You are on page 1of 16

IMPLEMENTASI HUKUM ISLAM

DALAM HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA



MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Lingkungan

Pengampu: Dr. Hibnu Nugroho, SH., MH.




Oleh:
Azim Izzul Islami
(P2EA 13034)


PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2014



A. Judul
Implementasi Hukum Islam Dalam Hukum Lingkungan Indonesia

B. Pendahuluan
Salah satu bukti eksistensi dan kebesaran Tuhan adalah wujud alam semesta
beserta isinya, meliputi tanah, air, udara, tumbuhan dan juga manusia. Semua elemen ini
saling terkait dan memiliki fungsinya masing-masing. Berbagai penelitian ilmiah telah
dilakukan dalam rangka optimalisasi sumber daya alam untuk mempermudah kehidupan
manusia. Namun disayangkan, upaya optimalisasi sumber daya alam ini seringkali
berubah menjadi eksploitasi dan mengabaikan kelestarian alam hanya demi memenuhi
hasrat yang bersifat sementara.
Dalam upaya pencegahan dan penindakan terhadap kegiatan eksploitasi ini, maka
pemerintah melalui Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menunjukkan kepeduliannya terhadap kelestarian
lingkungan. Tidak hanya sampai di situ, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga turut
memperkuat pondasi hukum positif dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan. Fatwa
MUI tersebut antara lain Fatwa Nomor 22 Tahun 2011 Tertanggal 26 Mei 2011 Tentang
Pertambangan Ramah Lingkungan
1
dan Fatwa tentang Perlindungan Satwa Liar. Fatwa
Majelis Ulama Indonesia yang mendasarkan pemikirannya pada dalil nash syara (al-
Quran dan as-Sunnah) ini menjadi salah satu bukti komitmen agama dalam melestarikan
lingkungan.

C. Pokok Masalah
1. Bagaimana peran Hukum Islam dalam pemberdayaan Lingkungan?
2. Bagaimana penerapan nilai-nilai Hukum Islam dalam Undang-Undang No. 32 tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup?




1
http://muslimlife.com/referensi_muslim/mui_fatwa_terbaru, akses pada 5 mei 2014.
D. Pembahasan
Sebagai agama yang rahmat li al alamiin, Islam banyak mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia. Mulai dari aturan tentang hubungan manusia dengan Tuhan (akidah),
hubungan manusia dengan sesame manusia (muammalah) hingga hubungan manusia
dengan lingkungannya. Hubungan antara manusia dengan lingkungan dalam perspektif
agama ini biasa disebut sebagai Fiqh Lingkungan atau dalam Bahasa Arab disebut Fiqh
al-Biah . Fiqh lingkungan memang tidak sepopuler fiqh yang lain seperti fiqh jinayah,
fiqh siyasah, fiqh muammalah dan sebagainya. Hal ini disebabkan Fiqh al-Biah
merupakan konsep fiqh yang baru digagas, meskipun sebenarnya ide dan konsepnya telah
banyak tertuang dalam dalil-dalil nash. Salah seorang penggagasnya adalah Prof. KH. Ali
Yafie
2
dan KH. Sahal Mahfudz.
3

Istilah lingkungan (environment; bi`ah) mencakup keseluruhan kondisi dan hal-
hal yang bisa berpengaruh terhadap perkembangan hidup organisme. Ekosistem adalah
tatanan unsure lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan
hidup.
4
Ketergantungan antara organisme hidup dengan sumber-sumber hidupnya,
seperti air dan makanan, menentukan keberlangsungan keberadaannya. Oleh karena itu,

2
Prof. KH. Ali Yafie adalah ulama fiqh dan mantan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ia
adalah tokoh Nahdlatul Ulama, dan pernah menjabat sebagai pejabat sementara Rais Aam (1991-1992).
Saat ini, ia masih aktif sebagai pengasuh Pondok Pesantren Darul Dakwah Al Irsyad, Pare-Pare, Sulawesi
Selatan yang didirikannya tahun 1947, serta sebagai anggota dewan penasehat untuk Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI). Selain sebagai penggagas fiqh lingkungan, bersama KH. Sahal Mahfudz beliau
juga menggagas fiqh social, sebuah gagasan kontemporer dalam bidang hukum Islam yang memandang
hukum Islam dari aspek social.
3
Dr. KH. Sahal Mahfudz (alm.) adalah mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia. Sebelumnya
selama dua periode menjabat sebagai Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Kiai Sahal
adalah pemimpin Pesantren Maslakul Huda (PMH) sejak tahun 1963. Pesantren di Kajen Margoyoso (Pati,
Jawa Tengah) ini didirikan ayahnya, KH Mahfudh Salam, pada 1910. Selain itu Kiai Sahal juga pernah
menjabat sebagai rector Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU), Jepara, Jawa Tengah
4
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 1 ayat
(5).

lingkungan mencakup kesatuan yang saling terkait, baik lingkungan fisik berupa keadaan
alam, seperti air, udara, tanah, gunung, hutan, laut, dan sungai maupun organisme yang
hidup di dalamnya, seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan. Fiqih sering diartikan sebagai
pengetahuan tentang hukum-hukum syara yang praktis yang diambil dari dalil-dalil
terperinci objek sasarannya adalah manusia yang diberi kewajiban (mukallaf). Oleh
karena itu, manusia meskipun termasuk dalam pengertian bi`ah, tapi ia lebih tepat
disebut sebagai bagian dari lingkungan sosial dalam pola interaksi antarsesama yang
diatur dalam fiqh al-muamalah dan fiqh al-jar, sehingga tidak termasuk dalam pengertian
lingkungan di sini.
Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa manusia diberi kelebihan oleh Tuhan
dalam aspek akal. Tidak ada satupun makhluk Tuhan yang memiliki kesempurnaan
penciptaan selain manusia. Dengan akalnya manusia diberi beban oleh Allah sebagai
khalifah di muka bumi, sebagaimana firman Allah SWT:


^O)4 4~ CG4O gOj^UEUg O)E+)
gN~E} O) ^O- LOEO)UE= W
W-EO7~ NE^_` OgOg }4` O^NC
OgOg lgOEC4 47.4`g].- }^44
E)Ol=O+^ Eg;O4 +Eg-+^4 El W
4~ EO)E+) NU;N 4` 4pOUu> ^@
=^U44 4E1-47 47.E;-- E_^U7
gE)=O47 O>4N gOj^UE^-
4 O)+O7*):^ g7.Ec)
g7^E- p) +L7 4-g~g= ^@
W-O7~ ElE4E:c =Ug .4L )
4` .E44;^U4N W ElE^) =e^
N7)UE^- O1O4^- ^@g 4~
NE14*^4C _u)^
)j*.E;-) W .OU -4:^
)j*.E;-) 4~ ~ 7-
EO)E+) NU;N =U^OEN g4O4OO-
^O-4 NUu4 4` 4pl> 4`4
+47 4pON+'> ^@@
5

Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. mereka berkata:
Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui (30)
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar. (31) Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada
yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami;
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (32)
Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda
ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu,
Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya
Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu
lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?

Ayat ini memberikan penjelasan bahwa manusia diberi kelebihan akal. Berbeda
dengan malaikat yang hanya diciptakan untuk beribadah dan bertakwa. Dengan akalnya
ini manusia mampu menentukan sikap yang baik dan buruk, dengan akal ini pula manusia
diberi kemampuan untuk mempelajari dan mengembangkan potensi alam. Oleh sebab itu,
Tuhan memberikan mandat khalifah di muka bumi kepada manusia.
Permasalahan muncul ketika penggunaan akal dalam mengoptimalkan sumber
daya alam (SDA) tidak dibarengi dengan moral (akhlak). Munculnya eksploitasi dan
ketidak profesionalan dalam mengelola SDA yang mengakibatkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan disebabkan karena motif ekonomis semata. Dengan dalih
perkembangan ekonomi, mereka mengabaikan kelestarian lingkungan. Allah SWT
berfirman:


5
QS. Al-Baqarah: 30-33.
4 ) O - ~ g 1 _ > ^ O - W ) O
- O ^ ~ 7 O E - W ) ^ ^ E 4 ^ }
` N U ) O ]
6

Artinya : Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi[24]". mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan."
4OE_ 1=OE^- O) )OE^-
@O4l^-4 E) ;e4:=OE
OguC +EEL- _CONOg
4*u4 Og~-.- W-OUgE
_^UE 4pON_O4C
7

Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan
tangan manusai, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Dalam sebuah kaidah fiqh disebutkan bahwa:

8

Artinya: Menghindari mafsadat (kerugian) lebih diutamakan daripada mendatangkan
manfaat.

Kaidah fiqh tersebut mengamanatkan pada setiap mukallaf agar lebih
mendahulukan antisipasi terhadap kerugian daripada mendatangkan manfaat. Dalam
konteks hukum lingkungan, maka pencegahan kerusakan alam tentu harus menjadi
prioritas dan jangan sampai pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam ini
mendatangkan kerugian. Jadi jika seseorang dihadapkan pada dua pilihan antara

6
QS. Al-Baqarah : 11
7
QS. Ar-Ruum : 41
8
Samsul Maarif, Kaidah-Kaidah Fiqh. Bandung: Pustaka Ramadhan, 2005. Hlm. 29.
pengelolaan SDA untuk peningkatan ekonomi dengan merusak lingkungan dan
membiarkan (melestarikan) alam dengan tidak adanya peningkatan perekonomian, maka
yang harus didahulukan adalah pilihan yang ke dua, yakni menghindari mafsadat
(kerugian) yang lebih besar. Kerugian yang dimaksud adalah kerusakan alam dan
pencemaran lingkungan. Jadi dapat dikatakan bahwa perusakan dan pencemaran
lingkungan sebisa mungkin harus dihindari sebab hal itu merupakan larangan Tuhan,
sebagaimana firman Allah SWT:

4 W-O^> ) ^O-
Eu4 E_U;) +ONNu1-4
+OE= EC4 _ Ep) =e4uO4O
*.- _UC@O~ ;g)` 4-gLO^-
9

Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Selain perlindungan terhadap lingkungan, melalui dalil lain, Islam juga
memberikan amanat kepada mukallaf untuk melindungi kelestarian fauna (hewan). Sebab
berdasarkan asas hukum lingkungan dalam UU PPLH, perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup juga harus memperhatikan keanekaragaman hayati. Perusakan
lingkungan dan gangguan terhadap keanekaragaman hayati tentu akan berdampak pada
rusaknya ekosistem. Oleh sebab itu, fauna menjadi salah satu bagian dari lingkungan dan
harus mendapatkan perlindungan. Rasulullah SAW bersabda:



9
QS. Al- Araf : 56.


Artinya : "Dari Abu Hurairah, berkata; Rasulullah saw bersabda : suatu ketika seorang
laki-laki tengah berjalan di suatu jalanan, tiba-tiba terasa olehnya kehausan
yang amat sangat, maka turunlah ia ke dalam suatu sumur lalu minum.
Sesudah itu ia keluar dari sumur tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang dalam
keadaan haus pula sedang menjilat tanah, ketika itu orang tersebut berkata
kepada dirinya, demi Allah, anjing initelah menderita seperti apa yang ia
alami. Kemudian ia pun turun ke dalam sumur kemudian mengisikan air ke
dalam sepatunya, sepatu itu digigitnya. Setelah ia naik ke atas, ia pun segera
memberi minum kepada anjing yang tengah dalam kehausan iu. Lantaran
demikian, Tuhan mensyukuri dan mengampuni dosanya. Setelah Nabi saw,
menjelaskan hal ini, para sahabat bertanya: ya Rasulullah, apakah kami
memperoleh pahala dalam memberikan makanandan minuman kepada hewan-
hewan kami ?. Nabi menjawab : tiap-tiap manfaat yang diberikan kepada
hewan hidup, Tuhan memberi pahala. (HR. Bukhari dan Muslim)

Nilai-nilai Hukum Islam dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009
Melindungi dan melestarikan alam bukan hanya menjadi kewajiban negara
sebagai ulil amri. Agama jauh-jauh hari sudah memberikan amanat kepada manusia
agar menjaga kelestarian alam. Sebab kerusakan alam akan memberikan dampak negatif
terhadap kehidupan manusia, sebagaimana QS. Ar-Ruum : 41 menyebutkan pada kalimat
W-OUgEOg~-.- 4*u4 _CONOg yang
berarti Karena perbuatan tangan manusai, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan merekamengisyaratkan bahwa kerusakan yang
dibuat oleh manusia akan memberikan dampak negatif pada manusia itu sendiri.
Pemeliharaan kelestarian alam yang dilakukan oleh negara diatur melalui
Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Sedang perlindungan alam oleh agama dapat kita lihat dalam beberapa nash yang
telah penulis sebutkan di atas. Kedua aturan ini (aturan hukum positif dan hukum agama)
memiliki nilai-nilai yang mengalami kesamaan semangat dan tujuan, yakni pemeliharaan
alam. Beberapa nilai-nilai yang terkandung dalam UU PPLH yang sesuai dengan ajaran
hukum Islam antara lain:
1. Definisi dan Pembagian Hukum Lingkungan
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum.
10
Dari definisi yang diatur dalam UU PPLH ini dapat diketahui bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan tujuan pelestarian alam,
pencegahan pencemaran dan penindakan (penegakan hukum). Dalam kajian hukum
lingkungan, terdapat dua macam hukum lingkungan
11
:
a. Hukum Lingkungan Klasik
Yakni seperangkat ketentuan dan norma-norma dengan tujuan untuk
menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber daya lingkungan dengan
berbagai akal dan kepandaian manusia untuk mencapai hasil semaksimal
mungkin dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya.
b. Hukum Lingkungan Modern
Yaitu menetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindakan
perbuatan manusia yang bertujuan untuk melinfungi lingkungan dan
kemerosotan mutu untuk menjamin kelestariannya generasi sekarang dan
masa yang akan datang.

10
Hibnu Nugroho, Hukum Tata Lingkungan, Hand Out Mata Kuliah Hukum tata Lingkungan pada
Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Tahun 2014.
Hlm. 1
11
Ibid, hlm.2
Hukum lingkungan modern merupakan sebuah pemikiran progresif dan
futuristic dalam kajian hukum dan lingkungan, dimana hukum lingkungan
modern tidak hanya mengatur optimalisasi sumber daya, namun sudah mulai
memikirkan bagaimana agar optimalisasi tersebut tidak mengganggu
ekosistem dan merusak kelestarian lingkungan pada generasi sekarang dan
generasi mendatang. Konsep hukum lingkungan modern ini sesuai dengan
salah satu kaidah fiqhiyyah yang berbunyi:

12

Artinya: Menghindari mafsadat (kerugian) lebih diutamakan daripada
mendatangkan manfaat.

Artinya bahwa hukum lingkungan modern lebih menekankan pada aspek
perlindungan (pencegahan) dari kerugian-kerugian yang diakibatkan dari
eksploitasi sumber daya alam (SDA).

2. Asas-asas UU PPLH
13

Menurut UU PPLH, dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
memperhatikan asas-asas: Tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan,
keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan,
ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan lokal,
tata kelola pemerintahan yang baik dan otonomi daerah.
Berdasarkan asas-asas tersebut beberapa asas mempunyai kesamaan semangat dan
tujuan dengan syara (hukum Islam). Hal ini akan diuraikan sebagai berikut:
Pertama, bahwa tanggung jawab negara selaku ulil amri merupakan manifestasi
dari lafadz khalifah dalam QS. Al-Baqarah: 30 33. Artinya, pemerintah
menjadi wakil dari rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan yang di dalamnya

12
Samsul Maarif, Kaidah-Kaidah Fiqh. Bandung: Pustaka Ramadhan, 2005. Hlm. 29.
13
Asas-asas Perlindungan dan pengelolaan lingungan hidup dapat ditemukan pada pasal 2
Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlinfungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
termuat amanat Tuhan kepada mukallaf untuk melestarikan lingkungan. Kedua, asas
pencemar membayar memberikan sesuai dengan konsep dhaman
14
(ganti rugi) dalam
bentuk dhaman al-udwan dimana pihak yang menimbulkan kerugian pada orang lain
wajib mengganti kerugian tersebut. Ketiga, kelestarian dan keberlanjutan menjadi
asas UU PPLH yang sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi:


15

Artinya: ...Setiap manfaat pada hewan hidup, Tuhan memberi pahala...

Keempat, asas manfaat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sejalan
dengan konsep Maslahah ar-Mursalah
16
yang menjadi dalil dalam penetapan hukum
Islam, artinya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan dalam
rangka mendatangkan manfaat dan bukan pekerjaan yang sia-sia apalagi
mendatangkan mafsadat (kerugian/kerusakan).
3. Manfaat Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
17


14
Dhaman adalah penggantian ganti rugi. Ada 2 macam dhaman, yaitu: dhaman al-aqd (ganti rugi
karena mengingkari perjanjian) dan dhaman al-udwan (ganti rugi karena perbuatan yang merugikan orang
lain). Menurut al-Qurafi, dhaman bisa terjadi karena adanya tindakan yang dilakukan secara langsung oleh
pelaku (al-udwan bi al-mubsyir), kemudian karena perbuatannya tersebut mengakibatkan kerusakan (al-
tasabbub li al-itlf) pada harta benda misalnya. Singkatnya, sebab-sebab dhaman adalah al-mubasyir, al-
tasabbub, dan al-itlaf. (Ahmad Ibn Idris Al-Qurafi, al-Furuq fi Anwar al-Buruq fi Anwai al-Furuq,
Mansyurat Muhammad Ali Baidhun, Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, Cet. I, 1418 H/ 1998 M, hal. 2/250)
15
Shahih Targhib Wa Tarhib (954), hadis ini merupakan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari-
Muslim dan diriwayatkan pula oleh beberapa Rawi yang lain seperti: HR Ibnu Hibban (543), Ibnu Majah
(3686), Baihaqi (4/186), dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Arnaut, Al-Albani, dll.
16
Maslahah mursalah adalah suatu kemashlahatan dimana syarI tidak mensyariatkan suatu
hukum untuk mereaalisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pembatalannya.
Maslahat ini bersifat mutlak, karena ia tidak terikat oleh dalil yang memperbolehkannya dan tidak pula
terikat oleh dalil yang mengharamkannya. Sebagai contoh dari maslahah mursalah adanya kebolehan
mencetak mata uang dan pengadaan pidana penjara yang tidak diatur hukumnya di dalam hukum syari.
(Prof. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh hlm. 116)
17
Pasal 3 UU PPLH
Manfaat Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menurut pasal 3 UU
PPLH antara lain:
a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia;
h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi isu lingkungan global.
Jika kita cermati tujuan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup
menurut pasal 3 UU PPLH dapat ditemukan beberapa tujuan hukum PPLH yang
memiliki semangat yang sama dengan tujuan penetapan hukum Islam (Maqashid
as-Syariah)
18
. Semisal, tujuan keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia
sejalan dengan prinsip hifdz an-nafs (melindungi jiwa manusia). Bahkan menurut
KH. Sahal Mahfudz, upaya mencapai tujuan hukum Islam atau maqashid syariah
tidak bisa berjalan baik tanpa adanya lingkungan yang kondusif, lingkungan yang

18
Maqashid as-syariah adalah tujuan pembentukan hukum Islam yang terdiri dari tujuan primer
(maqashid ad-dharuriyat) , sekunder (maqashid al-hajiyyat)) dan tersier (maqashid at-tahsiniyyat). Tujuan
yang primer ini meliputi perlindungan terhadap agama (hifdz ad-din), perlidungan terhadap jiwa (hifdz an-
nafs), perlindungan terhadap keturunan (hifdz an-nashb), perlindungan terhadap akal (hifdz al aql) dan
perlindungan terhadap harta (hifdz al maal). Sedang tujuan sekunder (maqashid al hajiyyat) adalah sesuatu
yang dibutuhkan manusia untuk mencapai kepentingan manusia dalam mencapai hal-hal yang dharuriyat.
Dan yang terakhir tujuan tertier (maqashid at-tahsiniyyat) yang hanya digunakan dengan tujuan
melengkapi atau memperindah. (Lihat buku Makhrus Munajat, Studi Islam di Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2008. Hlm. 51-61)
aman, damai, kokoh, bersih, indah dan teratur
19
. Sehingga pada konteks ini
berlakulah kaidah fiqh:

Artinya: Sesuatu yang mengakibatkan kesempurnaan pada hal yang wajib, maka
hukumnya juga wajib.

Maksud dari kaidah di atas adalah bahwa sarana untuk mencapai hal yang
wajib maka hukumnya juga wajib. Sebagai contoh, wudhu pada dasarnya
sunnah hukumnya. Namun jika wudhu dilakukan sebelum melakukan shalat wajib
berubah hukumnya menjadi wajib dikarenakan shalat tidak sah jika tidak disertai
wudhu. Dalam konteks hukum lingkungan, bisa diartikan bahwa hukum
melakukan pengelolaan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup hukumnya
wajib dilaksanakan, sebab tujuan hukum lingkungan (salah satunya) adalah untuk
mencapai maqashid syariah dalam hal hifdz an-nafs (perlindungan jiwa).

Peran Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam
Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama
Indonesia atau LPLH & SDA MUI adalah suatu lembaga yang dibentuk Majelis Ulama
Indonesia pada tanggal 23 September 2010 berdasarkan Surat Keputusan Dewan
Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-485/MUI/IX/2010. LPLH & SDA MUI
dibentuk karena meningkatnya kesadaran umat muslim atas pentingnya pengelolaan
lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam yang baik dan dapat diterima oleh
masyarakat, pemerintah dan dunia usaha.
Kepentingan dasar perhatian MUI terhadap lingkungan hidup dan sumber daya
alam ialah tidak menjadikan rezeki Allah SWT diperlakukan secara sewenang-wenang
dan tidak membiarkan terjadinya kerusakan di muka bumi ini. Seberapa jauh Al Quran

19
13Jamal Mamur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahmudz (Antara Konsep dan Implementasi).
Surabaya: Khalista, 2007. Hlm. 115.
dan Al Hadits dapat dijadikan tuntunan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup
dan pemanfaatan sumber daya alam untuk mencapai kemaslahatan masyarakat luas.
Pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam pada saat ini
hanya bertumpu pada faktor keekonomian sebagai indikator utama. Sebagai bagian dari
masyarakat modern, persepsi umat muslim juga telah terpengaruhi sehingga menjauh dari
ajaran Islam yang menyatakan bahwa umat manusia sebagai khalifah di bumi (Quran
2:30) untuk melakukan kebaikan dan mencegah kerusakan di muka bumi. Tugas khalifah
ini akan dipertanggungjawabkan kepada Allah dikemudian hari (Quran 6:165).
Untuk itu perlu mengembalikan kepada ajaran Islam dalam pengelolaan
lingkingan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi tujuan diciptakan
manusia untuk ibadah dan muamalah. Keseimbangan antara kedua tujuan tersebut akan
menjadikan hubungan timbal balik yang selaras antara masyarakat (ummah) dan
lingkungan hidupnya.
20

Visi dari LPLH-SDA adalah mengembalikan kepada ajaran Islam dalam
pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam melalui pembinaan
umat Islam yang berkualitas tinggi (khaira Ummah) dan berakhlak mulia (akhlakul
karimah) sehingga terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan
kenegaraan yang baik, serta memperoleh ridlo dan ampunan Allah SWT (baldatun
thoyyibatun wa robbun ghofur). Sedang misi dari LPLH-SDA adalah meningkatkan
kualitas pemahaman dan pengamalan keislaman dalam pengelolaan lingkungan hidup
dan pemanfaatan sumber daya alam yang tercermin dalam tindakan dan perilaku
kehidupan sehari-hari yang mengacu kepada keseimbangan antara imtaq (iman dan
taqwa) dan ipteks (ilmu pengetahuan, teknologi dan seni).
21

Dalam tataran praktis, LPLH SDA memiliki agenda pendampingan terhadap
nelayan dan petani. Sosialisasi juga kerap dilakukan dalam rangka mengoptimalkan SDA
tanpa menyimpang dari aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh syara.


20
Dikutip dari http://lplh-sda.blogspot.com/2013/12/tentang-lplh-sda-mui.html, akses pada 6 Mei
2014.
21
Ibid.






E. Kesimpulan
1. Sebagai agama rahmah li al-alamiin Islam member kewajiban pada penganutnya
untuk menjalankan perintah agamanya, bukan hanya dalam bentuk hubungan antara
manusia dengan Tuhan (habl min Allah atau disebut akidah) dan hubungan antar
sesame manusia (habl min an-naas atau disebut muammalah) saja, namun Islam juga
mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Dalil-dalil yang
mengatur tentang hukum lingkungan itu antara lain terdiri dari dalil nash (al-Quran
dan Hadis), kaidah fiqhiyyah dan sumber hukum Islam seperti Maslahah mursalah.
2. Nilai-nilai hukum Islam dalam UU PPLH dapat kita temukan pada beberapa pasal,
antara lain: pertama, pasal 1 tentang definisi dan pembagian hukum lingkungan yang
memiliki persamaan persepsi dalam kajian fiqh al-Biah (fiqh lingkungan) yang
digagas oleh Prof. KH. Ali Yafie. Kedua, pasal 2 tentang asas-asas hukum
lingkungan, Dan yang ketiga, pasal 3 tentang tujuan perlindungan dan pengelolaan
lingungan hidup.

















DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Karim
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Al-Qurafi, Ahmad Ibn Idris, al-Furuq fi Anwar al-Buruq fi Anwai al-Furuq, Mansyurat
Muhammad Ali Baidhun. Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, 1418 H/ 1998 M
Asmani, Jamal Mamur, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahmudz (Antara Konsep dan
Implementasi). Surabaya: Khalista, 2007.
Dahlan, Abd. Rahman. Ushul Fiqh. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Khallaf, Prof. Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh. Alih bahasa: Drs. H. Moh. Zuhri Dipl.
TAFL dan Drs. Ahmad Qarib MA. Semarang: Dina Utama, 1994.
Maarif, Samsul, Kaidah-Kaidah Fiqh. Bandung: Pustaka Ramadhan, 2005.
Munajat, Makhrus, Studi Islam di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pesantren Nawesea
Press, 2008
Nugroho, Hibnu, Hukum Tata Lingkungan, Hand Out Mata Kuliah Hukum tata
Lingkungan pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto Tahun 2014.

Website dan lain-lain
http://muslimlife.com/referensi_muslim/mui_fatwa_terbaru, akses pada 5 mei 2014
http://lplh-sda.blogspot.com/2013/12/tentang-lplh-sda-mui.html, akses pada 6 Mei 2014.
Kamus Indonesia-Arab for Android v.1.11.2.. Pengembang: Ristekmuslim, 2012.

You might also like