You are on page 1of 15

1.

Konsep Dasar Medis


A. Definisi Edema Paru
Edema paru adalah adanya terdapat cairan dalam rongga paru sebagai akibat dari gagal
jantung kongestif yang tidak diobati.
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan
tekanan intravaskular dan sering terjadi pada malaria dewasa. Edema Paru sering juga disebut
Insufisiensi Paru. Edema paru dapat terjadi oleh karena hiperpermiabilitas kapiler dan atau
kelebihan cairan dan mungkin juga karena peningkatan TNF-.
Penyebab lain gangguan pernafasan (respiratory distress) antara lain :
1. Kompensasi pernafasan dalam keadaan asidosis metabolik.
2. Efek langsung dari parasit atau peningkatan tekanan intrakranial pada pusat
pernapasan di otak.
3. Infeksi sekunder pada paru-paru.
4. Anemia berat.
5. Kelebihan dosis antikonvulsan (phenobarbital) yang menekan pusat pernafasan.

B. Anatomi dan fisiologi


Gambar anatomi sistem pernafasan

Organ sistem pernafasan
Pernafasan adalah proses pertukaran gas dalam paru. Oksigen berdifusi ke dalam
darah dan pada saat yang sama karbon dioksida dikeluarkan dari darah. Udara dialirkan
menuju unit pertukaran gas melalui jalan nafas. Secara umum suatu proses pernafasan
memerlukan tiga sub unit organ pernafasan, yaitu jalan nafas atas, jalan nafas bawah, dan unit
pertukaran gas. Masing-masing sub unit ini terdiri atas berbagai organ. Jalan nafas terdiri atas
hidung, sinus, faring, dan laring. Jalan nafas bawah terdiri atas trakea dan bronkus serta
percabangannya. Unit pertukaran gas terdiri atas bagian distal bronkus terminal (bronkiolus
respiratorius), duktus alveolaris, dan alveoli yang kesemuanya disebut sebagai asinus.

Hidung
Pada orang normal, udara masuk ke dalam paru melalui lubang hidung dan kemudian
masuk ke dalam rongga hidung. Rongga hidung dibagi menjadi dua bagian oleh sekat dan
pada masing-masing sisi lateral rongga hidung terdapat tiga saluran yang dibentuk akibat
penonjolan turbinalis. Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang banyak mengandung
vaskuler dan juga ditumbuhi oleh bulu.

Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis adalah rongga dalam tulang tengkorak yang terletak di dekat hidung
dan mata. Terdapat empat sinus, yaitu sinus frontalis, etmoidalis, sfenoidalis, dan maksilaris.
Fungsi sinus adalah memperingan tulang tengkorak, memproduksi mukosa serosa yang
dialirkan ke hidung, dan menimbulkan resonansi suara sehingga memberi karakteristik suara
yang berbeda pada tiap individu.

Faring
Faring atau tenggorokan adalah rongga yang menghubungkan antara hidung dan
rongga mulut ke laring. Faring terbagi dalam tiga area, yaitu nasal, oral, dan laring. Faring
nasal atau disebut nasofaring terletak di sisi posterior hidung, di atas palatum. Pada
nasofaring terdapat kelenjar adenoid dan muara tuba eustachii. Faring oral atau disebut juga
orofaring berlokasi di mulut.

Laring
Laring merupakan unit organ terakhir pada jalan nafas atas. Laring disebut juga
sebagi kotak suara karena pita suara terletak di sini. Laring terletak di sisi inferior faring dan
menghubungkan faring dengan trakea. Batas bawah dari laring sejajar dengan vertebra
servikalis keenam. Bagian atas terdapat glotis yang dapat bergerak menutup pintu laring oleh
epiglotis saat terjadi proses menelan. Pada laring juga terdapat tiroid, tulang krikoid, dan
kartilago aritenoid. Epiglotis merupakan daun katup kartilago yang menutupi ostium selama
menelan, glotis merupakan ostium antara pita suara dalam laring. Terdapat juga kartilago
tiroid, yang merupakan kartilago besar pada faring dan sebagian membentuk jakun. Kartilago
krikoid merupakan satu-satunya cincin kartilago yang lengkap dalam laring. Kartilago
aritenoid digunakan dalam gerakan pita suara, sedangkan pita suaranitu sendiri merupakan
ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara.pita suara melekat
pada lumen laring. Fungsi laring adalah memisahkan makanan dan udara, fonasi atau
menghasilkan suara, dan inisiasi timbulnya batuk dari saluran nafas bagian atas.

Trakea
Trakea disebut juga pipa udara, merupakan organ silindris panjangnya sekitar 10-12
cm dan berdiameter 1,5-2,5cm. Terletak digaris tengah leher dan pada garis tengah sternum.
Trakea memanjang dari kartilago krikoid pada laring hingga bronkus di torak. Trakea terdiri
atas otot polos dengan sekitar 20 cincin kartilago inkompletdan ditutupi oleh membran
fibroelastik. Dinding posterior trakea tidak disokong oleh kartilago dan hanya terdapat
membran fibroelastik yang menyekat trakea dan esofagus.

Percabangan bronkial
Percabangan bronkial atau disebut juaga pohon bronkial adalah jalan nafas berikutnya
yang neng hubungkan jalan nafas atas hingga unit asinus. Bronkus primer berasal dari
percabangan trakea menjadi dua cabang utama setinggi karina. Karina terletak sekitar iga
kedua atau pada vertebra torakal kelima. Terdapat banyak reseptor batuk pada kartina.
Bronkus utama kiri memiliki sudut lebih tajam dibandingkan bronkus kanan sehingga
aspirasi cenderung terjadi masuk ke dalam bronkus kanan. Bronkus kiri lebih bsempit dan
lebih panjang dari pada bronkus kanan. Bronkus utama kiri kemudian bercabang menjadi dua
cabang lobaris, satu cabang untuk menyuplai lobus paru kiri atas dan yang lain menyuplai
lobus paru kiri bawah. Percabangan bronkus lobus kiri atas selanjutnya bercabang menjadi
empat bronkus yang lebih kecil, yaitu apikal posterior, anterior, superior lingular, dan inferior
lingular. Lobus kiri bawah juga bercabang menjadi empat bronkus yang lebih kecil, yaitu
superior, anterior, medio-basal, latero-basal, dan posterio-basal.

Asinus
Unit pernafasan terminal atau disebut juga asinus merupatan tempat terjadinya
pertukaran gas. Unit ini terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus
alveolaris, dan alveolus.

C. Etiologi
Adapun etiologi dari Edema paru antara lain :
1. Ketidakseimbangan Starling Forces :
a) Peningkatan tekanan kapiler paru :
1) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
2) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
3) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b) Penurunan tekanan onkotik plasma :
1. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

\c) Peningkatan tekanan negatif intersisial :
1) Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d) Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
1. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
a) Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2, dsb).
c) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl
thiourea).
d) Aspirasi asam lambung.
e) Pneumonitis radiasi akut.
f) Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g) Disseminated Intravascular Coagulation.
h) Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
i) Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j) Pankreatitis Perdarahan Akut.

3. Insufisiensi Limfatik :
a) Post Lung Transplant.
b) Lymphangitic Carcinomatosis.
c) Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

4. Tak diketahui/tak jelas :
a) High Altitude Pulmonary Edema.
b) Neurogenic Pulmonary Edema.
c) Narcotic overdose.
d) Pulmonary embolism.
e) Eclampsia
f) Post Cardioversion.
g) Post Anesthesia.
h) Post Cardiopulmonary Bypass.

D. Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari
bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah dan masuk
kedalam jaringan-jaringan di sekelilingnya, sehingga menyebabkan pembengkakan. Ini dapat
terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak cukupnya protein
dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak
megandung segala sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang
langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-
kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini dimana oksigen dari udara diambil
oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli
untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang
mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-
dinding ini kehilangan integritasnya.
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes
keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat
menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
Ada saatnya, ini dapat dirujuk sebagai air dalam paru-paru ketika menggambarkan
kondisi ini pada pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang
berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema,
atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
Pada penderita Malaria, hal ini dapat dikategorikan sebagai suatu komplikasi. Dan yang
sering terjadi edema paru pada penderita malaria yaitu pada ibu hamil.

E. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin
penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau dapat
juga mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-
gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas
daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat
(tachypnea), kepeningan, atau kelemahan, batuk diiringi dahak bercampur darah, ronci paru,
whizing, sianosis, dan takikardi.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien
dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope,
dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-
suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan
dalam alveoli selama bernapas).

F. Pemeriksaan Diagnosis
Untuk mengidentifikasi penyebab dari pulmonary edema, penilaian keseluruhan dari
gambar klinis pasien adalah penting. Sejarah medis dan pemeriksaan fisik yang saksama
seringkali menyediakan informasi yang tidak ternilai mengenai penyebab.
1. Pemeriksaan Fisik :
a) Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
b) Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale. Takikardia dengan S3 gallop.
Murmur bila ada kelainan katup.
2. Elektrokardiografi : Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi
atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri
atau aritmia bisa ditemukan.
3. Laboratorium :
a) Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
b) Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
c) Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung
(CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
4. Foto thoraks : Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung
jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral
column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih
gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang
lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang
normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary
edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang
mungkin mendasarinya.
5. Gambaran Radiologi yang ditemukan :
a) Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
b) Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
c) Kranialisasi vaskuler
d) Hilus suram (batas tidak jelas)
e) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier).
6. Pemberian terapi oksigen.
7. Lakukan diuretik.
8. Posisi ortopnea.

I. Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan menggunakan tehnik ABC sebagai berikut:
a. A (AIRWAY/ JALAN NAFAS)
1. Penilaian pastikan tidak sadar, dengan menyentuh, menggoyang, dan
memanggil nama.
2. Panggilan untuk pertolongan. Untuk mengaktifkan sistem pelayanan
medis darurat.
3. Posisi korban.terlentang, berada pada permukaan yang rata dan
keras, kedua lengan pasien disamping tubuhnya.
4. Posisi penolong. Berlutut sejajar dengan bahu pasien, penolong dapat
melakukan nafas bantuan dan kompresi tanpa pergerakan lutut.
5. Buka jalan nafas. Tengadahkan kepala, topang dagu untuk membuka
jalan nafas, jari tengah,jari manis dan kelingking bisa digunakan
untuk menopang dagu sedangkan jari telunjuk untuk mengeluarkan
benda asing yang ada di mulut/ gigi palsu.
b. B (BREATING/ PERNAFASAN)
Penilaian : tentukan tidak bernafas, dengan mendekatkan telinga diatas mulut
atau hidung pasien sambil mempertahankan pembukaan jalan nafas,
perhatikan dada pasien, melihat gerakan naik turunnya dada pasien
mendenganr udara keluar waktu ekspirasi merasakan adanya aliran udara .
1. Mulut ke mulut.penolong memijat hidung pasien dengan ibu jari dan
jari telunjuk, penolong memberika 2 nafas penuh, indikator ventilasi
yang adekuat : observasi naik turunnya dada, mendengar dan
merasakan udara keluar pada waktu ekshalasi.
2. Mulut ke hidung. Pada pasien yang tidak mungkin dilakukan
ventilasi melalui mulut. Penolong menarik dalam, menutup hidung
pasien dengan bibir penolong dan menghembuskan ke dalam hidung.
3. Mulut ke stoma. Pada pasien yang dipasang trakeostomi.
c. C (CIRCULATION/ SIRKULASI)
1. Penilaian: tentukan denyut nadi tidak ada, pemeriksaan nadi
dilakukan pada arteri karotis selama 5- 10 detik, bila denyut nadi ada,
tetapi pernafasan tidak ada, maka pertolongan pernafasan dilakukan
2 X nafas awal( 1,5- 2 detik setiap nafas) kemudian 12 X per menit
pertolongan pernafasan. Bila denyut nadi tidak ada maka dilakukan
kompresi dada luar.
2. Aktifkan sistem pelayanan medik darurat.
3. Kompresi dada luar. Kompresi dada luar akan menyebabkan sirkulasi
ke paru- paru dan di ikuti dengan ventilasi.
4. Posisi tangan yang tepat waktu kompresi:
a) Dengan jari telunjuk dan jari tengan menentukan batas bawah
iga pasien .
b) Jari- jari menelusuri titik diman iga bertemu dengan sternum
bagian iga bawah.
c) Jari telunjuk diletakkan disebelahnya pada bagian bawah
sternum.
d) Bagian telapak tangan yang dekat dengan kepala pasien
diletakan pada bagian bawah sternum.
e) Tanagn yang lain diletakkan di atas tanang yang berada pada
sternum sehingga kedua tangan berada pada kedua sisi yang
sejajar.
f) Jari- jari dapat diluruskan atau menyilang tetapi tidak boleh
menyentuh dada.
g) Karena terdapat berbagai bentuk dan ukuran tangan, maka
posisi tangan menggunakan pergelanagn tangan yang berada
pada dada dengan tangan yang berada di bagian bawah
sternum.
5. Tehnik kompresi yang tepat
a) Siku dipertahankan pada posisi lengan diluruskan dan bahu
penolong berada pada posisi langsung diatas tangan sehingga
setiap penekanan kompresi dada luar di lakukan lurus kebawah
pada sternum.
b) Tekanan kompresi dilepaskan agar dapat mengalir kedalam
jantung.
c) Tangan tidak boleh diangkat dari dada atau diubah posisinya.
A. Pengkajian
1. Pengkajian persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
a. Riwayat penyakit paru kronis
b. Pengaturan rumah/pemeliharaan
2. Pola nutrisi metabolik
a. Mual
b. muntah
3. Pola eliminasi
a. Tidak ada gangguan
4. Pola aktivitas dan latihan
a. Dyspneu karna kerja
b. Lemah atau nyeri
c. batuk
5. Pola tidur dan istirahat
a. Gangguan tidur karena sesak
b. Sering terbangun karena nyeri
6. Pola persepsi kognitif
a. Nyeri dada
b. Demam
c. Keringat meningkat
7. Pola persepsi dan konsep diri
a. Ansietas
b. Depresi
c. Wajah tegang
8. Pola peran dan hubungan dengan sesama
a. Tidak ada gangguan
9. Pola reproduksi dan seksualitas
a. amenorea
10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
a. Ketidakmampuan mengatasi stress
11. Pola sistem kepercayaan
a. Kegiatan beribadah terganggu
b. Adanya tekanan spiritual



B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d akumulasi protein dan cairan dalam intertisial/area
alveolar
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d meningkatnya tahanan jalan nafas dan
peningkatan jumlah secret paru
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi b/d tidak adequatnya pembersihan jalan nafas oleh
batuk
C. Perencanaan Keperawatan
DP I : Gangguan pertukaran gas b/d akumulasi protein dan cairan dalam
intertisial/area alveolar
TUJUAN : Ventilasi dan oksigenasi adekuat setelah dilakukan tindakan pemasangan
ventilator.
HYD : 1. Analisa gas darah dalam rentang normal
2. Tidak sesak, tidak sianosis.
INTERVENSI :
1. Siapkan/seting alat-alat untuk pemasangan ventilator.
R/ Ventilator digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk
mempertahankan oksigenasi.
2. Berikan oksigen yang dilembabkan dengan humidifier.
R/ Ventilasi mekanis yang melewati jalan napas buatan meniadakan mekanisme
pertahanan tubuh untuk pelembaban dan pengahangatan.
3. Pantau efek ventilator.
R/ Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung
ternhambat, venus return menurun maka cardiac out put juga menurun.
4. Kaji status pernapasan tiap jam, catat peningkatan frekuensi / upaya pernapasan atau
perubahan pola napas.
R/ Takipnea adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan upaya
pernapasan dapat menunjukkan derajat hipoksemia.
5. Kaji dan catat adanya bunyi napas dan adanya bunyi tambahan.
R/ Bunyi napas dapat menurun, tidak sama atau tidak ada pada area yang sakit.
Ronchi adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat
peningkatan permebilitas membran alveolar kapiler. Wheezing adalah bukti
konstriksi bronkus dan atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan mukus /
edema.
6. Lakukan observasi hasil GDA
R/ Menunjukkan ventilasi/ oksigenasi dan status asam / basa. Digunakan sebagai
dasar evaluasi keefektifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.

DP II : Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d meningkatnya tahanan jalan nafas dan
peningkatan jumlah secret paru
TUJUAN : Bersihan jalan napas efektif setelah dilakukan fisio terapi napas dan
penghisapan sekret.
HYD : 1. Hilangnya dispnea
2. Bunyi napas bersih/ tidak ada ronkhi
3. Mengeluarkan sekrit tanpa kesulitan

INTERVENSI :
1. Lakukan fisioterapi napas dan penghisapan sekret secara kontinu setiap 3 jam.
R/ Pengumpulan sekresi mengganggu ventilasi, dengan fisioterapi napas akan
melepaskan sekret dari dinding alveoli sehingga memudahkan untuk dilakukan
penghisapan.
2. Berikan oksigenasi sebelum dilakukan penghisapan sekret.
R/ Untuk menambah cadangan oksigen sehinga pada saat dilakukan penghisapan
sekret klien tidak mengalami kekurangan oksigen karena dengan menghisap sekret
oksigen juga ikut terhisap.
3. Berikan oksigen yang dilembabkan
R/ Kelembaban menghilangkan dan memobilisasi sekret dan meningkatkan transpor
oksigen.
4. Kaji dan catat karakteristik sputum.
R/ Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, dan atau purulen.
5. Catat perubahan upaya, pola bernapas dan karakteristik bunyi napas
R/ Penggunaan otot interkostal / abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan
peningkatan upaya bernapas. Bunyi napas menunjukkan aliran udara melalui
trakeobronkial dan dipengaruhi oleh adanya cairan, mukus atau obstruksi aliran udara
lain
6. Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya/ peningkatan fremitus
R/ Ekspansi dada terbatas sehubungan dengan akumulasi cairan, edema dan sekrit
dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan dapat meningkatkan
fremitus.
7. Berikan obat sesuai program dokter: Dormicum 1mg/jam dan morfin 1mg/jam
R/ Untuk menenangkan pasien

DP III : Resiko tinggi terjadinya infeksi b/d tidak adequatnya pembersihan jalan nafas
oleh batuk
TUJUAN : Setelah 3 hari dilakukan terapi infeksi tidak terjadi
HYD : 1. Tanda-tanda infeksi Leko <>
2. Suhu dalam batas normal. (36-37,5c)
INTERVENSI :
1. Lakukan perawatan luka secara aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan
yang baik
R/ Untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan , catat karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.
R/ Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan
dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil.
R/ Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan
evaluasi atau tindakan dengan segera.
4. Berikan antibiotika sesuai program dokter: Cefotaxim 3 x 1gr iv.
R/ Digunakan untuk membunuh atau menekan berkembangnya kuman penyebab
infeksi.



D. Evaluasi

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat bantu
nafas.
Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonary
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadap
pemasangan selang endotrakeal.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung.
Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
terhadapprosedur medis.






Daftar pustaka
Tamsuri, Anas. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernapasan. 2008. - Jakarta:
EGC.
Krisanty, Paula. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. 2009. Jakarta: CV Trans Info Media.

You might also like