You are on page 1of 60

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG SUMBER

VITAMIN A TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP


DALAM MENGKONSUMSI SUMBER VITAMIN A PADA
ANAK SEKOLAH DASAR DI SD 031 TANAH GROGOT
KABUPATEN PASIR KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2005

D A N I Y A H
K. 111 03 254









Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2005
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan nasional sebagaimana yang ditegaskan
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 adalah untuk
meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara
berkelanjutan berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan
kemajuan iptek serta memperhatikan tantangan perkembangan global.
Peningkatan kualitas manusia berkaitan dengan banyak faktor dan faktor gizi
mempunyai peranan yang sangat strategis. Gizi baik merupakan hasil dari
konsumsi makanan dengan kecukupan yang dianjurkan dan keseimbangan antar
zat-zat gizi tersebut. Jika keseimbangan ini tidak tercapai, maka akan timbul
berbagai kelainan gizi. Anak-anak yang mengalami kurang gizi berat berada pada
risiko yang tinggi dari perkembangan kebutaan sehubungan dengan defisiensi
vitamin A. Selain anak-anak, kelompok yang juga rentan defisiensi gizi adalah
wanita hamil yang selanjutnya akan membahayakan janin yang dikandungnya
(www.gizi.net, 2004 ).
Menurut UNICEF ( 1997 ), bhawa kekurangan vitamin A dalam makanan
sehari-hari menyebabkan setiap tahunnya sekitar satu juta anak balita di seluruh
dunia menderita penyakit mata tingkat berat ( Xeropthalmia ) diantaranya
menjadi buta dan 60% dari yang buta ini akan meninggal dalam beberapa bulan.
Kekurangan vitamin A menyebabkan anak berada dalam risiko besar mengalami
kesakitan, tumbuh kembang yang buruk dan kematian dini. Terdapat perbedaan
2
angka kematian sebesar 30% antara anak-anak yang mengalami kekurangan
vitamin A dengan rekan-rekannya yang tidak kekurangan vitamin A (Myrnawati,
1997 ).
Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
Berdasarkan survai kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-
1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia 1,5% dari jumlah penduduk atau
setara dengan tiga juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding Bangladesh
(1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%) ( www.gizi.net, 2004 ).
Kekurangan vitamin A ( defisiensi vitamin A ) yang mengakibatkan
kebutaan pada anak-anak telah dinyatakan sebagai salah satu masalah gizi utama
di Indonesia. Kebutaan karena kekurangan vitamin A terutama dikalangan anak
pra sekolah masih banyak terdapat di daerah-daerah. Dari hasil survei
karakterisasi defisiensi dan xeropthalmia yang dilaksanakan pada tahun 1976-
1979 ternyata di Indonesia 60.000 anak pra sekolah terancam korneal
xeropthalmia, lebih dari satu juta orang menderita buta. Penyebab utama kebutaan
yang terjadi pada anak-anak adalah karena kekurangan vitamin A. Untuk
Sumatera Barat penderita kekurangan vitamin A merupakan nomor lima terbesar
di Indonesia setelah Aceh, Kalimantan Tengah, Bengkulu dan Sumatera Utara
(Soehadi,1994 ).
Menurut kriteria WHO bila lebih dari 5% masyarakat mempunyai nilai
serum vitamin A di bawah 10 g/dl maka kekurangan vitamin A masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat. Studi prevalensi defisiensi vitamin A
3
dan gizi lainnya di wilayah Indonesia timur yang dilakukan pada tahun 1991
menunjukkan bahwa kadar serum vitamin A dalam darah di bawah 10 g/dl di
provinsi Timor-Timur adalah 14,7%, NTT 9,1%, Maluku 12,4% ( Myrnawati,
1997 ).
Selama krisis ekonomi melanda Indonesia insiden kurang vitamin A
(KVA) pada ibu dan balita di daerah miskin perkotaan meningkat. Beberapa data
menunjukkan hampir 10 juta balita menderita KVA sub klinis, 60.000
diantaranya disertai dengan bercak bitot yang terancam buta. Selain itu,
dibeberapa provinsi di Indonesia ditemukan kasus-kasus baru KVA yang terjadi
pada balita bergizi buruk di provinsi NTB misalnya pada tahun 2000 ditemukan
beberapa kasus kekurangan vitamin A tingkat berat ( X
3
). Kondisi ini berbeda
dengan survai nasional xeropthalmia tahun 1978-1980 yang tidak banyak
menemukan kasus tersebut, terlebih lagi pada tahun 1994 pemerintah Indonesia
memperoleh piagam Helen Keller Award, karena dinilai berhasil menurunkan
angka xeropthalmia dari 1,34 % atau sekitar tiga kali lebih tinggi dari ambang
batas yang ditetapkan organisasi kesehatan dunia ( WHO ) pada tahun 1978
menjadi 0,33% pada tahun 1992 ( www.suarapembarharuan.com, 2004 ).
Survai di beberapa daerah di Indonesia oleh Oey ( 1967 ) didapatkan
prevalensi xeropthalmia 7%. Survai serupa di tiga provinsi yang dilakukan oleh
Darwin karyadi, dkk (1990), Jawa Barat, Sulsel dan Kalimantan Barat didapatkan
prevalensi bitot spot rata-rata 0,2% dan xerosis kornea 0%. Khusus di Bogor
diperiksa kadar vitamin A dalam serum didapatkan kadar di bawah 10 g/dl
4
(Deficient) 1,2% ; antara 10-19 g/dl (Low) 38% dan 20 g/dl (Acceptable) 67%
( Agus, 1994 ).
Pada tahun 1978-1980 Depkes, HKI dan rumah sakit mata cicendo,
Bandung mengadakan survai ihwal gangguan mata akibat kekurangan vitamin A.
Didapat hasil bahwa prevalensi xeropthalmia status X1B sebanyak 1,2 % dan
status X2 dan X3 sebanyak 9,8 per 10.000. Dari sini tergambar bahwa problem
ini tergolong masalah kesehatan masyarakat. ( www.gizi.net, 2004 )
Dari data terakhir WHO Mei 2003, ditemukan bahwa hingga kini masih
ditemukan tiga provinsi yang paling kekurangan vitamin A. Ketiga provinsi
tersebut adalah provinsi Sulsel yang memiliki tingkat prevalensi hingga 2,9%,
selanjutnya provinsi Maluku setinggi 0,8% dan Sulawesi Utara mencapai
prevalensi sebesar 0,6% ( www.gizi.net, 2004 )
Dalam program perbaikan gizi, khususnya kegiatan UPGK di Posyandu,
diadakan penimbangan berat badan balita bulanan. Kegiatan ini berfokus pada
pertumbuhan berat badan yang lebih bersifat memantau kesehatan umum. Oleh
karena KVA menghambat pertumbuhan anak terutama melalui terhambatnya
pertumbuhan tinggi badan, maka sebaiknya kegiatan pemantauan pada
penanggulangan KVA adalah pemantauan tinggi badan. Upaya ini biayanya lebih
sedikit dibandingkan pengukuran berat badan.
Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan penanggulangan kekurangan
vitamin A, dilakukan kegiatan SOMAVITA ( Social Marketing Vitamin A )
5
berupa kampanye peningkatan cakupan penggunaan kapsul vitamin A dan
peningkatan konsumsi makanan kaya vitamin A. ( Purjanto, 1994).
B. Rumusan Masalah
Hasil penelitian HKI tentang kecukupan gizi balita tahun 1999
memperlihatkan 50% atau hampir 10 juta balita Indonesia tidak mendapatkan
makanan yang cukup kandungan vitamin A, sehingga berisiko untuk kekurangan
vitamin A.
Berbagai upaya telah banyak dilakukan dalam menurunkan angka
kejadian KVA, baik bersifat promotif-preventif maupun kuratif-rehabilitatif.
Bentuk promosi kesehatan dalam upaya penanggulangan tersebut adalah melalui
kegiatan SOMAVITA ( Social Marketing Vitamin A ).
Strategi yang dilakukan umumnya berjangka pendek dan menengah,
untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam penanggulangan KVA yang
berkelanjutan dan berdampak secara jangka panjang, diantaranya adalah
memberikan pendidikan gizi melalui jenjang pendidikan, khususnya pada
pendidikan dasar. Sehingga dengan pengetahuan yang diberikan pada usia
sekolah dasar dapat diperkenalkan secara dini makanan kaya vitamin A dan
mengkonsumsi makanan tersebut, selanjutnya angka kekurangan vitamin A dapat
dieleminir.
Dalam Penelitian ini perumusan masalahnya adalah bagaimana pengaruh
promosi kesehatan dengan menggunakan media poster tentang sumber Vitamin A
6
terhadap pengetahuan dan sikap dalam mengkonsumsi sumber Vitamin A pada
anak sekolah dasar.
C. Pertanyaan Penelitian
Sejauh mana pengaruh promosi kesehatan dengan menggunakan media
poster dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap dalam mengkonsumsi Vitamin
A pada anak sekolah dasar di SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan
Timur ?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui pengaruh promosi kesehatan tentang sumber Vitamin A
terhadap pengetahuan dan sikap dalam mengkonsumsi sumber Vitamin A
pada anak sekolah dasar di SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir
Kalimantan Timur.
2. Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui pengaruh promosi kesehatan dengan menggunakan
media poster tentang sumber Vitamin A terhadap pengetahuan dalam
mengkonsumsi sumber Vitamin A pada anak sekolah dasar di SD 031
Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur.
b. Untuk mengetahui pengaruh promosi kesehatan dengan menggunakan
media poster tentang sumber Vitamin A terhadap sikap dalam
mengkonsumsi sumber Vitamin A pada anak sekolah dasar di SD 031
Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur.
7
E. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang terkait terutama pihak kesehatan (
Dinas Kesehatan dan Puskesmas ) dalam upaya penanggulangan kekurangan
Vitamin A, khususnya pada anak sekolah dasar.
2. Hasil penelitian ini diharapkan menambah ilmu pengetahuan serta diharapkan
dapat menjadi bahan bacaan bagi peneliti berikutnya.
3. Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman berharga dalam rangka
mengembangkan wawasan keilmuan dalam penelitian di lapangan.














8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Promosi Kesehatan
Definisi WHO mengenai promosi kesehatan adalah salah satu proses
membuat orang mampu meningkatkan kontrol terhadap dan memperbaiki
kesehatan mereka ( WHO dalam Ewles dan Simnet, 1994 ).
Sedangkan menurut Ewles dan Simnett, bahwa promosi dalam konteks
kesehatan diartikan sebagai memperbaiki kesehatan : memajukan, mendukung,
mendorong dan mendapatkan kesehatan lebih tinggi pada agenda perorangan
maupun masyarakat umum.
Promosi kesehatan adalah juga pendidikan/penyuluhan kesehatan, karena
mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi, mendorong dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat sehingga
mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Tetapi promosi
kesehatan lebih dari aspek perilaku saja. Ia mencakup berbagai aspek, khususnya
yang berkaitan dengan lingkungan, iklim dan lain-lain yang mempengaruhi
perilaku tersebut ( Dachroni, 1998 ).
Bidang kegiatan promosi kesehatan meliputi :
1. Program Pendidikan Kesehatan adalah kesempatan yang direncanakan untuk
orang-orang, agar belajar tentang kesehatan dan melakukan perubahan-
perubahan secara sukarela dalam tingkah laku mereka.
Program pendidikan kesehatan terdiri dari :
9
a. Pendidikan kesehatan primer ; diarahkan kepada orang yang sehat dan
bertujuan untuk mencegah gangguan kesehatan sejak dini.
b. Pendidikan kesehatan sekunder ; diarahkan dalam upaya mengembalikan
seseorang ke dalam kesehatan semula, dapat melibatkan pasien dalam
perubahan perilaku atau dalam mengupayakan kepatuhan kepada rencana
pengobatan dan mungkin belajar tentang keperawatan diri dan menolong
diri sendiri.
c. Pendidikan kesehatan tersier ; diarahkan dalam upaya mendidik pasien
dan keluarganya tentang bagaimana mengambil hal positif dari potensi
sisa yang ada untuk kehidupan yang sehat dan bagaimana menghindari
kesulitan, hambatan dan komplikasi yang tidak perlu.
2. Pelayanan Kesehatan Preventif. Ini terdiri dari pelayanan medik yang
bertujuan untuk mencegah kesakitan, pemeriksaan kesehatan pribadi dan
pelayanan kesehatan preventif yang lebih luas.
3. Kegiatan Berbasis Masyarakat. Ini suatu pendekatan promosi kesehatan dari
bawah, bekerja dengan dan untuk penduduk dengan melibatkan masyarakat
dalam kegiatan kesehatan.
4. Pengembangan Organisasi. Ini adalah tentang pengembangan pelaksanaan
kebijakan dalam organisasi-organisasi yang berupaya meningkatkan
kesehatan dari staf dan pelanggan mereka.
10
5. Kebijakan Publik yang Sehat. Menyangkut badan-badan yang berstatus
maupun sukarela, kelompok profesional dan masyarakat umum bekerjasama
mengembangkan perubahan-perubahan dalam kondisi dan situasi kehidupan.
6. Tindakan-Tindakan Kesehatan Environmental. Ini tentang membuat
lingkungan fisik menjadi pendukung untuk kesehatan, apakah itu di rumah,
tempat kerja atau tempat-tempat umum.
7. Kegiatan-Kegiatan Ekonomi dan yang Bersifat Peraturan. Ini adalah kegiatan
politik dan edukasional yang ditujukan kepada politisi, pengambil kebijakan
dan perencanaan yang melibatkan upaya lobby untuk dan implementasi
perubahan-perubahan legislatif, seperti peraturan-peraturan pemberian label
makanan, mendorong praktek etik yang sukarela ( Ewles dan Simnett, 1994 ).
Masih menurut Ewles dan Simnett ( 1994 ), ada lima pendekatan
promosi kesehatan yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Pendekatan Medik, tujuan dari pendekatan ini adalah kebebasan dari
penyakit dan kecacatan yang didefinisikan secara medik. Pendekatan ini
melibatkan intervensi kedokteran untuk mencegah dan mengurangi
gangguan kesehatan.
b. Pendekatan Perubahan Perilaku, bertujuan untuk mengubah sikap dan
perilaku individual masyarakat, sehingga mengambil gaya hidup sehat.
c. Pendekatan Edukasional, bertujuan memberikan informasi dan
memastikan pengetahuan serta pemahaman tentang perihal kesehatan dan
membuat keputusan yang ditetapkan berdasarkan informasi yang ada.
11
d. Pendekatan Berpusat pada Klien, bertujuan bekerja dengan klien agar
dapat membantu mereka mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui
dan lakukan serta membuat keputusan dan pilihan mereka sendiri sesuai
dengan kepentingan dan nilai mereka.
e. Pendekatan Perubahan Sosial, bertujuan melakukan perubahan-perubahan
pada lingkungan, yaitu fisik, sosial dan ekonomi supaya dapat
membuatnya lebih mendorong untuk keadaan yang sehat.
Berdasarkan tatanan ( setting ) atau tempat pelaksanaan, maka ruang
lingkup promosi kesehatan dapat dikelompokkan menjadi :
1. Tatanan Keluarga ( Rumah Tangga )
Keluarga atau rumah tangga adalah unit masyarakat terkecil. Oleh karena
itu untuk mencapai perilaku masyarakat yang sehat harus dimulai di
masing-masing keluarga.
2. Tatanan Sekolah
Sekolah merupakan perpanjangan tangan pendidikan kesehatan bagi
keluarga. Sekolah, terutama guru pada umumnya lebih dipatuhi oleh
murid-muridnya. Oleh sebab itu lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial yang sehat, akan sangat berpengaruh terhadap
perilaku sehat anak-anak ( murid ).



12
3. Tatanan Di Tempat Kerja
Lingkungan kerja yang sehat ( fisik dan non fisik ) akan mendukung
kesehatan pekerja atau karyawannya dan akhirnya akan menghasilkan
produktifitas yang optimal.
4. Tatanan Di Tempat-Tempat Umum
Tempat-tempat umum yang sehat, bukan saja terjaga kebersihannya tetapi
juga harus dilengkapi dengan fasilitas kebersihan dan sanitasi, terutama
wc umum dan sarana air bersih serta tempat sampah.
5. Tatanan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan sasaran utama promosi
kesehatan dan merupakan contoh dalam upaya peningkatan kesehatan
masyarakat ( Notoatmodjo, 2003 ).
B. Tinjauan Umum Tentang Poster
Dalam dunia pendidikan dewasa ini poster telah mendapat perhatian yang
cukup besar sebagai media untuk menyampaikan informasi, seruan, pengertian
dan ide-ide lainnya. Para dokter, ahli kesehatan masyarakat, petugas pertanian,
polisi lalu lintas dan guru telah memakai poster sebagai media untuk
menyampaikan pesan kepada masyarakat dan siswa.
Poster adalah suatu gambar besar yang memberi tekanan pada satu atau
dua ide pokok, fakta, keterangan, isinya berupa pendidikan/penyuluhan, politik,
komersil, kebuadayaan dan lain-lain. Bila melihatnya sepintas lalu dapat
13
dimengerti biasanya di tempel atau dipasang pada tempat-tempat yang strategis,
di sudut ruang, di sudut kota dan sebagainya.
Menurut Hamzah, poster adalah gambar besar yang memberi tekanan satu
atau dua ide pokok sehingga dapat dimengerti. Sedangkan menurut Sugilar,
bahwa poster adalah media komunikasi massa yang bersifat visual, merupakan
lembar informasi yang biasanya ditempel atau dipancangkan di tempat
tertentu agar audiens mudah melihat dan membacanya.
Secara umum ciri-ciri poster adalah sebagai berikut :
a. Berupa suatu lukisan atau gambar.
b. Menyampaikan suatu pesan atau ide tertentu.
c. Memberikan kesan yang kuat dan menarik perhatian.
Fungsi poster, yaitu :
1. Bahan untuk mengembangkan ide.
2. bahan pelajaran/pesan untuk suatu topik atau masalah tertentu.
3. Alat membangkitkan motivasi atau rasa estetis.
4. Alat pendidikan preventif.
Kelebihan poster sebagai media promosi/pendikan kesehatan antara
lain :
a. Dapat membantu petugas dalam menyampaikan pesan kesehatan dan
membantu masyarakat/sasaran dalam menerima pesan.
14
b. Menarik perhatian dan dengan demikian mendorong masyarakat sasaran
untuk lebih mempelajari atau menghayati dan mengingat kembali apa
yang telah dipelajari.
c. Dapat mengharapkan perubahan tingkah laku kepada masyarakat/sasaran
untuk melihatnya.
Keterbatasan poster, yaitu :
a. Sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakat/sasaran yang
melihatnya.
b. Karena tidak adanya penjelasan terperinci, maka dapat menimbulkan
interpretasi yang bermacam-macam danmungkin merugikan.
c. Suatu poster akan banyak mengandung arti untuk kalangan tertentu dan
mungkin tidak menarik perhatian untuk kalangan lain.
Bila poster terpancang/terpasang terlalu lama, maka nilainya akan berkurang
bahkan membosankan orang melihatnya ( Syafar, 2004 ).
C. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan dan Sikap
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengideraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang ( over behavior ).
15
Menurut Bloom dalam Ngatimin ( 2003 ) bahwa pengetahuan
merupakan bagian dari cognitive domain yang secara terinci dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Knowledge, bila seseorang hanya mampu menjelaskan secara garis
besar apa yang telah dipelajarinya.
b. Comprehension, bila seseorang berada pada tingkat pengetahuan dasar
dan dapat menerangkan kembali secara mendasar ilmu pengetahuan
yang telah dipelajarinya.
c. Application, bila seseorang telah mampu menggunakan apa yang telah
dipelajarinya dari suatu situasi untuk diterapkan pada situasi yang lain.
d. Analisys, bila kemampuan seseorang lebih meningkat lagi sehingga ia
dapat menerangkan bagian-bagian yang menyusun suatu bentuk
pengetahuan tertentu dan menganalisis hubungan satu dengan yang
lainnya.
e. Synthesis, bila seseorang disamping mempunyai kemampuan untuk
menganalisis, ia pun mampu menyusun kembali kebentuk semula atau
kebentuk lain.
f. Evalutation, bila seseorang telah mampu untuk mengetahui secara
menyeluruh dari semua bahan yang telah dipelajarinya.
Mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita
16
ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut
di atas.
Mengukur pengetahuan seseorang tentang apapun hanya dapat diukur
dengan membandingkan pengetahuan orang tersebut dalam kelomponya
dalam arti luas.
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap secara nyata
menunjukkan adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial. ( Notoatmodjo, 2003 )
Newcomb, menyatakan bahwa sikap iut merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksana motif tertentu. Sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah
predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu merupakan suatu reaksi
tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap obyek dilingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap obyek. ( Notoatmodjo, 2003 )
Menurut Krathwohl dalam Ngatimin ( 2003 ) bahwa Affective
Domain terdiri dari lima tingkatan, yaitu :
a. Receiving, dapat diartikan bahwa orang ( subyek ) telah mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan ( obyek ).
17
b. Responding, berarti bahwa rangsangan telah mampu merubah
seseorang untuk memberi pehatian dan ikut serta.
c. Valuing, ditandai dengan sadarnya seseorang akan adanya nilai baru
dalam masyarakat tetapi nilai itu belum merupakan nilai khas bagi
masyarakat bersangkutan.
d. Organisation, berupa kemampuan seseorang menyadari bahwa nilai
yang baru itu telah terorganisasi dan menjadi milik masyarakat.
e. Characterzition by a value complex, dimana masyarakat yang
bersangkutan telah memiliki nilai khusus dan khas bagi mereka.
Allport dalam Notoatmodjo ( 2003 ), menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai tiga komponen pokok, yakni :
i. Kepercayaan ( keyakinan ), ide dan konsep terhadap suatu obyek.
ii. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek.
iii. Kecenderungan untuk bertindak ( tend to behave )
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh ( total attitude ).
D. Tinjauan Umum Tentang Vitamin A
1. Sejarah Vitamin A
Vitamin A ditemukan pada tahun 1917 oleh Mc. Collum dan tim-
timnya dari Johns Hopkins University, Baltimore. Mereka menemukan bahwa
penyakit mata (xerophthalmia) disebabkan oleh kekurangan substansi yang
disebut vitamin A. Rumus kimia vitamin A adalah C
20
H
29
OH, larut dalam
18
lemak dan tidak larut dalam air dan stabil pada pemanasan. Vitamin adalah
zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada
umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh oleh karena itu harus didatangkan
dari makanan. Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama
ditemukan secara luas. Vitamin A merupakan nama generik yang
mensyaratkan semua retinoid dan prekursor atau provitamin A atau
karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinal.
2. Macam-macam vitamin A
Dewasa ini dikenal beberapa senyawa yang struktur kimia dan
sifatnya mirip vitamin A yang terdapat dalam tubuh hewan disebut Vitamin
A1 atau retinol dan Vitamin A2 atau dehidroretinol. Dalam tumbuh-tumbuhan
terdapat senyawa yang mempunyai struktur dan sifat seperti Vitamin A
disebut karoten, yang dalam tubuh dapat diubah menjadi Vitamin
3. Sumber-Sumber vitamin A
Sumber vitamin A didapatkan dari makanan sehari-hari sebagai
vitamin A ( preformed Vitamin A ) dari makanan hewani, terutama dari
lemak dan hati sebagai provitamin A ( karoten ) terdapat pada makanan nabati
atau campuran keduanya. Vitamin A yang berasal dari makanan hewani
adalah retinol (vitamin A Alkohol ) dan retinil ester, bentuk lain dalah
retinol.
Karoten ( C
40
H
56
) terdapat pada makanan dan tubuh hewan. Pada
tanaman terdapat di dalam jaringan foto sintetik, akar, biji-bijian, bunga dan
19
sayur-sayuran seperti bayam, brokoli dan terdapat juga pada berbagai jamur,
dan bakteri. Karoten berguna sebagai zat pemberi warna pada makanan
disamping sebagai sumber vitamin A pigmen berwarna kuning dan
kemerahan pada daging, udang, kerang, dan ikan adalah juga karoten.
Bentuk lain sumber vitamin A berasal dari makanan hewani seperti
hati, ginjal, cream, mentega dan kuning telur, karoten yang paling penting
untuk manusia adalah beta karoten sebagai sumber vitamin A bentuk dari beta
karoten lain :
a. Lycopane merupakan prekursor beta karoten, berfungsi sebagai anti
oksidan (oxygnated carotenoid lutein) yang dapat mencegah terjadi
arterosklerosis pada penyakit jantung koroner dan stroke, banyak
terdapat pada tomat (saus pasta) dan lain-lain.
b. Lutein adalah pigmen yang banyak dijumpai pada buah-buahan,
sayuran dan daun-daunan;
c. Lycopin, lutein dan beta karoten merupakan karotinoid yang bila
diberikan bersamaan akan meningkatkan aktifitas anti oksidannya.
4. Metabolisme Vitamin A
Pada umumnya manusia mengkonsumsi vitamin A dalam bentuk
preform vitamin A dan provitamin A. Seperti jumlah Vitamin A yang
dikonsumsi berasal dari karoten, yang terdapat pada buah-buahan, sayuran
selama pencernaan mengalami beberapa reaksi esterase lipase dan protase
yang menghasilkan karoten. yang dapat larut didalam garam empedu. Vitamin
20
A dan karoten dari makanan bergabung dengan protein dalam lambung
menjadi retinol untuk digunakan. Sebagian besar Vitamin A dalam tubuh
lebih kurang 50%-80% disimpan dalam hati, dan jika dibutuhkan kembali,
Vitamin A dikeluarkan dari hati dan diangkut ke jaringan tubuh. Sisa dari
retinol dalam bentuk glukuronik diekresikan melalui feses. Reaksi oksidasi
dan reduksi dari retinol berubah menjadi retinol kemudian menjadi asam
retinoik. Hasil oksidasi yang aktif dikeluarkan melalui urin.
5. Fungsi Vitamin A
Vitamin A di dalam tubuh mempunyai fungsi, sebagai berikut :
a. Vitamin A Alkohol (retinol) berperan penting pada proses penglihatan,
kamampuan mata melihat dalam keadaan remang-remang tergantung pada
rhodopsin. Rhodopsin adalah semacam apoprotein, opsin bersenyawa
dengan 11-cis retinal, merupakan pigmen yang sangat sensitif terhadap
cahaya. Adanya rhodopsin di rod memberikan stimulus atau rangsangan
kepada sel rod pada retina yang berjuta-juta banyaknya yang membentuk
struktur yang spesifik (visual purple). Dalam sel rod ditemukan
mitokondria yang mensuplai energi untuk terjadinya suatu reaksi kimia
yang akan berubah menjadi implus listrik waktu cahaya mengenai pigmen
yang berada dibagian depan dari sel rod. Saat cahaya mengenai pigmen
(rhodopsin) berarti proses penglihatan dimulai. Kemudian reaksi ini
diteruskan ke sel retina, lalu ditrasformasikan ke dalam susunan saraf
penglihatan dan selanjutnya diterjemahkan di otak. Apabila vitamin A
21
tidak cukup tersedia maka rhodopsin akan mengalami kesulitan melihat di
tempat gelap. Gradasi kekurangan vitamin A menimbulkan gejala sesuai
stadium penyakit-penyakit stadium pertama dari xeropthalmia disebut
buta malam atau Niktalopia.
b. Vitamin A juga berfungsi untuk pertumbuhan jaringan terutama jaringan
epitel. Jaringan ini berfungsi sebagai barier menghadapi infeksi (epitel
kulit) dan epitel pada intestinal, berguna untuk absorbsi. Membran
mukosa pada kornea, mulut, traktus gastroin testinal, traktus respiratorius
dan traktus urogenital berfungsi membersihkan benda asing. Tanpa
vitamin A epitel menjadi kering, rata dan kasar, proses ini disebut
keratinisasi. Hal ini akan mempercepat timbulnya penyakit seperti diare,
gangguan absorbsi atau pnemonia.
c. Pertumbuhan dan perkembangan gigi (ameloblast) yang berguna untuk
pembentukan email gigi juga memerlukan vitamin A
d. Mencegah terjadi penyakit kanker usus. Berbagai penelitian menunjukkan
vitamin A berperan dalam mencegah penyakit kanker. Penelitian terhadap
penduduk di Jepang melalui pemantauan makanan mereka selama
beberapa tahun menunjukkan konsumsi sayuran yang kaya akan karoten
dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit kanker usus.
e. Diferensiasi sel terjadi bila sel-sel tubuh mengalami perubahan dalam
sifat atau fungsi semulanya perubahan sifat dan fungsi sel ini adalah salah
satu karakteristik dari kekurangan vitamin A yang dapat terjadi pada tiap
22
tahap perkembangan tubuh, sepertinya pada tahap pembentukan sperma
dan sel telur, pembentukan struktur dan organ tubuh, pertumbuhan dan
perkembangan janin, masa bayi, anak-anak, dewasa dan masa tua.
f. Vitamin A dalam bentuk retinol dan retinol berperan dalam reproduksi
pada tikus, pembentukan sperma pada hewan jantan serta pembentukan
sel telur dan perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan
vitamin A dalam bentuk retinol. Hewan betina dengan struktur vitamin A
rendah mampu hamil akan tetapi mengalami keguguran atau kesukaran
dalam melahirkan.
6. Dampak Defisiensi Vitamin A
Defisiensi/kekurangan vitamin A di Indonesia telah diselidiki
sejak permulaan abad XX dalam rangka penelitian kesehatan gizi para
karyawan perkebunan kolonial. Setelah fungsi dan patologi dari defisiensi
vitamin A semakin banyak diketahui dan banyak ahli yang mengadakan
penelitian kesehssatan gizi vitamin A, menjadi semakin jelas bahwa kasus
defisiensi vitamin A di Indonesia terdapat cukup banyak.
Gejala-gejala defisiensi vitamin ini yang menimbulkan
kekhawatiran para ahli kesehatan dan gizi adalah yang berhubungan
dengan kondisi mata, sedangkan gejala-gejala yang menyerang sistim
tubuh lainnya tidak memberikan gambaran yang menggugah
kekhawatiran tersebut di atas. Tidak ada laporan penderita defisiensi
23
Pendidikan umum dan
pengetahuan gizi kurang
Higiene
kurang
Pekerjaan
sulit/rendah
Daya beli
rendah
Konsumsi lemak
dan protein rendah
Konsumsi vitamin A
dan karoten kurang
Kebiasaan
makan salah
Infeksi dan
Infestasi parasit
Absorpsi dan
utilisasi terhambat
Diarrhoea,
steathorrea
Defisiensi
vitamin A
vitamin A yang meninggal secara jelas disebabkan langsung oleh
penyakit tersebut.
Gambaran defisiensi vitamin A yang menyangkut kondisi mata
disebut xeropthalmia. Ternyata banyak kasus xeropthalmia yang berakibat
gangguan penglihatan yang permanen, bahkan sampai jadi buta, terutama
terdapat pada kelompok umur dewasa muda, padahal kondisi ini dapat
diobati atau dihindarkan dengan mudah dan biaya murah.
Faktor penyebab defisiensi vitamin A ini multipel, tidak saja
terletak di dalam jangkauan para profesional kesehatan, melainkan juga
banyak faktor yang merupakan kompetensi keahlian diluarnya. Interrelasi
berbagai faktor penyebab ini digambarkan pada bagan berikut ini:
Bagan : Sistem yang mendukung timbulnya defisiensi vitamin A









Sumber : Sediaoetama, 1999.
24
Defisiensi vitamin A primer disebabkan oleh kekurangan vitamin
tersebut, sedangkan defisiensi sekunder karena absorpsi dan utilisasinya
yang terhambat.
Konsumsi vitamin A yang prekursornya kurang karena kebiasaan
makan yang salah, tidak suka makan sayur dan buah, atau karena daya
beli yang rendah, tidak sanggup membeli bahan makanan hewani maupun
nabati yang kaya vitamin A dan karoten tersebut. Sebenarnya kekurangan
sumber karoten tidak perlu terjadi, karena sayur daun berwarna hijau di
Indonesia terdapat banyak sepanjang tahun dengan harga cukup
terjangkau oleh rakyat pada umumnya, atau dapat diproduksi sendiri di
halaman atau di kebun sekitar rumah bagi sebagian besar dari masyarakat
kita di pedesaan.
Hambatan absorpsi vitamin A dan karoten terjadi karena hidangan
rata-rata rakyat umum di Indonesia mengandung rendah lemak dan
protein yang diperlukan dalam metabolisme vitamin A. Penyakit yang
menyebabkan diarrhoea dan steatorhoea juga menghambat penyerapan
vitamin A dengan prekursornya. Sebagian besar kasus defisiensi vitamin
A di Indonesia menyangkut anak balita karena konsumsi kurang dan
hambatan absorpsi.
Tanda-tanda kekurangan terlihat bila simpanan tubuh habis
terpakai. Kekurangan vitamin A dapat merupakan kekurangan primer
akibat kurang konsumsi, atau kekurangan sekunder karena gangguan
25
penyerapan dan penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat,
ataupun karena gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A.
kekurangan vitamin A sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang
Energi Protein (KEP), penyakit hati, alfa, beta-lipoproteinemia, atau
gangguan absorpsi karena kekurangan asam empedu. Akibat yang
ditimbulkan jika terjadi defisiensi vitamin A dalam tubuh, yaitu :
a. Buta Senja
Salah satu tanda awal kekurangan vitamin A adalah buta senja
(niktalopia), yaitu ketidakmampuan menyesuaikan penglihatan dari
cahaya terang ke cahaya samar-samar/senja, seperti bila memasuki
kamar gelap dari kamar terang. Konsumsi vitamin A yang tidak cukup
menyebabkan simpanan dalam tubuh menipis, sehingga kadar vitamin
A dalam darah menurun yang berakibat vitamin A tidak cukup
diperoleh retina mata untuk membentuk pigmen penglihatan rodopsin.
Kemampuan melihat dalam keadaan samar-samar, dihubungkan
dengan ujung-ujung saraf (rod dan cone) yang terdapat dalam retina.
Cone terutama berperan dalam cahaya siang dan membedakan warna
sedangkan rod mengontrol penglihatan pada malam hari.
b. Perubahan pada mata
Kornea mata terpengaruh secara dini oleh kekurangan vitamin A.
Kelenjar air mata tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga
terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi kornea. Ini diikuti
26
oleh artropi kelenjar mata, keratinisasi conjungtiva (selaput yang
melapisi permukaan bagian dalam kelopak mata dan bola mata),
pemburaman, pelepasan sel-sel epitel kornea yang akhirnya berakibat
melunaknya dan pecahnya kornea. Mata terkena infeksi, dan terjadi
perdarahan. Gejala-gejala ini dalam bentuk ringan dinamakan xerosis
conjungtiva, yaitu conjungtiva menjadi kering, bercak Bitot (disebut
bitot spot berdasarkan nama dokter Perancis yang pertama
menemukan), yaitu berupa bercak putih keabu-abuan pada
conjungtiva. Dalam bentuk sedang dinamakan xerosis kornea, yaitu
kornea menjadi kering dan kehilangan kejernihannya. Tahap akhir
adalah keratomalasia, dimana kornea menjadi lunak dan bisa pecah
yang menyebabkan kebutaan total. Istilah xeropthalmia meliputi
semua aspek klinik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin A.
WHO (1982) membuat klasifikasi defisiensi vitamin A sebagai
berikut :
XN Buta senja
X1A Xerosis conjungtiva
X1B Bercak bitot
X2 Xerosis kornea
X3A Ulkus kornea dengan xerosis
X3B Keratomalasia
XS Parut Kornea
XF Xeropthalmia Fundus
Sumber : WHO Technical report series no.672,1982.
27
c. Infeksi
Fungsi kekebalan tubuh menurun pada kekurangan vitamin A,
sehingga mudah terserang infeksi. Disamping itu lapisan sel yang
menutupi trachea dan paru-paru mengalami keratinisasi, tidak
mengeluarkan lendir, sehingga mudahdimasuki mikroorganisme atau
virus dan menyebabkan infeksi saluran pernafasan. Bila terjadi pada
permukaan dinding usus akan menyebabkan diare. Perubahan pada
permukaan saluran kemih dan kelamin dapat menimbulkan infeksi
pada ginjal dan kantung kemih, serta vagina. Perubahan ini dapat pula
meningkatkan endapan kalsium yang dapat menyebabkan batu ginjal
dan gangguan kantung kemih. Kekurangan vitamin A pada anak-anak
disamping itu dapat menyebabkan komplikasi pada campak yang
dapat menyebabkan kematian. Vitamin A dinamakan juga vitamin
anti infeksi.
d. Perubahan pada kulit
Kulit menjadi kering dan kasar. Folikel rambut menjadi kasar,
mengeras dan mengalami keratinisasi yang dinamakan hiperkeratosis
folikular. Mula-mula terkena lengan dan paha, kemudian dapat
menyebar keseluruh tubuh. Asam retinoad sering diusapkan ke kulit
untuk menghilangkan kerutan kulit, jerawat dan kelainan kulit lain.
e. Gangguan pertumbuhan
Kekurangan vitamin A menghambat pertumbuhan sel-sel termasuk
28
sel-sel tulang. Fungsi sel-sel yang membentuk email pada gigi
terganggu dan terjadi artropi sel-sel yang membentuk dentin sehingga
gigi mudah rusak.
f. Lain-lain
Perubahan lain yang dapat terjadi adalah keratinisasi sel-sel rasa pada
lidah yang menyebabkan berkurangnya nafsu makan dan anemia.
E. Tinjauan Umum Tentang Anak Sekolah Dasar
Anassk usia sekolah adalah periode perkembangan anak usia antara 6-12
tahun dikenal sebagai periode laten. Tidak seperti bayi dan usia prasekolah, anak
usia sekolah sudah dapat menentukan kehendak/keinginan sesuai dengan
kemampuan mereka untuk memilih yang lebih baik ( Diktat Anak, 1999 ).
Pada usia 7-12 tahun gigi geligi susu tanggal secara berangsur dan diganti
dengan gigi permanen. Anak sudah lebih aktif memilih makanan yang disukai.
Kebutuhan energi lebih besar karena mereka lebih banyak melakukan aktifitas
fisik, misalnya berolahraga, bermain, dan membantu orang tua.
Pada usia sekolah, secara fisik anak mengalami perubahan dalam proporsi
bentuk tubuh. Pertumbuhan fisik anak tidak secepat pada masa-masa sebelumnya.
Anak tumbuh antara 5-6 cm setiap tahunnya. Pada masa ini pertumbuhan anak
perempuan lebih cepat daripada anak laki-laki. Namun pada usia 10 tahun ke atas
pertumbuhan anak laki-laki akan menyusul. Perbedaan yang terlihat pada anak
laki-laki dan perempuan adalah anak laki-laki lebih berotot dan anak perempuan
lebih lentur ( Qustian,2001).
29
Perkembangan mental intelektual anak mencapai tahap kematangan pada
saat memasuki usia anak sekolah. Masa ini disebut masa intelektual karena
keterbukaan dan keinginan anak untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman
(Qustian,2001 ).
Menurut Piaget ( Friedman dan Clark,1987 ), perkembangan anak pada
masa ini berada pada tahap konkret operasional. Konkret karena anak hanya
mampu memahami hal-hal berbentuk (tangible) dan operasional karena mampu
berfikir dengan cara sistematis dan logis.
Kebutuhan gizi mulai umur 10-12 tahun pada anak laki-laki berbeda
dengan anak perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktifitas fisik
sehingga butuh energi lebih banyak. Sedangkan anak perempuan biasanya sudah
mulai haid sehingga memerlukan protein dalam jumlah yang lebih banyak.
Golongan umur ini biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktifitas di
luar rumah sehingga sering melupakan waktu makan. Golongan usia anak sekolah
ini mempunyai daya tahan yang cukup terhadap berbagai penyakit (RSCM,1997).
Angka kecukupan vitamin A rata-rata yang dianjurkan dinyatakan dalam
Retinol Ekuivalen (RE). Pada orang yang mempunyai status vitamin A baik,
konsentrasi vitamin A dalam hati minimal 20 g/g. Penggunaan setiap harinya
sekitar 0,5% dari persediaan tersebut. Berdasarkan AKG WKPG VI 1998 untuk
kebutuhan vitamin A umur 7-9 tahun adalah 400 RE sedangkan untuk anak
umur 10-12 tahun adalah 500 RE.

30
F. Tinjauan Umum mengenai Penanggulangan Kekurangan Vitamin A ( KVA )
Pada tahun 1986 WHO menetapkan program 10 tahun untuk pencegahan
dan pengawasan KVA dengan penekanan pada tiga Strategi Dasar, yaitu :
1. Peningkatan produksi dan konsumsi makanan yang kaya vitamin A
melalui pembangunan pertanian dan pendidikan gizi. Tujuan utama adalah
terjadinya perubahan tingkah laku keluarga sehingga kebiasaan memberi
bahan makanan sumber vitamin A terutama sayur-sayuran dan buah-
buahan, membudaya dan kebutuhan fisiologis anak akan vitamin ini
tercukupi.
2. Fortifikasi bahan makanan dengan vitamin A. Bahan makanan yang
dipilih untuk tujuan ini adalah bahan makanan yang dikonsumsi secara
merata di lapisan masyarakat yang banyak menderita KVA.
Strategi seperti ini disebut strategi jangka menengah.
3. Distribusi suplemen berupa kapsul vitamin A dosis tinggi pada semua
anak yang mempunyai resiko Xerophthalmia. Strategi ini pada umumnya
disebut strategi jangka pendek, meskipun dalam kenyataannya program ini
sudah berjalan puluhan tahun di berbagai negara. ( Purjanto, 1994).
Kegiatan penanggulangan Kekurangan Vitamin A di Indonesia
diintegrasikan ke dalam kegiatan UPGK ( Upaya Perbaikan Gizi Keluarga ),,
sedangkan pelaksanaan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 IU
dilaksanakan di Posyandu. Kini distribusi KVA telah tersebar di seluruh desa
sejalan dengan telah tersebarnya Posyandu di desa-desa tersebut. Bahkan
31
berdasarkan SK Menteri Kesehatan yang diperkuat oleh himbauan Ketua Tim
Penggerak PKK Pusat kepada seluruh anggota PKK, dan dengan dukungan
sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah, telah ditetapkan bulan Februari dan
bulan Agustus sebagai Bulan Kapsul Vitamin A di seluruh Posyandu, dengan
dosis seperti yang tampak pada Tabel 1 dan Tabel. 2 ( Budiman, 1994 ).
Tabel 1 Jadwal Pemberian Kapsul Vitamin A Sebagai Upaya Pencegahan
Sasaran Dosis yang diberikan
Anak Balita (usia 1 5 Tahun) Satu kapsul vitamin A 200.000 SI
diberikan setiap 6 bulan (Februari dan
Agustus)
Ibu Nifas (paling lambat 30 hari
pasca melahirkan)
Satu kapsul vitamin A 200.000 SI
diberikan :
Segera setelah melahirkan
Pada kunjungan pertama neonatal
Pada kunjungan kedua neonatal
Tabel 2 Jadwal Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Keadaan Tertentu
Sasaran Dosis yang diberikan
Seseorang dengan salah satu tanda
Xerphthalmia seperti :
Buta senja
Bercak putih Bitot
Mata keruh atau kuning
Saat ditemukan segera diberi 1 kapsul
vitamin A 200.000 SI
Hari berikutnya : 1 Kapsul vitamin A
200.000 SI
Empat minggu berikutnya : 1 kapsul
vitamin A 200.000 SI
32
Program fortifikasi bahan makanan dengan suatu zat gizi bertujuan
untuk menanggulangi suatu masalah gizi memerlukan persyaratan sebagai
berikut :
1. Zat gizi yang ditambahkan adalah zat yang komsumsinya sehari-hari
kurang dari kebutuhan. Perlu diingat bahwa fortifikasi ganda tidak selalu
menguntungkan karena campuran dua macam zat gizi yang ditambahkan
pada makanan dapat pula saling merusak. Misalnya, penambahan yodium
dan besi bersama-sama akan mempercepat hilangnya yodium. Demikian
juga penambahan vitamin A bersama-sama zat besi akan mempercepat
kerusakan vitamin A.
2. Bahan makanan tersebut dikomsumsi oleh sebagian besar penduduk yang
memerlukan zat gizi bersangkutan. Penetapan bahan makanan apa yang
sesuai untuk wahana fortifikasi perlu dilakukan melalui survai
pendahuluan yang ditujukan kepada kelompok masyarakat yang
kekurangan zat gizi tertetu itu.
3. Bahan makanan tersebut proses produksinya harus terpusat pada beberapa
pabrik saja. Pelaksanaan fortfikasi akan mengalami beberapa hanbatan
bila produksi bahan makanan tersebar pada pabrik-pabrik kecil.
4. Bahan makanan tidak mengalami perubahan organoleptik setelah
difortifikasi. Perubahan organoleptik akan membuat masyarakat enggan
33
mengkomsumsi bahan makanan yang difortifikasi itu. Utuk mencapai
tujuan itu diperlukan teknologi fortifikasi.
5. Bahan makanan itu tidak menjadi mahal setelah difortifikasi. Bila harga
bahan makanan setelah difortifikasi menjadi terlalu mahal, maka tidak
akan dibeli oleh konsumen.
6. Zat gizi yang ditambahkan tidak cepat rusak.

34
BAB III
KERANGKA KONSEP

1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Merubah suatu perilaku merupakan sesuatu yang memerlukan waktu.
Namun dengan menjabarkan, bahwa perilaku terdiri dari komponen pengetahuan,
sikap dan tindakan, maka melalui perubahan komponen ini perilakupun dapat
berubah.
Peningkatan dan perhatian masyarakat terhadap suatu masalah sangat
ditentukan oleh intervensi yang mereka terima. Promosi kesehatan dengan
menggunakan media poster merupakan salah satu bentuk intervensi yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan proses pembelajaran bagi
masyarakat termasuk juga anak sekolah dasar.
Dengan menggunakan tatanan sekolah sebagai perpanjangan tangan
dalam kegiatan promosi kesehatan dengan menggunakan media poster, maka
proses perubahan perilaku dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap anak
sekolah dasar serta memperkenalkan secara dini makanan sumber Vitamin A.
Pengetahuan dan sikap inilah yang nantinya mempengaruhi tindakan
dalam mengkonsumsi sumber Vitamin A, sehingga dimasa datang masalah
kekurangan Vitamin A dapat dieliminir.
Dari dasar pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan alur pikir variabel
yang diteliti sebagai berikut :
35
Alur Pikir Variabel Yang Diteliti










B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
Untuk memudahkan dalam mengidentifikasi variabel yang diteliti, maka
ditetapkan batasan atas variabel, yaitu :
1. Promosi Kesehatan adalah proses membuat orang mampu meningkatkan
kontrol terhadap dan memperbaiki kesehatan mereka.
2. Poster adalah suatu gambar yang menjelaskan makanan kaya Vitamin A
dan ditempel pada tempat-tempat yang strategis agar audiens mudah
melihat dan membacanya.
3. Anak sekolah dasar adalah anak yang sementara belajar di SD 031 Tanah
Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur.
4. Pengetahuan adalah hal-hal yang diketahui oleh anak sekolah dasar
tentang makanan kaya Vitamin A sesuai dengan kuesioner yang diberikan.
Baik : Bila responden memperoleh skor 66,7% atau lebih dari total skor
pertanyaan yang berhubungan dengan Vitamin A.
Kurang : Bila responden memperoleh skor kurang dari 66,7% dari total
skor pertanyaan yang berhubungan dengan Vitamin A.
Perilaku
Anak
Promosi Kesehatan

Pengetahuan dan Sikap
dalam Mengkonsumsi
Sumber Vitamin A
36
5. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari anak sekolah
tentang makanan kaya Vitamin A sebagaimana yang tercantum dalam
kuesioner.
Baik : Bila responden memperoleh skor 60% atau lebih dari total skor
pertanyaan yang berhubungan dengan Vitamin A.
Kurang : Bila responden memperoleh skor kurang dari 60% dari total
skor pertanyaan yang berhubungan dengan Vitamin A.
C. Hipotesis Penelitian
a. Hipotesis Nol ( Ho )
1. Tidak ada pengaruh promosi kesehatan dengan menggunakan media
poster tentang makanan kaya Vitamin A terhadap pengetahuan dalam
mengkonsumsi Vitamin A pada anak sekolah dasar di SD 031 Tanah
Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur.
2. Tidak ada pengaruh promosi kesehatan dengan menggunakan media
poster tentang makanan kaya Vitamin A terhadap sikap dalam
mengkonsumsi Vitamin A pada anak sekolah dasar di SD 031 Tanah
Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur.
b. Hipotesis Alternatif ( Ha )
1. Ada pengaruh promosi kesehatan dengan menggunakan media poster
tentang makanan kaya Vitamin A terhadap pengetahuan dalam
mengkonsumsi Vitamin A pada anak sekolah dasar di SD 031 Tanah
Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur.
37
2. Ada pengaruh promosi kesehatan dengan menggunakan media poster
tentang makanan kaya Vitamin A terhadap sikap dalam
mengkonsumsi Vitamin A pada anak sekolah dasar di SD 031 Tanah
Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur.

































38
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan
pendekatan pre-test dan post-test design. Bentuk perlakuan dalam penelitian ini
adalah promosi kesehatan dengan kegiatan yang dilakukan, berupa :
a. Pre-test pada sampel.
b. Kegiatan penyuluhan dengan materi tentang vitamin A. Adapun
mekanisme kegiatan penyuluhan, sebagai berikut :
1) Penyuluhan dilakukan satu hari setelah kegiatan pre-test.
2) Tempat pelaksanaan dimasing-masing ruangan kelas selama tiga hari
berturut-turut ( hari pertama di kelas VI, hari kedua di kelas V dan hari
ketiga di kelas IV ).
3) Penyuluhan dilakukan oleh peneliti.
4) Durasi penyuluhan selama 20 menit.
5) Alat bantu yang digunakan adalah poster tentang vitamin A.
c. Pemasangan poster yang berisi tentang makanan kaya vitamin A di tempat
yang strategis di sekolah selama satu bulan, seperti : ruangan kelas, papan
pengumuman dan kantin sekolah. Contoh poster ada pada lampiran.
d. Display bahan makanan sumber Vitamin A dengan food model.

39
e. Setelah satu bulan dilakukan post-test pada sampel yang sama dan
hasilnya diuji secara statistik.
A. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan
Timur dan akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2005.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas IV, V dan
kelas VI pada SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur,
yaitu sebanyak 284 murid, yang terdiri dari kelas IV sebanyak 111 murid,
kelas V sebanyak 91 murid dan kelas VI sebanyak 82 murid.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas IV, V dan
kelas VI pada 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur yang
terpilih sebagai sampel sebanyak 166 sampel, yang diperoleh melalui rumus :

) d ( N 1
N
n
2


) 05 , 0 ( 284 1
284
n
2


166 n sampel


40
Dimana ;
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat ketepatan yang diinginkan
( Notoatmodjo, 1997 )
C. Metode Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel dengan menggunakan Proposional Stratified
Random Sampling, yaitu dengan menghitung proporsi sampel pada tiap kelas,
kemudian dipilih secara sistematik berdasarkan daftar absensi kelas, dengan
rumus :
x
N
1 N
n n
Sehingga diperoleh jumlah sampel perkelas sebagai berikut :
a. Untuk kelas IV : 65 166 x
284
111
sampel
b. Untuk kelas V : 53 166 x
284
91
sampel
c. Untuk kelas VI : 48 166 x
284
82
sampel
Interval untuk setiap pengambilan sampel adalah : 2
166
284
n
N
.
Pengambilan sampel berdasarkan daftar absensi setiap kelas.

41
D. Pengumpulan Data
a. Data primer diambil secara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan
yang terdapat dalam kuesioner.
b. Data sekunder diperoleh dari bagian tata usaha SD 031 Tanah Grogot
Kabupaten Pasir Kalimantan Timur.
E. Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan kalkulator dan komputer
dengan program SPSS versi 11.0 dan penyajian data dalam bentuk tabel disertai
narasi.
F. Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang diuji adalah Ho dengan tingkat kemaknaan yang dipilih
adalah = 0,05, sedangkan uji statistik yang digunakan adalah Mc. Nemar Test
dan uji Wilcoxon. Uji Mc. Nemar test digunakan untuk melihat perbedaan
sebelum dan sesudah perlakuan dari variabel yang mempunyai skala
nominal/ordinal dikotomi ( data sudah dikategorikan dalam dua kategori).
Sementara uji wilcoxon digunakan pada data yang tidak berdistibusi normal
dengan tujuan melihat perbedaan rata rata rangking sebelum dan sesudah
perlakuan.
Hipotesis Nol diterima bila p > pada tingkat kemaknaan = 0,05 dan ditolak
bila p < pada tingkat kemaknaan yang sama.

42
Asumsi :
Bila hasil uji hipotesis nol bermakna dalam penelitian ini maka dianggap ada
pengaruh.
43
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir
Kalimantan Timur dengan periode pengumpulan data mulai Mei Juni 2005.
Sampel dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas IV, V, dan kelas VI
dan jumlah sampel yang terpilih adalah 166 orang.
Hasil selengkapnya dari penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan
narasi sebagai berikut :
1. Karakteristik Responden
a. Berdasarkan Suku Responden
Tabel 5.1
Distribusi Responden Menurut Suku Di SD 031 Tanah Grogot
Kabupaten Pasir Kalimantan Timur Tahun 2005
Suku
Jumlah
n %
Bugis Pasir 77 46,4
Jawa 40 24,1
Banjar 24 14,5
Batak 13 7,8
Dayak 3 1,8
Bugis Makassar 3 1,8
Buton 2 1,2
Bali 2 1,2
Manado 1 0,6
Toraja 1 0,6
Total 166 100,0
Sumber : Data Sekunder

44
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah
suku Bugis Pasir yakni sebanyak 77 orang (46,4%). Sedangkan yang
paling sedikit adalah suku Manado dan Toraja masing-masing
sebanyak 1 orang (0,6%).
b. Berdasarkan Agama Responden
Tabel 5.2
Distribusi Responden Menurut Agama Di SD 031 Tanah Grogot
Kabupaten Pasir Kalimantan Timur Tahun 2005
Agama
Jumlah
N %
Islam 150 90,4
Kristen 13 7,8
Hindu 3 1,8
Total 166 100,0
Sumber : Data Sekunder
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa mayoritas responden beragama
Islam yakni sebanyak 150 orang (90,4%). Sedangkan yang paling
sedikit adalah beragama Hindu yakni sebanyak 3 orang (1,8%).
2. Tahap Pelaksanaan Intervensi
Pengisian daftar pertanyaan pre test pada anak SD 031 Tanah Grogot
Kabupaten Pasir Kalimantan Timur dilakukan pada tanggal 10 Mei 2005
untuk murid kelas VI, 12 Mei 2005 untuk murid kelas V, dan 14 Mei 2005
untuk murid kelas IV, dimana anak sekolah dasar yang terpilih sebagai sampel
diberi kesempatan untuk mengerjakan kuesioner dalam waktu 20 menit.
Kemudian dilakukan promosi kesehatan dengan menggunakan media poster
pada tanggal 11 Mei 2005 untuk murid kelas VI, 14 Mei 2005 untuk murid
45
kelas V, dan 16 Mei 2005 untuk murid kelas IV. Selanjutnya setelah
dilakukan promosi kesehatan dengan menggunakan media poster selama satu
bulan dilakukan kembali penelitian yaitu pengisian post test pada anak
sekolah dasar yang terpilih sebagai sampel dan diberi waktu selama 20 menit
untuk mengerjakan kuesioner pada tanggal 1 Juni 2005 untuk murid kelas VI,
4 Juni 2005 untuk murid kelas V, dan kelas IV.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan serta
disesuaikan dengan tujuan penelitian, maka disusunlah hasil penelitian
sebagai berikut :
a. Pengetahuan Tentang Vitamin A
Tabel 5.3
Hasil Skor Rata-rata (Mean) Pre test dan Post test Pengetahuan
Murid SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur
10 Mei 10 Juni Tahun 2005
Tingkatan
Kelas
Jumlah
Murid
Mean (skor rata-rata)
Pre Test Post Test
IV 65 25,5 28,5
V 53 25,6 28,7
VI 48 25,4 28,6
Total 166 25,5 28,6
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan tabel 5.3 diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata
(mean) pengetahuan berdasarkan kelas sebelum dan sesudah pelaksanaan test
yaitu diatas 20,01 (batas skoring pengetahuan berkategori baik) berarti secara
46
keseluruhan untuk semua kelas rata-rata memiliki pengetahuan dengan
kategori baik. Untuk lebih jelasnya perubahan rata rata pengetahuan siswa
saat pre dan post test dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 1
Perubahan Nilai Rata- Rata Pengetahuan Siswa Sebelum Dan Sesudah
Penyuluhan di SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir
Kalimantan Timur 10 Mei 10 Juni Tahun 2005


Sumber : Data Primer, 2005

Tabel 5.4
Hasil Pre test dan Post test Pengetahuan Berdasarkan Kelas
Pada Murid SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur
10 Mei 10 Juni Tahun 2005
11
Kelas Pengetahuan
Pre test Post test
n % n %
IV
Baik 60 36,1 65 39,2
Kurang baik 5 3,0 0 0
V
Baik 51 30,7 53 31,9
Kurang baik 2 1,2 0 0
VI
Baik 47 28,3 48 28,9
Kurang baik 1 0,6 0 0
Total 166 100,0 166 100,0
Sumber : Data Sekunder
23
24
25
26
27
28
29
sebelum sesudah
25.5
28.6
Pengetahuan
p = 0,008
47
Berdasarkan tabel 5.4 diatas, dapat dilihat bahwa dari 65 sampel
untuk kelas 4 yang diobservasi sebanyak 60 murid yang berpengetahuan baik
sebelum dan sesudah promosi kesehatan dengan menggunakan media poster
dan 5 murid yang berubah pengetahuannya menjadi baik. Demikian pula dari
53 sampel untuk kelas 5 yakni sebanyak 51 murid yang berpengetahuan baik
sebelum dan sesudah promosi kesehatan dengan menggunakan media poster
dan 2 murid yang berubah pengetahuannya menjadi baik. Dan untuk kelas 6,
dari total 48 sampel, yakni sebanyak 47 murid yang berpengetahuan baik
sebelum dan sesudah promosi kesehatan dengan menggunakan media poster
dan 1 murid yang berubah pengetahuannya menjadi baik.
Adapun pengetahuan tentang vitamin A dapat dilihat pada tabel 5.5
yaitu :
Tabel 5.5
Hasil Pre test dan Post test Pengetahuan Murid SD 031 Tanah Grogot
Kabupaten Pasir Kalimantan Timur
10 Mei 10 Juni Tahun 2005

Pengetahuan
Pre test Post test
n % n %
Baik 158 95,2 166 100,0
Kurang baik 8 4,8 0 0
Total 166 100,0 166 100,0
Sumber : Data Sekunder
48
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa ada pengaruh sebelum dan sesudah
promosi kesehatan dengan menggunakan media poster terhadap pengetahuan
tentang vitamin A pada murid SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir
Kalimantan Timur.

b. Sikap Tentang Konsumsi Sumber Vitamin A
Tabel 5.6
Hasil Skor Rata-rata (Mean) Pre test dan Post test Sikap
Murid SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur
10 Mei 10 juniTahun 2005
Tingkatan
Kelas
Jumlah
Murid
Mean (skor rata-rata)
Pre Test Post Test
IV 65 35,8 42,2
V 53 33,6 42,0
VI 48 34,6 44,2
Total 166 34,7 42,8
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan tabel 5.6 diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata
(mean) sikap berdasarkan kelas sebelum dan setelah pelaksanaan test yaitu
diatas 30,00 (batas skoring sikap berkategori baik) berarti secara keseluruhan
untuk semua kelas rata-rata memiliki sikap dengan kategori baik. Untuk lebih
jelasnya dapat dilhat pada grafik berikut :
49
Grafik 2
Perubahan Nilai Rata- Rata Sikap Siswa Sebelum Dan Sesudah
Penyuluhan di SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir
Kalimantan Timur 10 Mei 10 Juni Tahun 2005


Sumber : Data Primer, 2005

Tabel 5.7
Hasil Pre test dan Post test Sikap Berdasarkan Kelas
Pada Murid SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur
10 Mei 10 Juni Tahun 2005
Kelas Sikap
Pre test Post test
N % n %
IV
Baik 64 38,6 65 39,2
Kurang baik 1 6 0 0
V
Baik 45 27,1 53 31,9
Kurang baik 8 4,8 0 0
VI
Baik 44 26,5 48 28,9
Kurang baik 4 2,4 0 0
Total 166 100,0 166 100,0
Sumber : Data Sekunder
0
10
20
30
40
50
sebelum sesudah
34.7
42.8
Sikap
p = 0,0001
50
Berdasarkan tabel 5.7 diatas, dapat dilihat bahwa dari 65 sampel untuk
kelas 4 yang diobservasi sebanyak 64 murid yang memiliki sikap dengan
kategori baik sebelum dan sesudah promosi kesehatan dengan menggunakan
media poster dan 1 murid yang berubah sikapnya menjadi baik. Demikian
pula dari 53 sampel untuk kelas 5 yakni sebanyak 45 murid yang memiliki
sikap dengan kategori baik sebelum dan sesudah promosi kesehatan dengan
menggunakan media poster dan 8 murid yang berubah sikapnya menjadi baik.
Dan untuk kelas 6, dari total 48 sampel, yakni sebanyak 44 murid yang
memiliki sikap dengan kategori baik sebelum dan sesudah promosi kesehatan
dengan menggunakan media poster dan 4 murid yang berubah sikapnya
menjadi baik.
Adapun sikap tentang konsumsi sumber vitamin A dapat dilihat pada
tabel 5.8 yaitu :
Tabel 5.8
Hasil Pre test dan Post test Sikap Murid SD 031 Tanah Grogot
Kabupaten Pasir Kalimantan Timur
10 Mei 10 juni Tahun 2005
Sikap
Pre test Post test
N % n %
Baik 153 92,2 166 100,0
Kurang baik 13 7,8 0 0
Total 166 100, 166 100,0
Sumber : Data Sekunder

51
Tabel 58 menunjukkan bahwa ada pengaruh sebelum dan sesudah
promosi kesehatan dengan menggunakan media poster terhadap sikap tentang
konsumsi sumber vitamin A pada murid SD 031 Tanah Grogot Kabupaten
Pasir Kalimantan Timur.
B. Pembahasan
Sampel dalam penelitian ini adalah murid SD 031 Tanah Grogot
Kabupaten Pasir Kalimantan Timur. Promosi kesehatan yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah penyuluhan tentang Sumber Vitamin A disertai bantuan
media poster dan food model berupa sayuran sumber vitamin A. Dengan metode
ini diharapkan informasi yang diterima siswa akan lebih banyak hingga informasi
yang diserap juga makin banyak.
Adapun penyajian materi penyuluhan dibagi dalam beberapa topik, yaitu
topik mengenai kegunaan vitamin A, Sayuran dan buah-buahan yang banyak
engandung Vitamun A, penyakit akibat kekurangan Vitamin A dan cara
pencegahannya. Setelah penyajian materi dilanjutkan dengan tanya jawab
mengenai pengetahuan dan sikap siswa tentang Vitamin A.
1. Pengetahuan
Hasil pre test menunjukkan bahwa pengetahuan murid yang baik
sebanyak 158 murid dan 8 murid yang mempunyai pengetahuan kurang baik
sebelum dilakukan promosi kesehatan dengan menggunakan media poster.
Setelah dilakukan promosi kesehatan, sebanyak 158 murid yang tetap
berpengetahuan baik dan 8 murid yang berubah pengetahuannya menjadi
52
baik. Hal ini disebabkan karena besarnya perhatian/pemahaman terhadap
materi yang disajikan melalui bantuan media poster dan food model.
Hasil uji statistik dengan menggunakan Mc Nemar Test = 0,05
didapatkan nilai p untuk pengetahuan = 0,008 < = 0,05 yang berarti terdapat
perbedaan bermakna antara pengetahuan murid sebelum dan sesudah promosi
kesehatan dengan menggunakan media poster dan food model. Demikian
pula berdasarkan uji wilcoxon menunjukkan hasil yang sama yakni diperoleh
nilai p untuk pengetahuan = 0,005 < = 0,05 yang berarti terdapat perbedaan
bermakna antara pengetahuan murid SD sebelum dan sesudah promosi
kesehatan dengan menggunakan media poster dan food model. Jadi dalam hal
ini ada pengaruh promosi kesehatan dengan menggunakan media poster dan
food model terhadap pengetahuan tentang vitamin A pada murid SD 031
Tanah Grogot kabupaten Pasir Kalimantan Timur.
Pemberian penyuluhan dengan bantuan media poster mampu
meningkatkan pengetahuan secara maksimal. Peningkatan tersebut terbukti
secara. signifikan secara statistik. Rumusan hipotesa yang mengatakan bahwa
ada peningkatan pengetahuan dan sikap setelah penyuluhan dengan media
poster dan food model terbukti dalam penelitian ini. Dengan demikian
penyuluhan dengan bantuan poster dan food model merupakan salah satu
metode yang efektif digunakan dalam program penyuluhan kesehatan.
Penyuluhan dengan media poster melibatkan ketiga aktivitas tersebut.
Adanya aktivitas mendengar, berbicara dan melihat yang membuat metode ini
53
efektif. Dalam penelitian ini digunaakan alat peraga berupa food model dan
poster tentang vitamin yang memuat tentang buah-buahan dan sayuran yang
mengandung Vitamin A. poster dan food model ini dimaksudkan untuk
mengarahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu obyek, sehingga
mempermudah persepsi.
Menurut Snehenda (1983) menganalisa bahwa informasi berperan
dalam menunjang perubahan perilaku seseorang. Informasi yang diterima
melalui media cetak, elektronik, pendidikan/penyuluhan, buku-buku dan
sebagainya akan meningkatkan pengetahuan seseorang sehingga ia akan biasa
memperbaiki atau merubah perilakunya menjadi lebih baik. (dikutip dari : Ali,
2001)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil posttest menunjukkan
adanya peningkatan pengetahuan Hal ini sesuai penelitian (Socony) di
Amerika mengenai kelekatan ingatan dari bahan yang disampaikan ada 85%
pesan yang masih lekat pada ingatan responden dan 3 hari kemudian ingatan
tersebut lekat sekitar 65%.
Hasil sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arifin Ali (2001)
yang meneliti tentang pengaruh promosi dengan media poster terhadap
perilaku merokok pada tenaga kerja di PT. Semen Tonasa yang menyatakan
bahwa ada pengaruh penyuluhan dengan media poster pada pengetahuan
responden tentang merokok.
54
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian A.Nurlinda
(2003) yang menyatakan bahwa ada perbedaan pengetahuan tentang
reproduksi sehat sebelum dan sesudah perlakuan yaitu pemberian modul
reproduksi sehat.
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap secara nyata
menunjukkan adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. ( Notoatmodjo, 2003 )
Hasil sikap pre test menunjukkan bahwa sikap murid yang baik
sebanyak 153 murid dan 13 murid yang mempunyai sikap yang kurang baik
sebelum dilakukan promosi kesehatan dengan menggunakan media poster.
Setelah dilakukan promosi kesehatan, sebanyak 153 murid yang mempunyai
sikap tetap baik dan 13 murid yang berubah sikapnya menjadi baik.
Perubahan sikap ini disebabkan murid murid tersebut mau memperhatikan
pesan pesan yang disampaikan melalui media poster dan food model yang
disajikan.
Hasil uji statistik dengan menggunakan Mc. Nemar didapatkan nilai p
untuk sikap 0,000 < = 0,05 yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara
sikap murid sebelum dan sesudah promosi kesehatan dengan menggunakan
media poster. Demikian pula berdasarkan uji wilcoxon menunjukkan hasil
55
yang sama yakni diperoleh nilai p untuk pengetahuan adalah 0,000 lebih kecil
dari = 0,05 yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara pengetahuan
murid SD sebelum dan sesudah promosi kesehatan dengan menggunakan
media poster.
Hal ini sejalan dengan penelitian formatif yang dilaksanakan di
Sumatera Barat bahwa dampak dari kampanye yang dilanjutkan dengan
promosi ternyata mampu merubah sikap masyarakat Sumatera Barat
(Kabupaten Pariaman) terhadap suvital khususnya sayuran hijau.
Menurut penelitian pada ahli ( Notoadmodjo, 1997) bahwa indera
yang paling banyak mengalirkan informasi ke dalam otak adalah mata yakni
lebih 75 % sampai 87 %. Sedangkan 13 % 75 % lainnya tersalur melalui
idera yang lain. Dijelaskan pula bahwa manusia belajar lebih efektif apabila ia
dapat mendengarkan dan berbicara dan lebih baik lagi kalau disamping itu ia
dapat melihat (Notoatmodjo, 1997).
Penyuluhan dengan media poster melibatkan ketiga aktivitas tersebut.
Adanya aktivitas mendengar, berbicara dan melihat yang membuat metode ini
efektif. Dalam penelitian ini digunakan alat peraga berupa poster tentang
vitamin yang memuat tentang buah-buahan dan sayuran yang mengandung
Vitamin A dan food model tentang sayuran dan buah-buahan sumber
vitamin A. poster ini dimaksudkan untuk mengarahkan indera sebanyak
mungkin kepada suatu obyek, sehingga mempermudah persepsi.
56
Menurut Snehenda (1983) menganalisa bahwa informasi berperan
dalam menunjang perubahan perilaku seseorang. Informasi yang diterima
melalui media cetak, elektronik, pendidikan/penyuluhan, buku-buku dan
sebagainya akan meningkatkan pengetahuan seseorang sehingga ia akan bias
memperbaiki atau merubah perilakunya menjadi lebih baik. (dikutip dari : Ali,
2001)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil posttest menunjukkan
adanya peningkatan pengetahuan Hal ini sesuai penelitian (Socony) di
Amerika mengenai kelekatan ingatan dari bahan yang disampaikan ada 85%
pesan yang masih lekat pada ingatan responden dan 3 hari kemudian ingatan
tersebut lekat sekitar 65%.


57
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Ada pengaruh promosi kesehatan dengan menggunakan media poster dan
food model terhadap pengetahuan tentang vitamin A pada murid SD 031
Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur.
2. Ada pengaruh promosi kesehatan dengan menggunakan media poster dan
food model terhadap sikap tentang konsumsi sumber vitamin A pada murid
SD 031 Tanah Grogot Kabupaten Pasir Kalimantan Timur.

B. SARAN
1. Perlunya penyuluhan disertai bantuan media poster tentang sumber vitamin A
dan dampak kekurangan vitanin A pada siswa.
2. Perlu adanya kerja sama antara pihak sekolah dengan dinas kesehatan dalam
sosialisasi Vitamin A dilanagan siswa.







58
DAFTAR PUSTAKA


Agus Zainal Arifin Nang, Vitamin A Dan Malnutrisi ; Suatu Tinjauan Biokimia,
Medika, No. 12, Tahun Ke-XXI, Jakarta, 1995.

Almatsier Sunita, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT.Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2001.

Beaton, G H.dkk, Effecveness of vitamin A Supplementatiaon in The Control,of
Young Child Morbidity and Mortality in Developemnt Countries, United
Nations, Canada, 1993.

Dachroni, Upaya Peningkatan Kesehatan ( Promosi Kesehatan, Health Education ),
Bahan Informasi dalam Rakerkesmas, Jakarta, 1998.

Dahlan, M. Sopiyudin, Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan, PT. Arkans,
Jakarta, 2004.

Ewles Linda, Simnet Ina, Promosi Kesehatan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1994.

Haris Fauzia, Studi Kecukupan konsumsi energi,Protein,Vitamin A, Zat Besi Dan
Infeksi Terhadap Status Gizi Pada Anak Usia Sekolah Dasar ( 9-12-tahun )
Di Panti Asuhan Kecamatan Tallo Makasar, FKM-UNHAS, Makassar, 2002.

Ishak Fahria, Konsumsi Suvita Melalui Sayuran dan Hewani dengan Tingkat
Vitamin A Pada Sekolah Kelas IV-V Tamamaung VI, FKM-UNHAS,
Makassar, 2000.

Kelana Abdi Putra, Defisiensi Vitamin A Pada Mata, Majalah Kedokteran Amajaya
Volume 3 N0. 2. Jakarta, Mei 2004.

Myrnawati, Kebijakan Pemberian Vitamin A dan Dampaknya Pada Kesehatan dan
Kematian Bayi dan Anak, Jurnal kedokteran Yarsi, Volume 5 N0. 1, Jakarta,
Januari April 1997.

Moehji Sjahmien, Ilmu Gizi 1, Papas Sinar Sinti, Jakarta, 2002.

Ngatimin H. M. Rusli, Ilmu Perilaku Kesehatan, Yayasan PK-3, Makassar, 2003.

Notoatmojo Soekidjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Cetakan Ke-2,
Rineka Cipta, Jakarta, 2003.

59
, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta,
1997.
Syafar HM, Teknologi Pengembangan Media, Materi Kuliah Jurusan PKIP,
FKM-UNHAS, Makassar, 2004.

Saidin M, dkk, Efektivitas Penambahan Vitamin A pada Garam Yodium Terhadap
Status Gizi dan Konsentrasi Belajar Anak Sekolah Dasar Pusat Penelitian
dan Pengembangan Gizi dan Makanan,Volume 25 N0. 1, Bogor, Juni, 2002.

Suwardi, Susi S,dkk, Efektivitas Suplementasi Vitamin A Dosis Tinggi Terhadap
Tingkat Penyembuhan dan Status Iron Anak Balita Penderita TB Paru,
Jilid 22, Bogor, 1999.

Sediaoetama Achmad Djaeni, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi, Dian Rakyat
Jakarta,1999.

Soehadi R, Kebutaan Anak Karena Kekurangan Vitamin A Dan Cara
Penanggulangannya, Majalah Kesehatan, Vol. 5, No. 95, Jakarta, 1194.

Sommer Alfred, Keith P, West Jr, Vitamin A Deficiency (Health,Survival and Vision),
Oxford University Press,York, 1996.

Pasaka Marlinda, Studi Tingkat Kecukupan Konsumsi Vitamin A Pada Anak SD
Kampus Unhas I dan SD Galangan Kapal III, FKM-UNHAS, Makassar,
2002.

Purjanto, Social Marketing Vitamin A, Majalah Kesehatan, Depkes R.I, No. 49 Tahun
Ke-XXIII, Jakarta, 1994.

T Muhilal, Ig Tarwotjo, Prospek penanggulangan Kekurangan Vitamin A Melalui
Fortifikasi Bahan Makanan Tertentu,Gizi Indonesia, Volume XI,
N0 1:7-12,1996.

Akibat Defisiensi Vitamin A, www.sinarharapan.com, diakses tanggal 29 Oktober
2004.

Angka Kebutaan di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara, www.gizi.net, diakses
tanggal 29 Oktober 2004.

Upaya Meningkatkan Kualitas Balita Dengan Vitamin A, www.gizi.net, diakses
tanggal 29 Oktober 2004.

Manfaat Vitamin A dan Tanda-Tanda Kekurangan Vitamin A, www.pediatrik.com,
diakses tanggal 29 Oktober 2004.

You might also like