You are on page 1of 7

1

MANAJEMEN KINERJA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI



Gatot Nursetyo

Abstrak

Banyaknya stakeholder yang terlibat dalam kegiatan industrijasa konstruksi menuntut perusahaan
atau organisasi konstruksi sebagai penyedia jasa konstruksi memiliki kinerja yang baik. Manajemen
kinerja perusahaan jasa konstruksi menjadi persoaian serius, ketika disadari bahwa sifat hubungan
dengan para stakeholder akan menentukan bagaimana dan sejauh apa faktor hubungan kerja akan
mempengaruhi kinerja perusahaan. Makin jelas dan erat hubungan kerja tersebut, makin besar pula
pengaruh yang dimiliki oleh pekerja jasa konstruksi terhadap kinerja organisasi / perusahaan jasa
konstruksi, dalam rangka memberi kepuasaanpenggunaanjasa konstruksi (konsumen).
Kajian ini dimaksudkan untuk menggambarkan adanya berbagai pendekatan dalam memanage
hubungan dengan stakeholder sebuah perusahaan jasa konstruksi (konsultan/kontraktor). Pendekatan
manajemen kinerja seperti apa yang perlu dijalankan, tergantung dari beberapa hal. Lingkungan yang
dihadapi antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, tentu berbeda, tergantung dari domain yang
dipilihnya. Kajian ini menelaah pada manajemen kinerja yang berhubungan dengan pihak stakeholder
internal perusahaan jasa konstruksi.

Kata kunci: Stakeholder, manajemen kinerja, perusahaan, jasa konstruksi.

1. PENDAHULUAN
Era globalisasi sekarang menyebabkan
perusahaan jasa konstruksi pada khususnya
dipaksa memasuki iklim persaingan bisnis yang
semakin ketat. Kompetisi ketat itu berlangsung
bukan saja antarperusahaan dalam industri secara
domestik, tetapi juga dari perusahaan asing.
Kompetisi dengan perusahaan asing muncul
karena era globalisasi telah mengangkat berbagai
halangan atas arus barang, jasa, dan modal untuk
menembus batas-batas negara. Kemudahan itu
menjadi lebih nyata karena adanya dukungan
kemudahan transportasi, telekomunikasi, dan
transaksi. Pada era sebelumnya, transaksi harus
dilakukan melalui proses kontak langsung (face
to face andI or month to mouth contact).
Sekarang, transaksi bisnis jasa konstruksi
khususnya, dapat dilakukan melalui berbagai
peralatan maya yang disumbangkan o!eh
kemajuan teknologi informasi.
Pada kondisi persaingan yang demikian
ketat, perusahaan jasa konstruksi harus memiliki
satuatau beberapadari faktorkeunggulan
bersaing. Menurut Porter (1993) dan Skinner
dalam Chase.et.al. (2001) faktor keunggulan
bersaing itu pada dasarnya meliputi keunggulan
mutu, biaya murah, kemampuan menyerahkan
pesanan lebih cepat, diferensiasi, dan
fleksibilitas. Diantara berbagai sektor riil, maka
sektor konstruksi merupakan sektor yang paling
dinamis, selain merupakan industriyang padat
karya, industri jasa konstruksi melibatkan
berbagai kegiatan usaha baik dalam industrinya
sendiri maupun industri lainnya, yaitu : industri
bahan bangunan, industri peralatan bangunan,
industri peralatan konstruksi, lembaga-lembaga
keuangan, perbankan dan asuransi. Oleh karena
itu, banyaknya industri yang terlibat dalam
kegiatan industri konstruksi ini telah
memperlihatkan bahwa kegiatan industri jasa
konstruksi telah menjadi pendorong untuk
menciptakant/mam/yangdiperlukan bagi industri
latnnya. Keunggulan mutu dan biaya murah
merupakan faktor keunggulan yang bertolak
belakang. Sangat sulit untuk menghasilkan
keluaran dengan biaya murah pada kualitas yang
baik. Juga sulit untuk menghasilkan keluaran
berkualitas baik pada biaya yang murah.
Disamping itu, menurut Ishihawa dan Lu (1990),
tidak ada gunanya menghasilkan produkyang
berkualitas tinggi tetapi tidak terbeli oleh
pelanggan, dan juga tidak ada gunanya
menghasilkan produk yang berharga murah
tetapi tidak diminati oleh pelanggan atau pasar.
Industri konstruksi merupakan industri yang
dinamis. Produknya yang selalu berubah, lokasi
yang selalu berpindah, dan waktu produksi yang
selalu bervariasi memerlukan pengelolaan yang
profesional, cermat, dan tepat.
Keterkaitan yang sangat erat dan luas antara
industri jasa konstruksi jasa konstruksi
mempunyai multiplier effect yang sangat tinggi
bagi pertumbuhan ekonomi. Saat ini kebutuhan
akan pengelolaan kinerja perusahaan jasa
konstruksi yang baik dirasakan semakin pcnting
untuk mendorong motivasi dan komitmen
karyawan, serta mengembangkan kinerja
karyawan. Kinerja karyawan perusahaanjasa
14
konstruksi bisa dikelola secara baik melalui
suatu sistem manajemen kinerja. Sedangkan
manajemen kinerja yang baik adalah suatu
proses terintegrasi diantara perencanaan kinerja,
pembimbingan kinerja, pendokumentasian
kinerja, dan review kinerja. Upaya mensukseskan
penerapan manajemen kinerja meliputi:
pengaruh budaya organisasi/perusahaan dan
orientasi etika; modal manusia dan strategi
inuvasi; serta strategi pemasaran perusahaan jasa
konstruksi sebagai suatu sistem.

2. SISTEM ORGANISME PEUUSAHAAN
Sebagat suatu sistem organisms, kehidupan
suatu perusahaan jasa konstruksi (konsultan atau
kontraktor) sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, baik yang bersifat internal (dalam
perusahaan) maupun eksternal (di luar
perusahaan). Faktor lingkungan yang
mempengaruhi jalannya rodaorganisasi selalu
berubah. Dalam kaitan inilah, perusahaan jasa
konstruksi sebagai suatu organisasi selalu
berubah. Dalam kaitan inilah, perusahaan jasa
konstruksi sebagai suatu organisasi harus selalu
bisa beradaptasi dan memenuhi tuntutan
lingkungan. Beradaptasi dengan lingkungan
berarti harus mampu mengatasi setiap ancaman
yang datang, mampu mengoptimalkan kekuatan
yang ada. serta mampu mengeliminasi setiap
kelemahan yang ada. Oleh karena itu,
perusahaan jasa konstruksi harus melakukan
berbagai kegiatan dalam rangka beradaptasi
lingkungan akibat dinamisasi perubahan-
perubahan yang terjadi.
Pembinaan dan pengembangan karyawan
perusahaan jasa konstruksi adalah satu kegiatan
dalam rangka beradaptasi dan memenuhi
tunlutan lingkungan organisasi. Dalam rangka
melaksanakan kegiatan epmbinaan dan
pengembangan karyawan, maka diperlukan
penilaian atas pelaksanaan pekerjaan yang
dilaksanakan karyawan perusahaan atau sering
disebut sebagai penilaian kinerja (Suprihanto,
2000). Untuk memudahkan, memperlancar, dan
menciptakan keadilan dalam pelaksanaan
kinerja, maka sangat diperlukan adanya sistem
yang dapat mengelola kinerja itu sendiri,yaitu
Manajemen Kinerja.
Menurut Dessler (2002), ada beberapa
alasankenapa perusahaan, khususnya perusahaan
jasa kunstruksi perlu melakukan penilaian
kinerja terhadap pegawainya. Pertama, penilaian
memberikan informasi tentang dapat
dilakukannya promosi dan penetapan gaji.
Kedua, penilaian memberikan peluang bagi
atasan dan bawahan untuk meninjau perilaku
yang berhubungan dengan kerja bawahan.
Akhirnya, penilaian hendaknya berpusat pada
proses perencanaan karir seseorang, karena
penilaian kinerja memberikan suatu peluang
yang baik untuk meninjau rencana karir
seseorang. Beberapa bukti empiris dikemukakan
oleh Cleveland yang mengungkapkan bahwa
umumnya perusahaan-perusahaan menggunakan
sistem penilaian kinerja untuk memberikan
umpan balik kepada sumberdaya manusia, untuk
kepentingan administrasi penggajian, untuk
mengidentifikasi keistimewaan dan kelemahan
sumberdaya manusia, serta untuk dijadikan
bahan pertimbangan pengambilan keputusan
pengelolaan sumberdaya manusia. Secara
teoritis, sistem penilaian sesungguhnya
merupakan alat kendali agarapa-apa yang
dikerjakan oleh sumberdaya manusia selaras
dengan apa-apa yang diinginkan oleh
perusahaan.

3. PENGERTIAN KINERJA
Kinerja pada dasarnya merupakan hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seseorang pegawai da lam melaksanakan
tugasnya sesuai tanggungjawab yang diberikan
kepadanya. Dalam hal ini, karyawan bisa belajar
seberapa besar kinerja mereka melalui sarana
informal, seperti komentar yang baik dari mitra
kerja. Namun demikian, penilaian kinerja
mengacu pada suatu sistem formal dan
terstruktur yang mengukur, menilai dan
mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan
pekerjaan, perilaku, dan hasil termasuk tingkat
ketidakhadiran (Schuler, 1996). Fokus penilaian
kinerja adalah untuk mengetahui seberapa
produktif seorang karyawan, dan apakah ia bisa
berkinerja sama atau lebih efektif pada masa
yang akan datang.
Salah satu faktor penentu kinerja adalah
motivasi. Teori yangditerima secara luas
mengenai hubungan antara motivasi dan kinerja
adalah teori pengharapan (ekspektasi) dari
Victor Vroom. Teori ini berargumen bahwa
kekuatan dari suatu kecenderungan untuk
bertindak dengan suatu cara tertentu tergantung
pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa
tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran
tertentu dan pada daya tarik kekuatan tersebut
bagi individu yang bersangkutan.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori
pengharapan mengatakan bahwa
seorangkaryawan dimotivasi untuk menjalankan
tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya
akan mengantar suatu penilaian kinerja yang
baik, dan penilaian kinerja yang baik; dan
15
penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-
ganjaran organisasional (imbalan), seperti bonus,
kenaikan gaji atau promosi. Berbagai ganjaran
tersebut pada akhirnya akan memuaskan tujuan
pribadi karyawan. Oleh karena itu, teori
pengharapan memfokuskan pada tiga hubungan
sebagai berikut (Robin, 2001): Pertama,
hubungan upaya dan kinerja. Dalam hal ini,
probabilitasyang dipersepsikan oleh individu
yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu akan
mendorong kinerja. Kedua, hubungan kinerja
dan ganjaran, yaitu derajat sejauh mana individu
itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat
tertentu akan mendorong tercapainya suatu
keluaran yang diinginkan. Ketiga, hubungan
ganjaran dan tujuan pribadi, yaitu derajat sejauh
mana ganjaran-ganjaran organisasiona!
memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi
seseorang dan potensi daya tarik ganjaran
tersebut bagi individu.
Teori pengharapan mem bantu menjelaskan
mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi
pada pekerjaannya dan berkinerja rendah dalam
melaksanakan pekerjaannya. Kunci teori ini
adalah pemahaman tujuan-tujuan individu dan
keterkaitan antara upaya dan kinerja, upaya dan
ganjaran, serta ganjaran dan kepuasan tujuan
individual. Teori ini juga mengakui bahwa tidak
ada azas yang universal untuk menjelaskan
motivasi seseorang.
Sementara itu, menurut Davis (1985) faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor
kemampuan (ability) dan faktor motivasi
(motivation), yang bila dirumuskan adalah
sebagai berikut:
Kinerja karyawan = Kemampuan + Motivasi
Motivation = Sikap + Situasi Kerja
Kemampuan = Pengetahuan +
Ketrampilan.

Secara psikoligis, kemampuan pegawai
terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan realiti (knowledge + skill). Artinya,
pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata
dengan pendidikan yangmemadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan
pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah
mencapai kinerja yang diharapkan.
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude)
seorang pegawai dalam menghadapi situasi
kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini ada
hubungan yang positif antara motif berprestasi
dengan pencapaian kerja (McClelland, 1987).
Motif berprestasiadalah suatu dorongan dalam
diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan
atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu
mencapai prestasi kerja yang tinggi.
Selain ditentukan oleh kemampuan dan
motivasi, Robbin (2001) menambahkan dimensi
baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu
kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang
bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan),
mungkin ada rintangan yang menjadi kendala
kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada,
mungkin berupa lingkungan kerja tidak
mendukung, peralatan, pasokan bahan/material,
rekan kerja yang tidak mendukung, maupun
prosedur yang tidakjelas, dan sebagainya.
Menurut Schuler (1996), dari beberapa studi
yang pernah dilakukan, dapat diidentifikasi dua
puluh macam tujuan informasi kinerja yang
berbeda-beda, yang dapat dikelompokkan dalam
empat kategori. Pertama, evaluasi yang
menekankan perbandingan antar orang. Kedua,
pengembangan yang menekankan perubahan-
perubahan dalam diri seseorang seiring dengan
berjalannya waktu. Ketiga pemeliharaan sistem.
Keempat, dokumentasi keputus-keputusan
sumberdaya manusia.
Sedangkan manajemen kinerja secara
sederhana diartikan sebagai suatu sistem yang
mengatur pengelolaan kinerja SDM suatu
perusahaan / organisasi (Dessler, 1997).
Penekanannya pada pengelolaan kinerja pegawai
/ karyawan agar tercapai sasaran-sasaran
individu, unit kerja dan sasaran perusahaan,
memberikan kejelasan apa yang harus dilakukan,
apa yang akan dicapai dan bagaimana mengukur
pencapaiannya. Dengan adanya manajemen
kinerja, manfaat-manfaat yang bisa didapat
perusahaan adalah :
1. Memberikan informasi tentang penetapan
kompensasi dan kemungkinan promosi,
serta program pelatihan dan pengembangan
pegawai.
2. Memberikan informasi sebagai bahan
evaluasi (meninjau kembali) perilaku
hubungan kerja dalam organisasi,
memperbaiki kemerosotan hubungan kerja
dan mendorong hal-hal baik.
3. Sebagai dasar dalam perencanaan karir
pegawai.
Adapun tujuan manajemen kinerja adalah
sebagai berikut:
1. Kinerja karyawan bisa dikelola secara efektif
agar kinerja karyawan selalu meningkat.
2. Agar terjadi proses komunikasi timbal balik
antara penilai dan yang dinilai sehingga
dapat mengeliminasi berbagai kemungkinan
konflik yang timbul.
16
3. Agar serangkaian proses perencanaan,
pembimbingan, pendokumentasian dan
review kinerja terintegrasi.
4. Mendorong motivasi dan meningkatkan
komitmen karyawan.
5. Menciptakan transparansi dan keadilan
dalam penilaian.
6. Sebagai input dalam rencana penggantian
jabatan.
7. Memberikan masukan kepada perusahaan
perihal kinerja seluruh pegawai, sebagai
dasar untuk menentukan perusahaan.

4. PEMAHAMAN MANAJEMEN KINERJA
Manajemen kinerja pada dasarnya
merupakan proses komunikasi yang
berkelanjutan antara atasan dan bawahan dengan
tujuan untuk memperjelas dan menyepakati hal-
hal sebagai berikut:
a. Fungsi pokok pekerjaan bawahan.
b. Bagaimanakah pekerjaan bawahan
berkontribusi pada pencapaian tujuan
organisasi.
c. Pengertian "efektif : dan "berhasil"
dalam pelaksanaan pekerjaan bawahan.
d. Bagaimanakah bawahan dapat bekerjasama
dengan atasan untuk dalam rangka
efektivitas pelaksanaan pekerjaan bawahan.
e. Bagaimanakah mengukur efektivitas dan
apakah alternative cara untuk
menyingkirkan hambatan-hambatan
tersebut.

Pepatah mengatakan, "Kalau tak kenal maka
tak sayang", demikian halnya dengan manajemen
kinerja. Tanpa mengenal dan memahami manfaat
manajemen kinerja, implementasinya hanya akan
dianggap sebagai pemborosan waktu, biaya, dan
tenaga belaka. Manfaat penting bagi atasan
adalah bahwa kehadiran manajemen kinerja
mempermudah penyelesaian pekerjaan bawahan,
sehingga atasan tak perlu lagi kerepotan
mengerahkan dalam kegiatan sehari-harinya.
Bawahan sudah tahu apa yang harus dicapai, dan
bahkan mengantisipasi kemungkinan hambatan
yang timbul. Bagi bawahan, keberadaan
manajemen kinerja membuka kesempatan
diskusi dan dialog dengan atasan berkaitan
dengan kemajuan pekerjaannya. Adanya diskusi
dan dialog memberikan bawahan umpan balik
untuk memperbaiki kinerja sekaligus
meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan
pekerjaan. Manajemen kinerja juga
memberdayakan bawahan karena ia tidak perlu
sedikit-sedikit "minta petunjuk" karena telah
diberikan arahan yang cukup jelas di awal.
Bagi organisasi, keberadaan manajemen kinerja
memungkinkan terciptanya keterkaitan antara
tujuan organisasi dan tujuan pekerjaan masing-
masing bawahan. Selain itu, manajemen kinerja
memberikan argumentasi hukum yang relatif
kuat untuk setiap keputusan yang menyangkut
sumberdaya manusia (SDM). Secara umum,
implementasi manajemen kinerja yang efektif
mampu :
1. Mengkoordinasikan unit-unit kerja yang ada
di dalam organisasi.
2. Mengidentifikasi dan mendokumentasikan
berbagai hambatan dan permasalahan
kinerja.
3. Menjadi landasan pengambilan keputusan di
bidang SDM.
4. Menjadi alat untuk mengefektifkan
pengelolaan SDM.
5. Menumbuh kembangkan kerja sama antara
atasan dengan bawahannya.
6. Menjadi wahana umpan balik secara reguler
kepada bawahan.
7. Meminimalkan kesalahan dan meniadakan
kesalahan berulang.

4. REALITAS PENILAIAN KINERJA
PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI

Masalah penilaian kinerja perusahaan jasa
konstruksi seringkali menjadi masalah yang
membingungkan bagi para manajer proyek. Di
satu sisi, penilaian kinerja merupakan tugas yang
penting dan dibutuhkan untuk proes evaluasi,
namun di sisi lain masih banyak manajer yang
gagal menerapkannya dengan baik. Kegagalan
penerapan penilaian kinerja ini tidak lepas dari
realitas penilaian kinerja perusahaan jasa
konstruksi saat ini yang masih cenderung ke arah
penilaian kinerja tradisional. Penilaian kinerja
perusahaan jasa konstruksi seakan-akan hanya
ditujukan untuk tujuan evaluasi saja dan
mengesampingkan tujuan yang lain, seperti
tujuan pengembangan kompetensi dan
kemampuan individu dalam melaksanakan tugas
serta tujuan strategik lainnya. Ghorpade dan
Chen (1995), mengemukakan beberapa hal yang
berhubungan dengan realitas penilaian kinerja
perusahaan saat ini, antara lain :
A. Aktifitas penilaian kinerja perusahaan
dilakukan pada semua organisasi / perusahaan
tanpa kecuali baik itu organisasi besar dan kecil,
organisasi / perusahaan pemerintah dan
swasta, maupun organisasi / perusahaan local
dan multinasional. Ada tiga alasan yang
mendasari mengapa organisasi melakukan
penilaian kinerja:
17
1. Individu direkrut oleh perusahaan /
organisasi untuk menunjukkan kinerja yang
diperlukan demi kesuksesan organisasi /
perusahaan. Penilaian kinerja digunakan
sebagai cara organisasi dalam menentukan
apakah individu tersebut layak atau tidak
untuk direkrut sebagai karyawan
perusahaan.
2. Individu memiliki kemampuan bekerja dan
kesetiaan terhadap komitmen kerja yang
berbeda antara individu satu dengan
individu lain. Penilaian kinerja diperlukan
untuk mencatat perbedaan kontribusi yang
diberikan oleh masing-masing individu
kepada organisasi / perusahaan.
3. Dalam situasi hukum saat ini, penilaian
kinerja formal sangat diperlukan untuk
melindungi tindakan negatif organisasi /
perusahaan terhadap individu, khusunya
tindakan yang mempengaruhi anggota
kelompok minoritas yangdilindungi oleh
hukum.
B. Penilaian kinerja merupakan aktivitas yang
benar-benar melibatkan konsekuensi
individu dan organisasi / perusahaan. Dari
perspektif organisasi/perusahaan, penilaian
kinerja yang keliru dapat mengakibatkan
kekeliruan dalam menilai dengan
menghargai performance yang buruk atau
tidak menghargai performance yang baik.
Dari perspektif individu, hasil penilaian
kinerja memiliki inplikasi yang penting bagi
kelanjutan hubungandi masayangakan
datang dengan organisasi. Penilaian kinerja
yang positif dapat membuat individu
semakin merasa dihargai oleh organisasi /
perusahaan. Misalnya, dengan
dipromosikan, digaji lebih tinggi, dan
sebagainya. Sedangkan penilaian kinerja
yang negatif dapat membuat individu
menjadi frustasi dan membatasi diri dari
keanggotaannya.
C. Penilaian kinerja merupakan aktivitas
kompleks yang dihadapi oleh sebagian besar
appraisers sehingga ia mengalami
kebingungan dalam menentukan bobot
penilaian yang tepat, akurat, dan sesuai.
Penilaian menjadi lebih sulit karena
banyaknya variabel tambahan dan kualitas
yang dikehendaki. Peningkatan
kompleksitas ini tidak sebanding dengan
tantangan yang dihadapi oleh appraisers.
Kekompleksitasan penilaian membuat
appraisers mengalami kesulitan dalam
menentukan kriteria untuk membuat sistem
penilaian yang baik, dan harus memasukkan
variabel-variabe!, seperti : observavability,
measurabilityj'ob relatedness, kepentingan
kesuksesan kerja, controllability, dan
practicality.
D. Penilaian kinerja cenderung melibatkan
unsure politik daiam organisasi. Hal ini
berkaitan dengan kompleksitas proses dan
keaslian organisasi manusia. Individu-
individu dalam organisasi bekerja sama
untuk memproduksi output yang bernilai,
namun pada dasarnya individu-individu
tersebut juga bersaing satu sama lain untuk
memperoleh bagian dari kesuksesan
organisasi / perusahaan. Kemungkinan
bahaya dapat muncul melalui unsur politik
dalam penilaian kinerja dengan menghargai
individu yang disukai dan menyingkirkan
individu yang dimusuhinya.

Dari uraian mengenai realitas penilaian
kinerja perusahaan yang dikemukakan Ghorpade
dan Chen terlihat bahwa penilaian kinerja
merupakan aktivitas yang penting bagi
organisasi, namun karena aktivitas ini
melibatkan berbagai variabel yang sangat
kompleks, maka seringkali membingungkan para
penilai sehingga sebagai akibatnya penilaian
menjadi bias, penilaian yang bias ini muncul
sebagai akibat penerapan penilaian kinerja yang
bersifat subyektif, mengandung unsur politik,
hanya berorientasi pada output, bukan pada
kualitas proses bagimana individu melaksanakan
tugas serta masih adanya mitos-mitos yang tidak
benar mengenai penilaian kinerja. Masalah-
masalah ini muncul ketika organisasi /
perusahaan menerapkan penilaian kinerja
tradisional. Berkaitan dengan masalah ini,
Deming melontarkan beberapa kritik mengenai
penilaian kinerja perusahaan, yaitu :
a. Penerapan penilaian kinerja saat ini tidak
fair, karena penilaian kinerja hanya
ditentukan berdasarkan output yang
dihasilkan oleh individu. Bila output
individu buruk maka kinerjanya juga
dianggap buruk. Sebaliknya bila output
individu baikmaka kinerjanya akan dianggap
baik.
b. Penerapan penilaian kinerja saat ini hanya
didasarkan pada pencapaian tujuan tertentu
dan mengabaikan kualitas kerja. Individu
bebas meiakukan apapun demi mencapai
tujuan tersebut dan tanpamempedulikan
kualitas kerja yang dilakukannya.
c. Penerapannya penilaian kinerja saat ini
didasarkan pada perbandingan dcngan
organisasi lain yang kinerjanya lebih baik.
18
Individu yang memiliki kinerja buruk
cenderungdianggap lebih buruk
dibandingkan dengan individu yang
memiliki kinerja buruk di organisasi yang
memiliki kinerja baik.
d. Penerapan penilaian kinerja saat ini tidak
pada care value individu namun didasarkan
pada rata-rata output yang dihubungkan
dengan kuotadan tujuan-tujuan tertentu.
Longnecker (1987), juga telah meiakukan
penelitian mengenai praktek penilaian kinerja.
Dari hasil penelitian tersebut dilemukan bahwa
praktek penilaian kinerja saat ini masih
mengandung unsur politik. Longnecker dan
Gioia (1992), berpendapat bahwa penilaian
kinerja saat ini masih dipengaruhi oleh mitos-
mitos yang disebut The Executive Apprasial
Paradox. Semakin tinggi seseorang mencapai
kedudukannya dalam organisasi maka semakin
]HQC\\ feedback berkualitas mengenaiyo/)
performance yang diterimanya.
Masalah-masalah seperti ini tidak akan
terselesaikan apabila organisasi masih
menerapkan penilaian kinerja Iradisional.
Organisasi hams memulai untuk menerapkan
sistem penilaian kinerja baru yang dapat
mengatasi kelemahan-kelemahan sistem
penilaian kinerja.tradisional tersebut. Penilaian
kinerja 360 feedback dianggap sebagai
penilaian kinerja yang etektifbagi organisasi
karena penilaian kinerja ini didasarkan pada
penilaian multisource sehingga penilaian lebih
bersifat obyektif dan dapat memininialkan bias.
Menurut Antonioni(1996), penerapan penilaian
kinerja 360 feedback secara tepat akan
mendatangkan banyak manfaat positif bagi
organisasi. Sebaliknya, bila organisasi tidak
dapat menerapkannya dengan tepat justru akan
menimbulkan banyak masalah. Oleh karenanya,
sebelum mulai menerapkan penilaian kinerja
360 feedback ini, organisasi hams
mempersiapkan segala persyaratan dan
mengantisipasi segala kemungkinan terjadinya
kegagalan. Penilaian kinerja 360 feedback yang
suksesditerapkanakanmembantuorganisasi untuk
meningkatkan performance dan membawanya
menjadi suatu keunggulan kompetitif.

5. KESIMPULAN

1. Saat ini kebutuhan manajemen kinerja yang
baik dirasakan semakin penting di berbagai
Perusahaan Jasa Konstruksi untuk
mendorong inotivasi dan komitmen
karyawan. Kinerja karyawan bisa dikelola
secara baik melalui suatu proses terintegrasi
antara perencanaan kinerja, pembimbingan
kinerja, pendokumentasian kinerja dan
review kinerja.
2. Dalam implementasi penilaian kinerja itu
sendiri, penetapan faktor-faktor penilaian,
metode penilaian, dan siapa penilainya
merupakan tahapan-tahapan yang terpenting
dari keseluruhan proses penilaian kinerja
perusahaan jasa konstruksi.
3. Kekurang berhasilan penerapan kinerja
perusahaan jasa konstruksi dapat berdampak
piida kredibilitas manajemen perusahaan,
karena dianggap tak mampu mendongkrak
kinerja para pegawainya. Disamping itu,
juga mencitpakan persepsi bahwa
manajemen perusahaan hanya buang-buang
waktu, tenaga, dan biaya tanpa hasil yang
konkrit.
4. Karyawan perusahaan jasa konstruksi
sebagai modal manusia merupakan aset
terpenting bagi perusahaan jasa konstruksi,
karena melalui modal manusia (human
capital) maka perusahaan dikembangkan,
pertumbuhan ekonomi ditingkatkan, dan
inovasi diwujudkan. Sedangkan inovasi
yang terjadi menghasilkan
ketidakseimbangan yang mendorong
individu dan organisasi terus beradaptasi
untuk bisa bertahan hidup.
5. Budaya organisasi dalam perusahaan jasa
konstruksi secara parsial berpengaruh
terhadap perilaku karyawan, cara kerja dan
motivasi para manajer serta bawahannya,
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
oleh perusahaan. Sedangkan orientasi etika
yang terbesar adalah relativisme paling
dominan. Oleh karenanya, etika
dilatarbelakangi oleh budaya dimana budaya
memiliki aturan yang berbeda-beda yang
belum tentti dapat diterapkan di tempat yang
memiliki budaya kerja yang berbeda pula.

6. DAFTAR PUSTAKA

Bacal, R., 1998, Performance Managemen, New
York : Me Graw - Hill Trade
Brown, A., 1998, Organizational Culture,
Edinburgh Gate : Pearson Education.
Bahra, Nicholas, 2001, Competitive Knowledge
Management, Palgrave : New York.
Dessler, G, 2002, Human Resource
Management,
Upper Saddle River. NJ : Prentice Hall. .
Kasali, Rhenald, 2005, Paradigma Shift dan
Budaya Korporat, Manajemen Usahawan
Indonesia No. 03 / TH.XXXIV Maret,
19
Lembaga Manajemen FE UI, Jakarta, hal
3-10.
Karjanto, Handoko, 2004, Mengelola Kinerja :
Tinjauan Praktis, Manajemen Usahawan
Indonesia, No. 07 / TH XXXIII Juli,
Lembaga Manajemen FE- UI, Jakarta, hal.
24 - 28.
Kotter, Jhon P. and James L. Heskett, 1992, Cor-
porate Culture and Performance, The
Free Press, Toronto.
Soetjipto, Budi. W., 2004, MengenalLebih J auh
Manajemen Kinerja, Manajemen
Usahawan Indonesia, No. 12 /TH XXXIII
Desember, Lembaga Manajemen FE - Ul,
Jakarta, hal. 18-21.
Satrio, Budhi, 2004, Strategi Pemasaran
Perusahaan J asa Konstruksi Kualitas
Besar, Manajemen Usahawan Indonesia
No. 11 / TH. XXIII November, Lembaga
Manajemen FE - UI Jakarta, hal. 35 - 49.
Schein, Edgar H., 1992, Organizational Culture
and Leadership, Jossey - Bass, Publish-
ing, San Fransisco.

































Riwayat Penulis :
Gatot Nursetyo. Alumni SI Teknik SipilUni-
versitas Janabadra Yogyakarta (1996). Pasca
sarjana (S2) Program Magister Teknik
Universitas Atmajaya Yogyakarta (2000) Dosen
program studi Teknik Sipil fakultas Teknik DTP
Surakarta.

You might also like