You are on page 1of 15

1

A. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces Cereviceaedalam Pembuatan Roti


Khamir jenis Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir yang paling
umum digunakan pada pembuatan roti. Khamir ini sangat mudah ditumbuhkan,
membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju pertumbuhan yang cepat, sangat stabil, dan
aman digunakan (food-gradeorganism). Dengan karakteristik tersebut, S. Cereviceae
lebih banyak digunakan dalam pembuatan roti dibandingkan penggunaan jenis khamir
yang lain. Dalam perdagangan khamir ini sering disebut dengan bakers yeast atau
ragi roti.
Fungsi ragi (yeast) dalam pembuatan roti adalah untuk proses aerasi adonan
dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida, sehingga mematangkan dan
mengempukan gluten dalam adonan. Pengkondisian dari gluten ini akan
memungkinkan untuk mengembangkan gas secara merata dan menahannya,
membentuk cita rasa akibat terjadinya proses fermentasi.
Proses fermentasi pada pengolahan roti sudah dilakukan sejak lama. Tahapan
ini dilakukan untuk menghasilkan potongan roti (loaves) dengan bagian yang porus
dan tekstur roti yang lebih lembut. Metode ini didasarkan pada terbentuknya gas
akibat proses fermentasi yang menghasilkan konsistensi adonan yang frothy (porus
seperti busa). Pembentukan gas pada proses fermentasi sangat penting karena gas
yang dihasilkan akan membentuk struktur seperti busa, sehingga aliran panas ke
dalam adonan dapat berlangsung cepat pada saat baking. Panas yang masuk ke dalam
adonan akan menyebabkan gas dan uap air terdesak ke luar dari adonan, sementara
terjadi proses gelatinisasi pati sehingga terbentuk struktur frothy.
Yeast (ragi) memfermentasikan adonan sehingga menghasilkan gas
karbondioksida yang akan mengembangkan adonan. Jika proses fermentasi terkendali
dengan baik, maka akan menghasilkan produk bakery seperti roti dan donat yang
baik, dalam arti mempunyai volume dan tekstur yang baik serta cita rasa yang enak.
Selama proses fermentasi akan terbentuk CO
2
dan ethyl alkohol. Gula-gula sederhana
seperti glukosa dan fruktosa digunakan sebagai substrat penghasil CO
2.
Gas CO
2
yang
2

terbentuk menyebabkan adonan roti mengembang dan alkohol berkontribusi dalam
membentuk aroma roti.
Fermentasi adonan didasarkan pada aktivitas-aktivitas metobolis dari khamir
dan bakteri asam laktat. Aktivitas mikroorganisme ini pada kondisi anaerob akan
menghasilkan metabolit fungsional yang penting pada pembentukkan adonan. Dengan
mengendalikan parameter proses fermentasi dan metode preparasi adonan dapat
dimungkinkan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dan enzim untuk
menghasilkan adonan roti yang dikehendaki seperti volume, konsistensi, dan
pembentukkan.
Penggunaan mikroorganisme dalam pengembangan adonan roti masih menjadi
fenomena yang asing bagi masyarakat yang tidak familiar dengan pabrik roti. Udara
(oksigen) yang masuk ke dalam adonan pada saat pencampuran dan pengulenan
(kneading) akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan khamir. Akibatnya akan terjadi
kondisi yang anaerob dan terjadi proses fermentasi. Gas CO
2
yang dihasilkan selama
proses fermentasi akan terperangkap di dalam lapisan film gluten yang impermiabel.
Gas akan mendesak lapisan yang elastis dan extensible yang selanjutnya
menyebabkan pengembangan (penambahan volume) adonan.
Selama proses fermentasi selain dihasilkan gas CO
2
juga dihasilkan asam-
asam organik yang menyebabkan penurunan pH adonan. Karena tingginya kapasitas
penyangga (buffer capacity) protein di dalam adonan, maka tingkat keasaman dapat
ditentukan dengan menentukan total asam adonan. Proses asidifikasi ini dapat
dijadikan sebagai indikator bahwa fermentasi adonan berjalan dengan baik. Dengan
demikian pengukuran pH mutlak diperlukan dalam pengendalian proses.
Terbentuknya alkohol, penurunan pH, dan terbentuknya metabolit lainnya
secara langsung akan berperan sebagai prekursor flavor dan rasa roti. Akibat proses
fermentasi tersebut dapat menghasilkan roti dengan mutu organoleptik yang tinggi.
B. Manfaat Enzim Invertase
Pemanfaatan enzim secara komersial terus dipelajari dan diterapkan yaitu
pemanfaatan enzim untuk proses enzimatik pada industri makanan, minuman,
3

farmasi, dan biokimia. Salah satu contoh pemanfaatan tersebut adalah pematangan
buah-buahan hijau yang dipanen, pelayuan daging, pengawetan keju, pencegahan
kekeruhan bir, dan pembentukan tekstur gula. Sedangkan pemanfaatan enzim
invertase banyak dilakukan dalam industri makanan dan minuman khususnya pada
pengolahan roti, selai, permen, produk gula-gula, dan produksi asam laktat dari
fermentasi sirup tebu (Acosta et al, 2000).
Enzim invertase banyak digunakan dalam industry fermentasi karena
berfungsi sebagai katalis dalam hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (gula
invert/gula pereduksi). Invertase juga digunakan untuk memproduksi etanol dari
sukrosa sebagai sumber karbon (Lee Huang 2000).
Invertase dikenal sebagai -fructofuranoside fructohydrolase (EC 3.2.1.26)
merupakan sebuah katalis untuk hidrolisis sukrosa yang menghasilkan fruktosa dan
glukosa (gula invert). Sukrosa merupakan produksi akhir asimilasi karbon (C) pada
proses fotosintesis yang terjadi di daun (Kim et al, 2000) dan bentuk karbohidrat yang
mudah ditransporta-sikan ke jaringan simpan atau sink tissues (Cheng et al, 1996).
Selain berfungsi dalam penyediaan energi dan kerangka karbon, sukrosa juga erperan
dalam pengaturan ekspresi gen lainnya (Koch, 1996; Ohto et al., 2001), partisi karbon
asimilate (Lunn & Hatch, 1997; Grof et al, 1998) serta pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Fung et al, 2003).
Enzim invertase banyak ditemukan pada ragi roti yang mengandung khamir
Saccharomyces ceriviseae. Invertase diproduksi oleh bakteri, fungi, tumbuhan tingkat
tinggi, dan beberapa sel hewan (Lee Huang et al, 2000). Tetapi banyak penelitian
dilakukan pada produksi invertase yang dihasilkan oleh khamir Saccharomyces
cereviceae. Khamir ini banyak terkandung pada ragi roti, dan secara komersil banyak
dijual dipasaran. Yeast merupakan mikroorganisme uniseluler berbentuk ellips, bulat
atau silindris, yang ukurannya 5-10 kali lebih besar dari bakteri. Ragi ini banyak
digunakan dalam pembuatan bir dan roti serta dikenal pula sebagai suplemen
makanan karena kaya akan vitamin.


4

C. Pengaruh pH pada Enzim Invertase
Perubahan pH dapat menyebabkan turunnya aktivitas enzim akibat perubahan
ionisasi gugus-gugus fungsionilnya karena gugus ionik berperan penting dalam
menjaga konformasi sisi aktif enzim untuk mengikat dan mengubah substrat menjadi
produk. Perubahan pH juga dapat menyebabkan enzim terdenaturasi sehingga
menyebabkan penurunan katalitik enzim.
Denaturasi enzim dakibatkan karena terjadinya pemutusan ikatan penstabil
struktur (seperti ikatan ionik, hidrogen, hidrofobik) yang menghubungkan antar
polimer protein. Pemutusan tersebut dapat terjadi pada protein kwartener, tersier
ataupun sekunder. Pada protein kwartener terjadi pemutusan ikatan penstabil struktur
karena bentuknya yang merupakan gabungan antara globular satu dengan globular
lainnya sehingga dapat terjadi pemutusan ikatan tersebut pada protein tersier satu
dengan protein tersier lainnya dan terjadi seterusnya, pada protein tersier membentuk
protein sekunder (Awwalurrizki &Putra 2009).
D. SUKROSA
Sukrosa, biasanya diketahui sebagai gula meja (table sugar), merupakan
disakarida yang dibentuk dari sebuah molekul -D-glukosa dan molekul -Dfruktosa
yang dihubungkan oleh ikatan -1, -2 glikosidik. Ketika ikatan -1, -2 glikosidik
terputus oleh reaksi hidrolisis, akan terbentuk campuran glukosa dan fruktosa.
Campuran monosakarida monosakarida tersebutn disebut sebagai gula invert (invert
sugar), yang merupakan turunan dari sukrosa. Sukrosa dapat dihidrolisis dengan
bantuan enzim yang disebut sebagai invertase atau sukrase (Wang, 2004). Reaksi
hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan invertase dapat
dilihat pada gambar 1.

5

Gambar 1. Reaksi hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa denganbantuan
invertase

Menurut Pennington dan Charles (1990) sukrosa adalah gulanonpereduksi dan
stabil terhadap panas, larutan netral sampai suhu 100C.Fruktosa akan terurai pada
suhu 60C dan glukosa maupun fruktosa tidakstabil pada larutan basa, pada kondisi
seperti itu sukrosa umumnya palingstabil. Sukrosa akan berubah atau pecah menjadi
dua komponenmonosakarida, glukosa dan fruktosa dalam larutan asam. Reaksi ini
akandipercepat dengan peningkatan keasaman dan peningkatan suhu.
Kebanyakanreaksi sukrosa dalam larutan termasuk metabolisme manusia, dimulai
denganreaksi inversi.
Reaksi inversi adalah reaksi hidrolisis irreversible dimana satu
molekulsukrosa dan satu molekul air menghasilkan satu molekul glukosa dan
satumolekul fruktosa. Proses ini dipercepat dengan panas. Inversi larutan
sukrosamurni diproses paling cepat sampai mendekati 5000 kali pada 90C
dibandingpada 20C. Pada prakteknya reaksi ini terjadi pada pH dibawah 7 dan
prosesdipercepat dengan penurunan pH. Reaksinya adalah indotermik dengan
energiaktivasi 25,9 kilokalori per mol pada 20C. Reaksi ini dapat juga
melaluikatalisis biokimia dengan beberapa enzim, khususnya invertase
(Penningtondan Charles, 1990).

E. INVERTASE
Secara molekuler enzim merupakan protein yang tersusun atasserangkaian
asam amino dalam komposisi dan sekuens yang teratur dan tetap.Enzim merupakan
biokatalisator yang diproduksi oleh sel hidup dandiklasifikasikan dalam dua
kelompok yaitu enzim intraseluler yang bekerja didalam sel dan enzim ekstraseluler
yang bekerja di luar sel (Judoamidjojo etal., 1989).Menurut Foyer et al (1997), enzim
yang biasanya menghidrolisis sukrosamenjadi glukosa dan fruktosa adalah invertase.
Glukosa dan fruktosa dilibatkan dalam memberi sinyal jaringan dengan perubahan
sukrosa sel tanaman menjadi nutrisi yang dibutuhkan. Jadi aksi invertase
memberikanisyarat sukrosa dengan memproduksi dua molekul masenjer sebagai hal
yangpenting pada proses ini. Sehingga invertase menjadi enzim dengan dua
fungsi,sebagai katalis pemecah sukrosa dan pemberi informasi keadaan karbon.
6

Asam invertase (-fruktosidase; EC 3.2.1.26) adalah enzim pengkatalistidak
balik yang memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yangmerupakan kunci
enzim dalam metabolisme sukrosa dalam buah apel (Beruter1985, Beruter et al. 1997)
sebagai pengikat jaringan dalam tanaman (Quickand Schaffer 1996) (dalam PAN et
al, 2005).Invertase terdapat dalam jumlah yang beragam pada tanaman atau
hewandengan varietas yang luas. Sumber utama diyakini berasal dari ragi (yeast)
danfungi lainnya. Reed (1966) dalam Pancoast (1980) menyatakan bahwa
ragiSaccharomyces cerevisiae dan S. carlsbergensis merupakan sumber
utamapenghasil invertase untuk aplikasi industri.
Invertase tebu dimurnikan dari jaringan batang tebu dewasa menjadi bagian
elektroforetikal yang sama dengan penukaran ion kromatografi DEAECellulose dan
CM-Cellulose pada kolom kromatografi. Berat molekul enziminvertase murni adalah
218 kDa panda SDS-Polyacrylamid gel elektroforesis.Bila enzim dikarakterisasi
ditemukan invertase tebu adalah glikoprotein alamidan mengandung 7,29 % gula.
Aktivitas enzim tertinggi pada pH 7,2 dan suhu 60C (Rahman et al., 2004).

F. AKTIVITAS DAN STABILITAS ENZIM
Aktivitas enzim didefinisikan sebagai kecepatan pengurangan substratatau
kecepatan pembentukan produk pada kondisi optimum. Satu unit aktivitasenzim
selulase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan satumikromol gula
reduksi (glukosa) setiap menit (Lehninger, 1993).Aktivitas enzim dapat dipengaruhi
oleh konsentrasi substrat, pH, dansuhu (Pelczar dan Chan, 1986). Setiap enzim
berfungsi optimal pada suhu, pHdan konsentrasi substrat tertentu. Konsentrasi
substrat yang rendah menyebabkan daerah aktif pada enzim tidak semuanya terikat
pada substrat.Terdapat suhu optimal dimana reaksi berlangsung sangat cepat. Di atas
suhuoptimal, kecepatan reaksi menurun tajam karena enzim sebagai protein
akanterdenaturasi, sedangkan pada suhu terlalu rendah beberapa enzim tidak
dapatbekerja. Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh pH karena sifat ionik
guguskarboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi pH.
Stabilitas dan aktivitas enzim ditentukan oleh konformasi tigadimensinya.
Aktivitas enzim pada suhu tinggi terjadi melalui dua mekanisme,yaitu mekanisme
intrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme intrinsik yaitu strukturenzim secara alamiah
mendukung aktivitasnya yang dipengaruhi oleh faktor-faktorinteraksi elektrostatik,
interaksi hidrofobik, kandungan asam aminoalifatik, ikatan disulfida, dan
7

kekompakan struktur. Ikatan hidrofobik akansemakin kuat pada suhu tinggi untuk
enzim termostabil, sebaliknya akansemakin lemah untuk enzim termolabil karena
terjadi denaturasi.
Mekanisme ekstrinsik yaitu terjadinya stabilitas panas akibat adanya interaksi
multipointdengan komponen-komponen lain dan adanya faktor penstabil panas,
yaitupengikatan substrat dengan komponen berberat molekul rendah, kontak
antaraprotein-protein, gugus prostetik, kation logam dan lain-lain (Nam-Soo danKim,
1991).
Enzim merupakan salah satu jenis protein globular. Stabilitas danaktivitas
enzim ditentukan oleh konformasi tiga dimensinya yang dipengaruhioleh struktur
tertier protein. Terdapat empat jenis interaksi yang menstabilkanstruktur tersebut pada
suhu, pH dan konsentrasi ion normal, antara lain ikatanhidrogen, gaya tarik ionik,
interaksi hidrofobik dan jembatan kovalen.(Lehninger, 1988).

G. DEGRADASI SUKROSA
Banyak faktor yang mempengaruhi laju reaksi suatu enzim. Diantaranyayang
paling penting adalah konsentrasi substrat dan enzim. Beberapa faktorutama lainnya
adalah suhu, pH, kekuatan ionik dan adanya inhibitor.Sesungguhnya, segala sesuatu
yang mempengaruhi struktur tersier proteinenzim akan mempengaruhi laju reaksi
enzim (Page, 1989). Degradasi sukrosa oleh enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antaralain: pH, suhu, lama pemanasan, konsentrasi substrat dan konsentrasi
enzim.Laju degradasi sukrosa dapat diperlambat atau bahkan dihambat
denganpenambahan inhibitor.
1. pH
Konsentrasi nyata H+ dan juga OH- di dalam larutan dinyatakan olehnilai
pH. Pengukuran pH adalah satu prosedur yang paling penting dansering
dipergunakan dalam biokimia karena pH menentukan banyakperanan penting dari
struktur dan aktivitas makromolekul biologi, seperti aktivitas katalitik enzim
(Lehninger, 1995).Menurut Chaplin dan Bucke (1990) enzim adalah molekul
ampoter yang mengandung sejumlah asam dan golongan dasar terutama pada sisi
permukaan. Kondisi golongan ini akan berubah-ubah tergantung pada konstanta
disosiasi asam dengan pH lingkungannya. Hal ini akanmempengaruhi keadaan
total enzim dan beban distribusi pada permukaanluar dengan penambahan reaktif
dari golongan aktif pengkatalis. Efek inisangat penting pada sisi aktifnya.
8

Perubahan yang terjadi pada kondisi pHmempengaruhi aktivitas, daya larut dan
stabilitas enzim.Perubahan laju enzim sebagai fungsi dari pH disebabkan oleh
tigafaktor.
1. Status protonasi dari sisi cabang asam amino pada bagian aktif komplek
enzim-substrat yang berubah, menghasilkan suatu perubahandalam
kemampuaanya memecah ES menjadi P (misal, perubahan padaVmax)
2. Perubahan yang bersifat ion dari molekul substrat atau bagian yang
aktif mengubah kecenderungan dua molekul untuk
berkombinasimembentuk ES.
3. Pergeseran pH menjauhi netral dapat menurunkan kestabilan
bentukprotein, mengarah pada laju denaturasi enzim pada suhu
pengujian.








Gambar 2. Model persmaan umum untuk pengaruh pH (Stauffer, 1989).

Nilai pH merupakan faktor yang juga berpengaruh terhadap
aktivitasenzim. Kebanyakan dari enzim tidak aktif atau infaktif pada nilai pH
yangekstrim. Hal tersebut dapat disebabkan oleh nilai pH yang ekstrim
dapatmerusak protein yang merupakan komponen penyusun enzim.
Pengaruhfaktor nilai pH terhadap aktivitas enzim dapat dilihat pada Gambar 3.







9



Gambar 3. Pengaruh nilai pH terhadap aktivitas invertase darigula tebu (Rahman et al., 2004)

Berdasarkan Gambar 3, nilai pH merupakan faktor yang berpengaruhterhadap
aktivitas invertase dari tebu gula. Peningkatan nilai pH dari 2sampai dengan 7 dapat
menyebabkan peningkatan aktivitas enzim. Dilainpihak, peningkatan pH di atas 7
dapat menyebabkan penurunan aktivitasinvertase.
2. Suhu
Menurut Chaplin dan Bucke (1990) denaturasi oleh panas padaenzim
disebabkan terutama oleh interaksi protein dengan lingkungan yangmengandung
air. Protein umumnya lebih stabil dalam konsentrat daripadalarutan lemah. Dalam
keadaan kering atau secara umum protein tersebutaktif dalam suatu periode
sampai suhu 100C.
Peningkatan suhu pada reaksi enzim mempunyai dua pengaruh,
yaitupeningkatan suhu dapat meningkatkan laju reaksi dan peningkatan
suhumeningkatkan laju inaktifasi enzim. Sesuai dengan aturan, peningkatan10C
akan menyebabkan laju reaksi dua kalinya, sementara laju inaktifasiakan
meningkat 64 kalilipat (Stauffer, 1989).
Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhiaktivitas
enzim. Peningkatan suhu dapat meningkatkan reaksi, akan tetapipeningkatan suhu
yang tinggi akan menyebabkan denaturasi protein,sehingga akan menurunkan
aktivitas enzim. Pengaruh suhu terhadapaktivitas invertase dapat dilihat pada
Gambar 4 (Rahman et al., 2004).










10


Gambar 4. Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase dari gulatebu (Rahman et al., 2004)

Berdasarkan Gambar 4, dapat diketahui bahwa faktor suhuberpengaruh
terhadap aktivitas invertase. Semakin tinggi suhu yangdiberikan akan
meningkatkan aktivitas invertase. Dilain pihak,peningkatan suhu lebih lanjut
(di atas 60
o
C) dapat menyebabkanpenurunan aktivitas invertase. Peningkatan
suhu di atas 60
o
C dapatmenyebabkan denaturasi protein yang merupakan
senyawa penyusunenzim. Selain suhu, tekanan juga merupakan faktor yang
berpengaruhterhadap aktivitas enzim. Peningkatan tekanan di atas 50 Mpa
dapatmenurunkan aktivitas enzim (Cavaille dan Didier, 1996).

3. Konsentrasi Substrat dan Enzim
Pada konsentrasi substrat yang tinggi, acapkali ditemukan lajureaksinya
lebih kecil dari nilai maksimum. Hal ini dapat diterapkan bahwapada konsentrai
tinggi tersebut, substrat dapat menghambat laju konversimenjadi produk. Jenis
penghambatan ini akan membentuk komplek (deadend complex) satu sisi
manakala molekul substrat terikat pada enzim, dan molekul substrat lain terikat
pada sisi lain (sekunder) enzim. Sebagaicontoh, invertase dihambat oleh sukrosa
pada konsentrasi tinggi, penisilinasilase terhambat pada konsentrasi tinggi bensil
penisilin (Suryani danMangunwidjaja, 2002).Invertase dapat mengkatalisis
sukrosa pada konsentrasi di atas59%wt/vol. Peningkatan konsentrasi sukrosa
lebih lanjut sampai80%wt/vol menurunkan aktivitas enzim secara signifikan,
mungkindisebabkan oleh konsentrasi air rendah, inhibisi oleh substrat atau
agregasisubstrat (Somiari dan Bielecki, 1995 dalam Filho et al, 1999).Brown
pada tahun 1902 melakukan penelitian tentang invertase,menyatakan bahwa bila
konsentrasi sukrosa lebih tinggi daripada enzim,kecepatan reaksi menjadi tidak
tergantung pada konsentrasi sukrosa(Pancoast, 1980).

4. Inhibitor
Sejumlah substansi mungkin menyebabkan penurunan laju reaksikatalisis
enzim. Beberapa diantaranya adalah protein denaturan nonspesifik.Substansi lain
yang bertindak spesifik dikenal sebagai inhibitor.Aktifitas yang hilang mungkin
dapat dibalikan, dimana aktifitas mungkin diperbaiki dengan menghilangkan
11

inhibitor atau tidak dapat balik,hilangnya aktivitas tergantung waktu dan tidak
dapat dikembalikan selamawaktu pengamatan (Chaplin dan Bucke, 1990).
Banyak bahan yang mengubah aktivitas dari suatu enzim dengan
menggabungkannya dalam suatu jalur yang mempengaruhi ikatan substrat
dan/atau nilai turnovernya. Bahan-bahan yang mereduksi aktivitas suatu enzim
dengan caraini dikenal sebagai inhibitor.










Gambar 5. Pengaruh inhibitor terhadap aktifitas enzim

Banyak bahan yang dapat mengubah aktivitas suatu enzim
denganmenggabungkannya dalam suatu jalur yang mempengaruhi ikatan
substrat.Bahan-bahan yang mereduksi aktivitas suatu enzim dengan cara
inidikenal sebagai inhibitor. Inhibitor terbagi menjadi dua jenis, yakniinhibitor
reversible yang membentuk kompleks dinamik dengan enzim daninhibitor
irreversible yang dikenal dengan racun pengkatalis (contohnyabeberapa logam
berat, seperti merkuri, Hg2+). Inhibitor mengikat molekulenzim dan
menurunkan aktivitasnya (Flickinger dan Drew, 1999).Aktivitas enzim sangat
dipengaruhi oleh adanya berbagai senyawadalam cairan reaksi. Beberapa zat
yang dapat meningkatkan aktivitasenzim disebut aktivator. Sebaliknya
beberapa zat yang dapat menurunkanaktivitas enzim disebut inhibitor. Gejala
yang terakhir ini sering dijumpaiberbagai reaksi enzimatik (Suryani dan
Mangunwidjaja, 2002). Adaberbagai mekanisme dimana inhibitor enzim dapat
bekerja.Mekanisme tersebut antara lain:
a. Penghambatan Kompetitif
12

Suatu bahan yang berkompetisi secara langsung dengan suatusubstrat
normal untuk suatu daerah (site) ikatan enzim dikenal dengansuatu inhibitor
kompetitif. Inhibitor seperti ini biasanya menyerupaisubstrat dimana secara
spesifik mengikat daerah aktif tetapi bila berbedadarinya sehingga menjadi
tidak reaktif.

b. Penghambatan Non-Kompetitif
Dalam inhibisi non-kompetitif, inhibitor mengikat secaralangsung
ke kompleks enzim-substrat tetapi tidak ke enzim bebas. Inhibisi yang
tidak kompetitif menyatakan bahwa inhibitor ini akanmempengaruhi
fungsi enzim tetapi tidak terhadap ikatan dengansubstrat. Untuk enzim
dengan substrat tunggal, sangat sulit untukmengemukakan bagaimana hal
ini terjadi dengan pengecualianterhadap inhibitor kecil.

c. Penghambatan Campuran
Inhibisi yang terjadi karena enzim dan senyawa substrat-
enzimmengikat inhibitor. Inhibisi campuran berikatan dengan bagian
(site)enzim yang ikut serta baik dalam pengikatan substrat dan katalisator.

d. Penghambatan oleh produk
Sebagian besar enzimatik menghasilkan produk berupa
penghambat.Jenis penghambat ini dapat berbentuk kompetitif atau bukan
kompetitif.Beberapa contoh menyajikan penghambatan reaksi enzimatik
oleh produkyang dihasilkan. Amiloglukosidase oleh glukosa, invertase
oleh glukosadan fruktosa, -amilase oleh maltosa, dan lain-lain. Jenis
penghambatanini juga retroinhibition.


5. Kondisi Lingkungan
Inaktivasi enzim dan mikroorganisme dapat dilakukan denganperlakuan
suhu yang tinggi. Akan tetapi perlakuan suhu yang tinggi jugadapat menyebabkan
perubahan produk, sehingga kualitasnya menurun.Metode lain yang dapat
digunakan untuk menurunkan aktivitas enzim danmikroorganisme tanpa merusak
produk yang diinginkan adalah dengancara pemberian gelembung gas inert.
13

Pemberian gelembung gas inert nitrogen mampu menurunkan aktivitas enzim
(Causette et al., 1998).
































14

DAFTAR PUSTAKA

Bucke C. 1987. Cell immobilization in calcium Alginate. Methods in Enzymology 135: 175-
189.

Causette, M., A. Gaunand., H. Planche., P. Monsan., dan B. Lindet. 1998.Inactivation of
Enzymes by Inert Gas Bubbling. Enzyme Engineering XIV. Vol. 864. New York.

Cavaille, D. dan D. Combes. 1996. High Pressure and Temperature: How to Diactivate
Enzymes in Two Different Ways. Enzyme Engineering XIII. Vol. 799. New York.

Chaplin, M.F and C. Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press, New
York.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Tinjauan Perkembangan Industri Gula Tebu
Nasional dan Kebijakannya. Sekretariat Dewan Gula Indonesia- Dirjen Perkebunan,
Jakarta.

Ewing, E. E., M. Devlin, D. A. Mcneill, M. H. McAdoo and A. M. Hedges. 1977. Changes in
Potato Tuber Invertase and Its Endogenous Inhibitor After Slicing, Including a Study of
Assay Methods. J. Plant Physiol. , 49 : 925- 929).

Filho, U. C., C. E Hori,. dan E. J Ribeiro,. 1999. Influence of the Reaction Products in the
Inversion of Sucrose by Invertase. Brazilian J. Chem Eng, 16 (2).

Flickinger, M. C. dan S. W. Drew. 1999. Kinetics and Stoichiometry (Growth, Enzymes).
Encyclopedia of Bioprocess Technology : Fermentation, Biocatalysis and
Bioseparation. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Foyer, C., A. Kingston-Smith and C. Pollock. 1997. Sucrose and Invertase, an Uneasy
Alliance. Iger Innovation:17-21.

Greiner, S., S. Krausgrill dan T. Rausch. 1998. Cloning of Tobacco Apoplasmic Invertase
Inhibitor. J. Plant Physiol. February 1;116(2):733-742.
15


Hakim, L. 2005. Inhibisi Formula Ekstrak Sidaguri (Sida rumbifalia) dan Seledri (Apium
gravealens) Pada Enzim Xantin Oksidase Serta Efek Anti Inflamasi. Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Padmawinata K. ITB, Bandung.

Harborne, J. B. 1987. Phytochemical Methods. 2nd ed. Terjemahan: Metode Fitokimia oleh
Padmawinata, K dan I. Soediro. ITB, Bandung.
Hasanah, E. N. I., 2009. Karakterisasi Ekstrak Kasar Enzim Invertase Yang Diamobilisasi
Dengan Ca-Alginat. Jurnal Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid ke-1. Maggy Thenawidjaja; penerjemah.
Terjemahan dari: Principles Of Biochemistry. Erlangga: Jakarta
Narita V. 2005. Saccharomyces cerevisiae Superjamur yang Memiliki Sejarah Luar Biasa.
Jakarta: Pustaka Utama.
Ninggar, A. W., Amelinda, dan Waras Nurcholis. 2010. Isolasi, Purifikasi, Kinetika, Dan
Karakterisasi Enzim Invertase Saccharomyces cerevisiae. Departemen Biokimia,
FMIPA, IPB.

You might also like