You are on page 1of 37

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses kehamilan merupakan peristiwa yang sangat
menakjubkan, sebagai tanda keagungan Sang Pencipta. Bermula dari ujud
(benda) yang tak bernilai (sperma) lalu bertahap berubah menjadi janin
(embrio). Kemudian tumbuh menjadi segumpal darah hingga menjadi
segenggam daging, selanjutnya menjadi tulang belulang yang terbungkus
oleh daging, hingga akhirnya sempurna dan lengkap dengan akal pikiran,
akal budi dan perasaan (Chafidh,2007).

Allah SWT menciptakan manusia dari sari pati tanah kemudian
tanah tersebut dijadikan air mani ( sperma ) yang ada pada seorang laki
laki, setelah terjadi persemaian antara sperma dengan sel telur, maka
selanjutnya terjadilah pembuahan di dalam rahim seorang perempuan,
kemudian menjadi janin yang tumbuh berkembang di dalamnya hingga
akhirnya menjadi manusia sempurna. Seperti yang di firmankan oleh Allah
SWT dalam QS. Al Mukmin: 12-14:

)(

)(

)(


Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati
(yang berasal) dari tanah. Kemudan saripatiitu Kami jadikan air mani
(yang disimpan) didalam tempat yang kokoh (yakni rahim). Kemudian air
mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segenggam daging, dan segenggam daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian
jadikan itu sebagai makhluk (yang berbentuk) lain. Maka. Maha Suci
Allah, sebaik-baik pencipta (QS. Al Mukmin: 12-14).
Dalam proses kehamilan tubuh wanita hamil sangat luar biasa
dalam perubahan fisiologis yang berpengaruh terhadap perubahan
hormonal, volume darah ibu serta cardiac output. Banyak perubahan
opthalmologi yang meningkat selama kehamilan.Misalnya perubahan
produksi air mata, dan perubahan komposisi seperti peningkatan sekresi
pada mucin karena efek dari hormone estrogen dan progesteron (Sophia M.
Daung).Selain itu ptosis juga dilaporkan terjadi pada saat kehamilan.Hal ini
dikarenakan adanya peningkatan progesteron yang menyebabkan cairan
konten melemahkan levator aponeurosis (Sophia M. Chung). Penelitian
terbaru juga menunjukkan bahwa hormone progesteronlah yang
meningkatkan estradiol permebilitas membran lensa.(Park).
3



Kehamilan sering dikaitkan dengan perubahan okular yang
mungkin lebih umum bersifat sementara, tetapi kadang-kadang dapat
bersifat permanen. Ini terkait dengan perkembangan kondisi okular, atau
dapat memperburuk kondisi yang sudah ada. Efek okular kehamilan dapat
berupa fisiologis atau patologis atau mungkin modifikasi dari kondisi yang
sudah ada.Perubahan Adnexial termasuk chloasma, spider angioma dan
ptosis.Perubahan segmen anterior meliputi penurunan konjungtiva dan
kapiler peningkatan granularity venula konjungtiva dan kelengkungan
kornea, perubahan ketebalan kornea, indeks bias, akomodasi dan kesalahan
bias, dan penurunan tekanan intraokular.(Afr J Reprod Health 2008; 12 [3]
:185-196)
Penelitian yang dilakukan oleh Milldot dan Lamont (1974)
menunjukan bahwa sensibilitas kornea akan menurun selama fase
pramenstruasi dari siklus menstruasi wanita, dan perubahan hormonallah
yang ikut serta berperan seperti hormone progesteron dan estrogen. Hal ini
dikutip dari penelitian Sophia M. Chung MD.
Dalam sebuah penelitian terhadap kelengkungan kornea di
wanita hamil ada statistic signifikan peningkatan kelengkungan kornea
selama trimester kedua dan ketiga yang akan berakhir pada postpartum atau
setelah penghentian breastfeeding. Dalam kehamilan adakaitannya dengan
perubahan dalam sensibilitas dan ketebalan kornea.Dari hasil pengukuran
didapatkan sedikit peningkatan ketebalan kornea karena edema terjadi
selama kehamilan tersebut.Sensitivitas kornea cenderung menurun, dengan
4



perubahan terbesar terjadi pada trimester terakhir kehamilan (Afekhide E.
Omoti, Joseph M. Waziri-Erameh and Valentina W. Okeigbemer).
Perubahan dalam profil metabolisme, hormon dan sirkulasi
darah yang biasanya terjadi selama kehamilan dapat mempengaruhi fungsi
perubahan mata.Visual ibu dalam kehamilan umumnya terkait dengan
kehamilan itu sendiri.Efek pada kornea, lensa, tekanan intraokuler dan
Sensitivitas Kornea ditemukan penurunan pada wanita hamil dan biasanya
kembali ke normal setelah delapan minggu postpartum (Riss et al, 1981).
Hal ini dapat terkait dengan peningkatan ketebalan kornea yang disebabkan
oleh oedem korne yang dapat mengakibatkan perubahan dalam indeks bias
kornea (Weinreb et al, 1988;Fatt et al, 1973).Dalam satu studi penurunan
produksi air matajuga terjadi selama trimester ketiga kehamilan pada
sekitar 80% dari wanita hamil.(Sharma S, Wuntakal R, Anand A, Sharma
TK, Donney G, 2006).
B. Rumusan Masalah
Dengan alasan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah Bagaimana pengaruh kehamilan terhadap sensibilitas dan
kelengkungan kornea pada trimester II dan III kehamilan.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian yaitu:
5



1. Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh
kehamilan pada trimester II dan III terhadap sensibilitas dan kelengkungan
kornea.
1. Tujuan khusus:
a. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan sensibilitas
kornea yang terjadi pada ibu hamil di trimester II dan III kehamilannya.
b. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kelengkungan
kornea ibu hamil pada trimester II dan III kehamilannya.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Ilmu kedokteran
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukkan
dalam mengembangkan ilmu kedokteran khususnya dibidang
oftalmologidan andrologi mengenai hubungan kehamilan terkait dengan
sensibilitas dan kelengkungan kornea.
2. Bagi Responden
Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dari
sensibilitas kornea sekaligus untuk menilai seberapa besar perubahan dari
kelengkungan kornea terkait dengan masa kehamilannya.
3. Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai tinjauan pustaka untuk
melakukan penelitian lebih lanjut terkait perubahan sensibilitas dan
kelengkungan kornea yang terjadi selama kehamilan.
6






E. KEASLIAN PENELITIAN
Sepengetahuan penulis penelitian tentang Pengaruh kehamilan
pada trimester ke II dan III terhadap sensibilitas dan kelengkungan kornea
di Universitas Muhammadiyah Jogjakarta belum pernah dilakukan tetapi
terdapat penelitian pendukung yang dibuat oleh:
1. Michel Millodot from the Department of optometry, University of
Wales Institute off Science and Technology (1977).Berdasarkan
penelitiannya terhadap 30 wanita yang tidak hamil sebagai kelompok
kontrol (usia 21-40 tahun) dan 29 wanita hamil ( usia 22-39 tahun)
menunjukan hasil ambang sentuh kornea (CTT) lebih tinggi secara
signifikan setelah 31 minggu kehamilan, tetapi ada juga 52% mengalami
pembengkakkan dan hilannya sensitifitas kornea. Hal ini diasumsikan
sebagai kaitannya dengan adanya retensi air yang terjadi selama kehamilan.
Tetapi dilaporkan juga 6-8 minggu setelah post partm ambang sentuh
kornea (CTT) kembali ke keadaan normal.
2. Riss B, Riss P (1981) melakukan penelitian eksperimental
dengan jumlah responden sebanyak 86 wanita hamil antara minggu ke -13
sampai 40 minggu kehamilan. Alat pemeriksaan yang digunakan
esthesiometer yang dikembangkan oleh Draeger. Dimana hasil dari
7



penelitian tersebut didapatkan ambang batas secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol non hamil.
3. Park SB, Lindahl KJ, Temnycky GO, Aquavella JV (1992)
melakukan penelitian dengan jumlah responden 24 wanita selama
kehamilan, melahirkan dan setelah berhenti menyusui yang menggunakan
lensa kontak. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa 25 % (enam
wanita) mengalami intoleransi lensa kontak selama penelitian. Tidak ada
perubahan yang diamati pada refraksi, sensitivitas kornea, ketebalan
kornea, atau tekanan intraokular. Namun, ada peningkatan (P <0,05)
signifikan secara statistik pada kelengkungan kornea selama trimester
kedua dan ketiga dan diakhiri pada masa postpartum atau setelah
penghentian menyusui. Kami membahas pentingnya klinis dari temuan ini.
4. Di Indonesia hubungan penurunan sensibilitas dan
kelengkungan kornea pada ibu hamil belum pernah diteliti. Penurunan
sensibilitas kornea dengan alat aestesiomet cochet-bonnet juga belum
pernah dilakukan. Begitu juga dengan pengukuran kelengkungan kornea
dengan auto ref keratometer juga belum pernah dilakukan.





8



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kehamilan
1.1. Defenisi Kehamilan
Kehamilan adalah penyatuan sperma dari laki-laki dan ovum dari
perempuan.Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya
janin.Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7
hari) ddihitung dari hari pertama haid terakhir.Kehamilan dibagi dalam tga
yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan
kedua dari bulan ke-4 sampai ke-6, triwulan ketiga dari bulan ke-7 sampai
ke-9 (Adriaansz, Wiknjosastro dan Waspodo, 2007.p.98).
Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu
serta perubahan sosial di dalam keluarga dalam menyambut keanggota
keluarga baru.Perlu pemantauan perubahan-perubahan fisik yang normal
yang dialami ibu serta tumbuh kembang janin, juga mendeteksi dan
menatalaksana setiap kondisi yang tidak normal (Depkes, 2007).
Kehamilan didefinisikan sebagai persatuan antara sebuah sel telur
dan sebuah sperma, yang menandai awal suatu peristiwa yang terpisah
tetapi ada suatu rangkaian kejadian yang mengelilinginya.Kejadian-
kejadian itu ialah pembentukan gamet (telur dan sperma), ovulasi
(pelepasan telur), penggabungan gamet dan implantasi embrio di dalam
9



uterus. Jika peristiwa ini berlangsung baik, maka proses perkembangan
embrio dan janin dapat dimulai (Bobok, 2005,p.74).
Dari definisi kajian penulis maka disimpulkan kehamilan adalah
masa dimana wanita membawa embrio dalam tubuhnya yang diawali
dengan keluarnya sel telur yang matang pada saluran telur yang kemudian
bertemu dengan sperma dan keduanya menyatu membentuk sel yang akan
bertumbuh yang membuat terjadinya proses konsepsi dan fertilisasi sampai
lahirnya janin yang berlangsung sekitar 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7
hari).
1.2. Fisiologi Kehamilan
Menurut Saifuddin (2002), masa kehamilan diawali dengan
adanya konsepsi hingga lahirnya janin. Konsepsi adalah bersatunya ovum
dan sperma.Namun, untuk terjadinya suatu konsepsi harus terjadi ovulasi
dan inseminasi terlebih dahulu.
Ovulasi adalah runtuhnya ovum dari volikel dalam ovarium. Ovum
yang dibebaskan biasanya akan masuk ke tuba uterus dan dapat bertahan
dalam 48 jam, tetapi apabila ovum gagal bertemu sperma maka ovum
tersebut akan mati dan hancur (Saifuddin,2002).
Inseminasi adalah ekspulsi semen dari uretra pria ke dalam vagina
wanita.Sperma dapat hidup selama beberapa hari, berenang seperti
kecebong. Bila ovulasi terjadi selama hari tersebut maka ovum akan
dibuahi segera setelah meninggalkan ovarium (Saifuddin,2002).
10



Beberapa jam setelah pembuahan terjadi maka dimulai pembelahan
zigot. Setelah pembelahn ini terjadi, maka pembelahan selanjutnya berjalan
lancar dalam 3 hari terbentuk suatu kelompok sel-sel yang sama besarnya
yang berada dalam stadium morulla. Morulla akan disalurkan ke pars
ismika dan pars interstisialis tuba dan diteruskan kearah kavum uteri dan
dalam kavum uteri inilah hasil konsepsi mencapai stadium blastula
(Winkjosastro, 1997). Dua struktur penting dalam blastula adalah : 1)
Lapisan luar (trofoblast) yang akan menjadi plasenta; 2) Embrioblast (inner
cell mass) yang akan menjadi janin (Siswosudarmo cit Wahyu, 2005).
Stadium blastula adalah stadium dimana ovum menamakan diri
kedalam endometrium dan proses ini disebut nidasi. Nidasi biasanya terjadi
pada hari ke 4-7 setelah konsepsi. Biasanya nidasi ini terjadi di dinding
depan atau belakang uterus dekat dengan fundus uteri. Bila nidasi telah
terjadi, maka mulai terjadi proses differensiasi sel blastula (Wahyu, 2005).
Sel-sel yang lebih kecil membentuk endoterm atau yolk sack,
sedangkan sel-sel yang lebih besar menjadi ektoderm dan membentuk
ruang amnion. Trofoblast pada tingkat nidasi berfungsi menghasilkan
Human Chorionic Gonadotropin (HCG).Produk HCG meningkat hingga
kurang lebih pada hari ke-60 kehamilan mempengaruhi korpus luteum
untuk tumbuh terus dan menghasilkan hormon progesteron hingga plasenta
dapat membuat cukup estrogen (Wahyu, 2005).
Lapisan desidua ada 3 yaitu: 1) Desidu kapsularis, adalah lapisan
desidua yang menyelimuti hasil konsepsi; 2) Desidua basalis, adalah
11



desidua yang terletak antara konsepsi dengan dinding uterus, sehingga
desidua basalis plasenta akan terbentuk; 3) Desidua parietalis, adalah
desidua yang meliputi dinding uterus yang lain (Wahyu, 2005).
Hasil konsepsi ini diselubungi oleh jonjot-jonjot yang disebut villi
korionik dan berpangkal pada korion dan kira-kira hingga minggu ke-8
seluruh kantong karion telah ditutupi oleh villi korionik.Semakin besar
kantong karion villi yang ada di desidua kapsularis semakin terjepit dan
akhirnya mengalami degenerasi hingga halus yang dissebut korion halus.
Sebaliknya villi yang ada di bagian desidua basalis akan tumbuh dan
berkembang dengan cepat dan disebut korion frondosum yang akan tumbuh
menjadi plasenta (Wahyu, 2005).
Pasenta akan terbentuk lengkap pada umur kehamilan kurang lebih
16 minggu. Fungsi plasenta adalah : 1) Sebagai alat yang memberi
makanan bagi janin (nutritif); 2) Sebagai alat yang mengeluarkan bekas
metabolisme (ekskresi); 3) Sebagai alat yang member zat asam dan
mengeluarkan karbondioksida (respirasi); 4) Sebagai alat yang membentuk
hormone; 5) Sebagai alat yang menyalurkan antibody ke janin
(Winkjosastro, 1997).
Dari mekanisme fisiologi kehamilan diatas dapat
disederhanakan seperti pada bagan di bawah ini :


Oogenesis Spermatogenesi
s
12
















4.3 Perubahan Hormon Kehamilan
Ketika terjadi kehamilan pada diri seorang perempuan, maka
tubuh bereaksi dengan membentuk perubahn-perubahan dan segera
memproduksi hormon-hormon kehamilan guna mendukung
kelangsungan kehamilan.Hormon-hormon kehamilan ini bertujuan
guna mendukung kehamilan yang berlangsung khususnya agar janin
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Berikut ini ada beberapa
Sperma
Blastoma
Zygote
Konsepsi
Ovum
Midasi / Implantasi
Blastokista
Morula
Plasentasi
Embryogenesis
Organogenesis
13



hormon yang diproduksi selama kehamilan, berikut fungsi dan dampak
yang dihasilkan, yaitu :
- Hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin)
Hormon ini hanya ditemukan pada tubuh seorang wanita
hamil yang dibuat oleh embrio segera setelah pembuahan dan
karena pertumbuhan jaringan palsenta.Hormon ini dihasilkan oleh
villi choriales ini berdampak pada meningkatnya produksi
progesterone oleh indung telur sehingga menekan menstruasi dan
menjaga kehamilan. Produksi HCG akan meningkat hingga hari
ke-70 dan akan menurun selama sisa kehamilan. Dampak kadar
HCG yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan mual-muntah
(morning sickness). (Fisiologi Ganong, edisi 22.p466).

- Hormon HPL (Human Placental Lactogen)
Hormon HPL (Human Placental Lactogen) adalah hormon
yang dihasilkan oleh plasenta, merupakan hormone protein yang
merangsang pertumbuhan dan menyebabkan perubahan dalam
metabolisme karbohidrat dan lemak.Hormone ini berperan penting
dalam produksi ASI.Kadar HPL yang rendah mengindikasikan
pasenta yang tidak berfungsi dengan baik.Dampak dari adanya
hormon ini memberikan perubahan terhadap payudara, dimana
adanya pembesaran pada payudara, serta membuat rasa ngilu dan
sakit pada puting jika disentuh.
14




- Hormon Relaxin
Hormon ini dihasilkan oleh korpus luteum dan
plasenta.Dimana hormon ini berfungsi dalam melembutkan leher
rahim dan merelaksasikan sendi panggul.

- Hormon Estrogen
Dihasilkan oleh ovarium dan mempengaruhi pertumbuhan
endometrium rahim, perubahan-perubahan histologi pada
vagina.Mempengaruhi pertumbuhan saluran kelenjar mammae
sewaktu menyusui, mengontrol pelepasan LH dan FSH,
mensensitifkan otot-otot uterus, mengendorkan serviks, vagina,
vulva, serta menimbulkan kontraksi pada rahim.Estrogen juga
memperkuat dinding rahim untuk mengatasi kontraksi saat
persalinan.Hormon ini juga melembutkan jaringan tubuh, sehingga
jaringan ikat dan sendi tubuh menjadi lemah sehingga tidak dapat
menyangga tubuh dengan kuat.Berperan penting dalam menjaga
kesehatan system genital, organ reproduksi dan payudara.
Dampak hormon Estrogen dapat menggangu keseimbangan
cairan tubuh sehingga terjadi penimbunan cairan yang
menyebabkan pembengkakan. Selain itu dengan peningkatan
hormon ini ibu hamil sering merasakan sakit punggung, dan dapat
juga menyebabkan varises.
15




- Hormon Progesteron
Hormone ini berfungsi untuk membangun lapisan dinding
rahim untuk menyangga plasenta di dalam rahim, juga dapat
berfungsi untuk mencegah gerakan kontraksi atau pengerutan oto-
otot rahim, sehingga persalinan dini dapat dihindari.Hormon ini
juga membantu menyiapkan payudara untuk menyusui.
Dampak hormone ini dapat mengembangkan pembuluh
darah sehingga menurunkan tekanan darah, sehingga menyebabkan
pusing.Hormone ini juga membuat system pencernaan jadi lambat,
perut menjadi kembung atau sembelit.Hormone ini juga
mempengaruhi perasaan dan suasana hati, meningkatkan suhu
tubuh, meningkatkan pernafasan, mual dan menurunkan gairah
berhubungan intim selam kehamilan.


- Hormon MSH (Melanocyte Stimulating Hormone)
Hormon ini merangsang terjadinya pigmentasi pada kulit.
Dampak dari hormone ini warna putting susu dan daerah
sekitarnya. Pigmentasi pada wajah dan pada bagian dalam dan
garis dari pusar ke bawah (linea nigra).

2. Anatomi Kornea
16



Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening
mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis
jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea memiliki
bentuk elips dengan dimensi 10,6 mm secara vertikal dan 11,7 mm
secara horizontal.
(H. Sidarta Ilyas, 2010).


Gambar 1. Anatomi Kornea

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan
yang berbeda-beda (Gambar 2): lapisan epitel (yang bersambung
dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membran Descemet, dan lapisan endotel.
17




Gambar 2. Penampang Melintang Kornea
1. Epitel
- Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
slaing tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke
depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom
dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi
rekuren
18



Epitel berasal dari ektoderm permukaan(H. Sidarta Ilyas, 2010).

2. Membran Bowman
- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
- Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi. Ketiadaan membran
ini menunjukkan pernah terjadi trauma atau ulserasi sebelumnya.
(H. Sidarta Ilyas, 2010).

3. Stroma
- Tebalnya 500 m, terdiri atas lamel yang merupakan susunan
kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini
bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan
sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma
(H.Sidarta Ilyas, 2010).

4. Membran Descemet
19



- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran
basalnya.
- Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 m.

5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal,
besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement
melalui hemidesmosom dan zonula okluden.(H. Sidarta Ilyas,
2010).
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama
berasal dari saraf siliar longus.Saraf nasosiliar, saraf ke V saraf
siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Bowman melepaskan selubung
Schwannya.Seluruh lapisan epitel dipersarafi sampai pada kedua
lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.Bulbus Krause untuk sensasi
dingin ditemukan di daerah limbus.Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga
dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenerasi.
20



Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan
menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat
dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan
sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (H. Sidarta Ilyas, 2010).

3. Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela
yang dilalui berkas cahaya menuju retina.Sifat tembus cahayanya
disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler, dan deturgesens.
Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh "pompa" bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada
endotel jauh lebih berat daripada cedera epitel. Kerusakan sel-sel
endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan.Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan
edema lokal sementara dari stroma kornea yang akan menghilang bila
sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata
prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan
penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma
kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.
Sumber nutrisi kornea meliputi :
21



1. Pembuluh-pembuluh darah di limbus, humor akuos dan air
mata.
2. Zat terlarut (glukosa dan lain-lain) masuk ke kornea oleh
difusi sederhana atau transpor aktif melalui aqueous humour
dan oleh difusi dari kapiler perilimbal.
3. Oksigen berasal langsung dari udara melalui film air mata.
Ini adalah prosesaktif yang dilakukan oleh epitel.
Saraf sensorik kornea dari cabang pertama saraf kranial kelima
(saraf trigemenus).Di dalam epitel kornea terdapat banyak sekali
serabut saraf yang ujungnya telanjang. Bila jalinan serabut saraf ini
tersentuh oleh suatu benda akan menimbulkan rasa sakit. Nyeri yang
hebat diduga akibat banyaknya serabut-serabut saraf dan letak ujung-
ujung saraf tersebut, sehingga perlukaan kornea yang kecil sekalipun
sudah memberikan rasa sakit (Waliban Hariono, 1990).

4. Faktor perubahan sensibilitas kornea
Kepekaan kornea terhadap rangsangan atau dikenal dengan
sensibilitas di semua permukaan tidak sama, yang paling peka adalah
didaerah sentral dengan diameter 5mm. Separo bagian dalam lebih
sensitife dari pada separo bagian luar. Separoh bagian bawah lebih
sensitife daripada separoh bagian atas.Meridian horizontal lebih
sensitif daripada meridian vertikal (Waliban Hariono, 1990).
22



Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi sensibilitas kornea
antara lain: warna iris, temperatur, kelembaban, umur, adanya arcus
senilis, menstruasi, dan kehamilan. Pemakian obat topical anti
inflamasi non steroid (natrium diklofenak) juga dapat menurunkan
sensibilitas kornea.
Sensibilitas kornea menurun terdapat pada penyakit-penyakit:
diabetes mellitus (DM), amoebiasis, malaria, herpes zoster, herpes
simplek, lepra, dan keratomikosis.

5. Perubahan hormone kehamilan terhadap kornea



6. Pemeriksaan Sensibilitas dan Kelengkungan Kornea
6.1 Tes Sensibilitas Konea
Tujuan : Tes untuk pemeiksaan fungsi saraf trigeminus yang
memberikan sensibilitas konea.
Dasar : Mata akan berkedip bila tekena sinar kuat, benda yang
mendekati mata terlalu cepat, mendengar suara keras,
adanya rabaan pada kornea, konjungtiva, sehingga
dibedakan eflek tartil, optic dan pendengaran. Reflek taktil
kornea didapatkan melalui serabut aferen saraf
23



fasial.Terdapat hubungan dengan korteks yang berupa rasa
sakit.
Alat : - Kapas / Pilinan tisu.

Tekhnik :
- Pendeita disuruh melihat ke sisi yang belawanan dai bagian kornea
yang akan dites.
- Pemeriksaan menahan kelopak mata penderita yang terbuka
dengan jari telunjuk dan ibu jari.
- Dari sisi lain (untuk mencegah terlibat) kapas digeser sejajar
dengan permukaan iris menuju konea yang akan diperiksa.
- Diusahakan datang/mendekatnya kapas tidak disadai penderita.
- Kapas ditempel pada permukaan kornea.
Dilihat :
1. Terjadinya refleks mengedip.
2. Peasaan tidak enak oleh pendeita, yang dinyatakan dengan
perasaan sakit.
3. Timbulnya lakrimasi.
Nilai : Apabila terjadi refleks kedip berarti sensibilitas konea
baik dan fungsi trigeminus normal.
Refleks kedip menurun pada keratitis atau ulkus herpses
simpleks dan infeksi herpes zoster (H. Sidarta Ilyas, tahun).
24






Gambar 4. Tes sensibilitas kornea

25



6.2 Tes Dengan Keratoskop atau Plasido
Tujuan : Tes untuk melihat licinnya kelengkungan kornea.
Dasar : Bila kornea disinari suatu sumber cahaya yang konsentris
maka refleks sumber cahaya konsentrik pada kornea akan
bersifat konsentrik juga. Gambar dapat dipantulkan pada
kornea karena kornea besifat cermin cembung.
Alat : Keratoskop atau Papan pasido.
Teknik :
- Dinyalakan lampu keratoskop.
- Pengamat melihat kornea penderita melalui celah pengintip yang
terdapat di tengah keratoskop.
- Pengamat mendekati penderita sehingga jarak kira-kira 10cm dan
terlihat jelas refleks sumber cahaya keratoskop pada kornea.
- Pengamat melihat tempat dan derajat distorsi yang tampak sebagai
bayangan keratoskop pada kornea (H. Sidarta Ilyas, tahun)
26




Gambar 4. Papan Placido

Gambar 5. Auto Ref Keratometer


27




Gambar 6. Tekhnik penggunaan auto ref keratometer










28









A. Kerangka Konsep










Terjadi perubahan pada hormon-
hormon kehamilan

Estrogen & Progesteron
- Retensi aquos
- Retensi Na
Edema Kornea
( media refrakta )
Kehamilan
29





B. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu adanya korelasi kehamilan
pada trimester II dan III terkait dengan perubahan sensitivitas dan
kelengkungan kornea.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
observasional dengan pendekatan metode cohort yang
pengamatannya dilakukandalam empat tahap untuk setiap objek
penelitian yang dilakukan pada satu waktu tertentu dan dianalisis
dengan uji korelasi.

B. Populasi dan Sampel Penelitian
Responden yang diteliti merupakan ibu hamil dengan usia
kehamilannya pada trimester ke II dan III dengan rentang usia
responden 25 - 40 tahun. Teknik pengambilan sample yang
Kelengkungan kornea Sensibilitas kornea
30



digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Seluruh
subjek yang memenuhi criteria ditetapkan sebagai sample.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Asri Medical Center ( AMC )
Yogyakarta pada ibu hamil dengan usia kehamilannya pada
trimester II dan III, dengan usia responden 25 - 40 tahun.
Penelitian dimulai setelah sidang proposal (awal bulan mei) hingga
bulan September kemudian dilanjutkan dengan analisis data.

D. Kriteria Inklusi dan Eklusi
Kriteria inklusi adalah karekteristik umum subjek penelitian
pada populasi target.
Kriteria inklusi meliputi:
1. Ibu hamil .
2. Usia kehamilan di trimester ke II dan III.
3. Usia Ibu hamil antara 25-40 tahun.
4. Bersedia secara sukarela menjadi subjek penelitian.
5. Tidak sedang menggunakan obat tetes mata.
6. Tidak mempunyai kelainan pada kornea.
7. Tidak mempunyai riwayat penyakit mata dan sistemis
yang termasuk dalam kreteria eksklusi.
31



Kriteria eksklusi adalah sebagian subjek yang memenuhi
criteria inklusi harus dikeluarkan dari penelitian karena berbagai
sebab.
1. Tidak bersedia menjadi responden.
2. Terdapat kelainan pada kornea berupa peradangan,
sikatrik dan kelainan degenerasi.
3. Menderita katarak senilis matur atau imatur atau
kelainan media refrakta lainnya seperti: herpes zoster,
sindroma Adie, penurunan sensibilitas kornea
congenital dan Bells Palsy.
4. Pernah menderita penyakit sistemik yang dapat
menurunkan sensibilitas kornea seperti ambiasis,
malaria, herpes zoster oftalmikus, dan lepra.
5. Sedang menggunakan obat tetes mata anti inflamasi.

E. Variable Penelitian
1. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu
hamil pada kehamilan trimester II dan III.
2. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sensibilitas dan kelengkungan kornea.

F. Instrumen Penelitian
1. Surat persetujuan sebagai responden (informed consent).
32



2. Kuesioner
3. Senter : Untuk pemeriksaan segmen anterior mata.
4. Kapas/Tisu : untuk pemeriksaan sensibilitas kornea.
5. Auto Ref Keratometer : untuk pemeriksaan kelengkungan kornea.

G. Rencana Kerja
1. Sebelum penelitian dimulai, semua objek penelitian menandatangani
surat persetujuan (informed consent) untuk mengikuti penelitian.
2. Memberikan penjelasan kepda responden tentang kegiatan yang akan
dilakukan.
3. Membagikan kuesioner kepada subjek dan meminta subjek untuk
mengisinya dan menjawab dengan sungguh-sungguh sesuai pertanyaan
yang telah ada.
4. Pengumpulan kuesioner.
5. Melakukan pemeriksaan sensibilitas dan kelengkungan kornea sesuai
jadwal yang telah disepakati.
6. Pemeriksaan dilakukan dengan rancangan seperti table dibawah :
Pemerisaan Usia kehamilan
Tahap 1 14 19 minggu
Tahap 2 20 25 minggu
Tahap 3 26 -31 minggu
Tahap 4 32 37 mingg

33



7. Interval jarak pemeriksaan pada tahap 1 ke tahap 2 selama sebulan,
begitu pula untuk pemeriksaan pada tahap berikutnya.
8. Data diolah dan subjek yang memenuhi criteria inklusi digunakan
sebagai sample.
9. Data diolah dan dianalisis hingga ditemukan hasilnya.
H. Rancangan Penelitian













Ibu hamil
Usia kehamilan trimester II dan III
Sample
Pemeriksaan sensibilitas &
kelengkungan kornea
(setiap 1 bulan sekali)
Pemeriksaan
tahap I
usia kehamilan
pada minggu
ke 14-19
Pemeriksaan
tahap II
usia kehamilan
pada minggu
ke 20-25
Pemeriksaan
tahap III
usia kehamilan
pada minggu
ke 26-31
Pemeriksaan
tahap IV
usia kehamilan
pada minggu
ke 32-37
34







I. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara sttistik menggunakan
()
J. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memiliki beberapa prinsip dalam
perkembangan etik
(Nursalam,2003) :
1. Lembar penelitian diberikan kepada responden dengan maksud agar
responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Jika subjek
bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan, jika
menolak maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati
hak responden.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya.
Analisis Data
(.)
35



Boberg-Ans, J. (1955). Experience in clinical examination of corneal
sensitivity.British Jornal of Ophtalmology, 39, 705-726.
Millodot, M. (1972).Diurnal variation of corneal sensitivity. British Jornal of
Ophtalmology, 56, 844-847
Millodot, M. (1973).Objective measurement of corneal sensitivity. Acta
Ophtalmologica, 51, 325-334.
Millodot, M. (1975a). effect of hard contact lenses on corneal sensitivity and
thickness. Acta Ophtalmologica, 53, 576-584.
Millodot, M. (1975b). Do blue-eyed people have more sensitivity corneas than
brown-eyed people? Nature, 255, 151-152.
Millodot, M..and Lamont, A (1974). Influence of menstruation on corneal
sensitivity. British Journal of Ophtalmology, 58, 752-756.
Sharma S, Wuntakal R, Anand A, Sharma TK, Donney G (2006). Pregnancy and
the eye. The Obstetrician & Gynaecologist; 8: 141-146.
Riss B, Riss P (1981). Corneal sensitivity in pregnancy. Ophthalmologica; 183:
57-62.
Park SB. Lindahl KJ. Temnycky GO. Aquavella JV. Effects of pregnancy on
corneal curvature. CLAO J 1992:18:256-9.
36



Foss AJ, Alexander RA, Guille MJ, Hungerford JL, McCartney AC, Lightman S
(1995). Eatrogen and progesterone receptor analysis in ocular melanomas.
Opthalmology; 102:431-435.
Horven I, Gjonnaess H. Cornea indentation pulse and intraocular pressure in
pregnancy.Arch Opthalmol 1974; 91: 92-8.
Prof.dr. Ilyas Sidarta H. Ilmu penyakit mata edisi ketiga cetakan ke-8.Fakultas
Kedokteran Indonesia.Jakarta.2010.
Prof.dr. Ilyas Sidarta H. Dasar -Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit
Mata.Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.(tahun).
Vaughan D Asbury T. Oftalmologi umum. Terjemahan: Waliban, Hariono B.
Jakarta: Widya Medika, 1990: 123-4,196.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 22, W.F Ganong
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Guyton & Hall.






37



KUESIONER
;

You might also like