendah di kedua
kelompok: 1 bulan, hanya tiga (2%) dari 148 dan tidak ada
154 pasien adalah bangku-budaya-positif di kloramfenikol yang
dan gatifl oxacin kelompok (p = 0,12), masing-masing.
Pada akhir 3 bulan, hanya satu pasien (dalam
kloramfenikol group) memiliki budaya tinja positif, dan
pada 6 bulan tidak ada pasien memiliki budaya tinja positif.
Tabel 3 menunjukkan titik akhir primer dan sekunder
pada semua pasien acak, dengan pengecualian
pasien yang keliru secara acak dialokasikan
pengobatan atau mundur sebelum dosis rst fi studi
pengobatan. Ada risiko yang sedikit lebih besar dari pengobatan
Kegagalan pada pasien yang menerima kloramfenikol (p = 0,09).
Hasil dalam subkelompok dipilih (Tabel 4) menunjukkan bahwa
terutama disebabkan tingkat kegagalan yang lebih tinggi kloramfenikol
dalam populasi budaya-negatif,
terutama tingkat yang lebih tinggi kambuh sampai hari 31 (sembilan
[Tiga confi rmed, enam sindromik] vs dua [sindromik baik];
HR waktu untuk kambuh = 0,22, 95% CI 0,05 -1 01, p = 0,05).
Durasi rata-rata pengobatan phenicol chloram
adalah 9 hari (IQR 8-11) pada populasi budaya-negatif,
tapi tidak ada hubungan signifikan antara tidak bisa
durasi pengobatan dan waktu untuk kambuh (HR = 0,93,
95% CI 0,66 -1 30, p = 0,66). Tidak ada indikasi pengobatan heterogenitas ect eff
dalam subkelompok defi ned oleh patogen atau usia
(Tabel 4).
Peristiwa yang paling merugikan adalah ringan (kelas 1 dan 2, Tabel 5).
Efek samping sedikit lebih umum di culturepositive
pasien dari budaya-negatif pasien. Dalam
kloramfenikol kelompok, 44 (25%) dari 175 biakan-positif
pasien mengalami setidaknya satu peristiwa buruk (81 peristiwa
secara total). Dalam gatifl oxacin kelompok, 30 (16,9%) dari 177 culturepositive
pasien mengalami setidaknya satu peristiwa buruk
(38 peristiwa secara total). Tiga pasien di kloramfenikol
Kelompok memiliki jumlah darah putih-sel antara
1500 dan 1.999 10 sel per L pada hari 5-8, dan memiliki mereka
kloramfenikol berhenti. Tidak ada leukopenia 3 atau kelas 4 adalah
direkam (tabel 6). Tidak ada kelas 4 hypoglycaemias adalah
direkam (Tabel 7), dan tidak ada yang mengancam jiwa
komplikasi demam enterik dalam kelompok ini.
Dari semua strain S paratyphi A dan S typhi terisolasi,
251 (73%) dari 345 yang tahan asam nalidiksat, dan dua
(<1%) yang multidrug resisten (Tabel 8). Kedua MDR strain
S typhi yang diisolasi dari pasien di oxacin gatifl
kelompok. Dua S paratyphi A isolat resisten terhadap
kloramfenikol, salah satu dari yang diisolasi dari pasien
pada kelompok oxacin gatifl dan salah satu yang terisolasi
dari pasien dalam kelompok amphenicol chlor.
Dalam budaya-pasien positif, tahan asam nalidiksat adalah
signifi kan terkait dengan tingkat lebih lambat dari izin demam
(HR 0,57, 95% CI 0,40 -0, 81 p = 0,002) untuk pasien pada
gatifl oxacin, tapi tidak ada signifi bisa diff erence di
kecepatan clearance demam antara pasien dengan nalidixicacid-
tahan strain dan mereka yang tidak dalam
kloramfenikol kelompok (0,80, 0,56 -1 14, p = 0,21).
Diskusi
Chloramphenicol Kedua, yang merupakan obat tersedia
di banyak rangkaian miskin sumber daya, dan gatifl oxacin, yang
generasi baru fl uoroquinolone, telah berikan advokasi baik efisiensi dalam
pengobatan budaya-positif demam enterik, dan keduanya
obat memiliki sisi-eff menguntungkan ect profi le. Gatifl oxacin melakukan
serta, namun tidak lebih unggul, kloramfenikol dalam
daerah dengan proporsi yang tinggi (73%) dari nalidiksat-acidresistant
S typhi dan S paratyphi A strain, tapi hampir tidak ada
kloramfenikol perlawanan.
Dengan 844 pasien dianalisis (fi gurasi 1), ini adalah untuk kami
PENGETAHUAN uji coba terkontrol secara acak terbesar di
enterik demam, dan sidang terbesar membandingkan
kloramfenikol dengan uoroquinolone fl. Ini juga merupakan
fi rst percobaan untuk membandingkan kloramfenikol ke uoroquinolone fl
pada populasi didominasi anak (tabel 1).
Kami juga menilai-untuk pengetahuan terbesar
Populasi darah-budaya-negatif pasien dengan
demam enterik. Pada pasien yang memiliki darah-budaya-negatif
demam enterik sindromik, kedua obat tersebut eff berlaku efektif, namun
gatifl oxacin lebih eff berlaku efektif dalam mengurangi sindromik
klinis kambuh.
Ada yang mendasari masalah teknis untuk tipus dan
pengobatan demam enterik percobaan. Salah satu pusat
keterbatasan adalah sensitivitas rendah dari kultur darah
Teknik, yang diperkirakan antara 40% dan
50% .22 Bahwa kebanyakan pasien dengan demam enterik adalah
dikategorikan sebagai sindromik, dan diperlakukan secara empiris
tanpa diagnosis nitive defi untuk demam enterik, adalah
Oleh karena itu tidak mengherankan. Untuk alasan yang sama,
kambuh sindromik dimasukkan sebagai acara hasil di
a-priori defi ned analisis rencana dalam penelitian ini.
Antibiotik yang digunakan dalam percobaan ini menunjukkan diff erent
farmakologis sifat. Gatifl oxacin memiliki penting
kemungkinan untuk membantu dengan kepatuhan fitur
dibandingkan dengan kloramfenikol: gatifl oxacin hanya
perlu diambil sekali sehari selama 7 hari, sedangkan
kloramfenikol memerlukan empat dosis per hari selama 14 hari.
Tidak ada erence diff antara dua obat dalam hal
kegagalan pengobatan dan waktu demam izin di
biakan-positif kelompok, namun eff merugikan ects
profi le menunjukkan bahwa anoreksia, mual, diare, dan
pusing, yang signifi kan buruk di kloramfenikol yang
kelompok (tabel 5).
Kami memantau tingkat glukosa darah erat di kedua
kelompok perlakuan chiefl y karena Kanada baru-baru ini,
retrospektif kasus-kontrol studi 1,4 juta lansia
individu (usia rata-rata 77) yang menunjukkan bahwa gatifl oxacin
dikaitkan dengan dysglycaemia.23 Setelah laporan ini,
gatifl oxacin ditarik dari AS dan Kanada
pasar. Dalam uji coba kami, antara hari 2 dan hari ke-7, proporsi
pasien dengan tinggi (kelas 2, 161-250 mg / dL)
non-puasa glukosa darah pada fi nger-tongkat pengujian adalah
lebih tinggi pada kelompok oxacin gatifl versus kloramfenikol
kelompok. Namun, tidak ada erence diff pada
15 hari dan 30 hari. Demikian pula, pada akhir 3 bulan,
Konsentrasi HbA1c tidak erent diff dalam dua
kelompok (Tabel 7). Selain itu, studi sebelumnya menggunakan
oxacin gatifl pada populasi yang lebih muda belum dilaporkan
klinis relevan dysglycaemia.24 Akhirnya, di lain
studi membandingkan gatifl oxacin dengan ofl oxacin untuk
pengobatan demam enterik yang kita lakukan
(ISRCTN63006567), kami belum mencatat dysglycaemia apapun.
The gatifl oxacin terkait dysglycaemia di
penelitian di Kanada mungkin dikaitkan dengan usia-terkait
penurunan fungsi ginjal pada pasien usia lanjut yang menerima
gatifl oxacin, dan ada juga mungkin farmakokinetik
atau farmakodinamik alasan untuk agerelated potensial
Pilihan pengobatan dosis reduction.25 untuk enterik
Demam jelas terbatas. Gatifl oxacin adalah cacious efisiensi
obat untuk pengobatan demam enterik dalam muda dan
pasien sehat, dan harus tersedia untuk
indikasi dalam penyakit ini diabaikan. Ini akan lebih bijaksana
tidak menggunakan oxacin gatifl pada pasien lebih dari 50 tahun,
atau pada pasien dengan komorbiditas seperti diabetes atau
gagal ginjal.
Percobaan demam enterik yang paling dilakukan dalam pengaturan rawat inap,
yang melakukan kenyataannya tidak refl ect di negara berkembang,
mana pengobatan demam enterik yang paling rumit adalah
dilakukan dalam rawat jalan setting.1, 8 percobaan kami selesai dalam pengaturan
rawat jalan dengan bantuan CMAS, sebagaimana
dijelaskan dalam model kami sebelumnya trial.16 ini lebih
berlaku untuk negara-negara berkembang.
Sebuah fitur yang sangat menarik, terutama untuk miskin sumber daya
pengaturan, adalah inexpensiveness dari antibiotik
belajar di sini. Harga rata-rata untuk pengobatan 14 hari
Tentu saja dengan kloramfenikol adalah US $ 7. Itu
Rata-rata harga untuk pengobatan 7-hari dengan gatifl oxacin
adalah US $ 1,5.
Sebuah tinjauan baru-baru Cochrane (panel) dari uoroquinolones fl
untuk pengobatan demam enterik menunjuk
kelemahan dari percobaan pengobatan demam tifoid yang memiliki
kecil ukuran sampel, pengacakan tidak memadai dan
penyembunyian, lengkap tindak lanjut, dan kurangnya
pediatrik pasien dan endpoints.7 standar Kami
mencoba untuk mengatasi kritik dengan merekrut besar
sampel dari pasien, oleh percisely defi ning endpoint kami,
dan dengan mencoba untuk mengurangi bias dalam batas-batas suatu
membuka sidang.
Dua uji coba lain yang digunakan gatifl oxacin untuk pengobatan
enterik fever (panel). 16,17 Sidang terlebih dulu dibandingkan
gatifl oxacin ke cefi xime, dan terdaftar anak dan dewasa
pasien rawat jalan di Nepal.16 sidang ini harus prematur
berhenti pada saran dari keamanan data independen
pemantauan panitia karena kinerja yang buruk
dari cefi xime. Ada tingkat tinggi pengobatan keseluruhan
Kegagalan (demam persisten pada hari ke 7, kambuh dan kematian) dengan
29 (38%) dari 70 pasien yang gagal di cefi xime kelompok
dibandingkan dengan tiga (3%) dari 88 pasien dalam
gatifl oxacin kelompok (HR 0,08, 0,03 -0 28, p <0,001).
Ada satu kematian pada kelompok xime cefi.
Sidang kedua dibandingkan dengan gatifl oxacin
azitromisin, dan dilakukan pada pasien rawat inap pediatrik dan dewasa
di Vietnam.17 ada diff statistik erence
antara dua antibiotik, dan keduanya menunjukkan baik
efisiensi berikan advokasi. Waktu demam median izin adalah 106 h
pada kedua kelompok. 13 (9%) dari 145 pasien di oxacin gatifl
Kelompok memiliki kegagalan pengobatan secara keseluruhan seperti yang
dilakukan 13 (9%)
dari 140 pada kelompok azitromisin (HR 0,93, 0,43 -2 0,
p = 0.85). Kedua uji coba yang dilakukan di daerah dengan tinggi
tingkat nalidiksat-asam-tahan strain: 83% di Nepal
dan 96% di Vietnam. Dalam uji coba sebelumnya di Vietnam,
pasien yang diobati dengan generasi tua fl uoroquinolone
ofl oxacin diberikan pada 20 mg / kg per hari menunjukkan
tinggi tingkat kegagalan klinis 36% (23 dari 63 pasien) dan
berkepanjangan kali kliring rata-rata 8,2 hari demam
(95% CI 7,2 -9 2 hari) .37
Gatifl oxacin tidak unggul di kloramfenikol
hal berikan advokasi efisiensi. Namun, atas dasar yang lebih pendek
Jangka waktu pengobatan, efek samping lebih sedikit, dan lebih rendah
biaya, gatifl oxacin harus menjadi pengobatan pilihan dari
enterik demam pada negara-negara berkembang.

Confl TIK kepentingan
BB, JF, dan CD yang mendukung aplikasi ke WHO Esensial
Obat Daftar (EMS) untuk mendukung Gatifl oxacin untuk mengobati demam
enterik,
Penyampaian kepada Komite Ahli 18 pada Pemilihan dan Penggunaan
Obat Esensial. Semua penulis lainnya dinyatakan tidak TIK confl kepentingan.
Ucapan Terima Kasih
Kami sangat berterima kasih kepada semua komunitas kami pekerja-bantu medis
yaitu, Surendra Shrestha, Randeep Tamrakar, Nabraj Regmi,
Balmukunda Neupane, dan Nabin Adhikari. Terima kasih juga untuk
Upendra Baral untuk mencari setelah ce aparat administrasi. Kami akan
juga mengucapkan terima kasih kepada Krishna Prajapati, Rita Bajracharya,
Nabaraj Dahal,
dan lain-lain dari laboratorium di Rumah Sakit Patan. Kami sangat berterima kasih
Bharat Yadav dan tim dokter, asisten kesehatan, dan keperawatan
staf di Rumah Sakit Darurat Patan dan Klinik Rawat Jalan. Kami akan
juga mengucapkan terima kasih kepada data dan pemantauan keamanan komite-
yaitu,
Zulfi kar Bhutta, Phung Tuan, Keith P Klugman, Thwaites Guy, dan
Buddhi Paudyal. Akhirnya, kita berhutang budi kepada pasien kami dan mereka
keluarga dari Lalitpur. Kami berterima kasih kepada Wellcome Trust of Great
Britain
untuk mendanai penelitian.
Banyak metode pengambilan sampel, dimana simple Random
Sampling (SRS) adalah salah satunya yang diyakini memiliki
kemampuanrepresentativeness paling tinggi. Bahkan disain eksperimen
menjadikan randomisasi sebagai salah satu syarat dalam memilih
sampelnya.
Cara pengambilan sampel dengan metode SRS bisa dilakukan dengan
berbagai cara. Cara yang paling klasik adalah menggunakan lotere. Buat
gulungan sebanyak populasi sampel, aduk dan ambil satu gulungan, catat
dan masukkan kembali ke dalam wadah gulungan. Seterusnya diambil lagi
sampai terpenuhi sejumlah sampel yang dibutuhkan. Jika terambil nomor
yang sudah pernah terambil sebelumnya, masukkan kembali tanpa dicatat.
Cara kedua bisa menggunakan tabel bilangan random, yang biasanya
dilampirkan di buku-buku statistik. Lebih maju dari itu telah ada perangkat
lunak (software) komputer yang dibuat untuk menggenerate bilangan
random.
Apapun cara yang dipakai untuk pengambilan SRS ini, masih dibutuhkan 1
langkah berikut yaitu mengidentifikasi siapa saja yang terambil sebagai
sampel sesuai nomor yang terpilih pada lotere, tabel atau number generator.
Secara ringkas 4 langkah pengambilan sampel SRS sbb: 1) Membuat
sampling frame (kerangka sampel) hasil sweeping; 2) Menghitung besar
sampel; 3) Memilih sampel dari kerangka; dan 4) Menentukan identitas
sampel terpilih (merujuk ke kerangka sampel). Menghitung besar dapat
menggunakan rumus Estimasi Proporsi dengan populasi finit. Keempat
langkah ini dapat dikerjakan dengan mudah menggunakan Microsoft Excel.
Penggunaan Excel bisa memperkecil kesalahan penggunaan rumus,
pengacakan dan penelusuran kembali ke kerangka sampel.
Berikut ini panduan ringkas pembuatan file Excel dan cara penggunaannya
sampai siap pakai dalam pengambilan sampel dengan metode simple
random sampling.
Siapkan 4 sheet yang masing-masing berguna untuk membuat: 1)Kerangka
sampling (sebagai hasil sweeping); 2)Perhitung besar sampel dengan
rumus estimasi proporsi; 3) Tabel pemilihan sampel secara acak
menggunakan fungsi RANDBETWEEN(); dan 4)Daftar Sampel Permanen.
1. Kerangka Sampel. Kerangka sampel atau populasi sampel ada
sejumlah populasi yang memenuhi syarat untuk diambil sebagai sampel
atau disebut juga dengan populasi sampel. Populasi sampel dapat
diperoleh dari daftar populasi dari data sekunder atau lebih baik
diperoleh dari hasil sweeping langsung di lapangan. Daftar populasi ini
sebaiknya disertai dengan identitas seperti : Nama, Jenis Kelamin, umur,
Nama Kepala Keluarga, Alamat dan lainya sesuai kebutuhan.
2. Besar Sampel. Besar sampel ditentukan sedemikian agar dapat
mewakili populasinya. Rumus statistik yang akan dipakai disesuaikan
dengan disain penelitian. Pada contoh ini dipakai rumus estimasi
proporsi dengan populasi finit (populasi tertentu/diketahui). Empat
faktor yang mempengaruhi besar sampel adalah confidence interval,
proporsi kejadian di populasi, presisi mutlak dan besarnya populasi
sampel.
3. Penarikan Sampel. Seperti dijelaskan sebelumnya, cara penarikan
sampel disini menggunakan fungsi rundbetween() dari Microsoft Excel,
identik dengan lotere, tabel bilangan random atau random number
genertor. Kelebihan menggunakan Excel adalah saat sebuah nomor
terpilih, akan langsung dirujuk ke rabel referensinya dan langsung
dikutip sebagai daftar sampel terpilih lengkap dengan identitasnya.
4. Daftar Sampel Terpilih. Hasil randomisai pada langkah 3 di atas
bersifat labil, maksudnya komputer akan melakukan randomisasi setiap
terjadi perubahan dalam sel-sel Excel. Misalnya penggantian jumlah
populasi atau perubahan parameter penentu besar sampel. Agar daftar
sampel permanen didapatkan setelah diacak, maka hasil pengacakan
pertama harus dicopy ke sheet 4 dengan perintah copy-paste
value. Hasil copyan ini akan bersifat permanen dan tidak akan
berubah walau parameter penentu diganti.
Berdasarkan kaidah di atas telah dibuat file dengan Excel
(simpleRandomSampling.xlsw) yang sudah siap pakai tanpa harus
menyusun formula yang dibutuhkan. Langkah ringkas pemakain file
tersebut adalah :
1. Isikan daftar kerangka sampel hasil sweeping pada sheet 1
2. Tetapkan nilai-nilai parameter penentu besar sampel pada sheet2 seperti
besar populasi (sesuai jumlah daftar di sheet1), Nilai Z pada confidence
interval yang ditetapkan (1,96 untuk CI 95%), proporsi kejadian variabel
di populasi (data sekunder), dan presisi mutlak yang bisa ditolerir
(biasanya 5%). Selesai nilai-nilai tersebut diisikan maka besar sampel
langsung dihitung. Besar sampel terhitung akan langsung di link-kan ke
dampel terpilih.
3. Pindah ke sheet 3, Copy sampel pertama yang terpilih secara acak. Blok
baris sampel pertama kemudian pastekan sebanyak sampel yang
dibutuhkan (sesuai hasil perhitungan)
4. Copy sampel terpilih ke sheet sampel permanen. Caranya : Blok daftar
sampel lalu copy. Pindah ke sheet 4 dan pilih dari menu Edit dan pilih
Paste Special, dan pilih opsi value lalu OK. Inilah daftar sampel terpilih
yang akan dilakukan pengumpulan data penelitian. Daftar ini bisa
dicetak untuk digunakan sebagai panduan pengumpulan data.
Jumlah baris pengkopyan langkah 3 di atas sebaiknya dilebihkan dari
sejumlah sampel untuk mengantisipasi keluarnya angka double (karena
acak) dan sekalian untuk kebutuhan cadangan. Biasanya bisa dilebihkan
sebesar 10-15%. Selamat menggunakan, semoga bermanfaat. File
Excel SimpleRandomSampling.xlsw(download klik nama file)

Dr. Suparyanto, M.Kes

RANCANGAN PENELITIAN EKSPERIMEN (EXPERIMENT DESIGN
RESEARCH)

BEDA RANCANGAN PENELITIAN OBSERVASI DAN EKSPERIMEN


Pada penelitian observasional, faktor penyebab terjadi
secara alamiah, peneliti hanya mengamati (mendata) faktor
penyebab dan akibat
Pada penelitian eksperimental, faktor penyebab
diberikan/dilakukan oleh peneliti, setelah itu diamati (didata)
akibatnya

MACAM RANCANGAN PENELITIAN EKSPERIMENT

Non Eksperimental

1. Hanya Pasca Intervensi
2. Praintervensi pascaintervensi
3. Perbandingan Kelompok Statik

Penelitian Eksperimental

1. Praintervensi pascaintervensi dengan
kelompok kontrol
2. Pasca intervensi dengan kelompok kontrol

Eksperimental Semu (Quasy)

1. Rancangan deret berkala
2. Praintervensi pascaintervensi dengan sampel
terpisah
3. Praintervensi pascaintervensi dengan
kelompok kontrol tanpa randomisasi

PERBEDAAN MACAM RANCANGAN PENELITIAN EKSPERIMEN

Syarat rancangan eksperimental murni adalah:

Ada kelompok studi dan kelompok kontrol
Pemilihan kelompok studi dan kelompok kontrol
dilakukan secara randominasi
Ada perlakukan dari peneliti untuk kelompok studi
Membandingkan hasil antara kelompok studi dan
kelompok kontrol (tanpa perlakuan)


Pada Quasy Experiment, pemilihan kontrol dan kelompok
studi tidak dilakukan secara randomisasi
Pada Non Experiment, tidak ada kelompok kontrol, maka
tidak dapat dimasukan penelitian experimental, pada beberapa
buku ada yang memasukan Quasy Experiment

RANDOMISASI


Randomisasi merupakan syarat penelitian eksperimental
Randomisasi bertujuan agar terjadi komparabilitas
(validitas interna) antara kelompok studi dan kontrol sama
Randomisasi tidak sama dengan pengambilan sampel
secara random

MACAM RANDOMISASI


1. Acak Sederhana (Simple Randomization)
2. Randomisasi dengan Blok (Bloked
Randomization)
3. Acak Stratifikasi (Stratified Randomization)
ACAK SEDERHANA (SIMPLE RANDOMIZATION)


Dapat dilakukan dengan undian, pelemparan mata uang
atau tabel random
Misal dari 50 responden akan dibagi dua kelompok
intervensi dan kontrol, maka dilakukan pengambilan 25 kelompok
sebagai kelompok intervensi secara random, sedang sisanya
sebagai kelompok kontrol

RANDOMISASI DENGAN BLOK (BLOKED RANDOMIZATION)


Randominasi dengan blok dilakukan denan rumus:
n = n! / (m/2! X m/2!)

n = jumlah permutasi
m = jumlah blok
n! = n faktorial


Jumlah blok harus bilangan genap, misal 4
Kelompok intervesi diberi simbol A, sedang kelompok
kontrol B


Setelah dimasukan rumus, akan didapat 6 permutasi:
ABAB, ABBA, AABB, BABA, BBAA
Kemudian dipilih satu permutasi secara random, misal
terpilih ABAB
Maka dalam pelaksanaan, responden 1 intervensi, ke-2
kontrol, ke-3 intervensi, ke-4 kontrol, dan seterunya...kembali
lagi

ACAK STRATIFIKASI (STRATIFIED RANDOMIZATION)


Misalnya penelitian tentang pengaruh operasi bypass
terhadap mortalitas PJK
Mortalitas PJK juga dipengaruhi oleh umur dan perokok,
maka perlu dilakuan strata agar responden homogen
Misal dibuat strata golongan umur:
1. 40 49 tahun
2. 50 59 tahun
3. 60 69 tahun


Dibuat strata perokok:
1. Perokok
2. Ex perokok
3. Bukan perokok


Berarti banyaknya strata 3x3 = 9 strata: umur 40-49
perokok, umur 50-59 ex prokok, umur 60-69 bukan perokok dst
Masing2 strata diambil secara blok randomisasi

ONE SHOT CASE STUDY


Desain eksperimental yang paling sederhana disebut One
Shot Case Study .
Desain ini digunakan untuk meneliti pada satu kelompok
dengan diberi satu kali perlakuan dan pengukurannya dilakukan
satu kali.
Diagramnya adalah sebagai berikut:
X O ( x= intervensi, O= pengambilan data)

ONE GROUP PRE-TEST POST-TEST DESIGN


Merupakan perkembangan dari desain One Shot Case
Study .
Pengembangannya ialah dengan cara melakukan satu
kali pengukuran didepan (pre-test) sebelum adanya perlakuan
(treatment) dan setelah itu dilakukan pengukuran lagi (post-test).
Desainnya adalah sebagai berikut:
O1 X O2

DESIGN TIME SERIES


Pengembangan dari One Group Pre-test Post-test
Design adalah Design Time series, jika pengukuran dilakukan
secara beulang-ulang dalam kurun waktu tertentu.
Maka desainnya menjadi seperti di bawah ini:
O1 O2 O3 X O4 O5 O6
Pada desain time series, peneliti melakukan pengukuran
di depan selama 3 kali berturut, kemudian dia memberikan
perlakuan pada obyek yang diteliti. Kemudian peneliti melakukan
pengukuran selama 3 kali lagi setelah perlakuan dilakukan.

STATIC GROUP COMPARISON


Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih
sebagai obyek penelitian.
Kelompok pertama mendapatkan perlakuan sedang
kelompok kedua tidak mendapat perlakuan.
Kelompok kedua ini berfungsi sebagai kelompok
pembanding / pengontrol.
Desainnya adalah sebagai berikut:
X O1
O2

POST TEST ONLY CONTROL GROUP DESIGN


Desain ini merupakan desain yang paling sederhana dari
desain eksperimental sebenarnya (true experimental design),
karena responden benar-benar dipilih secara random dan diberi
perlakuan serta ada kelompok pengontrolnya.
Desainnya adalah sebagai berikut:
( R ) X O1
( R ) O2

PRE-TEST POST TEST CONTROL GROUP DESIGN


Desain ini merupakan pengembangan design Post Test
Only Control Group Design.
Perbedaannya terletak pada baik kelompok pertama dan
kelompok pengontrol dilakukan pengukuran didepan (pre-test).
Desainnya adalah sebagai berikut:
( R ) O1 X O2
( R ) O3 O4

SOLOMON FOUR GROUP DESIGN


Desain ini merupakan kombinasi desain Post Test Only
Control Group Design dan Pre-test Post test Control Group
Design yang merupakan model desain ideal untuk melakukan
penelitian eksperimen terkontrol.
Peneliti dapat menekan sekecil mungkin sumber-sumber
kesalahan karena adanya empat kelompok yang berbeda dengan
enam format pengkuran.
Desainya adalah sebagai berikut:
( R ) O1 X O2
( R ) O3 O4
( R ) X O5
( R ) O6

DAFTAR PUSTAKA


1. Black A James & Dean J. Champion, 1999,
Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Bandung, PT
Refika Aditama.
2. Furchan Arief, 1982, Pengantar Penelitian
Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional.
3. Budiarto, 2004, Metodologi Penelitian
Kedokteran, Sebuah Pengantar, Jakarta, EGC
TEKNIK SAMPLING
Hasan Mustafa /2000
Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak
ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti.
Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar
hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus.
Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi,
maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen
atau unsur tadi.
Berbagai alasan yang masuk akal mengapa peneliti tidak melakukan sensus
antara lain adalah,(a) populasi demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya
tidak mungkin seluruh elemen diteliti; (b) keterbatasan waktu penelitian, biaya,
dan sumber daya manusia, membuat peneliti harus telah puas jika meneliti
sebagian dari elemen penelitian; (c) bahkan kadang, penelitian yang dilakukan
terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap populasi misalnya, karena
elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan
mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma Sekaran,
1992); (d) demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap
seluruh elemen dalam populasi menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti
kualitas jeruk dari satu pohon jeruk
Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa
dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara
penarikan sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel
dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel .
Populasi atau universe adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang
dijadikan obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap
satu produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk
tersebut. Jika yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan X, maka
populasinya adalah keseluruhan laporan keuangan perusahaan X tersebut, Jika
yang diteliti adalah motivasi pegawai di departemen A maka populasinya adalah
seluruh pegawai di departemen A. Jika yang diteliti adalah efektivitas gugus
kendali mutu (GKM) organisasi Y, maka populasinya adalah seluruh GKM
organisasi Y

Elemen/unsur adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat
30 laporan keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau
elemen penelitian. Artinya dalam populasi tersebut terdapat 30 elemen
penelitian. Jika populasinya adalah pabrik sepatu, dan jumlah pabrik sepatu 500,
maka dalam populasi tersebut terdapat 500 elemen penelitian.

Syarat sampel yang baik
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak
mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus
valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin
diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya
orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur
sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh
dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan bias (kekeliruan)
dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam
sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya bias atau kekeliruan
adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa there is no systematic variance
yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena
pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung
mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata
luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang
terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias.
Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode
penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest
(sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper
& Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932
majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon
presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan
dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan
jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D.
Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata
Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan
dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil
adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian
besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal
Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian
tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari
suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar
sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai
selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi
estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan
karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50
orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50
potong produk X. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa
menghasilkan produk X per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan
harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan
dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara
rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi
sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi
sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat
keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama sampling error Presisi diukur
oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan
baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (,
makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi
mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena
kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger,
1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara
populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah.
Katakanlah dari 50 menjadi 75.
Di bawah ini digambarkan hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat
kesalahan seperti yang diuarakan oleh Kerlinger

besar
kesa-
lahan
kecil
kecil besarnya sampel besar

Ukuran sampel
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang
penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang
menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis
kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah
kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka
sampelnya lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi
beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat
keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia .
(Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap
elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil. Jika rencana
analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak.
Misalnya di samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan
perusahaan, peneliti juga bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan
tingkat pendidikan. Agar tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri
atas berbagai jenjang pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit
waktu, biaya , dan tenaga yang dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang
bisa diperoleh. Perlu dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat
dikelola dengan baik (manageable).
Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah.
Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar
hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada
yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah
cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%,
dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.
Ada pula yang menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari
populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian
perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15
elemen per kelompok (Gay dan Diehl, 1992).
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan
jumlah sampel sebagai berikut :
1. Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan,
SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30
3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate)
ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah
variable yang akan dianalisis.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang
ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang
bisa dipakai untuk menentukan jumlah sampel sebagai berikut (Lihat Tabel)



Sebagai informasi lainnya, Champion (1981) mengatakan bahwa
sebagian besar uji statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel.
Dengan kata lain, uji-uji statistik yang ada akan sangat efektif jika diterapkan
pada sampel yang jumlahnya 30 s/d 60 atau dari 120 s/d 250. Bahkan jika
sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan untuk menerapkan uji
statistik. (Penjelasan tentang ini dapat dibaca di Bab 7 dan 8 buku Basic
Statistics for Social Research, Second Edition)

Teknik-teknik pengambilan sampel
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak
atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau
nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random
sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang
sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen
populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap
elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi
sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau
nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan
yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel
karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena
jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang
berbeda. Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk
mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka
seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti
tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel
bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika
peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi
lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya
adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan
pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia
tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200
konsumen sebagai sampel dikatakan representatif?. Kemudian, bisakah peneliti
memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang
diri konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara
acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil
dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan konsekuensi
hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200
konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa
mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas
terhadap the botol.
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih
spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple
random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic
sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa
teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota
sampling, snowball sampling

Probability/Random Sampling.
Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak
adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama
sampling frame. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang
berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen
populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat,
atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan
tinggi A, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua mahasiswa yang
terdaftar di perguruan tinggi A tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis
kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari
daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika
populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus
mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah
wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara
lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut
diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa
dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang
bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka
Random, kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan
melalui sistem undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika
sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep acak atau random itu
sendiri.

1. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya
cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang
mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan
hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi
ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer
dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama
perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam
Populasi
(N)
Sampel
(n)
Populasi
(N)
Sampel (n) Populasi
(N)
Sampel
(n)
10 10 220 140 1200 291
15 14 230 144 1300 297
20 19 240 148 1400 302
25 24 250 152 1500 306
30 28 260 155 1600 310
35 32 270 159 1700 313
40 36 280 162 1800 317
45 40 290 165 1900 320
50 44 300 169 2000 322
55 48 320 175 2200 327
60 52 340 181 2400 331
65 56 360 186 2600 335
70 59 380 191 2800 338
75 63 400 196 3000 341
80 66 420 201 3500 346
85 70 440 205 4000 351
90 73 460 210 4500 354
95 76 480 214 5000 357
100 80 500 217 6000 361
110 86 550 226 7000 364
120 92 600 234 8000 367
130 97 650 242 9000 368
140 103 700 248 10000 370
150 108 750 254 15000 375
160 113 800 260 20000 377
170 118 850 265 30000 379
180 123 900 269 40000 380
190 127 950 274 50000 381
200 132 1000 278 75000 382
210 136 1100 285 1000000 384
organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan
sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel
secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus
mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel.
Prosedurnya :
1. Susun sampling frame
2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
3. Tentukan alat pemilihan sampel
4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi

2. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas
tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan
penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini.
Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap
satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas
cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar
dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas
paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan
teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan
memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer
atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum
tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
1. Siapkan sampling frame
2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang
dikehendaki
3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum,
peneliti dapat menentukan secara (a) proposional, (b) tidak
proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah
sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur
populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum
manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah
ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100
manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau
jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka
untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28
manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika
jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum
sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas
atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil
semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer
tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat
bawah (III), tetap 63 orang.

3. Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel
berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak
yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki
karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B :
perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh
mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen.
Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap
departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula.
Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat
pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan
lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para
pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan,
maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah
terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur :
1. Susun sampling frame berdasarkan gugus Dalam kasus di
atas, elemennya ada 100 departemen.
2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample


4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis
Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak
memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel
sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk
memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa
dijadikan sampel adalah yang keberapa. Misalnya, setiap unsur
populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal keberapa-nya
satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran
populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat
5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan
demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah
25. Prosedurnya :
5. Susun sampling frame
6. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
7. Tentukan K (kelas interval)
8. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval
tersebut secara acak atau random biasanya melalui cara
undian saja.
9. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor
awal yang terpilih.
10. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval
berikutnya

4. Area Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa
populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang
marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat
penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik
pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :
1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah
(Jawa Barat) Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?,
Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel
penelitiannya.
4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara
acak atau random.
5. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang
harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke
dalam sub wilayah.

Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak
Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih
secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai
kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi
yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau
karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan
pertimbangan kemudahan.
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan
lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil
sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau
kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada
beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling tidak
disengaja atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis
sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian
penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang
sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus
penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata
kurang obyektif.

2. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau
tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel
karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut
memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis
sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah
pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya..
Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses
produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer
produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan
informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau
seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai
information rich.
Dalam program pengembangan produk (product development),
biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri,
dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas
terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu
berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper
dan Emory, 1992).
Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan
secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan
secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan
perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30
orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus
mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang
sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik
pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak,
melainkan secara kebetulan saja.

3. Snowball Sampling Sampel Bola Salju
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang
populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang
berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti
menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel
pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa
dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui
pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti
cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan
wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita
lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya.
Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya
dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian
lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para
gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup)

You might also like