TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT- DAHULU, KINI, DAN MASA DEPAN
CHEN-YUAN CHIANG,1 ROSELLA CENTIS2 AND GIOVANNI BATTISTA MIGLIORI2
1International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, Paris, France, and 2WHO Collaborating Centre for TB and Lung Diseases, Fondazione S. Maugeri, Care and Research Institute, Tradate, Italy
ABSTRAK Pada populasi dari mycobacterium, mutasi kromosom acak pada resistensi genetik terhadap obat anti tuberculosis terjadi dalam frekuensi yang relatif kecil. Obat anti tuberculosis memperkuat tekanan tertentu sehingga mycobakterium mutan secara bertahap meningkatkan kerentanan basil dan muncul sebagai galur dominan. Resistensi terhadap dua atau lebih obat anti tuberculosis mewakili sejumlah hasil dari mutasi berurutan. Laporan keempat dari resistensi obat anti tuberculosis terakhir menyajikan data mengenai luasnya masalah ini di seluruh dunia. Nilai tengah prevalensi dari MDR-TB pada kasus TB baru adalah 1,6 % dan pada kasus TB dengan pengobatan sebelumnya sejumlah 11,7%. Diperkirakan terdapat setengah juta kasus dengan MDR-TB pada tahun 2006, 50% di Cina dan India. Durasi optimal dari pemberian kombinasi obat anti tuberculosis apa saja untuk terapi MDR-TB dan extensively drug-resistant TB/ TB resisten Obat Luas (TB-XDR) belum didefinisikan pada percobaan- percobaan klinik terkontrol/ Controlled Clinical Trials. Terapi standar mungkin layak untuk pasien MDR-TB yang sebelumnya tidak diberikan obat lini kedua. Sayangnya, realibilitas dari pemeriksaan kerentanan obat dari kebanyakan obat TB lini kedua masih dipertanyakan. TB resisten obat tidak selalu lebih virulen. Penemuan dari pelatihan modeling memperingatkan bahwa deteksi dan pengobatan kasus TB-MDR yang menjadi target WHO meningkat sebesar 70%, tanpa peningkatan secara bersamaan dari rerata pengobatan TB-MDR, maka prevalensi TB-XDR dapat meningkat berlipat ganda. Pencegahan dari perkembangan resisten obat harus diberikan sebagai prioritas utama pada era TB- MDR/ XDR. Kata Kunci : Key words: extensively drug-resistant tuberculosis,human immunodeficiency virus, multi-drug- resistant tuberculosis, penilaian/ review, faktor resiko
LATAR BELAKANG TB telah dianggap tidak dapat diobati sampai pada pertengahan abad 20. Pengenalan Obat Anti Tuberculosis (OAT) mengubah nasib pasien TB seperti yang didemonstrasikan olah Crofton pada tahun1959 1 (Sir John Crofton meninggal di usia 97 tahun pada 3 November 2009). Bagaimanapun, seperti yang dikatakan Crofton, bahaya terbesar yang dapat terjadi pada pasien dengan TB adalah bila organisme menjadi resisten terhadap dua atau lebih obat standar, diperkirakan beberapa Mycobacterium mutan dari hasil pengubahan kromosom spontan 1 . Rifampisin (RMP)- mengandung kemo-terapi aksi-cepat dan menjaga efikasi terapi dengan Isoniazid (INH) yang resisten TB 2 , tetapi efikasi ini menjadi terganggu secara substansial pada terapi TB-MDR, ditandai dengan resisten basiler pada setidaknya INH dan RMP 3 . MDR bukannya tidak dapat diobati. Fluorokuinolon, bila digunakan secara tepat bersama obat llini kedua lainnya, dapat mengobati mayoritas pasien TB-MDR, dengan resiko relaps jangka panjang yang rendah 4 . TB-XDR pertama kali disebutkan dalam literatur pada Maret 2006, di sebuah laporan yang dipublikasikan oleh US Centers for Disease Control and Prevention dan WHO, untuk mendeskripsikan bentuk keparahan penyakit 5 , sekarang disebut TB-MDR dengan tambahan basil yang resisten terhadap fluorokuinolon dan setidaknya satu dari obat injeksi lini ketiga, capreomycin, kanamycin, dan amikacin 6,7 . Meskipun definisi dari TB- XDR masih dipertanyakan 8,9 , sebuah penelitian di Eropa membuktikan bahwa kejadian TB-XDR, seperti yang didefinisikan sebelumnya, memiliki baik nilai klinis (memperkirakan hasil yang buruk) maupun signifikansi operasional (dikonfirmasi dengan hilangnya pasangan obat lini pertama dengan obat lini kedua) 10 .Sayangnya, Tb- XDR bukanlah hasil akhir dari terapi TB, penerapan dari resisten obat masih sering terjadi bila kita tidak menangani Tb-XDR dengan baik. Pertanyaannya adalah, apakah mutan resisten obat melebihi organisme rentan dan menjadi basil yang dominan di masa depan? dan dapatkah kita mencegah ini terjadi? 11-14 . Esai ini akan menilai mekanisme dan faktor yang terkait perkembangan Tb- resisten obat, epidemiologi dari Tb-Resisten Obat, dalam pengetahuan terbaru dari manajemen TB Resisten Obat dan akan mempersulit pada prospek pengendalian penyakit ini dimasa depan.
METODOLOGI Penelitian ini berdasar pencarian Medline menggunakan katakunci TB, TB-MDR, Tb-XDR meliputi periode sampai September 2009. Sebagai tambahan, Laporan Mingguan Morbiditas dan Mortalitas dari US Centers for Disease Control and Prevention yang dicari dari 1989 hingga laporan terbaru dari TB-MDR dan TB-XDR. Identifikasi artikel tersebut dibagi menjadi bagian berikut ini: mekanisme perkembangan TB-Resisten Obat; Anti Tb-Resisten obat didunia; epidemiologi, faktor resiko, presentasi klinis dan hasil dari TB-Resisten Obat; design regimen terapi yang optimal, HIV dan TB-MDR/TB-XDR dan prospek dimasa depan, termasuk pencegahan penyakit, tambahan alat diagnostik dan terapi baru.
MEKANISME PERKEMBANGAN TB-RESISTEN OBAT Pada populasi Mycobacterium Tuberculosis (MT) , mutasi acak yang menghasilkan resisten pada OAT terjadi pada frekuensi yang relatif kecil 15 . Secara klinik, signifikansi resisten obat pada TB dapat terbentuk selama terapi anti-TB (termasuk resisten). OAT memperketat seleksi tekanan pada populasi MT dimana mutan resisten secara bertambah melebihi basil yang rentan dan muncul sebagai galur yang dominan 16 . Monoterapi TB menghasilkan kegawatan resisten obat sejak 1940 ketika Streptomicin (SM) digunakan sebagai terapi tunggal 17,18 Asam Para- aminosalicil 19 dan kemudian INH dimasukkan dalam rejimen obat untuk pencegahan perkembangan resisten SM 20 . Sekali basil galur resisten mucul selama terapi, ini OAT berpindah ke komunitas. Mereka yang terinfeksi dengan galur resisten dapat membawa TB resisten sebelumnya ke terapi (resisten primer). Sampel survei nasional resisten obat pertama dilakukan di Britain pada 1955-1956 mengungkapkan adanya resisten pertama terhadap SM, Asam Para-aminosalicil dan INH, yang membawa kepada timbulnya terapi kombinasi tiga obat, sebagai terapi kepada pasien dengan basil yang resisten primer terhadap pengobatan tunggal dengan dua rejimen setara monoterapi, terutama dengan adanya beban basil yang luar biasa (monoterapi fungsional) 20 . Tidak ada dokter berpendidikan yang akan menggunakan monoterapi untuk TB, tetapi monoterapi TB masih terjadi. Fluorokuinolon terkadang digunakan untuk menangani infeksi saluran pernafasan bawah tetapi mungkin pasien yang didiagnosa juga mengidap TB 21-23 . Praktek terapi ini menyebabkan penundaan pada diagnosis TB dan kegawatan TB resisten kuinolon yang secara khusus berbahaya secara geografis dengan tingginya prevalensi penyakit ini 24,25 . Terapi infeksi TB-Laten pada praktek lain dari monoterapi potensial Tb, pada pasien dengan TB aktif yang tidak teridentifikasi 26 . Ini dapat menghasilkan resisten INH 27 . Lebih lagi, monoterapi fungsional tetap merupakan mekanisme penting dalam perkembangan basil resisten dimana kultur dan uji sensitifitas obat tidak tersedia secara rutin.
Kombinasi terapi pada pasien terinfeksi galur MT rentan tidak secara konsisten mencegah kegawatan resisten obat, terutama bila pasien mendapat pengobatan tidak teratur. Mitchison mengajukan empat mekanisme dasar untuk menjelaskan mengapa resisten obat terjadi sebagai komplikasi buruk selama terapi Tb. Ini termasuk (i) efek bakterisidal yang berbeda selama awal pembasmian, (ii) monoterapi selama sterilisasi pada populasi tertentu (iii) pencegahan konsentrasi obat selama pertumbuhan ulang, (iv) terbentuknya resisten INH terutama diantara infeksi HIV 32,33 . Sebagai tambahan(fungsional) monoterapi dan rendahnya kepatuhan pasien, dosis yang tidak adekuat dan kualitas obat yang buruk dapat membawa kepada kegawatan resisten obat. Untuk mengingat tidak ada mutasi genetik tunggal diidentifikasi menghasillkan resisten terhadap 2 atau lebih OAT 34 . Perkembangan resisten pada TB dimulai dengan monoresisten dan lebih lanjut resisten terhadap obat lainnya. Resisten terhadap dua atau lebih OAT adalah hasil komulatif dari mutasi berikutnya 34 .
RESISTEN OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI DUNIA
Pada tahun 1978, komite bakteriologi dan imunologi dari International Union Against Tuberculo-sis and Lung Disease (IUATLD, The Union) memutuskan bahwa dokumentasi prevalensi resisten obat terhadap TB diperlukan, yang membawa kepada publikasi Atlas dunia awal Resisten Obat pada tahun 1980 35 . Review lain pada situasi dunia dari TB Resisten Obat ditemukan sulit mengakses situasi dikarenakan (i) keterbatasan fasilitas untuk kultur MT di negara berkembang, (ii) metode standar laboratorium tidak diikuti secara seragam, (iii) dalam banyak survei, sampel dipilih dari populasi yang kecil atau tidak mewakili dan (iv) perbedaan antara resisten primer dan didapat tidak dibuat secara konsisten 36 .
Pada tahun 1994, WHO dan The Union meluncurkan Global Project on Anti-tuberculosis Drug Resistance Surveil- lance. Proyek ini menegakkan tiga prinsip utama: (i) sampel harus mewakili dari smeua kasus TB dalam kondisi dibawah penilaian; (ii) pasien baru secara jelas dipisahkan deari pasien terapi sebelumnya, dan (iii) kinerja laboratorium optimal dijamin dan diatur melalui hubungan dengan Referensi Supranasional Laboratorium TB 31,37- 41 . Kemudian, dalam rangka menyederhanakan klasifikasi resisten obat, antara kasus baru didefiniskan sebagai kehadiran MT resisten yang diisolasi dari pasien yang meninggalkan pengobatan TB pertama (maksimal 1 bulan) dan kasus ini mungkin hasil transmisi MT resisten obat. Resisten obat antar kasus yang telah ditangani sebelumnya didefinisikan sebagai adanya MT resisten yang diisolasi dari pasien yang telah diterapi selama 1 bulan atau lebih.
Resisten obat dari kasus pengobatan sebelumnya mungkin tidak berguna untuk resisten didapat yang mengandung kombinasi dari tiga tipe resisten (i) pasien dengan resisten didapat selama terapi Tb, (ii) pasien secara primer terinfeksi dengan galur resisten dan selanjutnya menggagalkan terapi, dan (iii) pasien yang terinfeksi ulang dengan galur resisten 41 . Resisten kombinasi obat didefinisikan sebagai proporsi resisten obat dalam populasi disurvei terlepas dari terapi sebelumnya, dimana dapat menyajikan pendekatan yang lebih baik dari tingkat resisten obat dikomunitas. Dimana rerata resisten obat dalam kasus baru biasa berubah secara lambat, kombinasi resisten obat diusulkan sebagai indikator terbaik dari kinerja program 42 . Jaminan mutu untuk program DST dari MT melalui jaringan laboratorium supranasional adalah penting. Telah diingat bahwa reliabilitas DST untuk RMP dan INH lebih baik daripada SM dan Ethambutol (EMB), dan uji kemampuan umum dapat meningkatkan kualitas DST secara signifikan 43 .
Terakhir, penelitian TuBerculosis Network European Tri-alsgroup melaporkan epidemiologi dan data klinik untuk pasien TB yang dikonfirmasi dengan kultur (n=4583) didiagnosis berturut-turut oleh TB clinical reference centres di Estonia (Tallin, Tartu), Germany (Borstel, Munich-Gauting, Grosshansdorf, Bad-Lippspringe), Italy (Sondalo, Milan, Rome) dan Russian Federation (Archangels Oblast) antara 1999 sampai 2006 (Italy and Germany: 20032006; Estonia: 20012004; Archangels Oblast: 19992001) 10,4447 .
EPIDEMIOLOGI DARI TB-RESISTEN OBAT Laporan keempat dari anti-TB resisten obat global 41,48 menyajikan data terakhir pada perluasan TB resisten obat antara 2002 sampai 2007. Laporan ini termasuk data untuk DST dari 90726 pasien dari 83 negara 48 . Nilai tengah prevalensi dari TB-MDR pada kasus TB baru adalah 1,6% (rerata interkuatil 0,6-3,9) rentang dari 0% pada 8 negara dengan prevalensi TB rendah hingga 19,4% di Modolva dan 22,3% di Baku, Azerbaijan 48 . Prevalensi Tb-MDR pada kasus TB baru > 6% dalam 15 kondisi, 2 dari kondisi ini adalah provinsi di China, 12 dalam 10 negara bagian UNI- Soviet (FSU: Azerbaijan, Moldova, Ukraine, Russian Federation, Uzbekistan, Estonia, Latvia, Lithuania, Armenia and Georgia) 41 .Gambar1. Nilai tengah prevalensi dari TB-MDR pada kasus TB yang diterapi sebelumnya adalah 11,7% (rerata interkuartil 4,9-20,9) 48 .
Enam negara dilaporkan tidak ada pasien dengan TB-MDR, dimana 55,8% dengan terapi ulang di Baku (Azerbaijan) dan 60% di Tashkent (Uzbekistan) dengan TB-MDR. Diantara 17 tempat dilaporkan presentasi TB-MDR> 25% dalam kasus terapi ulang, 9 berada dalam negara FSU 41 . Paling tidak satu negara dari 6 wilayah WHO dilaporkan memiliki prevalensi kasus Tb-MDR atau XDR yang baru didiagnosis setidaknya 3% 41 . Tujuh negara dan 2 daerah spesial (Hong Kong and Macao, SAR, China) melaporkan data resisten obat dari Daerah Barat Pasifik. TB-MDR diantara kasus baru berada direntang <1,0% di Hong Kong, SAR, Japan, New Zealand and Singapore, hingga 7.2% dan 7,4% Heilongjiang dan Wilayah Mongolia dalam Cina 48 yang mengimplikasi rerata keberhasilan yang tinggi dan rerata kegagalan yang rendah antara pengobatan kasus baru dan pengobatan ulang pada kondisi ini patut dipertanyakan 49 .
Proporsi resisten RMP non MDR antara kasus dengan terapi sebelumnya banyak di beberapa tempat di China: 6.4% di Provinsi Zhejiang,, 5.7% di Provinsi Heilongjian, .2% di Wilayah Mongolia, 3.5% Provinsi Liaoning dan3.0% Provinsi Henan 48 . Karena resisten RMP tidak disertai resisten INH jarang didapati, terutama pada subjek HIV negatif, kualitas pemeriksaan laboratorium perlu dipertanyakan. Kemungkinan faktor adalah kepatuhan yang buruk dan rejimen yang tidak adekuat, termasuk penggunaan Rifapentine dalam fasilitas kesehatan dimana petunjuk nasional tidak diikuti secara tepat. Karena Rifapentine memiliki waktu paruh yang panjang 50 pengobatan tidak teratur dengan rifapentine, INH, EMB, dan Pyrazinamide (PZA) dapat menyebabkan resiko fungsional monoterapi dengan rifapentine menghasilkan kegwatan resisten isolasi rifampisin. Faktor ini perlu diperiksa di China dengan banyaknya proporsi resisten RMP non MDR.
Enam negara melaporkan data di wilayah Asia tenggara 41 . Proporsi tertinggi dari TB-MDR siantara kasus baru dilapokan dari Myanmar (4%) dan antara terapi sebelumnya dari thailand (34,5%). Meskipun data dari afrika secara umum terbatas, dikarenakan kelemahan infrastruktur laboratorium secara umum dan kesulitan untuk melakukan kultur dan DST, 6 negara dilaporkan resisten obat ke WHO dengan estimasi cakupan kurang dari 50% populasi yang hidup di benua 41,48 . Ini telah diestimasi terakhir melebihi 60.000 kasus resisten yang mungkin terjadi di Afrika 41,48 .
Di Eropa, distribusi Tb-MDR dan TB-XDR bervariasi secara luas, dipengaruhi oleh insidensi Tb, perpindahan penduduk, kekuatan dan kelemahan program kesehatan, faktor ekonomi dan sosial. Dinegara di EU dan EEA/EFTA (European Economic Area/European Free Trade Asso-ciation), data pengawasan anti-Tb resisten obat pada tahun 2007 dibuat oleh 28 negara. Keseluruhan, proporsi pasien dengan TB-MDr dari yang diuji adalah 4%. Proporsi kasus baru dengan TB-MDR antara 0 % hingga 17% tetapi lebih tinggi di Baltic (7-17%). Resisten obat umumnya lebih tinggi pada pasien asing dibandingkan dengan populasi pribumi. Di Eropa, hanya Rusia (Tomsk Oblast) dan Spanyol melaporkan data resisten obat bertingkat dengan status HIV tanpa hubungan signifikan TB-MDR dengan infeksi HIV yang ditemukan. Bagaimanapun, TB-MDR secara signifikan berhubungan dengan HIV di Latvia (OR 2.1, 95% CI: 1.4 3.0) dan Donetsk Oblast, Ukraine (OR 1.5, 1.12.0). Dikedua negara tersebut, resisten dari obat TB juga secara signifikan lebih tinggi pada pasien HIV postif dibanding negatif (Latvia OR 1.5, 1.12.1; Donetsk Oblast OR 1.4, 1.1 1.8) 41,48 . . Gambar1
Gambar 1. Prevalensi Tb-MDR diantara kasus baru di 15 tempat (>6%) dengan Interval Kepercayaan 95%. Kotak hitam menggambarkan prevalensi Tb-MDR (resisten terhadap setidaknya Isoniazid dan Rifampisin), kotak putih adalah prevalensi TB-MDR dengan basil tersembunyi dengan resisten terhadap Etambutol dan Streptomisin.
POLA RESISTEN DAN ESTIMASI GLOBAL Pola resisten ditentukan oleh pola dari total kasus Tb terlapor dan pola TB resistens obat 13 . AS dan Hongkong melaporkan reduksi Tb-MDR yang lebih cepat dibandingkan semua bentuk TB 41 . Rusia, Peru dan Korea Selatan melaporkan pola peningkatan prevalensi dan estimasi insiden TB-MDR. Pada mayoritas negara bersumberdaya tinggi dengan presentasi TB yang rendah (Inggris, Prancis, dan Jerman), pola TB-MDR tetap dengan jumlah dan porporsi kasus TB-MDR yang kecil. Di Estonia dan Latvia, prevalensi TB-MDR memiliki pola stabil diantara kasus baru yang terdeteksi, sedangkan di Lithuania peningkatan(p=0,012) pelan namun bermakna secara signifikan (p<0,05) teridentifikasi. DI Orel dan Tomsk Oblast (Rusia) prevalensi TB-MDR diantara kasus baru meningkat (p=0,001 dan p=0,006) bersama dengan jumlah kasus TB-MDR yang absolut.
Untuk membangun estimasi global insidensi kasus TB-MDR, laporan data resisten obat digunakan untuk memperkirakan proporsi TB-MDR pada kasus baru atau pengobatan ulang di negara tanpa data; Jumlah estimasi dari kasus TB baru dan pengobatan ulang yang kemudian digunakan untuk menghitung kasus Tb-MDR baru dan pengobatan ulang yang terjadi 41 . Jumlah estimasi global dari insidensi kasus TB-MDR pada tahun 2006 adalah 489139yang dihitung untuk 4,8% dari estimasi global total kasus TB 41 , dan lebih tinggi dari jumlah estimasi pada tahun 2003 sebesar 458.000 51 . Setengah juta kasus Tb-MDR diperkirakan terjadi pada tahun 2006, 50% di Cina dan India. Tabel1 menunjukkan estimasi Tb-MDR tahun 2006 oleh bagian epidemiologi 48 . Sebagai durasi pasien dari penyakit TB-MDR kebanyakan 2 tahun atau lebi, prevalensi Tb-MDR mungkan 2-3 kali insidensinya 52 , menyajikan bahwa perkiraan prevalensi global kasus TB-MDR mungkin melebihi satu juta.
Sementara WHO/IUATLD Global Project on Anti-tuberculosis Drug Resistance Surveillance menyediakan formasi oenting dari TB resisten obat, keterbatasan dari proyek global meningkat 53 . Tahun 2009, WHO meluncurkan pedoman pengawasan resistensi Obat pada TB edisi keempat, bertujuan membimbing program pengendalian TB nasional pada perkembangan mekanisme pengawasan berdasar DST rutin 37 .
EPIDEMIOLOGI TB-XDR Data dari TB-XDR lebih tidak lengkap, dimana hanya 37 negara/ bagian (kebanyakan dengan prevalensi rendah) melaporkan data representatif untuk TB-XDR pada periode 2002 sampai 2007. Total, data hanya tersedia untuk 3818 kasus TB-MDR dimana 304(8,0%) adalah TB-XDR. Lima negara, semuanya dari Uni Soviet melaporkan 25 kasus atau lebih dengan TB-XDR, dengan prevalensi kasus TB-MDR berkisar 6,6% sampai 23,7% 48 . Pada beberapa daerah di Eropa, kasus TB-XDR mencakup 15% dari kasus TB-MDR. Dikeseluruhan Eropa, proporsi pengobatan ulang secara konsisten lebih tinggi pada TB-XDR (75-100%) dibanding pada kasus TB-MDR (49-59%). Jumlah rerata atau nilai tengah dari rejimen terapi sebelumnya lebih lama dari 1 bulan (Kasus TB-MDR 2-2,1; Kasus TB-XDR 2,4-3) dan jumlah obat dimana MT resisten lebih tinggi ( kasus TB-MDR:45.3;Kasus TB- XDR 56) pada kasus TB-XDR dibanding TB-MDR 54 .
Sementara mayoritas negara di dunia barat melengkapi pengawasannya untuk mengontrol TB-MDR, situasi menunjukkan ancaman untuk TB-XDR. Di Eropa, misalnya, bukti pertama bahwa sistem pengawasan tidak dapat menyediakan informasi waktu pada kejadian kasus TB-XDR dilaporkan oleh media diikuti publikasi 56 oleh laporan penelitian pertama untuk hasil kasus TB-XDR yang buruk(Kasus TB-XDR memiliki resiko relatif kematian 5,5 kali lebih tinggi dibanding kasus Tb-MDR)
Sistem pengawasan tidak dapat mendeteksi kasus-kasus ini karena keseluruhan definisi obat TB-XDR tidak secara sistematis diuji. Masalah ini telah menggarisbawahi mayoritas penelitian investigasi atau pendapat mengenat TB- MDR 54,59 dan dokumen resmi. DST dari aminoglikosida, polipeptida, dan flurokuinolon menunjukkan adanya realibilitas dan reproduksibilitas yang relatif baik.
Sistematik yang disarankan sebagai pendekatan untuk penerapan DST dari kondisi program rutin adalah untuk menguji resistensi terhadap INH dan RMP sebagai langkap pertama, untuk EMB, SM dan PZA sebagai langkah kedua dan untuk amikacin, kanamicin, capreomicin dan ofloxacin (atau florokuinolon dalam strategi pilihan terapi) sebagai langkah ketiga. Dalam kondisi dimana XDR merupakan suatu keprihatinan, langkah 1 dan langkah 3 mungkin bergabung dalam rangka mengadakan identifikasi cepat pada pasien TB-XDR 60 .
Dalam rangka menyediakan deteksi tepat dari kejadian kasus Tb-MDR kondisi berikut diperlukan : (i) kapasitas tehnik yang adekuat untuk menguji semua galur MDR terisolasi untuk semua obat XDR dengan laboratorium yang memiliki jaminan mutu, (ii) peraturan dalam kekuatan memastikan rujukan dari semua galur kultur/ laboratorium DST pertama sampai DST lini kedua; (iii) hubungan antara sistem pelaporan dan laboratprium OAT yang disarankan untuk memastikan bahwa hasil DST lini kedua tersedia dalam sediaan (iv), dimana sistem pengawasan dari daerah terkait diperlukan untuk merekam informasi pada obat XDR dimana DST dilakukan pada laboratorium yang disarankan. Pendekatan sementara untuk memeriksa setidaknya RMP dan fluorokuinolon sebagai monitor pengawasan dari Tb-MDR resisten fluorokuinolon. Lebih lagi sistem pengawasan harus dilengkapi untuk melaporkan hasil pengobatan setidaknya 24 bulan sejak awal mulai terapi untuk merekam hasil dari kasus TB MDR dan XDR. Meskipun negara Eropa yang berbeda mengambil langkah untuk menambah sistem pengawasan, kebanyakan informasi yang tersedia untuk TB-XDR berdasar design ad-hoc 54,59 .
FAKTOR RESIKO TERKAIT DENGAN TB-RESISTEN OBAT Telah nampak secara tetap bahwa TB resisten obat berhubungan dengan perawatan TB sebelumnya, dan prevalensi dari resistensi obat diantara kasus TB perawatan ulang lebih tinggi dibanding pada kasus TB baru 31,30,31,61,62 . Kasus TB pengobatan sebelumnya konsisten terjadi relaps, perawatan setelah standar, perawaran setelah kegagalan (dan kasus kronik pada beberapa kondisi); proporsi TB resisten obat antara pasien-pasien ini bervariasi sangat luas dalam kondisi yang berbeda bergantung prevalensi resistensi primer, rejimen yang digunakan untuk pengobatan TB, kualitas pelayanan T dan resiko reinfeksi TB. Meskipun prevalensi dari resistensi primer adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi prevalensi resistensi obat diantara kasus yang diterpai sebelumnya secara umum, dilaorkan proporsi TB MDR diantara kasus pengobatan ulang dalam negara yang menggunakan rejimen 8 bulan dengan RMP untuk 2bulan awal pada pasien baru lebih sedikit dibanding negara yang menggunakan rejimen 6 bulan. Proporsi TB-MDR diantara kasus relapse, pengobatan setelah standar dan pengobatan setelah kegagalan di Beninm dimana rejimen untuk pasien TB baru adalah 2 bulan fase intensif (empat obat, SM-RMP-INH-PZA) diikuti dengan 6 bulan dase lanjut (T-INH (T, Thiaceta-zone) adalah masing-masing 4%, 12% dan 22% 61 ,dan di Taiwan dimana rejimen untuk pasien TB baru terdiri s bulan fase intensif yang sama (INH- EMB-RMP-PZA) dan diikuti 4 bulan fase lanjutan dengan 3 obat (INH-EMB-RMP) masing-masing adalah 13%, 19%, dan 67% 63 . Di Peru dimana rejimen untuk pasien TB baru sesuai rekomendasi WHO (2 bulan dengan 4 obat, INH- RMP-EMB-PZA diikuti 4 bulan fase lanjutan denfan 2 bulan, INH-RMP), laporan menyebutkan proporsi TB-MDR setelah kegagalan terapi sangat tinggi (88%,64 dan 94%) 65 .
Terdapat 3 rangkaian penentu yang mempengaruhi proporsi TB resisten obat diantara semua kasus di sebuah penelitian berbasis populasi. Pertama, ukuran sub-populasi yang terinfeksi dengan galur rentan dan kemungkinan perkembangan TB diantara yang terinfeksi dengan galur rentan. Kedua, ukuran sub-populasi yang terinfeksi dengan galur resisten obat dan kemungkinan perkembangan TB diangtara yang terinfeksi dengan galur resisten. Ketiga, faktor terkait kegawatan resistensi obat selama terapi awal pasien TB terinfeksi dengan galur resisten 14 . Rangkaian pertama faktor resiko dipengaruhi faktro infeksi seperti imunitas dari subpopulasi terinfeks, ketika rangkaian ketiga secara luas berhubungan dengan interaksi antara populasi basil dan rejimen pengobatan (tipe dan dosis obat, kualitas obat, jadwal dan kepatuhan obat). Seperti resistensi obat diantara kasus baru mempengaruhi transmisi dan diantara kasus yang diobati sbekumnya adalah kombinasi kegawatan resistensi selama pengobatan, reineksi dengan galur resisten dan resistensi primer yang tidak teridentifikasi pada awal pengobatan 52 , faktor terkait dengan resistensi berdasar penelitian insidensi dalam pengawasan adalah pemeriksaan terbaik oleh stratifikasi dari kasus baru dan pengobatan ulang. Sebuah penelitian dari Hong Kong melaporkan bahwa penduduk tidak tetap (OR 6.85, 95% CI: 1.3834.09), bepergian tidak tetap (OR 2.48, 95% CI: 1.075.7) dan usia muda ditembukan sebagai prediktor bebas TB-MDR pada pasiem yang dirawat sebelumnya 66 . Mayoritas penelitain terpublikasi dalam faktor resiko dihubungkan dengan TB-Resistensi obat tidak secara terpisah menilai faktor yang berhubungan dengan resistensi obat diantara kasus baru dan kasus dengan pengobatan sebelumnya.
Espinal dkk melaporkan bahwa pada pasien dengan pengobatan sebelumnya, kemungkinan adanya resistemsi adalah empat kali lipat lebih tinggi dan TB-MDR 10 kali lebih tinggi, dibanding pasien yang tidak diterapi 62 . Beberapa penelitian mengkonfirmasi hubungan antara TB-MDR dan pendekatan utama OAT, dan sebuah penelitian terbaru melaporkan bahwa TB-XDR berhubungan dengan pengobatan sebelumnya lebih kuat dibanding dengan TB-MDR 67-70 . Lama perawatan sebelumnya memiliki peran kunci pada generasi galur resisten, secara jels didemonstrasikan pada proporsi yang lebih tinggi dari kasus infeksi ulang diantara pasien TB-MDR dan TB-XDR (masing-masing 4998% dan 45100% pada penelitian yang berbeda) dibandingkan presentasi diantara pasien TB non MDR 54,69 . Pengobatan anti TB sebelumnya meningkatkan kemungkinan MDR lima kali lipat (PR 5,41) dan TB- MDR terjadi secara signifikan lebih sering pada usia 25-44 tahun (OR 2,5) dan 45-64 tahun (OR 1,9). Penyalahgunaan alkohol (OR 1,6) juga merupakan faktor resiko independen untuk TB-MDR berkenaan dengan dampaknya pada kepatuhan terapi TB 69 . Diantara pasien berusia kurang dari 25 tahun, jenis kelamin perempuan (OR 7,8) dan tempat kelahiran diluar negara (menurut data dari Estonia), kebanyakan dari Uni Soviet (OOR 79,7) secara kuat berhubungan dengan TB-MDR.
Imigrasi, terutama dari negara prevalensi TB-MDR yang tinggi, dapat meningkatkan resiko terinfeksi galur resisten tidak hanya pada kelahiran asing melainkan juga pada penduduk asli 69,71 . TB-MDR dapat mengenai dewasa muda, yang menyebabkan peningkatan rerata transmisi TB ke anak mereka. Lebih lagi, anak terinfeksi HIV beresiko Tb lebih tinggi dan terdapat bukti kuat bahwa TB lebih sering pada anak yang hidup di lingkungan terkena TB. Disisi lainM hidup didaerah urban beresiko TB-MDR lebih kecil dibanding daerah perumahan (OR 0,2) 70 .
Variabel bebas berhubungan dengan TB-XDR adalah terapi anti TB sebelumnya (OR4,0) dan tidak punya rumah (OR 3,4) orang yang tidak punya tempat tinggal hidup dalam kondisi kumuhm biasanya memiliki akses yang kurang pusat kesehatanm memperlama periode infeksi dan meningkatkan resiko transmisi Mycobacteri ke kontak-kontak terdekat.
Isue penting lainnya, seperti dideskripsikan oleh beberapa penulis, adalah rerata tinggi dari bentuk perngobatan standar dan kegagalan terapi diantara pasien kerugian sosial, termasuk pengguna alkohol dan tunawisma 69,72,73 .
Sayangnya kemiskinan dan keterbatasan akses obat berlanjut dalam perkembangan resistensi obat di beberapa mekanisme termasuk diantara lain akses kualitas obat yang buruk atau pemberian perawatan yang terpotong- potong.
Laporan sebelumnya menggambarkan hubungan antara TB-MDR dengan infeksi HIV, dan sebuah meta analisis EroPa menggambarkan faktro resiko yang lebih tinggi (OR 3,5) pada perkembangan penyakit TB-MDR aktif 67,70 . Bagaimanapunn sebuah penilaian sistematik terbaru melaporkan tidak ada hubungan yang jelas antara Tb-MDR dan Infeksi HIV melewati waktu dan lokasi geografis dan penilaian dalam wilayah geografis dan periode penelitian tersebut tidan membuktikan pola yang nyata 74 . Prevalensi TB yang tinggi pada tahanan dan transmisi galur resisten berhubungan dengan kepadatan dan ketidakmampuan mengisolasi pasien resisten seperti yang dilaporkan di Rusia (Resiko relatif TB-MDR adalah 1,9) 73,75 .
Tabel2
Tabel 3
Sepert proporsi kategori hasil pengobatan dilaporkan dalam penelitian berbeda kami masukkan dalam tabel (sukses, gagal dan kematian) tidak COVER semua kemungkinan hasil (gagal dan keluar), jumlah tidak mencapai 100%. C, culture; MDR-TB, multi-drug-resistant tuberculosis; NA, not applicable; RR, relative risk; SS, sputum smear; XDR- TB, extensively drug-resistant tuberculosis. Dikutip dengan ijin dari Sotgiu dkk.
Gambar 2. MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS resistensi obat tidak dapat teridentifikasi oleh gambaran radiologi.
GAMBARAN KLINIS DAN PENGOBATAN TB MDR DAN TB-XDR Gambaran klinis awal pasien dengan TB resistensi obat pada mayoritas kasus tidk berbeda dari pasien dengan TB MT galur rentan 76 . Faktanya, presentasi klinis pasien dengan TB MDR dan TB XDR dapat bervariasi (Gambar 2). Bagaimanapun, adanya ekstrapulmoner 54 dan penyakit progresif pada pasien dengan riwayat pengobatan anti TB sebelumnya, mungkin dijumpai lebih sering.
Data dari penelitian Retrospektif Cohort yang besar (>5550 pasien) membuktikan bahwa kemoterapi aksi cepat standar berdasar obat lini pertama tidak adekuat untuk menangani pasien dengan TB-MDR 3 . Sebuah penelitian dari Rusia menggambarkan rata-rata relaps yang tinggi (27,8%) pada kasus TB-MDR yang secara sukses diobati dengan rejimen-rejimen kemoterapi standar aksi cepat (kategori WHO, dua bulan dengan 4 obat INH-RMP-EMB- PXA diikuti 4 bulan dengan 2 obat INH-RMP dan kategori WHO 2, 2 bulan dengan lima obat INH-RMP-EMB-PZA-Sm ditambah 1 bulan dengan 4 obat INH-RMP-EMB-PZA ddikuti fase lanjut 5 bulan dengan 3 obat INH-RMP-EMB) dengan median waktu 8 bulan (2,46 kejadian rekuren diamari dalam 100 orang) 58 . Sebuah penelitian dengan follow up 6 tahun dari Taiwan menemukan bahwa psien yang diterapi dengan rejimen kedua yang mengandung kuinolon secara signifikan lebih sedikit mengalami relaps dibanding yang diterapi dengan obat lini pertama (Ratio Hazard 0.16, 95% CI: 0.030.81)) 4 . Jelasnya, rejimen perawatan ulang kategori 2 (INH-EMB-RMP-PZA-SM)/ 1(INH- EMB-RMP-PZA)/5(INH-EMB-RMP) yang direkomendasikan WHO tidak adekuat pada kondisi tingginya proporsi pasien TB-MDR diantara kegagalan rejimen 1 57,64,77 . Merawat pasien TB-MDr menggunakan rejimen kategori 2 menyebabkan resiko amplifikasi resistensi 78 . Bahwa peningkatan MT resisten obat, menjadi sangat jelas bahwa hasil klinis kebanyakan bergantung pada derajat resistensi obat M, ketersediaan obat lini kedua dan ketiga dan kepatuhan terapi.
Perawatan pasien dengan TB-MDR dan TB-XDR tergantung pada kurang potensialnya pengobatan perlu untuk didata pada waktu yang lebih lama dan lebih berbahaya daripada yang menggunakan terapi TB galur rentan (Tabel4). Sebaliknya, biaya rejimen obat lini kedua lbih tinggi, mencapai ribuan dolar dibandingkan biaya sekitar 20 dolar untuk terapi aksi cepat 6bulan yang standar, rejimen kemoterapi lini pertama (WHO kategori 1).
Durasi optimal pemberian kombinasi terapi OAT apa saja untuk TB-MDR dan XDR belum didefinisikan dalam percobaan klinik terkontrol 80 . Sebagai tambahan, peran terapi obat tunggal atau obat kombinasi dalam pengobatan efektif TB-MDR dan TB-XDR sulit untuk diperiksa dalam dobel-blind, kontrol dengan plasebo, percobaan clinical trial disebabkan pertimbangan klinik dan biaya. Terutama efetifitas dari pengobatan dengan OAT lini ketiga (amoxicilin-clavunate, claritomicin, clofamizin dan lin-ezolid: disebut sebagai kelompok pengobatan ke5 menurut Petunjuk WHO, tabel 4) sulit untuk dipastikan. Terbaru, perawatan jangka panjang pasien dengan TB- MDR dan TB-XDR dengan linezolid pada dosis reguler 600 mg menunjukkan keracunan parah dengan tambahan keuntungan pada hasil klinik di sebuah studi kohort yang besar 81 . Penelitian terbaru ini dilakukan di 4 negara Eropa pada 85 pasien diterapi dengan linezolid menunjukkan bahwa toksisitas lebih rendah bila menggunakan 600 mg satu kali per hari: 54,4% pasien diterapi dengan 600 mg terjadi kejadian tidak menguntungkan kepada pasien, pasien dengan resistensi >7 obat telah teridentifikasi. Menurunkan dosis linezolid ke 300 mg perhari 82 pada terapi TB-MDR juga dilaporkan tetapi meningkatkan kegawatan resistensi linezolid. Meropenem-calvunate, yang baru saja dilaporkan sebagai obat potensial yang menjanjikan perlu investigasi lebih lanjut sebelum disarankan dalam penggunaan klinik 83 .
HASIL DARI TB-MDR DAN TB-XDR Terdapat beberapa publikasi yang melaporkan hasil pengobatan TB-MDR dengan obat lini kedua tapi metode yang digunakan untuk menilai hasilnya masih bervariasi. Beberapa penelitian fokus pada efikasi perawatan dan melaporkan hanya yang memiliki kepatuhan adekuat terhadap terapi dan data follow up yang tersedia. Pendekatan ini mungkan melebihi estimasi pasien dengan hasil yang sukses 84-86 . Yang lain melaporkan hasil cohort keseluruhan pasien tanpa kriteria eksklusi dari analisis hasil 87,88 . Laserson dkk menyusun definisi standar untuk hasil pengobatan TB-MDR, yang dapat mengaktifkan perbandingan internasional untuk perawatan TB-MDR 89 tetapi definisi kegagalan terapi diperbolehkan untuk interpretasi lain 90 . Namun demikian, menjadi jelas bahwa kegagalan adalah tantangan utama terapi TB-MDR.
Faktor resiko untuk hasil merugikan dari terapi di pasien dengan TB-MDR dan TB-XDR telah dinilai secara detail 54,91 . Mereka memasukkan keterlambatan inisiasi terapi, terapi sebelumnya dengan OAT, pengobatan sebelumnya dengan obat lini kedua, pemaparan primer dengan kuinolon, resistensi terhadap kuinolon atau capreomicin, BMI yang rendah, Seropositif HIV dan kondisi imunosupresif lain.
Hasil pengobatan pasien TB-MDR dari kondisi sumber yang terbatas melaporkan rerata kesembuhan 60-75% 92 . Proporsi pasien TB-MDR uang sukses diobati berkisar dari 77% kasus baru hingga 69% kasus pasien dengan pengobatan sebelumnya. Laporan terbaru mengkonfirmasi bahwa pasien TB-XDR memiliki kemungkinan kematian yang lebih tinggi, lama perawatan yang lebih lama, durasi perawatan yang lebih lama dan konversi mikrobiologi yang lebih lama bila dibandingkan dengan TB-MDR pada pusat referensi TB di Itali dan Jerman 44 .
Pengamatan sebelumnya dari Tugela Ferry, wabah di Afrika Selatan bahwa TB-XDR tidak dapat diobati tidak terkonfirmasi pada daerah lain dimana HIV bukan merupakan masalah besar 93 . Sebuah penilaian sistematik terbaru menilai pada TB-MDR dan TB-XDR, termasuk penelitian dari Amerika Utara dan Selatan, Eropa dan Korea 55 , menunjukkan bahwa TB-XDR dapat diterapi sukses pada lebih dari 50% pasien (Tabel 3). Bagaimanapun durasi perawatan secara signifikan lebih lama dan hasil secara umum lebih buruk dibanding pasien TB non-XDR. Sebuah penelitian terbaru pada European Respiratory Society (ERS, Vienna, 1216 September 2009) menunjukkan kohort jumlah besar pada pasien TB-XDR dari Afrika Selatan (n=220, 43% dengan seopositif HIV) bahwa rerate kesuksesan tidak melebihi 50%, serupa pada ndividu dengan HIV positif dan HIV negatif, tetapi secara sigifikan masih lebih rendah pada pasien HIV positif yang tidak diterapi dengan antiretroviral 94 .
tabel 4
RESEKSI BEDAH SEBAGAI TAMBAHAN Reseksi bedah pada jaringan paru yang terinfeksi dilaporkan sebagai strategi yang berguna pada terapi dengan TB- MDR dan TB-XDR. Sementara beberapa studi melaporkan bahwa pembedahan dihubungkan dengan hasil yang lebih baik 5584 , yang lain menemukan tidak ada tambahan keuntungan dari terapi bedah pada TB-MDR 95 . Peran intervensi bedah sangat mengesankan diantara pasien dengan sputum positif persisten dibawah terapi medis 96-98 . Intervensi bedah diindikasikan pada resistensi obat parah dengan tingginya kemungkinan kegagalan terapi dengan terapi medis saja 96,99 , tetapi pemilihan waktu intervensi bedah belum didefinisikan dengan baik. Lebih lagi, meski dapat dilakukan pembedahan juga tergantung dari 2 faktor berikut (i) penyakit terlokalisasi dengan kemungkinan baik untuk reseksi menyeluruh atau mendekati total dan fungsi paru post-operatif yang diharapkan adekuat; dan (ii) aktivitas yang mencukupi dari OAT untuk memastikan pemuliha pos bedah 99 . Pengobatan anti TB efektif ditawarkan untuk setidaknya 3 bulan pertama intervensi bedah untuk menurunkan jumlah basil 99 . Intervensi bedah melengkapi rejimen kemoterapi dipandu DST membawa kepada rerata pengobatan yang berhadil pada pasien TB-MDR tertentu >90% dalam sejumlah penelitian, tetapi rerata pasien sukses dengan pengobatan TB-XDR adalah lebih rendah. Sebuah penelitian dari Ekaterinburg (Federasi Rusia) mengevaluasi hasil dari 214 pasien yang sudah dikonfirmasi dengan kultur dengan TB pulmoner kavitas (79,9% adalah MDR): 109 menjalani pnuemothorak tiruan dan 195 diterapi dengan kemoterapi saja. Diantara kasus baru, mereka yang pneumothorak buatan memiliki proporsi konversi apusan sputum yang lebih tinggi dibandig kontrol (100% dibanding 70,9%, P<0,01). Hampir saman diantara kasus terapi ulangm proporsi konversi apusan masing-masing 81% diantara kasus dengan oneumothorak dibandingkan 40% pada kontrol (p<0,1). Waktu konversi juga lebih cepat pada kelonpok dibanding pada kontrol 100 . Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi oeran pneumothorax buatan pada perawatan pasien Tb-XDR.
MERANCANG REJIMEN OBAT YANG OPTIMAL
Rekomendasi untuk manajemen pasien dengan TB-MDR dan TB-XDR telah dilakukan review 101 . Sebuah metode pengelompokan OAT berdasar potensi, pengalaman pengggunaan dan kelas obat dapat digunakan untuk merancang rejimen empiris untuk pengobatan kasus TB-MDR (Tabel 4) 101 . Prinsip umum untuk merancang rejimen dilaporkan dalam tabel 5. Hasil pengobatan dioptimalkan bila pasien TB-MDR atau TB-XDR menerima terapi empiris tepat waktu dan adekuat termasuk pengobatan multipel pada pasien yang belum pernah diobati sebelumnya.
Untuk mengobati mayoritas pasien dengan minimal 4 obat efektif disarankan, tetapi mungkin perlu untuk menggunakan lima atau lebih untuk pasien TB-MDR yang sebeumnya diterapi dengan obat lini kedua. Seperti disimpulkan di tabel 5, agen injeksi dan bentuk fluorokuinolon adalah inti rejimen yang diharapkan 101 .
Pedoman WHO terakhir mengusulkan tiga strategi penobatan berbeda untuk individu yang diketahui atau diduga mengidap MT galur MDR 101 . Bergantung pada kondisi negara spesifik protokol pengobatan mungkin disarankan sebagai rejimen terapi standar untuk semua pasien TB-MDR (pada negara dimana DST tidak tersedia secara luas dan obat lini kedua belum secara luas digunakan) atau mungkin rekomendasi alternatif perawatan individu yang didasarkan hasil DST. Bila kombinasi standar dari obat lini kedua dpilih, mewakili data pengawassan resistensi obat nasional untuk kategori terapi spesifik yang dibutuhkan. Bagaimanapun, penting untuk mengingat bahwa pengobatan standar tidak dapat diaplikasikan pada pasien TB-MDR yang telah diterapi dengan obat lini kedua.. Pasien-pasien ini memerlukan manajemen dengan pendekatan riwayat individu untuk penggunaan OAT dan hasil DST. Sayangnya, reliabilitas DST untuk kebanyakan OAT ini kedua masih dipertanyakan, perkecualian untuk kuinolon dan agen injeksi 102,013 . Peneitian menunjukkan missklasifikasi substansial dari kemungkinan galur yang rentan dan yang resisten pada DST obat lini kedua. Karena itu, pedoman WHO terbaru untuk DST tidak disarankan sebagai assasmen rutin pada obat lini kedua 101 . Kapasitas laboratorium relevan diperlukan bila terapi individual dilakukan, dimana DST obat lini kedua (fluorokuinolon dan agen injeksi) wajib dilakukan 60 .
Meskipun durasi perawatan pasien individu perlu dipandu oleh apusan sputum dan konversi kultur, secara umum, agen injeksi harus dilanjutkan paling tidak 6 bulan perama perawatan. Keseluruhan perawatan tidak boleh kurang dari 18 bulan setelah konversi kultur 101 . Perpanjangan hingga 24 bulan mungkin diindikasikan pada pasien kasus kronis dengan kerusakan pulmo luas. Perlu diingat bahwa rekomendasi ini bergantung pengalaman ahli. Telah dilaporkan bahwa proporsi substansial pasien yang dirawat dengan rejimen mengandung fluorokuinolon dapat sembuh setelah 12 bulan terapi 104,105 . Karena itu, sejumlah obat diperlukan, durasi optimal dari penggunaan obat injeksi dan durasi total pengobatan diperlukan untuk terapi MDR diperlukan evaluasi yang lebih sistematik lagi 80 . Lebih lagi, fluorokuinolon generasi keempat memiliki bakteresidal yang baik dan aktifitas sterilisasi dan kontribusi potensial nya pada terapi TB-MDR tidak diperiksa secara rutin. Bukti awal menunjukkan bahwa durasi perawatan yang lebih singkat pada pasien Tb-MDR yang sebelumnya tidak pernah diobati dengan obat lini kedua memungkinkan bila generasi keempat fluorokuinolon digunakan 106 . Pada praktek klinis, pengobatan dengan OAT lini kedua dan ketiga pada TB MDR dan TB XDR dipengaruhi oleh adanya kejadian efek obat yang tidak diharapkan.
Tabel 5 Prinsip umum untuk merancang rejimen empiris untuk mengobati TB-MDR (dengan ijin Guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis WHO/HTM/TB/2006.361.) Prinsip Dasar Komentar
1.Menggunakan setidaknya 4 obat yang dikenal efektifitasna atau cukup efektif Efektivitas didukung sejumlah faktor (semakin efektif pada faktor yang semakin banyak) a. Tidak ada riwayat kegagalan terapi dengan obat b. Tidak ada resistensi dengan DST c. Tidak ada kontak dekat dengan pasien yang diisolasi yang resisten terhadap obat d. Tidak ada penggunaan obat didaerah. Lima hingga tujuh obat mungkin dibutuhkan terutama pada pasien yang sebelumnya diobati dengan TB-MDR bergantung pada tingkat UNCERTAINTY 2. Jangan menggunakan obar dengan resistansi silang yang tinggi a. Rifampisisns (rifampisin, rifambutin, rifapentin, rifalazil) memiliki tingkat resistensi silang yang tinggi. b. Fluorokuinolon: resistensi silang bervariasi; data in vitro menunjukkan moxifloxacin mungkin REMAIN kerentanan pada galur resisten ofloxacin (signifikansi klini dari fenomena ini belum dievaluasi) c. aminoglikosid dan polipeptida: resistensi silang bervariasi antara capreomicin,kanamicin, dan amikacin, resistansi silang amikasin dengan kanamicin dan capreomicin biasanya
3. Eliminasi obat seolah tidak aman untuk pasien a. Hindari obat yang pasien tahu memiliki alergi atau kesulitan memanage toleransi b. Monitor pasien secara dekat mengenai gagal ginjal, tuli, hepatitis, depresi dan atau psikosis c. Jangan menggunakan obat dengan kualitas yang tidak diketahui atau masih dipertanyakan. 4. Masukkan obat dalam kelompok 1-5 dalam susunan hierarki berdarakan potensi a. gunakan obat grup1 (oral lini pertama) yang nampaknya efektif (lihat bagian 1 tabel ini) b. gunakan injeksi aminoglikosida/ polipeptida yang efektif (kelompok 2) c. Gunakan fluorokuinolon (kelompok 3) d. Gunakan obat grup 4 untuk membuat rejimen yang terdiri dari setidaknya 4 obat efektif e. Gunakan 3 obat yang dibutuhkan untuk merancang rejimen dengan setidaknya 4 obat yang efektif 5. Bersiap untuk pencegahan, monitor dan menangani efek samping dari setiapobat yang terpilih a. yakinkan pelayanan laboratorium untuk hematologi, biokimia, serologi dan audiometri tersedia. b. lakukan pemeriksaan klinis dan laboratorium dasar sebelum memulai rejimen c. awali pengobatan secara bertahap untuk obat yang susah ditoleransi danatur dosis Eto/Pto d. Yakinkan obat untuk menangani efek sampoing tersedia 5. atur pemasukan dari semua dosis
HIV dan TB XDR/ MDR
HIV tidak selalu menjadi faktor resiko Tb-MDR/XDR, bergantung pada populasi yang diperiksa. Bagaimanapun, wabah TB MDR/TB XDR dilaporkan terulang pada kondisis yang berbeda 107 , menitikberatkan pada peran penting dari infeksi untuk mencegah penyebaran Tb-MDR/XDR pada fasilitas kesehatan dan kondisi dikumpulkan pada perumahan 108 . Ketika sistem ventilasi modern dapat digunakan untuk menurunkan resiko penularan di fasilits kesehatan, ventilasi alam untuk pencegahan penularan melalui udara tidak boleh disepelekan. Pekerja fasilitas kesehatan harus dididik untuk waspada pada resiko penularan TB di fasilitas kesehatan dan harus melakukan tindakan untuk pencegahan penularan TB secara langsung. Kontrol infeksi dimulai dengan penilaian resiko dan rencana kontrol infeksi, yang dibutuhkan untuk diterapkan secara ketat dan diawasi scara hati-hati 110 . Kebijakan administrasi berpusat pada identifikasi dan isolasi/ pemisahan pasien TB infeksius, bersama dengan kontrol lingkungan dan perlindungan personal membangun 3 pilar dari pengendalian infeksi 111 . Untuk mencegah penyebaran TB MDR/XDR pada fasilitas kesehatan, indek kecurigaan yang tinggi mengaktifkan identifikasi efisien untuk suspek TB MDR/XDR 112 . Diantara kelompok resiko tinggi TB-MDR, kegagalan rejimen pengobatan ulang dan contak dengan TB-MDR adalah kemungkinan tertinggi TB MDR dan layak mendapat perhatian khusus. Pemeriksaan cepat resistensi RMP mungkin berguna untuk konfirmasi TB-MDR. Persaingan dalam terapi TB-MDR diantara infeksi HIV termasuk tingginya jumlah obat perhari dan reaksi tumpang tindih yang tidak diharapkan. Lebih lagi, penelitian untuk mengevaluasi interaksi obat antara obat TB lini kedua dan obat antiretroviral masih kurang 113 .
Table 6 Rekomendasi WHO Strategi Stop-TB untuk mencpai Millenium Development Goals
1. Mengejar perluasan dan peningkatan DOTS berkualitas tingggi a. Mengamankan komitmen politik dengan biaya yang tegak dan adekuat. b. Meyakinkan deteksi kasus dan diagnosis awal dengan bakteriologi yang memiliki jaminan mutu. c. Menyediakan perawatan standar dengan pengawasan dan dukungan pasien. d. Meyakinkan manajemen dan persediaan obat yang efektif e. Monitor dan evaluasi kinerja dan dampak 2. Mendata TB-HIV, TB-MDR dan kebutuhan dari populasi yang miskin dan rentan. a. Meningkatkan aktivitas kolaborasi TB-HIV b. Meningkatkan pencegahan dan manajemen TB-MDR c. Mendata kebutuhan kontak TV dan populasi yang miskin dan renta, termasuk wanita,anak-anak, tahanan, pengungsi, migran dan minoritas etnik 3. Berperan dalam memperkuat sistem kesehatan berdasar pada primary health care a. Membantu meningkatkan kebijakan kesehatan, perkembangan sumber daya manusia, persediaan, pelayanan pengiriman dan informasi b. Memperkuat pengendalian infeksi di pelayanan keseehatan, kondisi perkumpulan dan lingkungan. c. Meningkatkan jaringan laboratorium dan melaksanakan pendekatan praktek terhadap kesehatan paru d. Mengadopsi pendekatan yang berhasil dari wilayah dan sektor lain dan aksi perkembangan pada faktor sosial kesehatan 4. Mengikutsertakan semua pemberi pelayanan a. Mengikutsertakan semua publik, sukarela, kerjasama dan pribadi melalui pendekatan campuran umum- pribadi b. Mempromosikan penggunaan Standar Internasional untuk pengobatan TB 5. Menguatkan orang dengan TB dan komunitas melalui rekanan a. Mengejar advokasi, komunikasi dan mobilisasi sosial b. Meningkatkan partisipasi komunitas pada kepedulian TB c. Mempromosikan penggunaanpiagam pasien untuk kepeduian TB 6. Mengaktifkan dan mempromosikan penelitian a. Melakukan program berdasar penelitian operasional dan mengenalkan instrumen baru ke praktek. b. Advokasi dan partisipasi dalam penelitian untuk mengembangkan diagnosis, obat dan vaksin yang baru.
PANDANGAN KINI DAN MASA DEPAN TERHADAP PENGENDALIAN TB RESISTEN OBAT Telah diamati bahwa mutan resisten obat lebih tidak virulen dibanding dengan galur asli 114 dan pengambilalihan resistensi obat pada bakteria terkadang disertai beban penurunan perkembangan bakteri. Bagaimanapun, masih terdapat mutasi dengan beban yang rendah atau tanpa beban Telah dilaporkan bahwa resistensi MT menunjukkan rentang luas virulensi 115 . Mutasi pada posisi asam amino 315 pada gen katG dilaporkan berkaitan dengan resistensi yang tinggi terhadap INH, mempertahankan virulensi MT dan penularan 116,117 . Lebih lagi resistensi mutasi yang terjadi pada biaya awal mungkin dikompensasi mutasi berikut yang menyimpan potensial organisme. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa mutan resisten berasal RMP secara signifikan memiliki beban bugar rapi beban ini lebih rendah pada mutan rpoB S531L. Mayoritas galur resisten terhadap RMP dihubungkan dengan mutasi rpoB S531L dan dibandingkan dengan kerentanan terhadap RMP sebelumnya 118 . Model epidemic dari MT MDR dengan berbagai bentuk ditemukan meski pada rata-rata galur MDR yang rendah dan dalam pengawasan program, sebuah sub populasi secara relatif sesuai galur MDR meskipun baik organisme yang rentan terhadap obat dan organisme yang sesuai MDR lebih sedikit 119 . Seperti galur Tb-XDR memiliki pengaruh menyeluruh kepada setidaknya 4 mutasi dalam kemungkinannya menurunkan kebugaran, dapatkah ini dikompensasi?
Penemuan dari model latihan memperingatkan bila deteksi kasus TB-MDR dan rerata terapi meningkat sesuai target WHO 70% tanpa peningkatan rerata kesembuhan TB-MDR, TB-XDR akan meningkat secara luar biasa 12 . Secara jelas, pengendalian TB resisten obat pada pencegahan kegawatan dan amplifikasi resistensi obat sperti waktu diagnosis dan manajemen penyakit resistensi obat yang layak.
Pada tahun 2007, dalam rangka memerangi infeksi serius, WHO dan partner membentuk sebuah aturan untuk mendata epidemik global TB-MDR dan TB-XDR 120 . Rekomendasi utama untuk meningkatkan pengendalian TB diseluruh dunia dalam rangka mencegah mutan TB-MDR dan XDR dan kemudian mengorganisasi diagnosis dini dan terapi efektif dari kasus resistensi obat yang ada. WHO membentuk sebuah pendekatan lebih luas, dengan pengamatan secara langsung, strategi jangka pendek sebagai elemen kesinambungan. Strategi STOP TB terbaru 121
dipersiapkan dalam rangka mencapai Millennium Develop-ment Goal mengenai TB. Sebagai kesimpulan dalam tabel 6, strategi terdiri dari 6 elemen (i) mengejar pengobatan dengan pengawasan langsung; (ii) mendata TB/HIV (iii) memperkuart sistem kesehatan; (iv) melibatkan semua tenaga kesehatan (v) memperkuat orang dengan TB dan komunitas dan (vi) mengaktifkan penelitian promotif 121 .
Dalam rangka melawan epidemic TB-MDR dan XDR, WHO menyelenggarakan Task Force membangun rencana menanggapi TB MDR dan TB XDR 2007-2008 122 pada april 2009, konferensi pemerintah diadakan di China untuk membentuk BeijingCall for Action 123 , melakukan 27 negara beban MDR untuk rangkaian aksi spesifik untuk pencegahan dan penahanan TB-MDR/ TB-XDR. Tujuh rekomendasi tambahan 124 disusun untuk mencegah dan mengontrol TB-XDR melalui pengendalian TB dan HIV yang diperkuat. The new Stop TB Strategy and the Global Plan to Stop TB adalah dokumen referensi kunci untuk intervensi primer. 2 Meningkatkan manajemen individu yang diduga terkena TB-XDR melalui akses cepat ke laboratorium dengan pemeriksaan DST cepat untuk RMP dam INH dan DST untuk kasis MDR dan meningkatkan deteksi kasus yang diperkirakan mengandung galur MDR baik pada kondisi prevalensi HIV yang tinggi maupun yang rendah. 3 memperkuat manajemen TB-XDR dan design perawatan baik pada individu HIV positif maupun negatif, melalui penggunaan obat lini kedua yang adekuat dan pendekatan berorientasi pasien untuk meyakinkan dukungan dan pengawasan. 4. Pemerataan definisi TB-XDR. 5. Peningkatan pengendalian infeksi pada tenaga kesehatan danperlindungan dalam kondisi prevalensi HIV tinggi. 6. Melaksanakan aktifitas pengawasan TB-XDR melalui jaringan laboratorium supranasional dan laboratorium bereferensi nasional. 7. Mengawali advokasi, komunikasi dan mobilisasi aktifitas sosial untuk menginformasikan dan meningkatkan kewaspadaan terhadap TB dan TB-XDR.
Dengan kerangka rekomendasi ini, US for International Development, berkolaborasi dengan WHO dan rekan lain membangun instrumen (the MDR-/XDR-TB Assessment and Monitoring Tool) untuk digunakan untuk persiapan nasional atau subnasional untuk pencegahan dan pengendalian TB-MDR/XDR, dilengkapi informasi dasar dan proses monitoring, menyediakan data dan analisis untuk mempersiapkan Green Light Committee and Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria; menyediakan informasi untuk petunjuk tehnik asistensi eksternal; menyediakan informasi untuk investasi petunjuk donor dalam intervensi Tb-MDR/ XDR.
Prioritas penelitian adalah meningkatkan pengendalian dan pencegahan TB-MDR dan TB-XDR dapat diidentifikasi pada semua tingkat, meliputi dasar, aplikatif dan penelitian operasional 125 . Sebagai fokus utama review ini adalah pengendalian TB-MDR, kami secara khusus akan mendata diagnostik baru dan isue kabar baru, meninggalkan vaksin yang baru.
DASAR PEMIKIRAN UNTUK PRIORITAS PENELITIAN TUBERKULOSIS MULTI-DRUG RESISTANT : PENCEGAHAN PERTAMA DARI SEMUANYA
Sejarah pengobatan TB telah diamati secara berurutan perkembangan resistensi sebagai kunci pengobatan anti-TB selama beberapa dekade, dari resistensi SM, ke resistensi INH, resistensi RMP kemudian resistensi fluorokuinolon. Faktanya, kami mungkin kehilangan fluorokuinolon secara cepat. TB resisten terhadap Fluorokuinolon muncul secara efisien seperti yang dijelaskan pada awal review ini. TB-XDR adalah hasil dari mutasi berurutan secara komulatif membawa kepada kombinasi resistensi terhadap INH,RMP,Fluorokuinolon dan agen injeksi. Dalam rangka mutasi yang terjadi secara luas terkadang dimulai dengan resistensi fluorokuinolon. Peningkatan prevalensi fluorokuinolon pada TB-MDR dan TB-XDR. Sayangnya, rekomendasi internasional dan kebijakan nasional pada perlindungan fluorokuinolon belum ada 126 . Secara jelas, defisiensi ini membutuhkan pendataansegera. Lebih lagi, pencegahan dari MDR yang baru memerlukan penerapan dari stratergi WHO menghentikan TB, bertindak pada komponen yang berbeda dari proses rantai perawatan: dari persediaan kualitas obat kepada pasien yang tidak terputus.
PENINGKATAN INSTRUMEN DIAGNOSIS Resistensi rifampisisn dimulai sebagai penanda molekular pada TB-MDR. Deteksi resistensi RMP sebagai strategi skreening pada diagnosis TB-MDR perlu diuji pada kondisi resiko rendah.
Berlawanan dengan perkembangan resistensi obat ex novo, penularan MT galur MDR dan XDR menjadi tambahan masalah dalam kondisi dimana prevalensi TB dan TB_MDR tinggi dan bahwa HIV meningkat (Negara-negara Uni Soviet). Ini perlu untuk dihentikan secara efisien transmisi TB-MDR dan TB-XDR melalui diagnosis dini dan terapi efektif. Beberapa pilihan uji cepat resistensi OAT tersedia 127 , termasuk pengurutan DNA 34 , fase solid tehnik hibridisasi 128,129 , mikroarray 130 , tehnik PCR waktu sebenarnya 131, pengamatan mikroskopik uji sensitifitas obat, DST slide 132 , uji berdasar fage 133, metode kalorimetri 134 (MT dan resazurin sebagai indikator redoks) 135 dan uji reduktasi nitrat 136. Program Nasional Pengendalian TB memerlukan biaya, kesinambungan, waktu perkiraanm reliabilitas dan kemudahan akses dalam pertimbangan memihi uji yang tepat. Lebih lagi, uji assay (Hain Lifescience, Nehren, Germany) resistensi obat MT genotip baru lini kedua(MYCOBACTERIUM TUBERCULOSISBDRsI) menyediakan insrumen potensial baru untuk mendeteksi MT galur XDR dalam 1-2 hari setelah pengambilan spesimen 137, yang secara terpisah dapat berguna pada kondisi resiko tinggi Tb-XDR.
Diagnosis infeksi TB laten khususnya disebabkan galur resistensi obat saat ini tidak mungkin. Namun, diagnosis awal dan identifikasi tepat dari resistensi obat selama MT laten dapat memberikan dampak pada pengendalian TB. Diagnosis awal dari infeksi MT resisten harus menjadi target prioritas dari penelitian dimasa depan.
Tabel 7 . contoh OBAT ANTI TUBERCULOSIS baru berdasar perkembangan klinik (dimuat seijin http://www.stoptb.org/wg/new_drugs/assets/documents/2008GlobalTBDrugsPipelineFOR%20_WEBSITE_Oct% 2021Corrected.pdf) Evaluasi Preklinik Lanjutan Fase 1 Fase 2 TB Oxazolidinone PNU-100480 Pfizer T BK-613Quinolone B Alliance, various CROs Diamine SQ-109 Pfizer Pyrrole LL3858 Lupin Pharmaceuticals Diarylquinoline TMYCOBACTERIUM207 Tibotec Rifapentine TBTC-29 Sanofi Pasteur, TBTC, CDC Nitro-dihydro-imidazooxazole OPC- 67683 Otsuka Pharmaceuticals Nitroimidazole-oxazine PA-824 TB Alliance
OBAT-OBAT BARU Selama lebih dari 40 tahun, tidak hanya 1 obat ditemukan dan disetujui untuk terapi melawan Tb. Dibawah keadaan ini dan dibawah tekanan evolusi dari obat TB yang sama, ini hanyalah sebuah hal sebelum resistensi MT dinyatakan sebagai masalah serius. Kegawatan Tb-MDR dan TB-XDR memacu ketertarikan perkembangan obat baru. Awalnya, laporan pertama dari percobaan klinik 2 fase untuk TMYCOBACTERIUM207 s ebagai terapi TB-MDR dipublikasikan 106 . Penambahan TMYCOBACTERIUM207 dalam terapi standar untuk TB-MDR menurunkan waktu ke perubahan kultur sputum negatif, dimana dibandingkan dengan placebo (hazard ratio 11.8; 95% CI: 2.361.3). TMYCOBACTERIUM207, kelas pertama dari diaryuinolon, memiliki mekanismu unik dalam aksi penargetan subunit C dari ATP sintase 138 dan memamerkan waktu paruh yang lama. TMYCOBACTERIUM207 plus rifapentin plus PZA diberikan sekali seminggu lebih aktif dibanding terapi rejimen standar dengan RMP plus INH plus PZA yang diberikan 5 kali perminggu padaTB, menyarankan bahwa ini potensial untuk digunakan untuk membangun rejimen sekali seminggu 139 . PA-824140 adalah profil nitroimidazo-oxazine, menghambat asam mycolic dan biosisntesis protein dan membunuh MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS non-replicating dengan baik 141 . PA-824 meningkatkan aktifitas baktericidal dari RMP dan atau PZA pada TB 142 . Kombinasi PA-824, moxi-floxacin dan PZA menyembuhkan tikus lebih cepat dibanding rejimern pertama dengan RMP,INH dan PZA pada TB, menyiratkan potensial menjadi lebih pendek pada durasi pengobatan TB 143 . Imidazo-oxazole lain, diamin dan komponen pyrolle telah diperiksa dalam percobaan klinik fase 1 atau 2, namun tidak satupun komponen akan melewati fase 3 sebelum tahun 2011 Tabel 7. Randomized Clinical Trial sekarang dibutuhkan secara segera untuk membentuk rejimen baru untuk meningkatkan hasil pengobatan pasien dengan TB-MDR dan XDR. Perkembangan obat baru yang potensial dengan profil toxicitas rendah, memungkinkan terapi melawan Tn yang lebih cepat dan efektif, dan penjelajahan mengenai peran dari terapi tambahan yang memungkinkan, seperti suplemen vitamin D 144 , dan penggunaan komponen dengan profil mekanisme anti mycobacteri, seperti thior-idazine 145 merupakan prioritas.
KESIMPULAN Epidemik global dari Tb-MDR (diperkirakan setengah juta kasus baru dan 150.000 meninggal pertahun) memiliki rerata fatalitas kasus 30 per 100 individu yang terkena, dan TB-XDR (diperkirakan 50.000 kasus dan 30.000 kematian) dari 60 per 100 kasus. Ini berarti bahwa setiaphari terdapat 400 kematian terkait TB-MDR dan 80 berhubungan dengan TB-XDR. Situasi dapat menjadi lebih bururk bila tindakan yang tepat tidak dilakukan secara efisien baik ditingkat lokal maupun global. Tantangan utama adalah 79 : 1 perkembangan sumber daya manusia untuk diagnosis dan manjemen Tb MDR dan XDR diperlukan segera, terutama di China, India dan negara lain dengan tingginya beban TB-MDR. 2 Kapasitas laboratorium perlu diperkuat dan jaringa laboratorium didirikan unruk deteksi resisten RMP dan INH seperti resisten fluorokuinolon dan obat injek lini kedua dalam kondisi resiko tinggi Tb-XDR. Perlengkapan pemeriksaan cepat untuk resistensi perlu diuji dalam kondisi sumber yang terbatas secepatnya. 3. Meskipun proporsi tinggi pasien TB-MDR dapat disembuhkanm perawatan TB-MDR tetap sulit dan mahal. Startegi untuk menurunkan proporsi kegagalan dan meningkatkan proporsi keberhasilan terapi pada pengobatan TB-MDR perlu diselidiki secar cepat. 4, Prevalensi TB-MDR berkaitan dengan buruknya pengendalian Tb 49 , dan kegawatan dan penyebaran TB-XDR disebabkan peraturan tidak layak dan penggunaan OBAT ANTI TUBERCULOSIS lini kedua. Pencegahan resistensi obat melalui kepatuhan untuk standar perawatan dan pengendalian adalah penting dan prioritas utama untuk setiap usaha pengendalian Tb.