You are on page 1of 19

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah S.W.T, Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan referat Kegawatdaruratan
Kardiologi Pada Anak sebagai tugas kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arjawinangun.
Tidak lupa shalawat serta salam saya panjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, izinkan saya selaku penulis untuk mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami untuk menyelesaikan referat ini. Terima kasih
kepada dr. Dani Kurnia, Sp.A selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam
membimbing dan memberi masukan masukan kepada penulis mengenai laporan referat ini, dan
kepada dr. Bambang Suharto, Sp.A, MH.Kes, dr Isyanto , Sp.A yang turut membantu dan
membimbing penulis, dan juga kepada seluruh doktet, staf bagian anak, orang tua kami yang
telah mendukung secara moril maupun materil demi terwujudnya cita cita kami, dan teman
teman koas lainnya yang turut membantu penyusunan selama kepaniteraan di bagian Ilmu
Kesehatan Anak. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang sebesar besarnya atas bantuan
yang telah diberikan selama ini.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan referat ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu kami mengharapkan saran serta kritik yang dapat membangun. Semoga referat
ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua baik sekarang maupun di hari yang akan
dating. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Arjawinangun, Mei 2014



Penulis


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ii
I. BAB I Pendahuluan.. 1
II. BAB II
TinjauanPustaka... 9

DAFTAR PUSTAKA 26
















BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Pada orang dewasa , penyakit jantung sering kali terjadi dan sebagian besar penyebab
serangan jantung akibat penyakit arteri koroner aterosklerotik. Namun, kematian jantung pada
anak-anak jarang terjadi dan penyebabnya berbeda-beda tergantung pada usia anak . Untuk bayi
kurang dari satu tahun , penyakit jantung bawaan tergantung duktal adalah penyebab paling
umum , dan setelah tahun pertama dan menjadi kondisi jantung masa dewasa awal yang
diperoleh , seperti miokarditis , kardiomiopati dan diseksi aorta pada pasien dengan sindrom
Marfan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menguraikan keadaan darurat jantung pada populasi
anak. Keadaan darurat jantung anak dengan demikian sangat penting bagi kita untuk memiliki
pengetahuan tentang presentasi beragam penyakit jantung dalam rangka meningkatkan
kemungkinan memberikan terapi awal yang tepat dan rujukan pada kegawat daruratan kardiologi
anak.

I.2 Tujuan
1. Tujuan penulisan referat ini antara lain untuk mengetahui definisi, etiologi, patogenesis,
gambaran klinis, diagnosis dan penatalaksanaan kegawat daruratan kardiologi pada anak
2. Memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Arjawinangun



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kegawat Daruratan Kardiologi Pada Anak terdiri dari 6 penyakit menurut Pediatric
Emergencies yaitu :
- Supraventrikular Takikardi.
- Serangan Sianotik
- Gagal Jantung.
- Sinkop.
- Penyakit Kawasaki.
- Miokarditis dan Perikarditis.

I. Supraventikular Takikardi
Anak anak seringkali menderita aritmia jantung yang tidak bermakna secara klinis. Sinu
aritmia merupakan contoh yang paling sering dijumpai. Namun, sebagian aritmia member gejala
yang merupakan akibat langsung kelainan irama jantung.
Kelainan ini merupakan irama yang cepat dan teratur dengan frekuensi 240 sampai 300 kali
per menit. Kelainan ini akibat impuls yang berasal dari nodus atrioventrikuler masuk kembali ke
atrium melalui jalur aksesoris sehingga merangsan nodus atriventrikuler lebih dini. Karena
frekuensi jantung demikian cepat, pengisian ventrikel fase diastolic terganggu dan timbul gagal
jantung. Makin muda umur penderita, takikardi makin kurang dapat di toleransi dan gagal
jantung terjadi makin dini. Takikardi ini bersifat paroksismal dan sering berulang. Sekitar
seperempat anak yang mengalami gangguan ini mempunyai kelainan jantung yang
mendasarinya, naik bawaan ataupun yang didapat.
Gejala Klinis
Takikardi paroksismal mungkin diketahui sejak dalam kandungan atau dapat terjadi
setiap saat pada masa bayi, kanak - kanak atau dewasa. Karena frekuensi jantung tiba tiba
menjadi cepat, bayi dapat tampak pucat, mulai bernapas cepat, dan muntah. Setelah beberapa
jam, timbul gejala gagal jantung dan dapat terjadi kematian jika pengobatan tidak diberikan.
Anak yang lebih besar biasanya dapat mengenali awitan takikardi dan menjelaskan palpitasi.
Serangan takikari mungkin terjadi spontan atau dapat dicetuskan oleh sakit. Kembalinya irama
jantung ke irama sinus menimbulkan dieresis.



Pemeriksaan fisik
Anak yang menderita kelainan ini tampak pucat, tetapi mungkin juga tampak sehat. Bayi
mungkin menunjukkan tanda gagal jantung yang nyata. Nadi sangat cepat, teratur dan lemah.
Nadi tidak melambat secara bertahap ketika sinus karotikus atau bola mata ditekan.
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram menunjukkan frekuensi jantung lebih dari 240 kali per menit.
Gelombang P mungkin ada, abnormal atau tidak ada, sedangkan kompleks QRS normal. Antara
dua serangan, elektrokardiogram memperlihatkan irama sinus yang normal. Sejumlah anak
menunjukkan sindrom Wolff Parkinson White, suatu kelainan elektrokardiografi berupa
interval P R yang pendek dan awal kompleks QRS yang menurun.

Pengobatan
Pada beberapa kasus, serangan dapat dihentikan dengan stimulasi vagus. Pada bayi,
stimulasi ini dapat dilakukan dengan menimbulkan reflex menyelam dengan cara wajah bayi
dibenamkan ke dalam air es selama beberapa detik. Pada anak dapat dicoba meneran ( Manuver
Valsava), pemijatan sinus karotikus atau penekanan bola mata. Jika usaha ini gagal, digunakan
obat anti aritmia, yaitu adenosine atau flecainide pada bayi, verapamil pada anak yang lebih
besar. Digitalisasi seringkali efektif tetapi lambat. Pada keadaan darurat munkin diperlukan DC
Shock. Serangan berulang dapat dicegah atau ditekan dengan pemberian digoxin atau obat
penghambat adrenoreseptor beta secara teratur.





II. Serangan Sianotik
Uraian
Serangan Sianotik (cyanotic spells, hypoxic spell, tet spell) merupakan kegawatan yang
sering ditemukan pada bayi dan anak yang menderita penyakit jantung bawaan sianotik. Ini
biasanya terjadi pada bayi usia 2 4 bulan, namun tidak jarang ditemukan pada umur 6 12
bulan. Keadaan ini sangat berbahaya dan dapat berakibat fatal, sehingga diperlukan pengenalan
klinis dan tatalaksana yang cepat dan tepat.
Pada tetralogi Fallot serangan sianotik dianggap merupakan akibat spasme infundibulum
pada ventrikel kanan, sehingga pirau dari kanan ke kiri meningkat dan terjadi asidosis metabolic.
Namun serangan sianotik dapat pula terjadi pada kasus PJB tanpa infundibulum, seperti atresia
pulmonal atau atresia tricuspid. Karena itu perubahan keseimbangan vascular bed sirkulasi
pulmonal dan sistemik dianggap merupakan salah satu sebab terjadinya serangan ini.
Gejala dan Tanda klinis
- Anak rewel dan gelisah, menangis lama
- Sianosis bertambah
- Sesak nafas (cepat dan dalam)
- Bising jantung melemah
- Pada serangan sianotik yang berat dapat terjadi kesadaran menurun, kejang, gangguan
serebrovaskular, bahkan kematian.
Tatalaksana
Tatalaksana serangan sianotik terumata ditujukan untuk memutuskan mata rantai
patofisiologi terjadinya serangan sianotik.
- Posisi lutut ke dada ( knee chest position). Dengan posisi ini maka aliran darah ke paru
akan meningkat karena peningkatan afterload aorta akibat penekanan a. Femoralis.
- Morfin Sulfat 0,1 0.2 mg/kg SC, IM, IV untuk menekan pusat pernapasan dan
mengatasi takipne. Pemberian awal lebih mudah melalui subkutan.
- Berikan Bikarbonat Natrikus 1 mEq/kg IV untuk mengatasi asidosis metabolic.
- Oksigen dapat diberikan, namun tidak banyak berpengaruh karena masalah utamanya
bukan kekurangan oksigen melainkan penurunan aliran darah ke paru.
- Propanolol 0,02 mg/kg IV test dose, dilanjutkan 0,1 mg/kg dalam 10 menit, dapat diulang
1 3 kali jika diperlukan.



Langkah selanjutnya setelah spell dapat diatasi adalah :
Medis
- Propanolol oral 2 4 mg/kg/hari untuk mencegah serangan ulang sementara menunggu
terapi bedah.
- Deteksi dan terapi anemia relative
- Hindari dehidrasi, jaga kesehatan mulut untuk mencegah terjadinya endokarditis.
Bedah
Tindakan bedah paliatif (Blalock Taussig shunt ) dilakukan pada bayi kecil untuk
memperbaiki sirkulasi pulmonal. Setelah pembuluh darah arteri cukup setelah beberapa waktu
maka dilakukan tindakan bedah definitive.

















III. Gagal Jantung
Uraian
Gagal jantung pada bayi dan anak adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh
ketidakmampuan miokardium memompa darah ke seluruh tubuh untuk emeuhi kebutuhan
metabolism tubuh termasuk kebutuhan untuk pertumbuhan. Gagal jantung dapat disebabkan oleh
penyakit jantung bawaan maupun didapat yang diakibatkan oleh beban volume (preload) atau
beban tekanan (afterload) yang berlebih, atau oleh insufiensi miokard. Penyebab lain : takikardi
supraventrikular, blok jantung komplet, anemia berat, kor pulmonale akut.
Gejala dan Tanda Klinis
- Sesak napas
- Bayi : kesulitan minum, bengkak pada kelopak mata/sacrum
- Anak : bengkak pada tungkai
- Kronik : gangguan pertumbuhan dan perkembangan
- Penurunan toleransi latihan
- Keringat berlebihan di dahi.
Pemeriksaan Fisis
Tanda gangguan miokard
- Takikardi : laju jantung > 160/menit pada bayi dan > 100/menit pada anak (saat diam).
Jika laju jantung > 200/menit perlu dicurigai ada takikardi supraventrikular.
- Kardiomegali pada pemeriksaan fisis dan atau foto toraks.
- Peningkatan tonus simpatis : berkeringat, gangguan pertumbuhan.
- Irama derap (Gallop)
Tanda kongesti vena paru (gagal jantung kiri)
- Takipne
- Sesak napas, terutama saat aktivitas
- Ortopne
- Mengi atau ronki
- Batuk
Tanda kongesti vena sistemik (gagal jantung kanan)
- Hepatomegali : kenyal dan tepi tumpul
- Peningkatan tekanan vena jugularis
- Edema perifer.

Pemeriksaan penunjang
- Darah rutin
- Foto toraks
- EKG
- Ekokardiografi
- Elektrolit
- Analisis gas darah
Tatalaksana
Tujuan akhir adalah memulihkan fungsi jantung dengan memperhatikan derajat gagal
jantung, factor penyebab, pencetus, serta penyait atau kondisi lain yang mempengaruhi.
Umum
- Oksigen
- Tirah baring, posisi setengah duduk, sedasi kadang diperlukan : fenobarbital 2 3
mg/kg/dosis tiap 8 jam selama 1 2 hari.
- Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
- Retriksi garam jangan terlalu ketat, pada anak garam < 0.5 g/ hari
- Timbang berat badan tiap hari.
- Hilangkan factor yang memperberat : atasi demam, anemia, infeksi jika ada.
Medikamentosa
Inotropik
Digoksin :
- Lakukan EKG sebelum pemberian digoksin
- Jika mungkin periksa kadar Kalium karena kadar hipokalemia mempermudah terjadinya
toksisitas digoksin.

Usia Dosis digitalisasi total
(microgram/kg)
Dosis rumat
(microgram/kg/hari)
Prematur 20 5
Bayi < 30 hari 30 8
Usia < 2 tahun 40 50 10 12
Usia > 2 tahun 30 40 8 10

- Digoksin dapat diberikan IV dengan dosis 75% dosis oral.
- Pemberian IM tidak dianjurkan.
- Digitalisasi diberikan dengan cara :
o Dosis awal dosis digitalisasi total.
o 8 jam kemudian dosis digitalisasi total, sisanya 8 jam kemudian.
o Dosis rumat diberikan 12 jam setelah dosis digitalisasi selesai.
o Pada gagal jantung ringan : langsung dosis rumat.

Tanda tanda intoksikasi digitalis :
- Pemanjangan PR interval pada EKG
- Bradikardi sinus atau blok pada sinoatrial.
- Takikardia supraventrikuler.
- Aritmia ventricular.
Dopamin
- Inotropik dengan efek vasodilatasi renal dan takikardia.
- Dosis 5 10 mg/kg/menit secara IV drip
Dobutamin
- Inotropik tanpa efe vasodilatasi renal atau takikardia
- Dosis 5 8 mg/kgBB/ menit secara IV drip
- Dobutamin dan dobutamin dapat diberi bersamaan dalam dosis rendah.
Diuretik
- Furosemid :
Dosis : 1 2 mg/kgBB/hari
Dapat menimbulkan hipokalemia
Spironolakton : dosis 1 3 mg/kg BB
- Obat yang menurunkan afterload.
Kaptopril
- Diberikan pada gagal jantung akibat beban volume, kardiomiopati, insufiensi mitral atau
aorta berat, pirau dari kiri ke kanan yang besar.
- Dosis 0.3 0.6 mg/kg/hari dibagi 2 3 dosis
- Bersifat retensi kalium
- Dianjurkan untuk tidak diberikan bersamaan dengan diuretic yang bersifat menahan
kalium.

Tindakan Bedah
Tergantung penyebab.
Terapi Suportif
Perbaikan penyakit penyerta.





















IV. Sinkop
Kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh yang tiba tiba dan bersifat sementara,
dengan konsekuensi terjadi pemulihan spontan. Kehilangan kesdaran tersebut terjadi akibat
penurunan aliran darah ke otak( hipoperfusi serebral).
Otak memiliki beberapa bagian, termasuk dua belahan otak, otak kecil, dan batang otak. Otak
membutuhkan aliran darah untuk menyediakan oksigen dan glukosa ke sel-selnya. Agar tubuh
tetap sadar, sebuah area yang dikenal sebagai sistem pengaktif retikuler yang terletak di batang
otak harus hidup, dan setidaknya satu belahan otak harus berfungsi. Pingsan terjadi bila sistem
pengaktif retikuler atau kedua belahan otak kekurangan darah, oksigen, atau glukosa.
Etiologi
Kegiatan sebelum sinkop dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab gejala.sinkop
dapat terjadi pada saat istirahat, dengan perubahan postur, pada saat menggunakan tenaga,
setelah latihan,atau dengan situasi tertentu seperti batuk, atau berdiri lama. secara garis
besar,penyebab sinkop dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok yaitu kardiak, vasovagal,
neurologi, dan sinkop yang tidak diketahui penyebabnya. Penyebab jantung termasuk iskemia
dan aritmia. Vasovagal disebabkan ortostatik, obat obatan, sinkop batuk, sinkop berkemih, dan
situasional sinkop. Neurologis termasuk sinkop karena stroke, transien iskemia attack, dan
kejang.

Dengan mengetahui evaluasi sinkop di unit gawat darurat atau mengobservasi dapat
mengetahui kebutuhan yang berisiko untuk prognosis buruk dan mengurangi tingkat masuk
kerumah sakit. Dalam mengevaluasi sinkop, adanya penyakit jantung (penyakit arteri koronner,
gagal jantung kongestif, kelainan katup, dan kongenital) sebagai faktor yang penting untuk
prediksi resiko kematian.

Penegakan Diagnostik

Mengetahui penyebab pasti dari sinkop sering kali merupakan sesuatu keadaan yang sulit.
Hal ini disebabkan oleh karena kejadian sinkop terjadi secara sporadis dan jarang.

Anamnesa

Penting sekali diketahui riwayat kejadian disaat saat sebelum terjadinya sinkop tersebut
untuk menentukan penyebab sinkopserta menyingkirkan diagnosa banding yang ada. Selain itu
dapat menjadi petunjuk dalam mengevaluasi pasien.
Gambaran klinis yang muncul pada tiap pasien sangat penting untuk mengetahui
faktoryang dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya sinkop beserta akibatnya..

Pertanyaan pertanyaan pada anamnesis pasien dengan sinkop
PERTANYAAN SEPUAR KEADAAN SAAT SEBELUM SERANGAN
Posisi (duduk, terlentang, berdiri)
Aktivitas ( istirahat, perubahan posisi, sedang atau habis melakukan latihan fisik, sedang
atau sesaat setelah berkemih, buang air besar, bauk, atau menelan)
Faktor faktor predisposisi ( misalnya empat ramai atau panas, berdiri dalam waktu
lama, saat setelah makan) dan faktor yang memberatkan ( misalnya ketakutan, nyeri
hebat, pergerakan leher).
PERTANYAAN MENGENAI SAAT TERJADINYA SERANGAN
Mual, muntah, rasa tidak enak di perut, rasa dingin berkeringat, aura, nyeri pada leher
atau bahu, penglihatan kabur
PERTANYAAN MENGENAI SERANGAN YANG TERJADI ( SAKSI MATA)
Bagaimana seseorang itu jatuh ( merosot atau berlutut)
Warna kulit ( pucat, sianosis, kemerahan), lamanya hilang kesadaran
Jenis pernafasan (mengorok), pergerakan ( tonik, klonik, tonik- klonik ata minimal
mioklonus, otomatisasi) dan lama terjadinya.
Jarak antara imbulnya pergerakan pergerakan tersebut dengan kejadian jatuh, lidah
tergigit.
PERTANYAAN MENGENAI LATARBELAKANG
Riwayat keluarga dengan kematia mendadak, penyakit jantung aritmogenik kongenital,
atau pingsan.
Riwayat penyakit jantung sebelumnya
Riwayat kelainan neurologis (parkinsonisme, epilepsi, narkolepsi)
Gangguan metabolik ( dabetes melitus)
Obat obatan ( antihipertensi, antiangina, anidepresan, antiaritmia, diuretika, dan obat
obatan yang membuat QT memanjang)
(bila terjadi sinkop berulang) keterangan mengenai berulangnya sinkop misalnya waktu
dari saat episode sinkop pertama dan jumlah rekurensi yang terjadi.

Beberapa penyebab terjadinya kehilangan kesadaran yang paling sering ditemukan antara lain:
1. Serangan stokes adam misalnya, keadaan asisitol sementara atau fibrilasi ventrikel pada
blok atrioventrikular.
2. Aritmia jantun lain
3. Kejang (petit mal pada epilepsi)
Kemungkinan hal hal tersebut diatas erupakan penyebabnya harus dipikirkan apabila
kehilagan kesadaran tersebut terjadi tiba tiba dan lamanya berkisar antara 1 sampai 2 detik.

PEMERIKSAAN FISIK

Gambaran klinis dan tampilan pasien sangat penting diketahui. Pemeriksaan
pemeriksaan yang meliputi tanda tanda kardiovaskular, pemeriksaan neurologis serta gejala
gekjala seperti hipotensi ortostatis harus dilakukan pada pasien sinkop. (tabel 2)

Rekomendasi kelas 1 untuk diagnosis berdasarkan evaluasi awal ( anamnesis, pemeriksaan
fisis, pengukuran tekanan darah ortostatik dan elektrokardiogram, maka diagnosis penyebab
sinkop pada keadaan keadaan:
Sinkop vasovagal : bila terjadi kejadian yang memberatkan seperti rasa takut, nyeri hebat,
stres emosi, bediri lama yang timul dengan ejala prodroml tipikal.
Sinkop situasional : bila sinkop terjadi selama atau segera setelah berkemih, defekasi,
batuk, atau mengunyah.
Sinkop ortostatik : bila diketahui terdapat hipotensi ortostatik dan berhubungan dengan
kejadian sinkop dan presinkop. Pengukuran tekanan darah ortostatik dilakukan seteah
pasien berbaring telentang selama 5 menit. Pengukuran diteruskan setelah 1 atau 3 menit
berdiri dan tetap diteruskan pengukurannya bila tekanan darah masih menurun dalam 3
menit. Bila pasien tdak dapat berdiri lama, tekanan darah sistolik terendah selma posisi
tegak harus direkam. Penurunan tekanan darah sistolik > atau sama dengan 20 mmhg atau
penurunan tekanan darah sistolik sampai 90 mmmhg dapat didefinisikan sebagai
hipotensi ortostatik, terlepas dar ada atau tidaknya gejala yang menyertai.
Sinkop akibat aritmia : diliha dari gambaran EKG
Sinus bradikardia < 40 kali/menit atau blok sinoatrial berulang atau henti sinus > 3
deik.
Mobitz II. Blok AV derrajat 2 atau3
Blok berkas cabang kanan dan kiri bergantian.
Takikardia suprventikularparoksimal dengan laju ventrikel cepat
Mal fungsi pacu jantung dengn henti irama.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Rutin

Pemeriksaan elektrolit, enzim jantung, kadar gula darah, dan hematrokit memiliki
diagnostik yang rendah, sehingga tidak direkomendasikan untuk pasien sinkop kecuali terdapat
indikasi tertentu dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik. Misalnya kadar gula darah apakah
pasien terjadi hipoglikemia atau tidak dan kadar hematrokritkemungkinan perdarahan dan lain
lain.pada sindrom QT emanjang keadaan hipokalemia dan hipomagnesia.



Pemeriksaan Elektrokardiografi

Rekaman elektrokardiografi 12 sadapan haus dilkukan pada pasien sinkop. Walapun
tidak banyak informasi yang dapat diperoleh apabila sinkop tersebut disebabkan keadaan non-
kardiak. Hal ini sangat berguna untuk menunjukkan kemungkinan kecil penyebab sinkop berasal
dari kelainan kardiak, yang berhubungan dengan prognosis yang lebih baik..


Gambaran abnormalitas EKG yang menunjukkan sinkop akibat Aritmia
Blok bifasikuler ( didefinisikan sebagai blok berkas cabang kiri atau blok berkas cabang
kanan atau blok fasikular posterior kiri)
Kelainan konsuksi intraventrikular lain (durasi QRS > sama dengan 0,12 detik
Blok atrioventrikular derajat dua mobitz I
Bradikardia sinus asimtomatik ( < 50 derajat per menit), atau blok sinoatrial
Kompleks QRS praeksitasi
Interval QT memanjang
Pola blok berkas cabang kanan dengan elevasi ST pada sadapan v1 v3 (sindrom
brugada)
Gelombang T negatif pada sadap prakordial kanan,gelombang epsilon, an keambatan
ventrikular yang bepotensi pada dugaan dispasia ventrikular kanan aritmogenik.
Gelombang Q diduga infark miokard.

Pemeriksaan Ekokardiografi

Pemeriksaan uji penapisan untuk deteksi penyakit jantung padapasien dengan sinkop.

Pemeriksaan Elektrofisiologi

Untuk indikasi rekomendasi dilakukannya studi elektrofisiologi invasif bila pada evaluasi
awal dicurigai sikop terjadi disebabkan oleh aritmia ( pasien dengan abnormalitas EKG, terdapat
penyakit struktur jantung atau sinkop yang berhubungan dengan palpitasi atau pasien denga
riwayat kematian menddak pada keluarga).

Pemeriksaan Pemijatan pada Sinus Karotis

Suatu teknik dengan melakukan tekanan secara hlus pada sinus karotis untuk mendiagnosis
hipersensitivitas sinus karotis. Bila hasil yang itemukan;
- Terjadi asistol selama lebih dari 3 detik berarti : terjadi respon kardioinhibisi.
- Terjadi penurunan tekanan darah sistolik 50 mmhg berarti : terjadi respon vasodepresor








Penyakit Kawasaki
Uraian
Penyakit Kawasaki juga dikenal sebagai mucocutaneus lymph nodes syndrome. Penyakit
ini belum diketahui etiologinya dan terutama menyerang balita. Komplikasi yang ditakutkan
adalah dilatasi atau aneurisme arteri koroner yang dapat terjadi pada sekitar 25% pasien dengan
segala konsekuensinya seperti thrombosis arteri korener, stenosis arteri koroner dan infark
miokard yang berakibat fatal.
Gejala dan Tanda Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis semata. Belum ada pemeriksaan yang
dapat memastikan diagnosis. Berbagai pemeriksaan penunjang dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis.
Secara klinis terdapat 6 kriteria diagnostic :
- Demam remitten dapat mencapai dan berlangsung hari atau lebih.
- Injeksi konjungtiva bilateral, tanpa eksudat.
- Kelainan di mulut dan bibir : lidah strawberry, rongga mulut merah difus, bibir merah
dan pecah.
- Kelainan tangan dan kaki : eritema dan edema.
- Eksamtema polimorfik.
- Limfadenopati servikal unilateral ( diameter > 1.5 cm)
Diagnosis dapat ditegakkan jika dijumpai criteria demam ditambah 4 dari 5 kriteria yang lain.
Terdapatnya kelainan arteri koroner pada ekokardiografi bersifat diagnostic meskipun dijumpai
kurang dari 4 kriteria selain demam. Namun criteria demam mutlak harus ada.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang patognomonik untuk penyakit Kawasaki. Hasil
laboratorium konsisten dengan proses inflammasi akut. Kelainan yang dapat di jumpai adalah :
- Darah :
o Leukositosis dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
o Terdapat peningkatan reaktan fase akut : CRP ( C Reactive - Protein) pada laju
endap darah.
o Trombositosis dijumpai pada fase subakut.
o Piuria ( akibat uretritis)
o SGOT/SGPT dapat meningkat.
o Peningkatan enzim miokardium seperti creatin phospokinase MB (CPK MB)
menunjukkan adanya infark miokard.
- EKG
o Rekaman EKG dapat menunjukkan voltase QRS rendah, interval PR memanjang,
ST elevasi, atau depresi, QT memanjang. Gelombang Q yang dalam dan lebar
pada antaran ekstremitas atau prekordial menunjukkan adanya infark miokard.
- Ekokardiografi
o Mutlak dilakukan untuk mendeteksi kelainan arteri koroner dan gangguan fungsi
jantung. Ekokardiografi pertama dilakukan saat diagnosis ditegakkan; selain
untuk mencari kemungkinan terdapatnya kelainan koroner, juga digunakan
sebagai data dasar.
o Jika tidak ditemukan kelainan koroner, ekokardiografi diulang 2 minggu setelah
awitan dan kemudian 6 minggu setelah awitan.
o Jika hasil normal dan laju endap darah sudah normal maka ekokardiografi tidak
harus diulang lagi. Jika diketemukan kelainan pada fase akut, ulangan
ekokardiografi selanjutnya tergantung pada derajat kelainan.
o Penting sekali dilakukan penelusuran dan pengukuran diameter arteri koroner kiri
dan kanan jantung. Dapat dijumpai dilatasi atau aneurisme koroner.
- Foto dada
o Foto dada umumnya tidak banyak member informasi. Dapat ditemukan
kardiomegali atau infiltrate paru.
- Katerisasi jantung
o Katerisasi dan angiografi jantung diperlukan bila : (1) dari hasil pemeriksaan
ekokardiografi ditemukan aneurisme yang besar atau multipl, (2) terdapat tanda
iskemia secara klinis atau pada EKG, serta (3) pada pemantauan jangka panjang
pasien dengan resiko lesi koroner stenosis atau oklusif.
Tata laksana
- Tirah baring terutama pada fase akut
- Immunoglobulin (gamaglobulin) intravena segera setelah diagnosis ditegakkan 2 g/kg
selama 10 12 jam. Selama pemberian pantau laju jantung dan tekanan darah setiap 30
menit, kemudian 1 jam, dan selanjutnya tiap 2 jam. Immunoglobulin memberikan hasil
optimal bila diberikan pada hari 5 10 awitan.
- Asetosal per oral dosis 80 200 mg/kg/hari dalam 4 dosis hingga hari ke 14 awitan
atau 2 3 hari setelah demam reda. Selanjutnya dosis diturunkan menjadi 3 10 mg/kg
sekali sehari sampai 6 8 minggu sejak awitan dan kemudian dihentikan jika pada
ekokardiografi tidak ditemukan kelainan. Pemberian asetosal 2 5 mg/kg jangka panjang
dianjurkan pada kasus aneurisme arteri koroner yang menetap dan dihentikan jika
membaik.


V. MIOKARDITIS DAN PERIKARDITIS
Miokarditis biasanya terjadi setelah penyakit virus. Pada pasien pasien ini khas di jumpai
napas pendek, nyeri dada non spesifik, anoreksia, atau malaise. Pemeriksaan fisik dapat
menunjukkan adanya S3 atau irama gallop. Foto rontgen dada biasanya menunjukkan
kardiomegali, walaupun pada awal penyakit mungkin menunjukkan ukuran jantung yang normal.
EKG memperlihatkan adanya perubahan, yang paling khas adalah depresi segemn ST dan
kelainan gelombang T, terutama pada sadapan inferior (II,III,AVF,VG dan V7). Pada pasien
pasien ini, miokardium terkena secara langsung. Oleh karena itu, pasien pasien ini sebaiknya
dirujuk ke dokter ahli jantung anak untuk dilakukan penilaian ekokardiografi fungsi ventrikel.
Inflammasi yang menyebabkan miokarditis dapat juga secara langsung mengenai system
konduksi. Oleh karena itu, pada penderita miokarditis dapat dijumpai aritmia. Aritmia ini
cenderung membaik saat inflammasi menyembuh. Pada pasien yang mengalami kardiomiopati
persisten, dapat terjadi aritmia yang menetap.
Sebaliknya, perikarditis lebih sering terjadi dengan nyeri dada yang tajam dan awitan
akut, yang berkurang dengan membungkuk ke depan. Perikarditis dapat disebabkan oleh infeksi
atau gangguan autoimun. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan distensi vena leher, pulsus
parodoksus, dan gesekan pleura, terkadang disertai dengan komponen sistolik dan diastolic.
Temuan temuan ini disebabkan oleh pengumpulan cairan pericardial, yng merupakan akibat
dari inflammasi pericardium. Adanya efusi pericardium yang luas, EKG sering memperlihatkan
kompleks QRS dengan voltase rendah. EKG dapat juga menunjukkan perubahan gelombang ST-
T seperti yang terlihat pada miokarditis. Bila pasien mengalami gejala gejala ini, foto rontgen
dada menunjukkan kardiomegali, atau EKG memperlihatkan seperti yang telah disebutkan
diatas, harus dirujuk ke ahli jantung.
Miokarditis dan perikarditis terjadi setelah proses inflammasi yang biasanya disebabkan
oleh virus ECHO dan yang paling sering adalah virus Coxsackie B. titer virus dapat membantu
menentukan penyebab spesifik. Penyebab infeksius lain adalah penyakit Lyme. Jika diduga
terjadi miokarditis pada pasien yang mengalami nyeri dada dan adanya riwayat gigitan sengkenit
di daerah endemic, maka dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan titer Lyme. Penyebab
inflammatoriklain adalah gangguan autoimun seperti lupus eritematosus.






DAFTAR PUSTAKA

1. Artman M, Graham TP. 1986. Guideline for vasodilator therapy of congestive heart
failure in infants and children. Am. Heart J. 113 : 994-1005.
2. Artman M, Mahony L and Teitel DF : Neonatal Cardiology. The McGraw-Hill
Companies Medical Publishing Division. 2002.
3. Colucci WS and Braunwald E. 2001. Pathophysiology of Heart Failure. In: Braunwald E,
Zipes DP and Libby P. Ed. Heart Disease. A Textbook of Cardiovascular Medicine. WB
Saunders Co. 6
th
.ed 503 599.
4. Garna H, Sjahrodi AM, Chairulfatah A, Setiabudi D, dkk. 2012. Pedoman Diagnosis dan
Terapi : Ilmu Kesehatan Anak. Ed.4. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,
Bandung, Hal. 363-367.
5. Kliegman RM, Bherman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.
18
th
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.
6. Matondng SC, Wahidiyat I dan Sastroasmoro S. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak. Ed.2.
CV Sagung Seto, Jakarta.
7. Ontoseno T. 2002 A. Pengenalan dan Penatalaksanaan Dini Penyakit Jantung Bawaan
pada Neonatus. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak. FK Unair-
RSUD Dr Sutomo Surabaya. Hal: 81 100.
8. Ontoseno T. 2002 B. Konsep terbaru mengenai Gagal Jantung pada Anak. Dalam : Noer
MS, Ismoedijanto dan Untario MC. Penyunting. Bunga Rampai Pediatri. Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK Unair RSUD DR Sutomo Surabaya. Hal : 122 142.
9. Silalahi C, Wahab AS. Duktus Arteriosus Paten. Kardiologi Anak : Penyakit Jantung
Kongenital Yang Tidak Sianotik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.p.69-76.
10. Staf RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo. 2007. Panduan Pelayanan Medis
Departemen Ilmu Kesehatan Anak. RSCM, Jakarta.

You might also like