You are on page 1of 17

A.

KONSEP MEDIS
1. Anatomi & Fisioogi
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun
neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum
(otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
1) Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobusfrontalis yang merupakan area motorik
primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobus parietalis
yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang
lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yangmerupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer,
menerimainformasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
2) Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yangmemisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalusgerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
3) Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongatamerupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
danmuntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri danserebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran
dan penglihatan.
4) Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerimadan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akanmenimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada
beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan
rangsangan dari sistem susunansaraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah
dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

b. Sirkulasi Darah Otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total
tubuh manusia untuk metabolismeaerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri
yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dan dalam rongga kranium,keempat
arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus
Willisi. (Satyanegara, 1998)
1) Arteri karotis interpna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis internamasuk ke dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri
serebrianterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus
dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpuskolosum dan bagian-bagian
(terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik
dan korteks motorik.Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari
arteria subklavia sisi yang sama.
2) Arteri vertebralis memasuki tengkorak melaluiforamen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaristerus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris
ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteriserebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi
sebagian diensefalon, sebagian l obus oksipital is dan temporalis,
aparatuskoklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995).
3) Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainaseke sinus duramatris. Dari sinus, melalui
vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)

2. Pengertian
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota
gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain
hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena
trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatanyang bisa terjadi di
sepanjang jalur pembuluh darah arteriyang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh
dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang
dari lengkung aorta jantung (arcus aorta)(Suzanne, 2002: 2131)

3. Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri
ini disebabkan karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan emboli:
1) Penyakit jantung reumatik
2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang dapat
menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
c. Faktor resiko terjadinya stroke
Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236):
1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama
(khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematocrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok

4. Patofisiologi
1. Klasifikasi ( Arief Mansoer, dkk, 2000)
Berdasarkan Klinik
a. Stroke Hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak pada daerah tertentu, biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas atau
saat aktif. Namun bisa juga terjadi saat istirahat, kesadaran pasien umumnya menurun.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi iskemi yang menyebabkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran pasien umumnya baik.
Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan hilang dalam beberapa menit
(durasi rata-rata 10 menit) sampai beberapa jam (24 jam)
b. Stroke Involution atau Progresif
Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Munculnya gejala
makin bertambah buruk, proses progresif beberapa jam sampai beberapa hari.
c. Stroke Complete
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen, maksimal sejak awal serangan
dan sedikit memperlihatkan parbaikan dapat didahului dengan TIA yang berulang.

2. Manisfestasi klinis
Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (1996: 258-260), yaitu:
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan distraktibilitas
(mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
2) Deficit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara), disfagia
(kerusakan otot-otot menelan).
3) Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional, kehilangan kontrol diri
dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah,
kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
b. Lobus Parietal
1) Dominan :
a) Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer
serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan
dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
b) Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat
dipahami)
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
2) Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri/lingkungan) antara lain:
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang mengalami
paralise)
- Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan tepat)
- Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
- Disorientasi kanan kiri
c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,
diplobia(penglihatan ganda), buta.
d. Lobus Temporal : defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh

3. Tes diagnostik
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
a. Laboratorium :
1) Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada peningkatan VD > 5,1
cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF),
fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
2) Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark mengalami
penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien CVA
bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi
menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama,
misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l),
klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)
b. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan
infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
c. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah
karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince,dkk ,2005:1122).
d. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti lesi
ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2005:1122).
e. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi seberapa besar
suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk
,2005:1122)
f. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Prince, dkk
,2005:1123).
g. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak (Muttaqin, 2008:140).
h. MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar / luasnya daerah
infark(Muttaqin, 2008:140).

4. Penatalaksanaan medis
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark(Muttaqin, 2008:14):
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang
terjadi sesudah ulserasi alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau embolisasi dari
tempat lain ke sistem kardiovaskuler.

4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
a) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
b) Osmoterapi antara lain :
- Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
- Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
c) Posisi kepala head up (15-30)
d) Menghindari mengejan pada BAB
e) Hindari batuk
f) Meminimalkan lingkungan yang panas

5. Kompliksi
Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008: 253)
a. Dalam hal imobilisasi:
1) Infeksi pernafasan (Pneumoni),
2) Nyeri tekan pada dekubitus.
3) Konstipasi
b. Dalam hal paralisis:
1) Nyeri pada punggung,
2) Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak:
1) Epilepsy
2) Sakit kepala
d. Hipoksia serebral
e. Herniasi otak
f. Kontraktur

6. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. penumpukan sputum (karena kelemahan, hilangnya
refleks batuk)
b. Penurunan perfusi serebral b.d. adanya perdarahan, edema atau oklusi pembuluh darah serebral
c. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler, kelemahan, hemiparese
d. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara
e. (Risiko) gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake nutrisi tidak adekuat
f. Perubahan persepsi-sensori b.d. perubahan transmisi saraf sensori, integrasi, perubahan psikologi
g. Kurang kemampuan merawat diri b.d. kelemahan, gangguan neuromuscular, kekuatan otot
menurun, penurunan koordinasi otot, depresi, nyeri, kerusakan persepsi
h. Risiko cedera b.d. gerakan yang tidak terkontrol selama penurunan kesadaran
i. Kurang pengetahuan (klien dan keluarga) tentang penyakit dan perawatan b.d. kurang informasi,
keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian asuhan keperawatan (Doengoes, 2000)
a. Identitas
biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia alami oleh
usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
kesadaran pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung
(terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain).
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat
stroke pada generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga
sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit
berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
g. Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi
(rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria.
Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot

2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat
peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran
klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem
respirasi.
b. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler,
adanya murmur
c. Sistem neurologi
1) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai tingkat
kesadaran klien
2) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan intraserebri dan
untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleedingatau infark
3) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
b) Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara sudut mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
d) Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang sehat
e) Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indera pengecapan
normal.
4) Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine
5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual
6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual
dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan
rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX
dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
8) Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat
hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat
immobilisasi fisik.

3. Intervensi Keperawatan (Doengoes, 2000)

NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA
HASIL
INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak
efektif b.d. penumpukan
sputum (karena kelemahan,
hilangnya refleks batuk)
Pasien mampu mempertahankan
jalan nafas yang paten.
Kriteria hasil :
a. Bunyi nafas vesikuler
b. RR normal
c. Tidak ada tanda-tanda sianosis
dan pucat
d. Tidak ada sputum
1. Auskultasi bunyi nafas
2. Ukur tanda-tanda vital
3. Berikan posisi semi fowler sesuai
dengan kebutuhan (tidak bertentangan
dgn masalah keperawatan lain)
4. Lakukan penghisapan lender dan
pasang OPA jika kesadaran menurun
5. Bila sudah memungkinkan lakukan
fisioterapi dada dan latihan nafas dalam
6. Kolaborasi:
- Pemberian ogsigen
- Laboratorium: Analisa gas darah, darah
lengkap dll
- Pemberian obat sesuai kebutuhan
2. Penurunan perfusi serebral
b.d. adanya perdarahan,
edema atau oklusi pembuluh
darah serebral
Perfusi serebral membaik
Kriteria hasil :
a. Tingkat kesadaran membaik
(GCS meningkat)
b. fungsi kognitif, memori dan
motorik membaik
c. TIK normal
1. Pantau adanya tanda-tanda penurunan
perfusi serebral :GCS, memori, bahasa
respon pupil dll
2. Observasi tanda-tanda vital (tiap jam
sesuai kondisi pasien)
3. Pantau intake-output cairan, balance
tiap 24 jam
4. Pertahankan posisi tirah baring pada
posisi anatomis atau posisi kepala
d. Tanda-tanda vital stabil
e. Tidak ada tanda perburukan
neurologis
tempat tidur 15-30 derajat
5. Hindari valsava maneuver seperti batuk,
mengejan dsb
6. Pertahankan ligkungan yang nyaman
7. Hindari fleksi leher untuk mengurangi
resiko jugular
8. Kolaborasi:
Beri ogsigen sesuai indikasi
Laboratorium: AGD, gula darah dll
Penberian terapi sesuai advis
CT scan kepala untuk diagnosa dan
monitoring
3. Gangguan mobilitas fisik b.d.
kerusakan neuromuskuler,
kelemahan, hemiparese
Pasien mendemonstrasikan
mobilisasi aktif
Kriteria hasil :
a. tidak ada kontraktur atau foot
drop
b. kontraksi otot membaik
c. mobilisasi bertahap
1. Pantau tingkat kemampuan mobilisasi
klien
2. Pantau kekuatan otot
3. Rubah posisi tiap 2 jan
4. Pasang trochanter roll pada daerah yang
lemah
5. Lakukan ROM pasif atau aktif sesuai
kemampuan dan jika TTV stabil
6. Libatkan keluarga dalam memobilisasi
klien
7. Kolaborasi: fisioterapi
4. Gangguan komunikasi verbal
b.d. kerusakan
neuromuscular, kerusakan
sentral bicara
Komunikasi dapat berjalan
dengan baik
Kriteria hasil :
a. Klien dapat mengekspresikan
perasaan
b. Memahami maksud dan
pembicaraan orang lain
c. Pembicaraan pasien dapat
dipahami
1. Evaluasi sifat dan beratnya afasia
pasien, jika berat hindari memberi
isyarat non verbal
2. Lakukan komunikasi dengan wajar,
bahasa jelas, sederhana dan bila perlu
diulang
3. Dengarkan dengan tekun jika pasien
mulai berbicara
4. Berdiri di dalam lapang pandang pasien
pada saat bicara
5. Latih otot bicara secara optimal
6. Libatkan keluarga dalam melatih
komunikasi verbal pada pasien
7. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
5. (Risiko) gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan b.d.
intake nutrisi tidak adekuat
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
b. Berat badan dalam batas normal
c. Conjungtiva ananemis
d. Tonus otot baik
e. Lab: albumin, Hb, BUN dalam
batas normal
1. Kaji factor penyebab yang
mempengaruhi kemampuan menerima
makan/minum
2. Hitung kebutuhan nutrisi perhari
3. Observasi tanda-tanda vital
4. Catat intake makanan
5. Timbang berat badan secara berkala
6. Beri latihan menelan
7. Beri makan via NGT
8. Kolaborasi : Pemeriksaan lab(Hb,
Albumin, BUN), pemasangan NGT,
konsul ahli gizi

6. Perubahan persepsi-sensori
b.d. perubahan transmisi
saraf sensori, integrasi,
perubahan psikologi
Persepsi dan kesadaran akan
lingkungan dapat dipertahankan
1. Cari tahu proses patogenesis yang
mendasari
2. Evaluasi adanya gangguan persepsi:
penglihatan, taktil
3. Ciptakan suasana lingkungan yang
nyaman
4. Evaluasi kemampuan membedakan
panas-dingin, posisi dan proprioseptik
5. Catat adanya proses hilang perhatian
terhadap salah satu sisi tubuh dan
libatkan keluarga untuk membantu
mengingatkan
6. Ingatkan untuk menggunakan sisi tubuh
yang terlupakan
7. Bicara dengan tenang dan perlahan
8. Lakukan validasi terhadap persepsi
klien dan lakukan orientasi kembali
7. Kurang kemampuan merawat
diri b.d. kelemahan,
gangguan neuromuscular,
kekuatan otot menurun,
penurunan koordinasi otot,
depresi, nyeri, kerusakan
Kemampuan merawat diri
meningkat
Kriteria hasil :
a. mendemonstrasikan perubahan
1. Pantau tingkat kemampuan klien dalam
merawat diri
2. Berikan bantuan terhadap kebutuhan
yang benar-benar diperlukan saja
persepsi pola hidup untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari
b. Melakukan perawatan diri sesuai
kemampuan
c. Mengidentifikasi dan
memanfaatkan sumber bantuan
3. Buat lingkungan yang memungkinkan
klien untuk melakukan ADL mandiri
4. Libatkan keluarga dalam membantu
klien
5. Motivasi klien untuk melakukan ADL
sesuai kemampuan
6. Sediakan alat Bantu diri bila mungkin
7. Kolaborasi: pasang DC jika perlu,
konsultasi dengan ahli okupasi atau
fisioterapi
8. Risiko cedera b.d. gerakan
yang tidak terkontrol selama
penurunan kesadaran
Klien terhindar dari cedera
selama perawatan
Kriteria hasil :
a. Klien tidak terjatuh
b. Tidak ada trauma dan komplikasi
lain
1. Pantau tingkat kesadaran dan
kegelisahan klien
2. Beri pengaman pada daerah yang sehat,
beri bantalan lunak
3. Hindari restrain kecuali terpaksa
4. Pertahankan bedrest selama fase akut
5. Beri pengaman di samping tempat tidur
6. Libatkan keluarga dalam perawatan
7. Kolaborasi: pemberian obat sesuai
indikasi (diazepam, dilantin dll)
9. Kurang pengetahuan (klien
dan keluarga) tentang
penyakit dan perawatan b.d.
kurang informasi,
keterbatasan kognitif, tidak
mengenal sumber
Pengetahuan klien dan keluarga
tentang penyakit dan perawatan
meningkat.
Kriteria hasil :
1. Evaluasi derajat gangguan persepsi
sensuri
2. Diskusikan proses patogenesis dan
pengobatan dengan klien dan keluarga
a. Klien dan keluarga berpartisipasi
dalam proses belajar
b. Mengungkapkan pemahaman
tentang penyakit, pengobatan,
dan perubahan pola hidup yang
diperlukan
3. Identifikasi cara dan kemampuan untuk
meneruskan progranm perawatan di
rumah
4. Identifikasi factor risiko secara
individual dal lakukan perubahan pola
hidup
5. Buat daftar perencanaan pulang

DAFTAR PUSTAKA


Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. salemba
medika: jakarta.

Smeltzer, Suzanne.(1996). Keperawatan Medikal Bedah.(2002) alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

Hudak, C.M. Gallo, B.M. (1996). Keperawatan Kritis. Pendekatan holistic Edisi VI volume II.
EGC:Jakarta

You might also like