Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan presentasi kasus ini. Presentasi kasus yang berjudul Nefrolithiasis Dextra dan Hidronefrosis Ren Dextra ini merupakan salah satu syarat ujian kepanitraan klinik dokter muda SMF Bedah RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Tri Budiyanto, Sp.U sebagai pembimbing atas waktu yang diluangkan, bimbingan, dan saran yang sifatnya membangun dalam penyusunan presentasi kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih belum sempurna serta banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembimbing serta seluruh pihak.
Purwokerto, Agustus 2013
Penulis
I. LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. S Umur : 43 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Kr Gayam Agama : Islam Tgl Masuk RS : 16 Agustus 2013 Tgl Anamnesis : 19 Agustus 2013 No. CM : 288356
B. ANAMNESIS a. Keluhan Utama Nyeri di perut bagian bawah
b. Keluhan Tambahan Rasa tidak nyaman saat buang air kecil karena setiap buang air kecil selalu terasa nyeri di perut bagian bawah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien seorang laki-laki datang ke Poli Urologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dibawa keluarganya dengan rasa tidak nyaman saat buang air kecil. Pasien mengaku adanya nyeri di perut bagian saat berkemih maupun saat tidak berkemih. Keluhan sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan hilang timbul dan semakin hari dirasakan semakin memburuk. Rasa nyeri yang dirasakan pasien tidak disertai adanya BAK yang sedikit-sedikit. Pasien mengaku adanya keluhan nyeri pada pinggang kanan sejak 2 tahun yang lalu dan mengaku pernah operasi batu ginjal kurang lebih 10 tahun yang lalu. Sebelumnya pasien dirawat di RS Kebumen 3 hari lalu dirujuk ke RSUD Margono Soekarjo.
Pasien menyangkal pernah mengeluarkan darah pada saat BAK. Pasien juga menyangkal pernah mengeluarkan air mani yang bercampur dengan darah. Pasien tidak merasa adanya rasa panas atau terbakar pada alat kelamin sewaktu berkemih. Pasien tidak merasakan adanya demam. Pasien mengatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan drastis.
a. Riwayat Penyakit Dahulu 1. Riwayat operasi didaerah perut : diakui 2. Riwayat trauma didaerah perut : disangkal 3. Riwayat trauma didaerah pinggang : disangkal 4. Riwayat kencing nanah dan darah : disangkal 5. Riwayat kencing manis : disangkal 6. Riwayat penyakit jantung : disangkal 7. Riwayat penyakit Hipertensi : disangkal 8. Riwayat penyakit Ginjal : disangkal 9. Riwayat batu saluran kencing : disangkal 10. Riwayat alergi obat : disangkal 11. Riwayat mondok di rumah sakit : diakui
d. Riwayat Penyakit Keluarga 1. Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama 2. Riwayat kencing manis : disangkal 3. Riwayat penyakit hipertensi : disangkal 4. Riwayat penyakit jantung : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan umum : Sedang b. Kesadaran : Compos mentis c. Vital Sign Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 68x/menit Respirasi : 18 x/menit Suhu : 36,4 0 C d. Status Generalis 1. Kepala : mesochepal, rambut hitam, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah dicabut. 2. Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik, pupil bulat isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) normal. 3. Hidung : deviasi septum (-), discharge (-) 4. Telinga : simetris, discharge (-) 5. Mulut : bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor dan hiperemis 6. Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar limfe tidak membesar 7. Thorax Pulmo Inspeksi : simetris, jejas (-) ketinggalan gerak (-), retraksi (-) Palpasi : vokal fremitus kanan sama dengan kiri Perkusi : sonor seluruh lapang paru Auskultasi : SD vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Cor Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat Perkusi : kiri atas SIC II LPSS, kiri bawah SIC IV LMCS : kanan atas SIC II LPSD, kanan bawah SIC IV LPSD Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-) 8. Abdomen Inspeksi : datar, tidak ada sikatriks dan tidak ada massa. Auskultasi : bising usus (+) normal Perkusi : timpani (+) Palpasi : supel, nyeri tekan perut regio epigastrik, hepar/lien tidak teraba
e. Status lokalis Regio Costo Vertebrae Angle (CVA) dextra Inspeksi : Bulging (-) Palpasi : Ballotement (-), Nyeri ketok (-) Regio Costo Vertebrae Angle (CVA) sinistra Inspeksi : Bulging (-) Palpasi : Ballotement (-), Nyeri ketok (-) Regio Suprapubik Inspeksi : Datar, tidak tampak massa Palpasi : : Nyeri tekan ada, tidak teraba massa Perkusi : Timpani Regio Genitalia Eksterna Inspeksi : Tidak tampak masa, tidak tampak pembesaran scrotum, tidak terpasang douwer cateter, terdapat lubang pada dorsal penis dekat dengan gland penis. Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, tidak teraba masa, tidak teraba pengerasan pada bagian ventral penis.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Hematologi (20 Agustus 2013) Darah Lengkap Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC 14,3 gr/dl 9980 /ul 41% 5,1x10 6 /ul 252.000/ul 81,3 Fl 28,2 pg 34,7 Hitung Jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit PT 0.3 0.3 0.00 79.5 9.5 10.2 14,3 APTT 33 Kimia Klinik Ureum darah Kreatinin darah
E. RESUME a. Anamnesis Seorang laki-laki usia 43 tahun Keluhan utama : nyeri di perut bagian bawah Keluhan tambahan : Rasa tidak nyaman saat berkemih. b. Pemeriksaan Fisik Vital sign : dalam batas normal Status generalis : dalam batas normal Status lokalis : Regio Genitalia Eksterna Inspeksi : Tidak tampak masa, tidak tampak pembesaran scrotum, terpasang douwer cateter, terdapat lubang pada ventral penis dekat dengan gland penis. Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, tidak teraba masa, tidak teraba pengerasan pada bagian ventral penis.
F. PEMERISAAN PENUNJANG a. USG
b. IVP
c. BNO
G. DIAGNOSIS KERJA Nefrolithiasis Dextra dan Hidronefrosis Ren Dextra
H. TERAPI Pembedahan: Pyelolitectomi
I. PROGNOSIS Ad vitam : ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam Ad fungsionam : dubia ad bonam
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Nefrolitiasis, proses terbentuknya batu. Juga disebut urolitiasis, nefrolitiasis berasal dari bahasa Jerman nephros (ginjal) lithos (batu) jadi batu ginjal. urolitiasis berasal dari bahasa Perancis urine yang berubah dari bahasa latin urina dan bahasa Jerman ouron yang berarti urin jadi batu urin. Batu itu sendiri juga disebut renal calculi. Calculi merupakan bahasa latin untuk batu kerikil (3) . Urolitiasis merupakan istilah medis yang digunakan untuk mendiskripsikan batu yang terjadi di traktus urinarius. Istilah yang juga sering dipakai adalah penyakit batu saluran kemih dan nefrolitiasis. Para dokter juga menggunakan istilah yang mendiskripsikan lokasi batu seperti batu pielum, pielolithiasis. Merupakan batu yang ditemukan di pelvis ginjal, tapi untuk lebih mudahnnya digunakan istilah kidney stones, batu ginjal (2,3) .
B. Anatomi dan Fisiologi Traktus urinarius sistem terdiri dari ginjal yang terus menerus membentuk urin dan berbagai resevoar yang dibutuhkan untuk membwa urin keluar tubuh. Ginjal merupakan dua bangunan berbentuk kacang, terletak di sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hepar.
Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi costa ke XII sedangkan kutub atas ginjal kiri setinggi costa XI. Ginjal berfungsi mengeluarkan kelebihan air dan racun-racun dari darah dan mengubahnya menjadi urin. Ginjal juga menjaga keseimbangan garam dan substrasi lain dalam darah, ginjal memproduksi hormon yang dapat membantu pertumbuhan tulang yang kuat, pembentukan sel darah dan mengatur keseimbangan asam basa dalam cairan tubuh. (2,4)
Ada 2 buah pipa sempit yang disebut ureter merupakan saluran yang panjangnya 10 12 inci, terbentang dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu-satunya adalah membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria. Dan vesica urinaria adalah bangunan berbentuk segitiga berlokasi di abdomen bagian bawah di belakang simpisis pubis. Seperti balon, dindingnya elastis dapat meregang untuk menampung urin yang kemudian akan bersama-sama berkontraksi untuk mengeluarkan urin. Vesika urinaria memiliki 3 (tiga) muara yaitu 2 (dua) muara ureter dan sebuah muara uretra. Fungsi vesika urinaria adalah sebagai tempat penyimpan urin sebelum meninggalkan tubuh dan juga mendorong urin keluar tubuh dibantu dengan uretra. Uretra merupakan saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria sampai keluar tubuh. Panjangnya pada wanita 1 inci dan pada pria sekitar 8 inci. Muara uretra keluar tubuh disebut meatus urinarius. (2,4)
C. Patologi
Proses pembentukan batu berhubungan dengan peningkatan saturasi urin (kelebihan ekskresi garam, keasaman urin atau volume urin yang rendah), kristalisasi asam urat serta abnormalitas dari penghambat pertumbuhan batu. Adapun faktor-faktor predisposisi pembentukan batu di traktus urinarius:
a.) Statis urin Sumbatan pada traktus urinarius dapat menyebabkan presipitasi garam-garam dari urin. Sebuah batu terbentuk karena adanya obstruksi yang jelas misalnya batu vesika urinaria yang dipacu oleh pembesaran prostat. (5)
b.) Infeksi traktus urinarius Bakteri secara jelas dapat menyebabkan presipitasi calsium atau garam-garam lain, dimana saat urin terinfeksi terutama oleh organisme pemecah urea seperti Group Proteus(Klebsiella, Serratia, Enterobacter, pseudomonas dan Stafilokokus), akan selalu terjadi pembentukan batu. Hidrolisis urea menghasilkan amoniak dan merubah urin menjadi bersifat basa yang secara klasik disebut batu infeksi yang mengandung magnesium ammonium dan fosfat (Ca 2+ Mg 2+ NH 4 + ) atau struvit. Batu- batu ini kadang tumbuh memenuhi seluruh sistem pelvis-kaliks dan batu seperti ini sering disebut batu staghorn (tanduk rusa). (4,5)
c.) Patologi ginjal - Ginjal spons meduler Kelainan kongenital ini ditandai oleh dilatasi dari Duktus Bellini pada cortico medullary junction, keadaan ini menyebabkan stasis urin sehingga terjadi deposit garam calsium dan tersebar luas di tubulus colektivus yang khas pada gambaran radiografi. Dilatasi duktus colektivus khusus pada nefrocalcinosis akan membangun secara spontan suatu kondisi yang disebut idiopatik nefrocalcinosis. (5)
- Infeksi ginjal Proses inflamasi kronik secara nyata berperan penting pada terjadinya kalsifikasi dari substansi ginjal, keadaan ini dapat menyebabkan iskemik lokal atau sumbatan dan ini khas pada Tuberkulosis dimana terjadi kalsifikasi di apices dan papila. (5)
- Trauma dan iskemik Daerah iskemik secara relatif atau absolut dapat ditimbulkan oleh 2 (dua) keadaan yaitu degenerasi arteri renal atau trauma pada pembuluh-pembuluh darah. (5)
- Tumor ginjal Pertumbuhan adenokarsinoma dapat memperluas lokasi kalsifikasi. (5)
d.) Faktor-faktor metabolik - Kalsium Idiopatik hipercalsiuria merupakan kelainan bawaan dimana calsium urin 300 mg/hari ( 7,5 mmol/hari) pada pria dan 250 mg/hari ( 6,2 mmol/hari) pada wanita. Hal ini menunjukkan 50 % pada pria dan 75 % pada wanita yang menderita batu calsium dan ini merupakan faktor resiko utama pada batu calsium di USA. Selain idiopatik hipercalsiuria ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan hipercalsiuria yaitu hipertiroidisme, kelebihan vitamin D, penyakit renal tubuler, neoplasma dan immobilisasi oleh karena trauma yang semuanya berhubungan dengan mobilisasi garam calsium dari tulang. Pada wanita menopause kecendrungan urolitiasis meningkat oleh karena hormon estrogen yang tidak diproduksi lagi oleh ovarium sehingga berkurangnya deposisi calsium dan fosfat tulang sehingga banyak calsium yang dibuang ke urin. (2,5,6)
- Oksalat Hiperoksaluria suatu keadaan dimana ekskresi oksalat urin melebihi 45 gram/hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan usus sehabis mengalami pembedahan usus dan yang banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, coklat, arbey, bayam dan juga karena pemakaian vitamin C dosis tinggi dalam waktu lama serta pemakaian obat bius (methoxyflurane). (2,5,6)
- Asam urat
Hiperurikosuria merupakan suatu keadaan dimana kadar asam urat dalam urin melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat yang berada di dalam urin akan bertindak sebagai inti batu/nidus untuk terbentuknya batu calsium oksalat. Sumber asam urat di urin berasal dari makanan yang mengandung banyak purin ataupun dari metabolisme endogen seperti tulang dan obat. (2,6)
- Sitrat
Di dalam urin sitrat akan berikatan dengan calsium membentuk calsium-sitrat sehingga menghalangi ikatan calsium dengan fosfat. Hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan Tiazid dalam jangka lama. (2,6) - Magnesium
Seperti halnya sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urin megnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat. (2,6)
- Sistin
Batu sistin jarang terbentuk dan berhubungan dengan gangguan transport pada tubulus ginjal yang herediter, gangguan ini melibatkan asam amino tertentu. Sistin suatu produk metabolit dari metionin merupakan asam amino alami yang paling sukar larut. Kelebihan ekskresi sistin (sistinuria) dalam urin yang asam mengakibatkan urolitiasis sistin. (4,7)
D. Etiologi - Idiopatik - Gangguan aliran air kemih : Fimosis Striktur meatus. Hipertrofi prostat. Refluks vesiko-uneteral. Ureterokele. Konstriksi hubungan ureteropelvik. - Gangguan metabolisme : Hiperparatiroidisme. Hiperurikosuria. Hiperkalsiuria. - Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme yang mampu membuat urease (Proteus mirabilis). - Dehidrasi, suhu lingkungan tinggi. - Benda asing : Jaringan mati (nekrosis papil). - Multifaktor : Anak di negara bekembang. Penderita multitrauma.
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor instrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor-faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya (8) .
Faktor instrinsik itu antara lain adalah : - Herediter (keturunan) diduga diturunkan dari orang tuanya. - Umur, paling sering pada usia 30-50 tahun. - Jenis kelamin, jumlah pasien perempuan laki-laki.
Faktor ekstrinsik itu antara lain adalah : - Geografi. Daerah stone belt (sabuk batu) dimana pada daerah tersebut angka kejadian batu lebih tinggi dari daerah lain. Di daerah bantu, Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih. - Iklim dan temperatur - Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. - Diet Diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. - Pekerjaan Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
Adapun sumber makan dan minuman yang mengandung oksalat yang dapat mencetuskan batu pada orang-orang yang beresiko tinggi (2) : - Gula Bits - Cokelat - Kopi - Kacang - Kecambah - Bayam - Minuman cola - Makanan dari gandum
E.Patogenesis Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan di saluran kemih, tapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar (8) . Beberapa teori pembentukan batu :
1. Teori Nukleasi Batu terbentuk di dalam urin karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus). Partikel- partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih, supersaturasi di dalam air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk batu yang larut, tetapi juga oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan ph air kemih .
2. Teori Matriks Matriks organik terdiri atas serum/protein urin (albumin, globulin dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu, apabila terjadi dalam waktu yang lama endapan kristal batu akan terbentuk batu yang besar.
3. Penghambat Kristalisasi Urin normal mengandung zat penghambat pembentukan kristal, antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika salah satu atau beberap zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih .
F. Diagnosis Diagnosis nefrolitiasis/ureterolitiasis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya untuk menentukan adanya obstruksi traktus urinarius infeksi dan gangguan faal ginjal. (1,9) a. Anamnesis - Gejala klinis Nyeri Batu pada traktus urinarius bagian atas biasanya menyebabkan nyeri. Nyeri tersebut dapat berupa kolik renal ataupun non kolik renal. Kolik renal biasanya disebabkan oleh peregangan/stretching sistem colok tivus atau ureter dan nonkolik disebabkan oleh distensi kapsul renal. Kolik renal dikenali dengan rasa nyeri hebat dengan intensitas yang berubah-ubah dan biasanya di daerah pinggang atau kadang- kadang melalui ureter menyebar ke genitalia eksterna, perineum dan bagian dalam tungkai atas. Kolik ini disebabkan oleh tertutupnya seluruh/sebagian ureter, pielum atau kaliks dan paling banyak disebabkan oleh batu dalam ureter dan berasal dari ginjal. (5,9) Gejala kolik renal akut tergantung pada lokasi batu yaitu pada kaliks renal, pelvis renal, ureter bagian atas, tengah dan bawah. (7) - Kaliks Renal
Batu di kaliks renal dapat menyebabkan obstruksi dan kolik renal. Nyerinya terasa dalam dan tumpul di panggul atau pinggang dengan intensitas dari yang berat sampai ringan. - Pelvis Renal Batu di dalam pelvis renal dengan diameter lebih dari 1 cm umumnya menimbulkan obstruksi di ureteropelvic juction, menyebabkan nyeri yang hebat dicostovertebral daerah lateral sacrospinalis dan di bawah vertebra thoracalis 12. Nyeri dapat hebat sekali dan biasanya konstan, membosankan dan sulit diabaikan. Nyeri ini dapat menyebar ke abdominal kuadran atas secara ipsilateral. - Ureter Bagian Atas dan Tengah Batu di bagian atas atau tengah ureter menyebabkan nyeri yang lebih hebat/berat di costoverbral atau panggul dan bersifat intermitten sesuai tahapan penurunan batu di dalam ureter sehingga dapat menimbulkan obstruksi yang intermitten pula. Batu pada ureter bagian atas menyebabkan nyeri di daerah lumbal panggul, sedangkan batu pada ureter bagian bawah menyebabkan nyeri di bagian bawah abdomen. - Ureter Bagian Bawah Batu di ureter bagian distal menyebabkan nyeri yang menyebar ke paha bagian dalam atau testis pada laki-laki dan ke labia mayora pada wanita.
Nausea dan Vomitus Obstruksi dari tractus urinarius bagian atas sering diikuti dengan gejala gastrointestinal seperti nausea, vomitus dan distensi abdominal atau kembung. (7,10)
Hematuria Pemeriksaan urinalisis yang lengkap dapat membantu diagnosis urolithiasis dengan adanya hematuria, kristalluria dan dokumentasi pH urin. Namun urinalisis bisa normal meskipun ada banyak batu. (1,10)
Infeksi Batu struvit (magnesium ammonium phosphate) atau batu infeksi, umumnya merupakan kumpulan infeksi Proteus, Pseudomonas, Providencia, Klebsiella dan Staphylococcus. Bakteri uropatogenik dapat merubah peristaltik ureter oleh karena ekstosin dan endotosin yang diproduksinya yang menyebabkan nyeri. (7,10)
Demam Urolithiasis yang diikuti dengan demam merupakan keadaan relatif emergensi. Awasi tanda klinis dari sepsis yang lain yaitu takikardi, hipotensi dan vasodilatasi kulit.
(7,10)
b. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan rasa nyeri bila ditekan di daerah ginjal atau ureter yang bersangkutan. Ginjal biasanya tidak dapat diraba kecuali terjadi hidronefrosis, suhu badan agak naik dan peristaltik biasanya positif. (1,10)
c. Pemeriksaan Penunjang Radiologik Secara radiologik, batu ada yang radiolusen dan radioopak. Batu yang radiolusen umumnya adalah dari jenis asam urat murni yang pada foto dengan kontras menyebabkan adanya defek pengisian kontras pada tempat yang mengandung batu sehingga memberi gambaran pada daerah batu kosong tidak terisi kontras. Sedangkan batu yang radioopak biasanya dari kalsium oksalat/kalsium fosfat dengan foto polos sudah cukup untuk melihat adanya batu di traktus urinarius bila diambil foto dua arah. Pielografi retrograd dilakukan apabila ginjal yang mengandung batu sudah tidak berfungsi lagi. (1,9)
Laboratorium Urinalisis (analisis urin) disini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya zat-zat dalam keadaan biasa tidak terdapat dalam urin atau menunjukkan perubahan kadar zat yang dalam keadaan biasa terdapat dalam urin. Perubahan kadar zat yang terjadi dapat kita ukur dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Pada pemeriksaan urin kualitatif ditujukan dengan perubahan warna atau kekeruhan, untuk itu sebaiknya dipakai urin yang dikeluarkan pagi hari setelah bangun tidur. Sedangkan untuk pemeriksaan urin kuantitatif digunakan urin tampung 24 jam. Ini berguna untuk mencari kelainan urin yang dapat menunjang adanya batu di traktus urinarius (hematuria, kristalluria dan pH urin), menentukan fungsi ginjal dan menentukan sebab terjadinya batu. Urin harus diperiksa baik secara bakteriologik maupun kimiawi (kalsium asam urat, asam sistin dan asam oksalat) dan darah juga diperiksa kadar kalsium, fosfat dan asam urat. (8,9)
Foto Polos Abdomen Foto polos abdomen atau KUB (kidney ureter bladder) adalah foto skrinning untuk pemeriksaan kelainan kelainan urologi. Menurut blandy, cara pembacaan foto yang sistematis harus memperhatikan 4S yaitu : side (sisi), skeleton (tulang), soft tissue (jaringan lunak) dan stone (batu) : 1. side : di periksa apakah penempatan sisi kiri dan kanan sudah benar. Sisi kiri ditandai dengan adanya bayangan gas pada lambung sedangkan sisi kanan oleh bayangan hepar 2. skeleton : perhatikan tulang tulang vertebra, sakrum, kosta serta sendi sakro- iliaka. Adakah kelainan bentuk atau perubahan densitas tulang akibat dari suatu proses metastsis 3. soft tissue : perhatikan adanya pembesaran hepar, ginjal, buli buli akibat retensi urine atau tumor buli buli serta perhatikan bayangan garis psoas 4. stone : perhatikan bayangan adanya opak dalam sistem urinaria yaitu mulai dari ginjal ureter, hingga buli buli. Bedakan dengan kalsifikasi pembuluh darah dan feses yang mengeras (8)
Pemeriksaan Renogram Untuk menentukan faal setiap ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. (7)
USG Dapat dilakukan untuk semua jenis batu tergantung sifat radiolusen atau radiopak dan dapat ditentukan ruang dan lumen traktus urinarius serta dapat dipakai untuk menentukan batu selama tindakan operasi untuk mencegah tertinggalnya batu. (7,9)
BNO Pieolografi Intra Vena Pielografi intra vena atau intravenous pyelography atau dikenal dengan intra venous urography atau urografi adalah foto yang dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras radio-opak. Pencitraan ini dapat menunjukan adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal. Bahan yang biasa dipakai sebagai kontras adalah jodium 300mg/kg berat badan atau 1 ml/kgBB, teknik pelaksanaannya adalah pertama kali dibuat foto polos perut (sebagai kontrol). Setelah itu bahan kontras disuntikan secara IV dan dibuat foto serial berapa menit hingga satu jam dan foto setelah miksi. Jika terdapat keterlambatan fungi ginjal, pengambilan foto diulangi setelah jam ke 2, jam ke 6 atau jam ke 12 Pada menit pertama tampak kontras mengisi glomeruli dan tubuli ginjal sehingga terlihat pencitraan dari parenkim ginjal. Fase ini disebut sebagai fase nefrogram. Selanjutnya kontras akan mengisis sistem pelviklises pada fase pielogram Perlu diwaspadai bahwa pemberian bahan kontras secara intravena dapat menimbulkan reaksi alergi berupa urtikaria, syok anafilaktik, sampai timbulnya laringospasme. Di samping itu PIV tidak boleh dikerjakan pada pasien gagal ginjal, karena pada keadaan ini bahan kontras tidak dapat diekresi oleh ginjal dan menyebabkan kerusakan ginjal yang lebih parah karena bersifat nefrotoksik (8)
G. Komplikasi Beberapa komplikasi dari nefrrolitiasis : 1. Retensi urine 2. Hidroureter 3. Hidronefrosis 4. Abses ginjal 5. Pleonefrosis 6. Urosepsis 7. Gagal ginjal
H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan batu traktus urinarus harus tuntas, sehingga bukan hanya mengeluarkan batu saja tapi harus disertai dengan terapi penyembuhan penyakit batu atau disertai dengan terapi pencegahan. a. Konservatif Terapi konservatif pada nefroureterolithiasis meliputi terapi medik dan simptomatik, ini dilakukan apabila batu tidak memberi gangguan fungsi ginjal terutama batu ureter ukuran 4-5 mm yang dapat keluar spontan atau batu kaliks yang kecil tanpa infeksi tanpa obstruksi atau batu koral pada penderita usia lanjut/fungsi ginjal yang buruk. (1,9) Terapi medik hanya ditujukan pada pasien dengan penyakit metabolik yang aktif (pembentukan batu baru atau batu lama yang terus membesar). Adapun terapi simptomatik ditujukan pada nyeri kolik yang timbul yaitu dengan spasmolitik dan analgetika sentral dengan memperhatikan efek sampingnya yaitu mual dan muntah, diberikan intravena sewaktu kolik. (2,9,10)
b. Pelarutan Jenis batu yang dapat dilarutkan adalah jenis batu asam urat. Batu ini hanya terjadi pada keadaan pH air kemih yang asam (pH 6,2). Sehingga dengan pemberian bikarbonat natrikus dan disertai dengan makan alkalis, batu asam urat diharapkan dapat larut. Lebih baik bila dibantu dengan usaha menurunkan kadar asam urat airkemih dan darah dengan bantuan alopurinol, usaha ini cukup memberi hasil yang baik. (1,7,9) Batu struvit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesarannya bila diberi pengobatan dengan pengasaman air kemih dan pemberian antiurease. Bila terdapat kuman harus dibasmi, tetapi infeksi pada urolitiasis sukar dibasmi karena kuman berada di dalam batu yang tidak dapat dicapai oleh antibiotik. (1,9)
c. Operatif Indikasi pengeluaran batu saluran kemih yaitu : - Adanya obstruksi traktus urinarius - Infeksi traktus urinarius - Nyeri menetap atau berulang-ulang - Batu yang makin membesar - Menimbulkan kerusakan jaringan ginjal dan hematuria yang menetap Selama ini, tindakan pembedahan untuk pengangkatan batu membutuhkan waktu pemulihan yang lama yaitu sekitar 4 6 minggu. Sekarang penanganan untuk kasus tersebut sudah lebih maju dengan menawarkan beberapa pilihan tanpa harus melakukan tindakan pembedahan mayor. (2,8)
Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) ESWL merupakan prosedur yang paling sering digunakan untuk penanganan batu ginjal. Pada prosedur ini dilakukan gelombang kejut yang dibuat diluar tubuh kemudian melalui tubuh lewat kulit dan jaringan sampai ke permukaan batu. Batu dihancurkan menjadi partikel-partikel kecil yang mudah dikeluarkan bersama urin. Terdapat beberapa tipe rancangan ESWL. Tipe pertama pasien berbaring dalam bak air pada saat gelombang kejut akan ditransmisikan. Tipe lainnya menggunakan bantalan lembut dari tempat pasien berbaring. Sebagian besar alat menggunakan sinar X atau ultrasound untuk membantu ahli bedah untuk menunjukkan lokasi batu dengan tepat. Apapun tipe ESWL tetap membutuhkan anestesi. (2) Pada beberapa kasus, ESWL dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai memiliki batu. Waktu penyembuhan pendek dan pasien dapat memulai aktivitas normal kembali pada beberapa hari setelah ESWL. Komplikasi ESWL diantaranya banyak pasien mengalami hematuri pada beberapa hari setelah ESWL, memar dan sedikit perasaan tidak nyaman pada daerah pinggang atau perut tempat masuknya ESWL. Untuk meminimalkan komplikasi dokter biasanya menyarankan pasien untuk meminum obat anti koagulan selama beberapa minggu sebelum ESWL. Komplikasi lain dapat terjadi yaitu rasa tidak nyaman saat partikel batu yang hancur melewati tractus urinarius. Beberapa kasus dokter akan memasukan pipa untuk melakukan stenting melalui vesica urinaria ke ureter untuk mempermudah keluarnya partikel batu. Kadang-kadang dibutuhkan ESWL lebih dari satu kali untuk menghancurkan batu secara sempurna. (2)
Percutaneous Nephrolithotomy Prosedur ini dapat di rekomendasikan untuk pengangkatan batu. Tindakan ini dapat dilakukan pada batu dengan ukuran yang lebih besar atau lokasi yang tidak dapat dijangkau dengan ESWL. Pada prosedur ini dilakukan insisi pada daerah pinggang dan dibuat jalan menuju ke ginjal. Dengan alat yang disebut nephroscope, untuk menentukan lokasi dan mengangkat batu. Untuk batu yang lebih besar, dapat digunakan energy probe (ultrasounic or electrohydraulic) guna memecah batu menjadi bagian-bagian yang kecil. Secara umum pasien dirawat selama beberapa hari dan menggunakan nephrostomy disebelah kiri ginjal selama proses penyembuhan. Keuntungan tindakan ini dapat mengangkat fragmen batu secara alami tanpa mengganggu pasase ginjal. (2)
Ureteroscopic Walaupun beberapa batu ginjal di ureter dapat diterapi dengan ESWL, ureteroscopic dapat dilakukan untuk batu ureter yang terletak di tengah dan bawah. Pada prosedur ini tidak dibuat insisi tapi dengan memasukan sebuh alat fiberoptic yang kecil yang disebut ureteroscope melalui uretra dan vesica urinaria ke ureter. Setelah lokasi batu ditemukan dan dan dilakukan pengangkatan dengan sebuah alat seperti sangkar atau langsung dihancurkan dengan alat khusus yaitu suatu bentuk gelombang kejut. Sebuah pipa untuk stenting dapat di tinggal di ureter selama beberapa hari untuk membantu aliran urine selama penyembuhan. Sebelum fiberoptic membuat ureteroscope berfungsi, dokter melakukan ekstraksi dengan menggunakan metode blind basket. Tapi tehnik ini sudah ketinggalan jaman karena dapat merusak ureter. (2)
Bedah Terbuka Di klinik klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan tindakan endouurologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal dan uretrolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi pus, korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengekerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun (8)
d. Pencegahan Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7 % pertahun atau kurang lebih 50 % dalam 10 tahun. Pemeriksaan laboratorium urin dan darah dapat membantu, termasuk juga riwayat medis, pekerjaan dan pola makan. (2,8) Yang terpenting untuk mencegah terbentuknya batu adalah dengan banyak mengkonsumsi cairan dalam hal ini air putih adalah yang terbaik. Bila seseorang mempunyai kecenderungan untuk terbentuknya batu, maka dia harus mengkonsumsi cukup cairan yang sedikitnya akan memproduksi 2 liter urin/24 jam. (2,8,9) Penderita dengan batu Ca harus menghindari makanan yang mengandung susu dan makanan.minuman dengan kadar Ca yang tinggi. Sebaliknya menghindari makanan dengan tambahan vitamin D dan obat antisida yang mengandung Ca. Pasien yang menopause dapat diberi terapi estrogen pengganti untuk meningkatkan deposisi kalsium dan fosfat dalam tulang, pasien dengan idiopatik hipercalsiuria dapat diberikan diuretik Tiazid untuk mengurangi ekskresi kalsium dan efektif untuk mencegah rekurensi. Adapun pasien trauma harus secepatnya dilakukan mobilisasi untuk mencegah hiperkalsiuria. (2,8) Penderita dengan urin yang sangat asam harus mengurangi konsumsi daging, ikan dan makanan yang berasal dari ternak karena makanan tersebut dapat meningkatkan kadar keasaman urin. Untuk mencegah terbentuknya batu sistin, penderita harus meminum cukup cairan setiap hari untuk mendilusikan konsentrasi sistin dan dibuang lewat urin, yang mungkin sulit dikeluarkan. (2,8)
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, De jong W, Saluran Kemih dan alat kelamin laki dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997.
2. Anonym, Kidney stones in Adults, www. NIDDK.htm.
3. Anonym, nephrolithiasis, www. Medicine Net.Com.
4. Wilson L. M, Prosedur Diagnostik pada Penyakit Ginjal dalam Price S.A, dan Wilson L. M, Patofisiologi (terj.), Jilid II, Edisi 4, EGC, Jakarta, 2000.
5. Scott R, Deane R.F. and Callander R, Urolithiasis in Urology Illustrated, Second edition, Churchill Livingstone, Edinburgh London Melbourne and New York, 1982.
6. Manuputty D, Batu Traktus Urinarius dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, FKUI, 1995.
7. Stoller M.L, and Bolton D.M, Urinary Stone Disease in Tanagho E.A. and Mc Aninch J.W, Smiths General Urology, Fourteenth Edition, a Lange Medical Book, 1998.
8. Basuki P. B, Batu Saluran Kemih dalam Dasar-Dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta, 2000.
9. Scholtmeijer R.J, and Schroder F.H, Kolik Ginjal dalam Andrianto P. (ed.) Urologi untuk Praktek Umum (terj.), EGC, Jakarta, 1992.