Pembimbing / Tutor : Dr. drg. A. Haris Budi W., M.Kes., AP.
Disusun Oleh Kelompok 1 : 1.Anis Sevia P (G1G010005) 2.Bayu Vava V (G1G010007) 3.Anung Saptiwulan (G1G010011) 4.Dheny Ariestyani (G1G010013) 5.Adizti Lingtang (G1G010016) 6.Charmelita Clara (G1G010020) 7.Aggit Purwati (G1G010030) 8.Henry Fuji A (G1G010032) 9.Edvinna Pramudita (G1G010043) 10.Naila Marifat A (G1G010054)
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI PURWOKERTO 2011/2012 2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik kedokteran menurut UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran merupakan Praktik rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Hubungan antara pasien dan dokter adalah inspining verbintenis. Dokter hanya dapat berupaya sekuat tenaga untuk menyembuhkan pasien. Setiap tindakan dokter harus berlandaskan etika dan hukum sehingga akan terjadi keharmonisan dalam setiap tindakan medisnya. Etika dan hukum adalah hal yang tidak mungkin bisa dipisahkan dalam kehidupan masyarakat. Etika dan hukum merupakan hal yang muncul di masyarakat sebagai pedoman atau acuan yang mengatur dan mengontrol segala tindakan di masyarakat. Demikian pula halnya di dunia kedokteran, dalam menjalankan profesi sebagai seorang dokter tentunya harus ada alat yang dapat mengatur dan mengontrol segala tindakan yang dilakukannya agar tidak terjadi bentuk-bentuk pelanggaran hukum dan etika. Untuk itu maka seorang dokter haruslah mengetahui etika dan hukum dalam dunia kedokteran. Maraknya pemberitaan tentang dugaan kelalaian pelayanan medis dari waktu ke waktu, kian menarik untuk disimak. Hal tersebut dapat kita ketahui pada makin maraknya pengaduan demi pengaduan kasus malpraktik atas profesi dokter yang dianggap merugikan hak-hak pasien. Maka sebagai tenaga medis baik dokter maupun dokter gigi harus mengetahui kewajiban serta hak dokter maupun pasien agar dalam melakukan semua tundakan harus tepat dan sesuai standar pelayanan. Apabila terdapat kelalaian yang mungkin dapat terjadi maka seorang tenaga medis pun harus mengetahui dengan pasti seperti apa hokum yang berlaku terhadapnya agar tenaga medis tersebut tidak terjebak pada situasi yang dapat merugikannya.
3
1.2 Tujuan 1. Mengetahui hak dan kewajiban pasien 2. Mengetahui hak dan kewajiban dokter atau dokter gigi 3. Mengetahui undang-udang yang berlaku dalam praktik kedokteran 4. Mengetahui sanksi yang dapat diterima bagi dokter atau dokter gigi yang melanggar undang-undang tersebut
4
BAB II PEMBAHASAN STEP 1 ( Klarifikasi Istilah ) 1.Protusi : Gigi maju ke depan,rahang atas maju. 2.Fixed appliances orthodontie : pesawat ortodonti yang cekat 3.Culpa lata : pengumpulan barang bukti,penipuan,mal praktik 4.Wan prestasi : tersangka 5.Fixasi : perawatan setelah ortodonti,agar gigi tidak kembali ke bentuk semula.contohnya retainer fungsinya agar gigi tidak goyang. 6.Orthodonsi : ilmu untuk merapikan gigi selain itu untuk memberpaiki berfungsi gigi da estetika
STEP 2 ( Menguraikan Masalah ) 1. Apa saja hak dan kewajiban pasien ? 2. Apa saja hak dan kewajiban dokter? 3. Ketidak puasan pasien dengan kinerja dokter dilihat dari sisi hukum bagaimana? 4. Pasal apa saja yang dapat dikenakan terhadap dokter tersebut? 5. Hukum apa saja yang dapat dikenakan terhadap seorang dokter tersebut? 6. Pasal apa saja yang dapat di gunakan dokter untuk melakukan pembelaan? 5
STEP 3 ( Curah Pendapat ) 1. Hak dan kewajiban pasien adalah :
2. Hak dan kewajiban dokter adalah : NO HAK KEWAJIBAN 1 Mendapatkan informasi yang sedetail-detailnya dan sejujur- jujurnya dari pasien Membuat rekam medis pasien. 2. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melakukan tugasnya. Melakukan tindakan sesuai kondisi. Tidak berlebihan jika tidak diperlukan. 3 Menerima imbalan jasa Menjaga rahasia riwayat penyakit pasien 4 Melakukan tindakan medis sesuai dengan standart operasional procedure / NO HAK KEWAJIBAN 1 Menerima pelayanan medic dengan sebaik baiknya. Mengikuti anjuran dan saran dokter demi sembuhnya penyakit. 2 Menerima informasi tentang penyakit yang di keluhkan. Memberi informasi sejujur-jujurnya dan lengkap tentang apa yang sedang dirasakan. 3 Menolak tindakan yang tidak diinginkan. Mematuhi prosedur yang ada. 4 Mendapatkan rekam medis Memberikan imbalan jasa. 5 Memilih dokter / dokter gigi yang diinginkan
6 Menerima konsultasi dari dokter / dokter gigi yang lain.
7 Mengajukan keberatan atas pelayanan medis yang akan dilakukan.
6
(SOP) Memberitahu tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Pasien yang merasa tidak puas dengan kinerja dokter gigi spesialis orthodontia ditinjau dari pandangan hukum adalah sebagai berikut : a. Dokter gigi sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat gigi yang sudah dipasangi pesawat ortodonti fix untuk merapikan gigi yang dianggap maju kedepan (protusi) sehingga pasien menggugat dokter gigi tersebut untuk mempertanggung jawabkan kelalaian yang dilakukannya. b. Pasien merasa ditipu dikarenakan setelah dijanjikan 6 bulan perawatan orthodontia giginya akan mundur ternyata tidak dan ia ingin menggugat dokter gigi tersebut dengan tuduhan culpa lata dan wan prestasi. c. Dokter gigi dianggap salah dikarenakan sebagai dokter tidak memberikan informasi yang sangat jelas kepada pasien dan menjanjikan jangka waktu perawatan padahal kinerja dokter adalah inspanning verbitenis yaitu dokter hanya mengupayakan tidak bisa menjanjikan suatu kesembuhan. 4. Pasal-pasal yang dapat dikenakan terhadap dokter gigi tersebut dalam UUPK No 29 tahun 2004 adalah : a. Pasal 45 (1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. (3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup : a. diagnosis dan tata cara tindakan medis; b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. alternatif tindakan lain dan risikonya; d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan 7
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. (4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. (5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. (6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. b. Pasal 52 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d. menolak tindakan medis; dan e. mendapatkan isi rekam medis. c. Pasal 66 (1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. (2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat : a. identitas pengadu; b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan; dan alasan pengaduan. (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) 8
tidakmenghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdat ke pengadilan. d. Pasal 79 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang : a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1); b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e. 5. Hukum yang bisa mengenai sang dokter adalah a. Pencabutan surat izin praktek b. Hukuman penjara 1 tahun dan denda sebesar Rp.50.000.000,- 6. Pasal yang dapat digunakan sebagai pemembelaan oleh sang dokter adalah Pasal 50 undang-undang praktik kedokteran Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak : a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional; c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan d. menerima imbalan jasa.
STEP 4 ( Menganalisa Permasalahan Detail )
9
STEP 5 ( Merumuskan Tujuan Belajar Mandiri) 1. Apa yang disebut dengan protrusi? Dapatkah protrusi terjadi pada rahang bawah? 2. Apa yang dimaksud dengan culpa lata? 3. Apa yang dimaksud dengan wanprestasi? 4. Pasal apa saja yang dapat dikenakan pada dokter gigi tersebut? 5. Sanksi apa saja yang dapat dikenakan pada dokter gigi tersebut? 6. Pasal apa saja yang dapat digunkan dokter gigi tersebut untuk membela diri?
STEP 6 ( Belajar Mandiri )
STEP 7 ( Diskusi Hasil Belajar ) 1. Protusi Protusi merupakan kelainan gigi maupun rahang yang posisinya lebih maju ke depan dibandingkan dengan keadaan normal. Hal tersebut dapat terjadi pada rahang atas maupun rahang bawah. Protusi ini dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Dental : Protusi ini disebabkan oleh gigi yang maju ke depan b. Skeletal : Protusi ini disebabkan oleh rahang yang maju ke depan c. Dento skeletal : Protusi ini disebabkan oleh rahang dan gigi yang maju ke depan Protrusi dapat disebabkan oleh faktor keturunan, kebiasaan jelek seperti menghisap jari dan menghisap bibir bawah, mendorong lidah ke depan, kebiasaan menelan yang salah serta bernafas melalui mulut. 2. Culpa Lata Culpa lata merupakan kelalaian besar, sangat tidak berhati-hati dan sembrono. Kelalaian bukan merupakan suatu kejahatan jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cidera kepada orang lain dan orang tersebut dapat menerimanya. Tetapi jika sampai merugikan materi, mencelakakan bahkan sampai merenggut nyawa orang lain dapat diklasifikasikan sebagai culpa lata. Tolak ukur culpa lata adalah : a. Bertentangan dengan hukum b. Akibatnya dapat dibayangkan c. Akibatnya dapat dihindarkan d. Perbuatannya dapat dipersalahkan 10
Selain culpa lata terdapat tingkatan culpa lain. Tiga tingkatan culpa menurut Black tahun 1979, yaitu : 1. Culpa lata : sangat tidak berhati-hati, kesalahannya serius dan sembrono (gross fault or neglect) 2. Culpa levis : kesalahan biasa (ordinary fault or neglect) 3. Culpa levissima : merupakan kesalahan yang ringan (slight fault or neglect) Culpa lata berlaku dalam hukum pidana, sementara culpa levis dan culpa levissima tidak dapat dikenakan hukum pidana,akan tetapi dapat dikenakan hukum perdata dan hukum disiplin tenaga kesehatan. 3. Wan Prestasi adalah suatu kondisi dimana seseorang dituduh melakukan ingkar janji. Kondisi ingkar janji ini dimaksudkan berbagai pengertian yang bertumpu pada dasar dasar mekanisme ingkar janji. Seseorang dapat dikatakan wan prestasi jika : a. tidak melakukan apa apa yang diperjanjikan b. terlambat melakukan apa yang diperjanjikan c. memenuhi prestasi tapi melewati batas yang ditentukan d.memenuhi prestasi tapi tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan 4. Pasal yang berhubungan dengan kasus tersebut: 1) Pasal 58 ayat 1 UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. 2) Pasal 66 ayat (1) UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. 3) Pasal 52 no. UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; 11
d. menolak tindakan medis; dan e. mendapatkan isi rekam medis. 4) Pasal 49 ayat (1) UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya. 5) Pasal 45 UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. (3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup : a. diagnosis dan tata cara tindakan medis; b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. alternatif tindakan lain dan risikonya; d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. 6) KUH Perdata pasal 1365 (1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. (3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup : a. diagnosis dan tata cara tindakan medis; b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. alternatif tindakan lain dan risikonya; d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. (4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. (5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh 12
yang berhak memberikan persetujuan. (6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. 5. Dokter yang melakukan kelalaian dapat dikenakan sanksi disiplin sesuai dengan UU Praktik Kedokteran pasal 69, yaitu (1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter,dokter gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia. (2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. (3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa : a. pemberian peringatan tertulis b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi. (Black 1979 hal. 241) 6. pasal pasal yang dapat digunakan untuk pembelaan sang dokter adalah sebagai berikut : a. UU NO.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran : Pasal 39 Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan. Pembahasan : Pasal ini dapat digunakan untuk pembelaan karena,dalam pasal jelas berbunyi bahwa parktik kedokteran ini adalah sebuah upaya seorang dokter atau dokter gigi. Kata kata upaya dalam pasal ini juga berlandaskan pada Inspanningverbintennis yang berpengertian bahwa hal tersebut berdasarkan pada pengupayaan dan usaha yang maksimal. Pasal 50 13
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak : a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya dan d. Menerima imbalan jasa Pembahasan : Dalam kasus inimpoint point dari hak seorang dokter yang dapat dijadikan landasan untuk pembelaan adalah point a dan d seperti yang dimaksudkan dalam pasal 50 diatas. Pasal 53 Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,mempunyai kewajiban: a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatanya b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan dan d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima Pembahasan : Pada kasus ini point yang dapat dijadikan sebagai dasar pembelaan adalah point d yang dimana dimaksudkan bahwa seorang pasien berkewajiban memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang telah diterimanya. b. Pasal 310 ayat (1) KUHP Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal,yang dimaksudkan terang supaya hal itu diketahui umum,diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan dan denda paling banya empat ribu lma ratus rupiah. 14
Pembahsan : Pasal ini dapat dijadikan pembelaan karena,pasien melakukan tindak pencemaran nama baik yang sangat merugikan sang dokter. Karena sesungguhnya dokter hanyalah berupaya dan tidak murni melakukan culpa lata atau kelalaian.
15
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Seorang dokter atau dokter gigi yang baik adalah dokter atau dokter gigi yang dapat menjalankan kewajibannya sebagai dokter dengan baik sesuai dengan kode etik profesi serta hukum yang berlaku dan dapat menghormati hak-hak pasien. Seorang pasien pula seharusnya mengetahui hak dari dokter serta menjalankan kewajibannya sebagai partner bagi dokter untuk bersama-sama mengupayakan peningkatan kesehatan pada dirinya. Dalam kasus ini dokter telah melanggar beberapa kewajibannya yaitu kurang memberikan informasi lebih lanjut mengenai tindak medis yang akan dilakukan kedepannya. Tenaga medis juga harus mengetahui dengan pasti kode etik profesinya serta hokum yang berlaku pada profesinya agar dalam menjalankan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dapat memberikan hasil yang memuskan sesuai dengan standar pelayanan, kode etik profesinya dan tidak bertentangan dengan hokum agar tidak merugikan pasien ataupun merugikan dirinya sendiri.
16
DAFTAR PUSTAKA http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=pendahuluan+laporan+pelanggaran+prakt ik+kedokteran&source=web&cd=9&ved=0CGIQFjAI&url=http%3A%2F%2Fre pository.uii.ac.id%2F410%2FSK%2FI%2F0%2F00%2F000%2F000715%2Fuii- skripsi-05410044-nur%2520kholish%2520majid-05410044- NUR%2520KHOLISH%2520MAJID-7906070783- bab%25201.pdf&ei=ONEGT4G8HdDIrQephaHmDw&usg=AFQjCNGpgurQh WDx-S-COkgTYNFR-rmC5g, diakses Jumat 6 Januari 2012. Hanafiah, M Jusuf Sp.Og dan Amri Amir, Sp.F. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan edisi 4. EGC: Jakarta. UU RI Nomor 29 tahun 20044 tentang Praktik Kedokteran danUU RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2010. Kesindo Utama: Surabaya.