You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari,
bahkan sebagai salah satu gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis didefinisikan
sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga
sering disebut rhinosinusitis. Penyebab utamanya adalah virus (common cold) yang merupakan
infeksi virus, yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Rhinosinusitis seauh ini merupakan
penyakit tersering yang timbul, mengenai sekitar !"#, atau $! uta penduduk usia de%asa.
Sekitar !&# kasus sinusitis maksilaris, sering disebabkan karena adanya infeksi dental dan
menyebar dari molar atau premolar atas.
Sinusitis merupakan penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat
dengan polusi udara tinggi, iklim yang lembab, dan dingin. Pada tahun '&&$, data dari ()P*)S
R+ menyebutkan bah%a penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-', dari ,& pola
penyakit peringkat utama atau sekitar !&'.-!. penderita ra%at alan di rumah sakit. (i /merika
Serikat, sekitar $$ uta orang yang menderita sinusitis per tahun menghabiskan hingga "-0 milyar
dolar, dan 0& milyar dolar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis.
/ngka perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah '&# 1 !!,,#. Sinusitis lebh
sering diderita oleh perempuan, anak-anak dan de%asa muda akibat rentannya usia ini dengan
infeksi Rhinovirus.
!
BAB II
PEMBAHASAN
I. Definisi
Sinusitis diakibatkan karena adanya inflamasi pada sinus paranasal. *lasifikasi dari durasi
episode inflamasi termasuk akut (hingga " minggu), subakut ("-!' minggu), dan kronik (2 !'
minggu).
3ila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis. 4ang paling sering terkena adalah sinus ethmoid dan
maksilla. /ntrum 5ighmore6Sinus maksilla, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka
apabila terdapat infeksi gigi di bagian ini, mudah mengenai sinus ini yang disebut sinus
dentogen. Sinusitis mempunyai komplikasi ke orbital dan intrakranial dan menyebabkan
peningkatan serangan asma kronik.
II. Anatomi
a. Hidung Luar
3agian puncak hidung biasanya disebut apeks. /gak ke atas dan belakang dari apeks
disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanut sampai ke pangkal hidung dan
menyatu dengan dahi. 4ang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu di
posterior bagian tengah bibir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. 7itik
pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. 3agian bibir atas
membentuk cekungan dangkal memanang dari atas ke ba%ah, disebut filtrum. Sebelah 8
menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril (lubang hidung) kanan dan kiri,
di sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan di sebelah inferior oleh dasar hidung.
Rangka hidung bagian luar terdiri dari dua os nasal, prosesus frontal os maksila, kartilago
lateralis superior, sepasang kartilago lateralis inferior (kartilago ala mayor) dan tepi
ventral (anterior) kartilago septum nasi. *erangka utama adalah keempat tulang yang
'
disebut permulaan di atas. 7epi medial kartilago lateralis superior menyatu dengan
kartilago septum nasi dan tepi cranial melekat erat dengan permukaan ba%ah os nasal
serta prosesus frontal os maksila.
Bagian Luar Hidung
7epi ba%ah (kaudal) kartilago lateralis superior terletak di ba%ah tepi atas (kranial)
kartilago lateralis inferior. 3ila kartilago lateralis inferior diangkat dengan retraktor
barulah akan terlihat batas ba%ah kartilago lateralis superior ini atau yang disebut limen
nasi. /da kalanya kedua tepi kartilago lateralis superior dan inferior tidak melekat
dengan erat di bagian medial, sehingga dengan demikian akan menyebabkan kerangka
hidung luar kurang tegak. (i sebelah lateral, antara kartilago lateralis superior dan
inferior terdapat beberapa kartilago sesamoid. *artilago lateralis inferior berbentuk
ladam. *rus lateralnya lebar dan kuat, merupakan kerangka ala nasi. 3agian medialnya
$
lemah, sebagian meluas sepanang tepi kaudal kartilago septum nasi yang bebas, dan
sebagian lagi ada di dalam kolumela membranosa.
Pada tulang tengkorak, lubang hidung yang berbentuk segitiga disebut aperture
piriformis. 7epi latero-superior dibentuk oleh kedua os nasal dan prosesus frontal os
maksila. (asarnya dibentuk oleh prosesus alveolaris maksila. (i garis tengah ada
penonolan (prominentia) yang disebut spina nasalis anterior.
9tot-otot ala nasi terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok dilator terdiri dari
m.dilator nares (anterior dan posterior), m.proserus, kaput angular, m.kuadratus labii
superior dan kelompok konstriktor yang terdiri dari m.nasalis dan m.depresor septi.
b. Septum Nasi
Septum membagi kavum nasi menadi dua ruang kanan dan kiri. 3agian posterior
dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum
"
(kuadrilateral), premaksila dan kolumela membranosa: bagian posterior dan inferior oleh
os vomer, *rista maksila, *rista palatina serta *rista sphenoid.
c. Kaum Nasi
Dasar !idung. (asar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan
prosesus hori;ontal os palatum.
Atap. /tap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal,
prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sphenoid. Sebagian besar
atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen-filamen n.olfaktorius
yang berasal dari permukaan ba%ah bulbus olfaktorius beralan menuu bagian teratas
septum nasi dan permukaan kranial konka superior.
Dinding "atera". (inding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis
os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari
os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis os palatum dan lamina pteriogoideus
medial.
Kon#a. <osa nasalis dibagi menadi tiga meatus oleh tiga buah konka: celah antara
konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior, celah antara konka media
dan inferior disebut meatus medius dan sebelah atas konka media disebut meatus
superior. *adang-kadang didapatkan konka ke empat (konka suprema) yang teratas.
,
*onka suprema, konka superior dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid,
sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian
superior dan palatum.
*onka inferior adalah tulang yang memanang berbentuk seperti kulit kerang, bagian
superior melekat ke dinding lateral kavum nasi. /da tepi melengkung yang memisahkan
permukaan medial dengan lateral. 7epi bebas inferior melengkung dari depan ke
belakang dan dari atas ke ba%ah, dengan bagian cembungnya menghadap ke arah
septum. 7ulang yang membentuk konka berlubang-lubang seakan-akan mempunyai sel-
sel, sehingga penampakannya kasar dan berlekuk-lekuk. Uung anterior dan posterior
agak meruncing. Permukaan konka berlubang-lubang di beberapa tempat untuk dilalui
pembuluh darah. =ekukan longitudinal atau parit-parit uga membantuk distribusi
pembuluh darah besar. >ukosa konka tebal, kaya akan pembuluh darah dan melekat erat
pada perikondrium atau periosteum.
*onka media dan konka inferior dilapisi oleh epitel torak berlapis semu bersilia yang
uung-uung anteriornya pada orang de%asa epitelnya dapat berubah menadi kubik atau
gepeng. Stroma konka media mengandung banyak pembuluh darah. Pada konka inferior
uga ada kelenar, tetapi tidak sebanyak seperti pada konka media. Pembuluh-pembuluh
darah di sini adalah pleksus vena yang membentuk aringan erektil hidung dan letaknya
terutama pada sisi ba%ah konka inferior dan uung posterior konka inferior dan media.
Meatus superior. >eatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang
sempit antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. *elompok sel-sel
etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium
yang besarnya bervariasi. (i atas belakang konka superior dan di depan korpus os
sphenoid terdapat resesus sfenoetmoidal tempat bermuaranya sinus sphenoid.
Meatus medius. >eatus medius, merupakan celah yang lebih luas daripada meatus
superior. (i sini terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sel-sel anterior sinus
etmoid. (i balik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding
lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. /da
satu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius
0
dengan infundibulum. (isebut hiatus semilunaris. (inding inferior dan medial
infundibulum, membentuk tonolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai
prosesus unsinatus. (i atas infundibulum ada penonolan hemisfer, yaitu bula etmoid
yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. 9stium sinus, frontal, antrum maksila dan sel-
sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal, antrum aksila dan
sinus etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sinus etmoid
anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di
posterior muara sinus frontal. /da kalanya sinus etmoid bermuara di atas bula etmoid dan
kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di depan infundibulum.
Meatus inferior. >eatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus,
mempunyai muara duktus naso-lakrimalis yang terdapat kira-kira antara $ sampai $,, cm
di belakang batas posterior nostril.
Nares. ?ares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di kanan dan kiri septum. 7iap nares posterior
bagian ba%ahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os
vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sphenoid dan bagian luar oleh lamina
pterigoideus sphenoid.
?ares anterior menghubungkan rongga hidung dengan dunia luar. ?ares anterior
lebih kecil dibandingkan dengan nares posterior yang berukuran kira-kira tinggi ',, cm
dan lebar !,', cm.
Resesus sphenoethmoidalis
(di atas panah !)
*onka superior (!)
>eatus superior
*onka medial (')
>eatus medius
*onka inferior ($)
.
>eatus inferior
3erikut adalah gambaran setelah konka medius dan konka inferior diangkat, akan
tampak1
Potongan konka medius dan
inferior (! dan ')
5iatus semilunaris ($)
3ulla ethmoid (tonolan
yang terbentuk akibat udara
sel-sel etmoid (")
7onolan kecil duktus
nasolakrimalis (,) (tidak
selalu tampak)
Persarafan Hidung
Saraf sensoris. Saraf sensoris untuk hidung (selain n.olfaktorius) terutama berasal dari
cabang oftalmikus dan cabang maksilaris n.trigeminus, yaitu n.oftalmikus dan cabang maksilaris
n. trigeminus. @abang pertama n.trigeminus, yaitu n.oftalmikus memberikan cabang
n.nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menadi n.etmoidalis anterior dan posterior dan
n.intratroklearis. ?.etmoidalis anterior beralan mele%ati lamina kribrosa bagian anterior dan
memasuki hidung bersama a.etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan di sini
terbagi lagi menadi cabang nasalis internus medial dan lateral. @abang medial beralan ke depan
ba%ah pada septum mempersarafi tepi anterior septum, sedangkan cabang lateral mempersarafi
dinding lateral dan uga mempunyai cabang lagi, yaitu n.nasalis eksternus, yang menuu
permukaan luar hidung.
-
Saraf yang berasal dari cabang maksilaris n. trigeminus akan membentuk n.nasalis superior
posterior yang memasuki hidung melalui foramen sfenopalatina, beralan di dekat dinding lateral
dan dinding medial (septum) menuu ganglion sfenopalatina.. di sini terbagi menadi cabang-
cabang. 4ang terpenting di antara cabang medial adalah n.nasopalatina: yang berakhir di daerah
foramen insisivus dan berhubungan dengan palatina anterior.
@abang maksilaris n.trigeminus uga membentuk n.nasalis inferior posterior, yang
memasuki hidung melalui foramen sfenopalatina, kemudian beralan ke arah ba%ah untuk
mempersarafi konka inferior.
Percabangan saraf sensoris sangat penting sebagai refleks (seperti refleks bersin) untuk
menaga masuknya partikel benda asing daripada sistem pernafasan. Saraf sensoris pada septum
adalah1
!. /nterior ethmoidal (A!) (nasociliary)
'. ?asopalatina (A') (maBillary)
!. ?. infraorbital
'. ?. alveolar superior posterior
$. Canglion pterigopalatina (parasimpathetik)
". ?. palatina mayor.
,. ?. palatina minor
0. Potongan ?. nasopalatina
.. *anal ?. pharingeal
D
d. Pendara!an Hidung
Septum dan kavum nasalis, kaya akan pendarahan. Salah satu alasannya adalah
sebagai penghangat udara sebelum mencapai bronkus dan paru-paru. /rteri utama
septum adalah1
!. )thmoidalis anterior (ophthalmic)
'. )thmoidalis posterior (opththalmic)
$. Sphenopalatina (maBillary)
". Palatina mayor (maBillary)
,. @abang dari labialis superior (facial)
!&
e. $isio"ogi Hidung
5idung mempunyai empat fungsi utama: yaitu1
!. Sebagai lokasi epitel olfaktorius.
'. Saluran udara yang kokoh menuu traktus respiratorius bagian ba%ah.
$. 9rgan yang mempersiapkan udara inspirasi agar sesuai dengan permukaan paru.
". Sebagai organ yang mampu membersihkan dirinya sendiri.
%. Peng!idu
)pitel olfaktorius berlapis semu yang ber%arna kecoklatan mempunyai tiga macam
sel-sel saraf1 sel penunang, sel basal dan sel olfaktorius. Pada permukaan bebas sel
penunang yang ramping terdapat lempengan kecil-kecil atau aring-aring ;at tanduk
yang menyebabkan sel-sel tersebut bertautan erat satu sama lain. Pada permukaan
!!
bebasnya terdapat seumlah onot mikrovili yang menonol ke dalam lapisan lendir yang
menyelimuti permukaan.
Pada sitoplasma bagian apikal terdapat kompleks Colgi kecil dan granul pigmen
coklat yang mempuat epitelnya mempunyai %arna khas. =amina propria di daerah
olfaktorius uga mengandung kelenar-kelenar olfaktorius 3o%man yang bercabang-
cabang dan berbentuk tubulo-alveolar. Sel penunang dan kelenar 3o%man (Cra;iadei)
menghasilkan mukus cair yang menyelimuti daerah olfaktorius.
f. Komp"e#s &stio Meata"
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara
saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. (aerah ini rumit dan
sempit, dan dinamakan *ompleks 9stio->eatal (*9>), terdiri dari infundibulum etmoid
yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel
etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
!'
g. Sinus Paranasa"
Sinus ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung1 sinus
frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila
kanan dan kiri (antrum 5ighmore) dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Semua rongga sinus ini
dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanutan mukosa hidung: berisi udara dan semua
bermuara di rongga hidung melalui ostium amsing-masing.
Secara klinis sinus paranasal dibagi menadi dua kelompok, anterior dan posterior.
*elompok anterior bermuara di ba%ah konka media, pada atau di dekat infundibulum, terdiri
dari sinus frontal, sinus maksila dan sel-sel anterior sinus etmoid. *elompok posterior
bermuara di berbagai tempat di atas konka media, terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid
dan sinus sphenoid. Caris perlekatan konka media pada dinding lateral hidung merupakan
batas antara kedua kelompok.
%. Sinus $ronta"
!$
3entuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi, dan seringkali uga sangat
berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus pasangannya. *adang-kadang uga ada sinus
yang rudimenter, tetapi tidak pernah yang tak terbentuk sama sekali. >ungkin ada
septum tulang yang membagi sinus menadi satu kompartemen atau lebih. Sinus ini
berhubungan dengan meatus medius melalui duktus nasofrontal, yang beralan ke ba%ah
dan belakang dan bermuara pada atau dekat infundibulum bagian atas. *adang-kadang
kanalis frontonasal ini bermuara langsung di meatus medius.
Ukuran rata-rata sinus frontal1 tinggi $ cm, lebar ' 8 ',, cm, dalam !,, 8 ' cm, dan
isi rata-rata 0 8 . ml. (inding depan sinus frontal hampir selalu diploik, terutama di
bagian luar atau sudut infero-lateral dan pada sulkus superior tempat pertemuan dinding
anterior dan posterior.
'. Sinus Etmoid
Sinus etmoid terletak di kiri kanan kavum nasi kira-kira sebelah lateral di setengah
atau sepertiga atas hidung dan di sebelah medial orbita. 7ulang etmoid mempunya bidang
hori;ontal dan bidang vertidkal yang saling tegak lurus. 3agian superior bidang yang
vertikal disebut *rista gali dan bagian inferiornya disebut lamina perpendikularis os
etmoid, yang merupakan bagian dari septum. 3idang horisontalnya terdiri dari bagian
medial, yang tipis dan berlubang-lubang yaitu lamina kribrosa, dan bagian lateral, yang
lebih tebal dan merupakan atap sinus etmoid.
=amina kribrosa tidak ditutupi oleh sel-sel etmoid akan tetapi terbuka bebas pada
atap rongga hidung. 7erbentuk oleh tulang yang keras dan tidak mudah patah, tetapi
lubang-lubang yang ada dapat merupakan alan untk penalaran infeksi ke selaput otak,
terutama bila operasi dilakukan pada %aktu ada infeksi akut traktus respiratorius atas.
(inding luar sinus etmoid adalah os planum, atau lamina papirasea os etmoid dan os
lakrimalis. =empeng-lempeng tulang ini sangat tipis dan uga merupakan dinding medial
rongga orbita. 3ila tulang ini tembus, dapat mengakibatkan selulitis orbita yang mungkin
disertai dengan menonolnya isi orbita.
!"
Sinus etmoid, mula-mula terbentuk pada anin berusia " bulan, sudah ada pada
%aktu bayi lahir, kemudian berkembang sesuai dengan bertambahnya usia sampai
mencapai masa pubertas. Pada orang de%asa sinus etmoid terdiri dari seumlah sel-sel
pneumatik yang besar dan umlahnya bervariasi. 7idak arang ditemukan sel-sel etmoid
anterior yang meluas sampai ke duktus nasofrontal atau mendesak duktus tersebut.
Eumlah volume kedua sinus ini kira-kira !" ml tetapi ada uga yang volumenya berbeda
auh. /da dua kelompok sel-sel1 kelompok anterior, yang bermuara ke meatus medius,
dan kelompok posterior, yang bermuara ke meatus superior.
Sel-sel anterior dipisahkan oleh sel-sel posterior oleh lempeng tulang transversal
yang tipis. 7empat perlekatan konka media pada dinding lateral hidung uga merupakan
patokan letak perbatasan kelompok sel-sel anterior dan posterior. *elompok anterior
terdapat di depan dan ba%ahnya sedang kelompok posterior ada di atas dan belakangnya.
Pada pemeriksaan, ukuran kedua kelompok sel-sel tersebut dapat berbeda auh,
biasanya sel-sel etmoid posterior lebih sedikit umlahnya tetapi ukurannya lebih besar
bila dibandingkan dengan kelompok anterior.
7idak arang didapatkan sel-sel etmoid yang berkembang melampaui tempatnya
yang la;im. Sel etmoid posterior sering tumbuh pada konka media, konka bulosa,
sedangkan sel-sel anterior sering meluas sampai ke ager nasi dan prosesus unsinatus.
>ungkin ditemukan adanya sel-sel frontoetmoid pada lumen sinus frontal, dalam hal ini
disebut bula frontalis, atau dapat uga berkembang di atas sinus dan membentuk sel-sel
supraorbita. /da uga sel-sel etmoid yang berkembang pada korpus os maksila. Sel-sel
etmoid dapat uga ditemukan pada korpus os sphenoid, disertai dengan perluasan ke
dalam sinus sphenoid.
(. Sinus Ma#si"a
Pada %aktu lahir sinus maksila hanya berupa celah kecil di sebelah medial orbita.
>ula-mula dasarnya lebih tinggi daripada dasar rongga hidung, kemudian terus
mengalami penurunan, sehingga pada usia - tahun menadi sama tinggi.
Perkembangannya beralan ke arah ba%ah, bentuk sempurna teradi setelah erupsi gigi
permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara usia !, dan !- tahun. Sinus maksila
!,
atau antrum Highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar, berbentuk piramid
ireguler dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis dan puncaknya ke arah apeks
prosesus ;igomatikus os maksila. >enurut >orris, ukuran rata-rata pada bayi baru lahir
.-- B "-0 mm dan untuk usia ! tahun $!-$' B !--'& B !D-'& mm. Pada orang de%asa
isinya kira-kira !, ml.
(inding medial atau dasar antrum dibentuk oleh lamina vertikalis os palatum,
prosesus unsinatus os etmoid, prosesus maksilaris konka inferior dan sebagian kecil os
lakrimalis. (inding atas memisahkan rongga sinus dengan orbita. (inding posterior-
inferior atau dasarnya biasanya paling tebal dan dibentuk oleh bagian alveolar os maksila
atas dan bagian luar palatum durum. (inding anterior berhadapan dengan fosa kanina.
/ntrum mempunyai hubungan dengan infundibulum di meatus medius melalui
lubang kecil, yaitu ostium maksila yang terdapat di bagian anterior atas dinding medial
sinus. 9stium ini biasanya terbentuk dari membran. Eadi ostium tulangnya berukuran
lebih besar dari pada lubang yang sebenarnya. 5al ini mempermudah untuk keperluan
tindakan irigasi sinus. /da kasus-kasus (!&#) yang mempunyai ostium tambahan (otium
asesorius) yang letaknya di posterior ostium utama. Umumnya, ostium adalah saluran
yang panangnya $ mm atau lebih. 9stium asesorius pada kebanyakan kasus merupakan
suatu lubang atau ostium murni. Serabut saraf dan pembuluh-pembuluh darah biasanya
masuk ke dalam sinus melalui ostium atau bagian dinding nasiantral yangterbentuk dari
membran.
Cigi premolar kedua dan gigi molar kesatu dan dua tumbuhnya dekat dengan dasar
sinus. 3ahkan kadang-kadang tumbuh ke dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh
mukosa saa. Proses supuratif yang teradi di sekitar gigi-gigi ini dapat menalar ke
mukosa sinus melalui pembuluh darah atau limfe, sedangkan pencabutan gigi ini dapat
menimbulkan hubungan dengan rongga sinus yang akan mengakibatkan sinusitis.
(inding superior atau atap sinus maksila di bagian tengahnya dilalui oleh
n.infraorbitalis, yang beralan di dalam cekungan pada sisi inferior lempengan tulang
yang luas ini. Serabut saraf ini mungkin hanya ditutupi oleh mukosa atau tulang yang
tipis dan dapat terluka pada %aktu melakukan kuretase sinus.
!0
). Sinus Sfenoid
Sebelum anak berusia $ tahun sinus sphenoid masih kecil, namun telah berkembang
sempurna pada usia !' sampai !, tahun. =etaknya di dalam korpus os etmoid dan ukuran
serta bentuknya bervariasi. Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain oleh septum
tulang yang tipis, yang letaknya arang tepat di tengah, sehingga salah satu sinus akan
lebih besar daripada sisi lainnya.
>asing-masing sinus sphenoid berhubungan dengan meatus superior melalui celah
kecil menuu ke resesus sfeno-etmoidalis. Ukuran ostium sinus sphenoid berkisar antara
&,, sampai " mm dan letaknya kira-kira !& sampai '& mm di atas dasar sinus, sehingga
kurang menguntungkan dari segi drainase menurut gravitasi. Ukuran sinus ini kira-kira
sebagai berikut1 usia ! tahun ',, B ',, B!,, dan pada usia D tahun !, B !' B !&,, mm. isi
rata-rata sekitar ., ml (&,&, sampai $& ml).
9stium sinus biasanya terdiri dari membran, sedangkan lingkaran tulangnya auh
lebih besar daripada orifisiumnya. =etaknya dekat septum nasi dan tersembunyi di balik
konka media yang berdampingan dengan septum. 3ila ada atrofi konka atau deviasi
ostium ini akan tampak pada pemeriksaan rinoskopi anterior. Sekret purulen yang
mengalir dari ostium melalui koana posterior menuu ke nasofaring atau ke uung
posterior konka media.
?ervus optikus dan kelenar hipofisa terletak di atas sinus dan pons serebri terletak
di posteriornya. (i lateral luarnya terdapat sinus kavernosus, a.karotis interma, fisura
orbitalis superior dan beberapa serabut saraf kranial. Pada dinding sinus sphenoid
kadang-kadang ada tulang yang tidak terbentuk, sehingga mukosanya berhubungan
langsung dengan struktur di dekatnya. Eadi, melakukan kuretase pada sinus sphenoid
harus dengan sangat berhati-hati. ?ervus vidianus yang beralan di kanalis pterigoideus
mungkin saa terdapat di dalam lumen sinus.
!. Per#embangan Sinus Paranasa"
!.
3akal sinus paranasal pada anin timbulnya agak lambat, terutama sinus frontal. *avum
nasi mulai berdeferensiasi pada anin umur ! dan ' bulan. Sinus paranasal berasal dari
tonolan atau resesus epitel mukosa hidung setelah anin ' bulan. Resesus ini nantinya akan
menadi ostium sinus.
Sinus maksila dan sphenoid berasal dari cekungan mukosa pada bulan ketiga anin. Pada
saat itu timbul tonolan membulat berasal dari resesus mukosa di hiatus semilunaris pada
meatus medius, yang kemudian akan menadi sinus maksila. Pada %aktu lahir sinus maksila
sudah terbentuk dengan baik. (engan dasar agak lebih rendah daripada batas atas meatus
inferior. Setelah . tahun perkembangan ke berlangsung dengan cepat.
Sinus sphenoid terbentuk pada anin umur $ bulan sebagai sepasang evaginasi mukosa di
bagian posterior superior kavum nasi. Perkembangannya beralan lambat. Sampai pada %aktu
lahir evaginasi mukosa ini belum tampak berhubungan dengan kartilago nasalis posterior
maupun os sphenoid. Pneumatisasi os sphenoid berlangsung pada pertengahan masa kanak-
kanak, bertambah cepat setelah umur . tahun dan mencapai bentuk dan ukuran de%asa antara
umur !' dan !, tahun.
Sinus etmoid mulai terbentuk pada aninn umur ,-0 bulan, berasal dari meatus superior
dan suprema yang membentuk kelompok sel-sel etmoid anterior dan posterior. *elompok
sel-sel etmoid anterior yang berasal dari meatus medius akan terletak lebih anterior daripada
sel-sel yang berasal dari meatus medius akan terletak lebih anterior daripada sel-sel yang
berasal dari meatus superior. *elompok sel-sel ini perkembangannya tidak seragam. Pada
%aktu lahir biasanya berbagai kelompok sel ini telah terbentuk cukup baik. Resesus epitel
yang membentuk sel-sel ini dipisahkan satu sama lain oleh septa tulang. Perkembangan sel-
sel ini relatif cepat, terutama menelang usia ' tahun. Pada umur . tahun pneumatisasi telah
selesai. /ntara umur !'-!" tahun sel-sel telah mencapai bentuk tetap.
Pneumatisasi os frontal mulai pada umur ! tahun dengan salah satu cara berikut1
!. >erupakan ekspansi resesus frontalis di bagian anterior atas infundibulum:
'. >erupakan perkembangan dari salah satu sel frontalis:
$. Pertumbuhan dan ekspansi sebuah sel bula.
!-
=okasi ostium frontalis pada orang de%asa tergantung dari mana asal sinusnya.
Pertumbuhan sinus frontal beralan lambat. Pertumbuhan sinus frontal beralan lambat
(sebesar kacang) sampai umur . tahun: dan baru mencapai ukuran de%asa umur !,-'& tahun.
*. $osa Pterigopa"atina
<osa ini merupakan area berbentuk segitiga memanang yang terletak di antara batas
belakang sinus maksila yang melengkung dengan prosesus pterigoideus. 3atas-batasnya, di
medial lamina perpendikularis os palatum dan di superior adalah permukaan ba%ah os
sphenoid.
<oramen sfenopalatina terdapat pada pertemuan atap dengan dinding medial, dekat
uung posterior konka media. <oramen ini dilalui oleh pembuluh darah dan saraf yang
menuu kavum nasi. Canglion sfenopalatina terletak tepat di sebelah lateralnya.
<osa sfenopalatina uga berhubungan dengan foramen rotundum, fisura faringomaksil
dan fisura infraorbita. (i dalam fosa selain ganglion sfenopalatina uga terdapat cabang
kedua n.trigeminus, cabang ketiga a.maksilaris interna dan n.vidianus.
!D
+. Mu#osa Hidung
Rongga hidung, nasofaring dan sinus paranasal dilapisi oleh selaput lendir yang
berkesinambungan dengan berbagai sifat ketebalan. (i bagian paling anterior vestibulum
nasi terdapat epitel kubik dan gepeng berlapis. (i atas bidang konka superior terdapat epitel
olfaktorius.
,egion respiratorius. >ukosanya, seperti uga halnya epitel di atasnya, pada daerah
respiratorius bervariasi sesuai dengan lokasinya yang terbuka atau terlindung. >ukosa
respiratorius yang khas didapati di bagian yang terlindung. 7erdiri dari empat macam sel.
Pertama, sel torak berlapis semu yang mempunya '&& silia tiap selnya. 7ersebar di antara sel-
sel bersilia terdapat sel-sel goblet dan sel yang memiliki mikrovili (atau disebut uga sel
sikat).
*elenar mukus (sel-sel goblet) pada mukosa respiratorius adalah sel tunggal yang pada
pemeriksaan mikroskopis tampak berbentuk piala. Sel ini menghasilkan kompleks protein
polisakarida yang membentuk lendir dalam air. Pada kondisi yang berlainan, penampilan
mukus dapat berbeda-beda.
>ikrovili adalah penonolan seperti ari yang kecil, pendek dan langsing pada
permukaan sel yang menghadap ke lumen. >erupakan evaginasi plasma membran dan
mengandung sitoplasma. <ungsinya belum diketahui, tetapi nyata sangat menambah luasnya
permukaan sel. 7erakhir, adalah sel basal (sel cadangan) yang terdapat di atas membran
basal.
,egion o"fa#torius. )pitel olfaktorius yang kecoklatan terdiri dari tiga macam sel1 sel
penunang, sel basal dan sel olfaktorius. Pada tunika propria didapati kelenar 3o%man yang
tubuloalveolar dan bercabang-cabang.
Mu#osa sinus paranasa". >ukosa sinus paranasal merupakan lanutan mukosa hidung,
hanya lebih tipis dan kelenarnya lebih sedikit. )pitelnya torak berlapis semu bersilia,
bertumpu pada membran basal yang tipis dan tunika prorianya melekat erat dengan
periostium di ba%ahnya. Silia lebih banyak di dekat ostium, gerakannya akan mengalirkan
lendir yang menyelimuti permukaannya ke arah hidung melalui ostium masing-masing sinus.
'&
-. Sistem Mu#osi"iar
(i dalam sinus terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya, seperti pada mukosa
hidung. (i dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuu ostium
alamiahnya mengikuti alur-alur yang sudah tertentu polanya.
Pada sinus paranasal, sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan
mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit
kelenar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. /ktivitas silia mendorong
mukus ke rongga hidung.
Pada dinding lateral hidung terdapat ' aliran transport mukosiliar dari sinus. =endir yang
berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke
nasofaring di depan muara tuba )ustachius. =endir yang berasal dari kelompok sinus
posterior bergabung di resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior
muara tuba. +nilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca nasal (post nasal drip), tetapi
belum tentu ada sekret di rongga hidung.
III. $ungsi Sinus Paranasa"
!. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning).
'. Sebagai penahan suhu.
$. >embantu keseimbangan kepala.
". >embantu resonansi suara.
,. Peredam perubahan tekanan udara.
0. >embantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.
'!
I.. Pemeri#saan Sinus Paranasa"
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar,
palpasi, rinoskopi anterior, rinsokopi poasterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologik dan
sinoskopi.
1. Inspeksi
/pakah adanya pembengkakan pada muka. Pada maksila akut terdapat pembengkakan di
pipi sampai kelopak mata ba%ah yang ber%arna kemerah-merahan. Sinusitis frontal akut
terdapat adanya pembengkakan di kelopak mata atas.
Sinusitis etmoid akut arang menyebabkan pembengkakan di luar, kecuali bila telah
terbentuk abses.
2. Palpasi
Pada sinusitis maksila terdapat nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi. Pada
sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal (bagian medial atap orbita).
Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.
3. Transiluminasi
7ransiluminasi hanya dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila
fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. 3ila pada pemeriksaan transiluminasi tampak
gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum
menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum.
3ila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila akan tampak terang pada
pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto Rontgen tampak adanya perselubungan
berbatas tegas di dalam sinus maksila.
Pemeriksaan Radiologik
''
Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Faters, P-/ dan lateral. Posisi Faters terutama untuk
melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi postero-anterior untuk
menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal , sphenoid dan etmoid.
>etode yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah pemeriksaan @7
Scan, dengan potongan koronal dan aksial. +ndikasi utama @7 Scan hidung dan sinus paranasal
adalah sinusitis kronik, trauma (fraktur frontobasal), dan tumor.
Sinoskopi
/dalah pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop, melalui lubang yang
dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina.
(apat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret. Polip, aringan granulasi, massa
tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.
.. Etio"ogi dan $a#tor Predisposisi
)tiologi teradinya sinusistis antara lain +SP/ akibat infeksi virus, rhinitis alergi, rhinitis
hormonal pada %anita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau
hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (*9>), infeksi tonsil dan gigi, kelainan
imunologik, sindrom *artaganer dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Pada kasus
anak, penyakit adenoid merupakan penyebab utama sehingga terapi yang adekuat adalah
adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitis. 5ipertrofi
adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. <aktor lain yang turut
menyumbang adalah polusi lingkungan, udara dingin dan kebiasaan merokok. *eadaan ini akan
menyebabkan perubahan mukosa yang akhirnya merusak silia.
.I. Patofisio"ogi /
'$
*esehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosilier (mucociliar clearance) di dalam kompleks ostio-meatal (*9>). >ukus berfungsi
sebagai pelindung karena mengandung substansi antimikrobial terhadap kuman yang masuk
dengan udara. 9rgan-organ yang membentuk *9> letaknya berdekatan dan apabila teradi
edema, silia akan tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. /kibatnya, teradi tekanan negatif
di dalam rongga dan teradilah transudasi mula-mula serous,. *ondisi ini disebut rinosinusitis
non!bacterial dan biasanya akan sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. 3ila keadaan
menetap, sekret ini akan menadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Sekret akan
menadi purulen. *eadaan ini disebut rinosinusitis akut dan memerlukan antibiotik. Eika terapi
tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi akan berlanut, teradi
hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. >ukosa makin membengkak dan ini menadi rantai
siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menadi kronik yaitu hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini, mungkin diperlukan tindakan
operasi.
.II. K"asifi#asi dan Mi#robio"ogi
*onsensus +nternational '&&", melahirkan kesepakatan bah%a yang disebut rinosinusitis
akut ika teradi dengan batas sempai " minggu. Eika rinosinustis subakut dari " minggu sehingga
!' minggu dan disebut rinosinusitis kronik bila teradi lebih dari !' minggu. Sinusitis kronik
dengan penyebab rinogenik umumnya disebabkan dari lanutan dari sinusitis akut yang tidak
ditangani atau tidak diberi pengobatan yang adekuat. Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi
harus dicari dan diobati secara tuntas. Penelitian menyatakan sinusitis akut disebabkan oleh
Streptococcos pneumoniae ($&-,&#), Haemophlus influen"ae ('&-"&#) dan #ora$ella
cattarhalis ("#). Pada kasus anak, #ora$ella catarrhalis lebih banyak ditemukan ('&#). Pada
sinusitis kronik, etiologi umumnya adalah bakteri gram negatif dan anaerob.
.III. Sinusitis Dentogen
'"
Sinusitis dentogen merupakan penyebab penting sinusitis kronik. Secara anatomis, dasar
sinus maksilla adalah prosessus alveolaris: tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus
maksilaris hanya terpisah oleh tulang yang tipis dengan akar gigi, bahkan ada uga tidak
ditemukan pembatas. +nfeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal apikal akar gigi atau
inflamasi aringan periodontal mudah menyebar langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah
maupun limfe. @urigai adanya sinusitis dentogen pada kasus sinusitis maksila kronik yang
mengenai satu sisi bila nafas berbau busuk dan ingus purulen. Untuk mengobatinya, gigi yang
terinfeksi haruslah dicabut atau dira%at, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri
anaerob. +rrigasi sinus maksillaris uga merupakan terapi yang %aar.
I0. 1e2a"a Sinusitis /
*eluhan utama rinosinusitis akut adalah 1
a. 5idung tersumbat
b. ?yeri6rasa tekanan pada muka
c. +ngus purulen yang seringkali turun ke tenggorokan (post nasal drip)
3isa uga disertai geala sistemik yaitu demam dan lesu.
Ceala patognomonik untuk sinusitis akut adalah kadang-kadang nyeri yang uga terasa di
tempat lain (reffered pain). ?yeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di
belakang ke dua bola mata menandakan sinusitis ethmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala
menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, occipital
belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksilla kadang-kadang terdapat nyeri
alih ke gigi dan telinga.
Ceala lain 1
a. sakit kepala
b. hiposmia6anosmia
',
c. halitosis
d. post!nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak nafas pada anak
*eluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis, kadang terdapat hanya ! atau
' geala dari 1
a. sakit kepala kronik
b. post nasal drip
c. batuk kronik
d. gangguan tenggorokan
e. gangguan telinga akibat tuba estachius tersumbat
f. gangguan ke paru (sino-bronkitis)
g. bronkiektasis
h. serangan asma yang meningkat dan sulit diobati
Pada kasus anak, mungkin mukopus akan tertelan dan menyebabkan gastroenteritis.
0. Diagnosis
(iagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunang. Pemeriksaan fisik dengan menggunakan rinoskopi anterior dan posterior,
pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. 7anda
khasnya adalah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan
frontal) atau di metus superior (pada sinusitis ethmoidposterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis
akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan kantus
medius.
Pemeriksaan penunang yang penting adalah foto polos atau @7 scan. <oto polos posisi
Faters, P/ dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus
'0
maksila dan frontal. *esan pada pemeriksaan radiologi adanya perselubungan, batas udara-cairan
(air!fluid le%el) atau penebalan mukosa.
@7 scan merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi
hidung dan sinus selain melihat adanya penyakit dalam hidung yang bisa dilihat secara
keseluruhan dan perluasannya. *arena harganya yang relatif mahal, pemeriksaan dilakukan
hanya pada sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pre-operasi untuk
menadi panduan operator.
Pada pemeriksaan transluminasi akan sinus akan terlihat suram atau gelap. ?amun
pemeriksaan ini sudah arang dilakukan pada masa ini. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes
resistensi uga bisa dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius6superior untuk
tuuan melihat antibiotik yang tepat guna. Pemeriksaan akan lebih baik lagi ika diambil sekret
yang keluar dari pungsi sinus maksilaris. Sinoskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding
medial sinus maksillaris mele%ati meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi
sinus maksila yang sebenarnya selanutnya dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
Sinusitis pada <oto Rontgen
'.
@7 Scan pada sinusitis maksilaris
0i. Diagnosis Banding
(iagnosis banding untuk sinusitis akut dan kronik termasuk common cold, nyeri tempora-
mandibular oint (7>E), sakit kepala (termasuk migrain), nyeri gigi, hidung dan saraf trigeminal
serta neoplasma sinus. ?yeri dan tekanan pada %aah, ingus yang purulen, kongesti nasal,
hiposmia, sakit gigi, dan respon yang kurang baik terhadap dekongestan nasal bisa diadikan
pedoman untuk membedakan diagnosis.
a. &ommon cold 1
Eika terdapat mukus yang purulen di cavum nasal dapat membantu penegakan diagnosis.
+nfeksi sinus lebih sering teradi ika geala memburuk selepas , hari atau tidak sembuh lebih
dari !& hari. Ceala akut unilateral lebih mengarah ke sinusitis. 3eri perhatian khusus pada
rhinitis alergik yang mempunyai geala mirip sinusitis yaitu post nasal drip dan rinorea.
b. ?yeri temporo-mandibular oin (7>E)
*arena anatomis %aah sangat kompleks, sering kelainan ini mimik geala sinusitis. 7>E
dapat dibedakan dengan palpasi pada sendi akan teraba clicking.
'-
c. ?yeri gigi, hifung dan saraf trgrminal 1
Sakit gigi sering dikacaukan dengan sinusitis, Untuk anak khususnya, adanya benda asing
yang masuk ke rongga bisa menadi sinusitis dan haruslah disingkirkan terlebih dahulu.
?euralgia trigeminus pula akan berasa nyeri di sekitar pensarafan trigeminus.
d. ?eoplasma sinus
Ri%ayat obstruksi unilateral dan epistaksis haruslah dilakukan pemeriksaan lanut termasuk
@7 scan dan endoskopi nasal. Cangguan visual dan defisit saraf kranial terutama saraf
intraorbital harus dicurigai sebagai neoplasma sinus. *esan radiologi harus ada erosi dari
tulang unilateral.
0II. 3erapi /
7uuan terapi sinus maksilaris 1
a. mempercepat penyembuhan
b. mencegah komplikasi
c. mencegah perubahan menadi kronik
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan *9> sehingga drainase dan ventilasi sinus-
sinus pulih secara alami. /ntibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan untuk sinusitis
akut bakterial dengan megurangi pembengkakan sumbatan ostium sinus dan menghilangkan
infeksi. /ntibiotik dari golongan penisilin yang digunakan seperti amoksisilin. E+ka dicurigai
adanya resisten atau kuman penghasil beta-laktamase, maka dapat diberi asam klavulanat-
amoksisilin atau enis sefalosporin generasi ke-'. Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama !&-
!" hari meskipun geala klinik telah hilang. Pada kasus sinusitis kronik, diberi antibiotik yang
sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob. Eika diperlukan analgetik mukolitik, steroid
oral6topikal, pencucian rongga hidung dengan ?a@l atau diatermi merupakan terapi alternatif
selain dekongestan oral dan topikal. 3ila ada alergi berat, sebaiknya diberikan antihistamin
generasi ke-'. +rigasi sinus maksila atau Proet" displacement theraph merupakan terapi
'D
tambahan yang bermanfaat. +mmunoterapi uga dipertimbangkan ika pasien menderita kelainan
alergi yang berat.
0III. 3inda#an &perasi
3edah sinus endoskopi fungsional (3S)<6<)SS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis
kronik yang memerlukan tindakan operasi. 5asilnya yang memuaskan dan tindakan yang ringan
berbanding cara konvensional menyebabkan cara ini lebih banyak dilakukan. +ndikasinya adalah
sinusitis kronik yan tidak membaik selepas terapi yang adekuat, sinusitis kronik disertai kista
atau kelainan yang irreversibel, polip ekstensif, komplikasi sinusitis serta sinusitis amur.
Rigid 'asal Sinus (ndoscop di ba%ah pengaruh anestesi lokal
$&
3edah sinus endoskopik fungsional (3S)<) atau )unctional (ndoscopic Sinus Surger
*)(SS+ merupakan suatu prosedur yang invasif minimal, saat ini populer sebagai teknik operasi
terkini dalam penatalaksanaan sinusitis kronik, polip hidung, tumor hidung dan sinus paranasal,
dan kelainan lainnya. 7eknik bedah ini pertama kali diaukan oleh >esserklinger dan
dipopulerkan oleh Stammberger dan *ennedy dengan sebutan )unctional (ndoscopic Sinus
Surger. 7uuan utama 3S)< adalah memulihkan aliran mukosilier di suatu daerah di dinding
lateral rongga hidung yang disebut komplek ostiomeatal (*9>). Cangguan drenase sinus dapat
menimbulkan rasa nyeri %aah, nyeri kepala, gangguan penghidu, serta bisa menimbulkan
seumlah komplikasi lain yang dapat berbahaya.
Perkembangan yang pesat di bidang kedokteran uga memba%a perubahan dalam
penatalaksanan sinusitis. 7ersedianya alat diagnostik &T scan telah membuat pencitraan sinus
paranasal lebih elas dan terinci, sedangkan dipopulerkannya pemakaian alat endoskop untuk
operasi bedah sinus menciptakan tindakan pengobatan yang tidak radikal tetapi dapat lebih
tuntas.
3S)< saat ini merupakan teknik terbaik penatalaksanaan sinusitis kronik dan akut
berulang. (ibandingkan dengan bedah sinus terdahulu yang pada umumnya radikal dengan
morbiditas yang tinggi, maka 3S)< lebih konservatif dengan morbiditas yang rendah.
.

0I.. Komp"i#asi /
Seak ditemukan antibiotik, komplikasi sinusitis telah menurun drastis, antara lain komplikasi
yang biasanya teradi pada sinusitis akut atau kronik dengan eksersebasi akut, berupa komplikasi
kelainan orbital atau intrakanial.
*elainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbital).
4ang paling sering adalah sinus ethmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran
sinusitis dapat teradi melalui tromboflebitis dan perkontinutatum. *elainan yang sering
ditemukan adalah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita, abses
subperiosteal, abses orbita dan selanutnya dapat teradi sinus cavernosus.
$!
*elainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak
dan trombosis sinus kavernosus. *omplikasi yang dapat teradi pada sinusitis kronik adalah 1
a. 9steomielitis dan abses periostal: paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya
d+temukan pada anak-anak. Pada kasus ini, dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada
pipi.
b. *elainan paru: bronkitis kronik dan bronkiektasis. /danya kelainan sinus paranasal disertai
dengan keluhan pada paru disebut sino-bronkitis. Sinusitis ini dapat menyebabkan asma
bronkial yang sulit sembuh sebelum sinusitisnya diobati.
,omplikasi Sinus )rontal
0.. Sinusitis 4amur
$'
+nfeksi amur pada sinus paranasal menyebabkan teradinya sinusitis. tapi keadaan ini arang
ditemukan. /ngka teadinya kasus ini meningkat dengan meningkatnya pemakaian antibiotik,
kontikosteroid, obat-obat immunosupresan dan radioterapi. *ondisi predisposisi yang
mendukung teradinya sinusitis amur antara lain diabetes mellitus, neutropenia, /+(S, dan
pera%atan yang lama di rumah sakit. Eenis amur yang paling sering menyebabkan infeksi sinus
paranasal adalah spesies -spergillus dan &andida.
Pada sinusitis unilateral yang sulit disembuhkan dengan terapi antibiotik, adanya gambaran
kerusakan tulang dinding sinus atau adanya membran ber%arna putih-keabuan pada irigasi
antrum, %aspadailah sinusitis amur. Sinusitis amur terbagi menadi bentuk invasif dan non-
invasif. Sinusitis amur invasif pula terbagi menadi invasif akut fulminan dan invasif kronik
indolen. Pada sinusitis tipe invasif akut, ada invasi amur ke aringan vaskular dan aringan yang
sering teradi pada pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol, pasien dengan penggunaan
imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakaian steroid yang lama dan terapi
imunosupresi. +nvasi ke pembuluh darah dan imunitas yang rendah menyebabkan penyebaran
amur sangat cepat dan dapat merusak dinding sinus kavernosus. *avum nasi akan terlihat
ber%arna kebiru-biruan dan mukosa konka terlihat nekrotik. +ni sering berakhir dengan
kematian. Sinusitis amur invasif non-kronik biasanya teradi pada pasien dengan gangguan
imunologik atau metabolik seperti sindrom metabolik. 3ersifat kronik progresif dan bisa
menginvasi sampai ke orbita dan intrakranial namun gambaran kliniknya tidak sehebat bentuk
fulminan kerena peralanan penyakit yang relatif lambat. Cealanya mirip sinusitis bakterial
namun sekretnya lebih kental dengan bercak-bercak kehitaman, bila dilakukan pe%arnaan dan
dilihat di ba%ah mikroskop, akan terlihat koloni amur.
Sinusitis amur non-invasif atau misetoma merupakan kumpulan amur di dalam rongga
sinus tanpa invasi ke dalam mukosa dan tidak mendestruksi tulang. Sinus maksilaris paling
sering terkena. Ceala klinisnya mirip sinusitis kronik berupa rinorea purulen, post nasal drip,
dan nafas bau. *adang-kadang ada massa amur di kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan
materi coklat ber%arna coklat-kehitaman dengan atau tanpa pus di dalam sinus. 7erapinya adalah
pembedahan, debridemen, anti amur sistemik dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya. 9bat
standar untuk sinusitis amur adalah amfoterisin 3, bisa ditambah rifampisin dan flusitosin agar
$$
lebih efektif. Pada misetoma hanya perlu bedah untuk membersihkan massa amur, menaga
drainase dan ventilasi sinus. 7idak diperlukan anti amur sistemik.
$"

You might also like