Pembimbing : dr. Melanie R. Mantu, Sp.A Disusun oleh : Airin Utami 11-2012-276
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN 21 OKTOBER 2013 28 DESEMBER 2013
2 BAB I PENDAHULUAN
Anemia sebenarnya bukanlah merupakan diagnosa akhir dari sesuatu penyakit, akan tetapi merupakan hasil dari berbagai gangguan dan hampir selalu membutuhkan evaluasi lanjutan atau boleh juga dikatakan bahwa anemia merupakan salah satu gejala dari sesuatu penyakit dasar. Ada juga orang yang mengatakan bahwa anemia merupakan ekspresi kompleks gejala klinis suatu penyakit yang mempengaruhi mekanisme patogenesis gangguan eritropoesis (produksi eritrosit), perdarahan, atau penghancuran eritrosit. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999). Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935). Insidensi anemia bervariasi tetapi diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dimana prevalensi tertinggi berada di negaranegara sedang berkembang.
3 BAB II ISI
1. DEFINISI Anemia ialah berkurangnya jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin atau kadar hematokrit dalam darah tepi dibawah nilai-nilai normal untuk umur dan kelamin penderita sehingga kemampuan darah untuk memberikan oksigen ke jaringan berkurang. 2
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carryng capacity). Anemia hanyalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukaan eritrosit oleh sumsum tulang, kehilangan darah keluar dari tubuh (perdarahan), dan proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya. 2
Anemia hemolitik ialah anemia yang disebabkan karena kecepatan penghancuran sel darah merah (eritrosit) lebih besar dari pada normal. Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari). Pada anemia hemolitik keadaan anemi terjadi karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit. Untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal. Hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemi. Namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi. 1,3,4
Penghancuran Sel darah merah dalam sirkulasi dikenal dengan hemolisis yang dapat disebabkan karena gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek umurnya (instrinsik) atau perubahan lingkungan yang menyebabkan penghancuran eritrosit. 5
4 2. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk terjadinya anemia hemolitik yaitu:
1. Faktor Intrinsik (Intra Korpuskuler). Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu: a) Kelainan membran, b) Kelainan molekul hemoglobin, c) Kelainan salah satu enzim yang berperan dalam metabolisme sel eritrosit. Sebagai contoh, bila darah yang sesuai ditransfusikan pada pasien dengan kelainan intra korpuskuler maka sel eritrosit tersebut akan hidup secara normal, sebaliknya bila sel eritrosit dengan kelainan dengan kelainan intra korpuskuler tersebut ditransfusikan pada orang normal, maka sel eritrosit tersebut akan mudah hancur atau lisis. 2. Kelainan Faktor Ekstrinsik (Ekstra Korpuskuler) Biasanya merupakan kelainan yang didapat (acquired) dan selalu disebabkan oleh faktor imun dan non imun. Bila eritrosit normal ditransfusikan pada pasien ini, maka penghancuran sel eritrosit tersebut menjadi lebih cepat, sebaliknya bila eritrosit pasien dengan kelainan ekstra korpuskuler ditransfusikan pada orang normal maka sel eritrosit akan normal. Umur sel eritrosit yang memendek tidak selalu dikaitkan dengan anemia hemolitik, ada beberapa penyakit yang menyebabkan anemia dengan umur eritrosit yang pendek namun tidak digolongkan kedalam anemia hemolitik, diantaranya yaitu : a) leukemia, b) limfoma malignum, c) gagal ginjal kronik, d) penyakit liver kronik, e) rheumatoid arthritis, f) anemia megaloblastik. 3,4,5
Gangguan intrakorpuskular (kongenital) Kelainan ini umumnya disebabkan karena adanya gangguan metabolisme dalam eritrosit itu sendiri. Keadaan ini dapat digolongkan menjadi 3, yaitu: 1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit Gangguan pada struktur didnding eritrosit terbagi menjadi: a. Sferositosis herediter Kelainan kongenital ini sering terjadi pada orang Eropa Barat. Pada penyakit ini umur eritrosit lebih pendek, kecil, bundar dan resistensinya terhadap NaCl hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering terjadi ikterus.jumlah retikulosit menjadi meningkat. Hemolisis diduga disebabkan karena kelainan membran eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih menyolok dibanding ikterus. 5 Kelainan radiologis ditemukan pada anak yang telah lama menderita penyakit ini. 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis. Sferositosis herediter biasanya diturunkan secara dominan autosom, dan sebagian kecil diturunkan secara resesif autosom. Lebih dari 25% pasien tidak menunjukkan adanya mutasi spontan. Defek moleculer yang terjadi adalah abnormalitas dari spektrin, ankirin, dan badn 3 protein dimana enzim ini bertanggung jawab terhadap bentuk eritrosit. Uji laboratorium : Sferosit pada preparat apus darah. Hb kadang masih normal atau turun mencapai 6-10 gr/dL Retikulosit meningkat mecapai 6-20% Hiperbilirubinemia MCV normal, MCHC meningkat Uji Coombs negative mengesam pingkan hemolitik imun Fragilitas osmotic terinkubasi meningkat Terapi: Jika Hb>10 g/dL dan retikulosit <10%, tidak perlu tranfusi Jika anemia berat, pertumbuhan lambat, krisis aplastic dan umur <2 tahun, tranfusi. Jika Hb <10 g/dL dan retikulosit >10% atau splenomegali massif lakukan splenektomi (lebih dipilih pada usia 6 tahun tetapi lebih cepat bila perlu) Asam folat 1 mg/hari
b. Ovalositosis (eliptositosis) Pada penyakit ini 50-90% eritrositnya berbentuk oval. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum Mendel. Hemolisis tidak seberat sferositosis. Splenektomi biasanya dapat mengurangi hemolisis. Ovalositosis merupakan defek protein sitoskeleton. Sering melibatkan interaksi horizontal spektrin, protein 4,1, glikoforin C. Uji laboratorium: Eliptositosis pada preparat apus darah Eritrosit sensitive ringan terhadap panas Analisis protein sitoskeletal abnormal 6 Terapi: Tidak ada terapi pada bentuk ringan Pada hemolysis kronis dilakukan transfuse dan splenektomi Asam folat 1 mg/hari
Gangguan ekstrakorpuskuler (acquired) Gangguan ini biasanya didapat yang dapat disebabkan oleh: 1. Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air), toksin (hemolisin) Streptococcus, virus, malaria, luka bakar. 2. Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya dapat menyebabkan penghancuran erotrosit. 3. Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat terjadinya reaksi antigen-antibodi seperti: a. Antagonisme ABO atau inkompatibilitas golongan darah lain seperti Rhesus dan MN b. Alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, tapi dalam tubuh melekat pada permukaan eritrosityang merangsang pembuatan anti yang kemudian menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang menyebabkan hemolisis. c. Hemolisis akibat proses autoimun. 3 Angka kejadian tahunan anemia hemolitik autoimun dilaporkan mencapai 1/100.000 orang pada populasi secara umum. Gambaran klinisnya dikelompokkan berdasarkan atas auto antibody spesifik yang dimilikinya atau reaksi warm atau cold yang terjadi. ( table I.2-4 ). Gambaran klinik anemia hemolitik dengan antibody tipe warm merupakan sindrom pucat, ikterik, splenomegaly, dan anemia berat. Dua pertiga dari kasus dihubungkan dengan IgG, merupakan antibody langsung yang bereaksi terhadap antigen sel eritrosit dari golongan Rh. Berbeda dengan IgG autoantibodi, IgM pada cold reactive antibody tidak menimbulkan kerusakan secara langsung terhadap sel retikuloendotelial pada system imun.
Warm reative antibodies: Primer (idiopatik) Sekunder : o Kelainan limfoproliferatif o Kelainan autoimun (SLE) o Infeksi mononucleosis Sindrom Evans HIV Cold reactive antibodies: Idiopatik (Cold agglutinin diseases) Sekunder: o Pneumonia atipik atau mikoplasma o Infeksi mononucleosis o Kelainan limfoproliferatif Paroxysmal cold hemoglobinuria (PCH): Sifilis Pasca infeksi virus Drug induced hemolytic anemia: Hapten mediated Komplek imun True autoimmune anti RBC type o Metabolite driven 8
3. EPIDEMIOLOGI Kebanyakan jenis anemia hemolitik sama-sama sering terjadi pada pria maupun wanita dan dapat terjadi pada usia berapapun. Orang-orang dari semua ras dapat mengembangkan anemia hemolitik. 1
Sferositosis herediter merupakan anemia hemolitik yang sangat berpengaruh di Eropa Barat, terjadi sekitar 1 dari 5000 individu. Sferositosis mengenai demua jenis etnis namun pada ras non kaukasian tidak diketahui. Sferositosis herediter paling sering diturunkan secara dominan autosomal. Pada beberapa kasus, sferositosis herediter mungkin disebabkan karena mutasi atau anomali sitogenik. 6
Di Amerika, prevalensi eliptospirosis kira-kira 3-5 per 10.000. eliptospirosis paling sering pada orang Afrika dan Amerika. Eliptospirosis sering terjadi pada daerah dengan endemik malaria. Di Afrika ppada area ekuator, eliptospirosis terjadi sekitar 20,6%. Bentuk lain dari penyakit ini ditemukan pada Asia Tenggara yang ditemukan sekitar 30% darai populasi. Penyakit ini diturunkan secara dominan autosomal. 6
Insiden anemia hemolitik autoimun kira-kira 1 dari 80.000 populasi. Pada perempuan predominan terjadi tipe idiopatik. Tipe sekunder terjadi peningkatan pada umur 45 tahun dimana variasi idiopatik terjadi sepanjang hidup. 6,8
Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek pediatrik adalah eritroblastosis fetalis pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh trnsfer transplasenta antibodi ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia hemolitik isoimun. Eritroblastosis fetalis disebut Hemolitik Disease of the Newborn (HDN). 9
4. PATOGENESIS Proses hematopoesis pada embrio janin terjadi diberbagai tempat, termasuk hati, limpa, timus, kelenjar getah bening, dan sumsum tulang. Sejak lahir sepanjang sisa hidupnya terutama di sumsum dan sebagian kecil di kelenjar getah bening. 10
Dalam keadaan normal, sel-sel darah merah yang sudah tua difagositosis oleh sel-sel retikuloendotelial, dan hemoglobin diuraikan menjadi komponen-komponen esensialnya. Besi yang didapat dikembalikan ke transferin untuk pembentukan sel darah merah baru dan asam-asam amino dari bagian globin molekul dikembalikan ke kompartemen asam amino umum. Cincin protoporfirin pada heme diuraikan di 9 jembatan alfa metana dan karbon alfanya dikeluarkan sebagai karbon monoksida melalui ekspirasi. Tetrapirol yang tersisa meninggalkan sel retikuloendotelial sebagai bilirubin indirek dan menjadi hati, tempat zat ini terkonjugasi untuk ekskresi di empedu. Di usus, biliruin glukoronida diubah menjadi urobilinogen untuk eksresi di tinja dan urin. 2,3
Hemolisis dapat terjadi intravaskuler dan ekstravaskuler. Pada hemolisis intravaskuler, destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah. Sel-sel darah merah juga dapat mengalami hemolisis intravaskuler disertai pembebasan hemoglobin dalam sirkulasi. Tetramer hemoglobin bebas tidak stabil dan cepat terurai menjadi dimer alfa-beta, yang berikatan dengan haptoglobulin dan disingkarkan oleh hati. Hemoglobin juga dapat teroksidasi menjadi methemoglobin dan terurai menjadi gugus globin dan heme. Sampai pada tahap tertentu, heme bebas dapat terikat oleh hemopeksin dan atau albumin untuk selanjutnya dibersihkan oleh hepatosit. Kedua jalur ini membantu tubuh menghemat besi untuk menunjang hematopoiesis. Apabila haptoglobin telah habis dipakai, maka dimer hemoglobinyang tidak terikat akan di eksresikan oleh ginjal sebagai hemoglobin bebas, methemoglobin, atau hemosiderin. 2,10
Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskuler. Pada hemolisis ekstravaskuler destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem retikuloendotelial karena sel eritrosit yang telah mengalami perubahan membran tidak dapat melintasi sistem retikuloendotelial sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag. 2
Sejumlah bahan dan kelainan dengan kemampuan dapat merusak eritrosit yang dapat menyebabkan destruksi prematur eritrosit. Di antara yang paling jelas telah di pastikan adalah antibodi yang berikatan dengan anemia hemolitik. Ciri khas penyakit ini adalah dengan uji Coombs direk positif, yang menunjukkan imunoglobulin atau komponen komplemen yang menyelubungi permukaan eritrosit. Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek pediatrik adalah penyakit hemolitik bayi baru lahir (eritroblastosis fetalis) atau HDN yang disebabkan oleh transfer transplasenta antibodi ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia hemolitik isoimun. 2
Pada Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) sering terjadi ketika ibu dengan Rh(-) mempunyai anak dari seorang pria yang memiliki Rh(+). Ketika Rh bayi (+) seperti ayahnya, masalah dapat terjadi jika sel darah merah si bayi dengan Rh(+) sebagai benda asing. Sistem imun ibu kemudian menyimpan antibodi tersebutketika 10 benda asing itu muncul kembali, bahkan pada saat kehamilan berikutnya. Sekarang Rh ibu terpapar. 9
Pada anemia hemolitik autoimun, antibodi abnormal ditujukan kepada eritrosit, tetapi mekanisme patogenesisnya belum jelas. Autoantibodi mungkin dihasilkan oleh respon imun yang tidak serasi terhadap antigen eritrosit. Atau, agen infeksi dapat dengan sesuatu cara mengubah membran eritrosit sehingga menjadi asing atau antigenik terhadap hospes. 2
5. DIAGNOSIS Karena zat besi dihemat dan mudah di daur ulang, regenerasi sel darah merah dapat mengimbangi hemolisis. Oleh karena itu, anemia ini hampir selalu berkaitan dengan hiperplasia aritroid mencolok di dalam sumsum tulang dan meningkatnya hitung retikulosit di darah tepi. Apabila anemia berat dapat terjadi hematopoiesis ekstramedularis di limpa, hati, dan kelenjar getah bening. Apapun mekanismenya, hemolisis intravaskuler bermanifestasi sebagai hemoglobinemia, hemoglobinuria, jaundice dan hemosiderinuria. 1,8,10
Gejala umum penyakit ini disebabkan oleh adanya penghancuran eritrosit dan keaktifan sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut. Bergantung pada fungsi hepar, akibat pengancuran eritrosit berlebihan itu dapat menyebabkan peninggian kdar bilirubin atau tidak. Sumsum tulang dapt membentuk 6-8 kali lebih banyak eritropoietik daripada biasa, sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak sekali eritrosit berinti, jumlah retikulosit meninggi, polikromasi. Bahkan sering terjadi eritropoiesis ekstrameduler. Kekurangan bahan sebagai pembentuk seperti vitamin, protein dan lain-lain atau adanya infeksi dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan antara penghancuran dan pembentukan sistem eritropoietik, sehingga keadaan ini dapat menimbulkan krisis aplastik. 3
Limpa umumnya membesar karena organ ini menjadi tempat penyimpanan eritrosit yang dihancurkan dan tempat pembuatan sel darah ekstrameduler. Pada anemia hemolitik yang kronis terdapat kelainan tulang rangka akibat hiperplasia sumsum tulang. 3 Secara garis besar kemungkinan anemia hemolitik dapat kita pertimbangkan bila pada pemeriksaan laboratorium dijumpai adanya beberapa kelainan seperti tersebut dibawah ini yaitu: 11 1. Adanya tanda-tanda peningkatan proses penghancuran dan pembentukan sel eritrosit yang berlebihan. 2. Kelainan laboratorium yang hubungannya dengan meningkatnya kompensasi dalam proses eritropoesis. 3. Adanya beberapa variasi yang penting terutama dalam membuat diagnosis banding dari anemia hemolitik. Kelainan laboratorium yang menunjukkan adanya tanda-tanda meningkatnya proses penghancuran dan pembentukan sel eritrosit yang berlebihan dapat kita lihat berupa: Berkurangnya umur sel eritrosit. Umur eritrosit dapat diukur dengan menggunakan Cr-Labeled eritrosit, pada anemia hemolitik umur eritrosit dapat berkurang sampai 20 hari. Meningkatnya penghancuran eritrosit dapat kita lihat dari tingkat anemia, ikterus dan retikulositosis yang terjadi, oleh sebab itu pemeriksaan umur eritrosit ini bukan merupakan prosedur pemeriksaan rutin untuk menegakkan diagnosis anemia hemolitik. Meningkatnya proses pemecahan heme, ditandai dengan adanya: Meningkatnya kadar billirubin indirek darah. Meningkatnya pembentukan CO yang endogen. Meningkatnya kadar billirubin darah (hiperbillirubinemia). Meningkatnya ekskresi urobillinogen dalam urin. 4. Meningkatnya kadar enzim Lactat Dehydrogenase (LDH) serum. Enzim LDH banyak dijumpai pada sel hati, otot jantung, otak dan sel eritrosit, kadar LDH dapat mencapai 1200 U/ml. Isoenzim LDH-2 lebih dominan pada anemia hemolitik sedang isoenzim LDH-1 akan meninggi pada anemia megaloblastik. 5. Adanya tanda-tanda hemolisis intravaskular diantaranya yaitu: Hemoglobinemia (meningkatnya kadar Hb.plasma). Tidak adanya/rendahnya kadar haptoglobulin darah. Hemoglobinuria (meningkatnya Hb.urin). Hemosiderinuria (meningkatnya hemosiderin urin). Methemoglobinemia. Berkurangnya kadar hemopexin serum. 9,10
12
6. GAMBARAN KLINIK DAN LABORATORIUM Anemia hemolitik autoimun seringkali menunjukkan gejala berupa mudah lelah, malaise, dan demam, icterus dan perubahan warna kulit. Seringkali gejala disertai dengan nyeri abdomen, gangguan pernapasan. Tanda-tanda lain yang ditemukan ialah hepatomegaly dan splenomegaly. Gejala dan tanda yang timbul tidak saja tergantung dari beratnya anemia tetapi juga proses hemolitik yang terjadi. Kadang-kadang proses hemolitik yang terjadi merupakan akibat dari proses penyakit lain misalnya lupus atau glomerulonephritis kronik.
Darah tepi Gambaran darah tepi menunjukkan adanya proses hemolitik berupa sferositosis, polikromasi maupun poikilositosis, sel eritrosit berinti, retikulositopeni pada awal anemia. Kadar hemoglobin 3 gr/dL sampai 9 gr/dL, jumlah leukosit bervariasi disertai gambaran sel muda (metamielosit, mielosit, dan promielosit) kadang disertai trombositopeni. Kadar bilirubin indirek meningkat. Gambaran sumsum tulang menunjukkan hiperplasi sel eritropoetik normoblastik.
Tes Coombs Pemeriksaan direk antiglobulin tes (DAT) positif yang menunjukkan adanya antibody permukaan atau komplimen permukaan sel eritrosit. Pada pemeriksaan ini terjadi reaksi aglutinasi sel eritrosit pasien dengan reagen antiglobulin yang dicampurkan adanya tes aglutinasi oleh anti IgG menunjukkan permukaan sel eritrosit mengandung IgG (tes DAT +).
7. GEJALA KLINIK Salah satu dari tanda yang paling sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan karena berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O 2 ke organ-organ vital. Dispneu, nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktifitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O 2 . Sakit kepala, pusing, pingsan dan tinitus (telinga berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya oksigenasi pada sistem saraf pusat. 5
Pemeriksaan fisis 13 - Tampak pucat dan ikterus - Tidak ditemukan perdarahan dan limfadenopati - Dapat ditemukan hepatosplenomegali. 1
8. PENATALAKSANAAN Orang dengan anemia hemolitik yang ringan mungkin tidak membutuhkan pengobatan khusus selama kondisinya tidak jelek. Seseorang dengan anemia hemolitik berat biasanya membutuhkan pengobatan berkelanjutan. Anemia hemolitik yang berat dapat menjadi fatal jika tidak diobati dengan tepat. Tujuan pengobatan anemia hemolitik meliputi: Menurunkan atau menghentikan penghancuran sel darah merah. Meningkatkan jumlah sel darah merah Mengobati penyebab yang mendasari penyakit. Pengobatan tergantung pada tipe, penyebab dan beratnya anemia hemolitik. Pasien dengan anemia hemolitik, autoimun IgG ataupun IgM ringan kadang tidak memerlukan pengobatan spesifik, tetapi pada kondisi lain dimana terdapat ancaman jiwa akibat hemolitik yang berat memerlukan pengobatan yang intensif. Tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan nilai-nilai hematologis normal, mengurangi proses hemolitik dan menghilangkan gejala dengan efek samping minimal. Pengobatan yang dapat diberikan adalah pemberian kortikosteroid, gammaglobulin secara intravena, tranfusi darah maupun tranfusi tukar, serta splenektomi. Transfusi darah Transfusi darah digunakan untuk mengobati anemia hemolitik berat. Pada umumnya anemia hemolitik autoimun tidak membutuhkan tranfusi darah. Tranfusi sel eritrosit diberikan pada kadar hemoglobin yang rendah yang disertai dengan tanda-tanda klinis gagal jantung, dengan dosis 5 ml/kgbb selama 3-4 jam
Obat-obatan Obat-obatan dapat memperbaiki beberapa tipe anemia hemolitik, khususnya anemia hemolitik karena autoimun. Kortikosteroid seperti prednison dapat menekan sistem 14 imun atau membatasi kemampuannya untuk membentuk antibodi terhadap sel darah merah. Jika tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka dapat diganti dengan obat lain yang dapat menekan sistem imun misalnya rituximab dan siklosporin. Jika ter jadi anemia sel sabit yang berat maka diberikan hydroxiurea. Obat ini mempercepat pembentukan fetal hemoglobin. Fetal hemoglobin membantu mencegah pembentukan sel sabit pada sel darah merah. A. Kortikosteroid Pasien dengan anemia hemolitik karena autoimun oleh karena IgG mempunyai respon yang baik terhadap pemberian kortikosteroid dengan dosis 2-10 mg/kgbb/hari. Bila proses hemolitik menurun dengan disertai peningkatan kadar hemoglobin (monitor kadar hemoglobin dan retikulosit) maka dosis kortikosteroid diturunkan secara bertahap. Pemberian kortikosteroid dalam jangka lama perlu mendapat pengawasan terhadap efek samping, dengan monitor kadar elektrolit, peningkatan nafsu makan dan kenaikan berat badan, gangguan tumbuh kembang, serta adanya eksaserbasi diabetes, serta resiko terhadap infeksi. B. Gammaglobulin intravena Pemberian gammaglobulin IV pada pasien hemolitik autoimun dapat diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid dengan dosis 2 gr/kgbb.
Plasmapheresis Plasmapheresis merupakan prosedur untuk menghilangkan antibodi dari darah. Pengobatan ini mungkin membantu jika pengobatan lain untuk anemia imun tidak bekerja. Plasmafaresis untuk pengobatan hemolitik autoimun yang disebabkan oleh IgG kurang efektif apabila dibandingkan dengan hemolitik yang disebabkan oleh IgM meskipun sifatnya hanya sementara.
Operasi Beberapa oarang dengan anemia hemolitik mungkin memerlukan operasi untuk mengangkat limpa.limpa pada orang normal yang sehat membantu melawan infeksi dan menyaring sel darah yang telah tua dan menghancurkannya. Pembesaaran atau penyakit pada limpa dapat menghilangkan lebih banyak sel darah merah dari jumlah 15 yang normal sehingga menyebabkan anemia. Pengankatan limpa dapat menghentikan atau menurunkan jumlah sel darah merah yang mengalami destruksi. Transpalantasi stem sel darah dan sumsum tulang belakang Pada beberapa tipe anemia hemolitik seperti talasemia, sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah merah yang sehat. Sel darah merah yang terbentuk dapat dihancurkan sebelum waktunya. Transplantasi darah dan sumsum tulang mungkin dapat dipertimbangkan untuk mengobati jenis anemia hemolitik ini.transplantasi ini mengganti stem sel yang rusak dengan stem sel yang sehat dari donor. Perubahan pola hidup Jika seseorang menderita anemia hemolitik dengan antibodi reaktif terhadap dingin, coab untuk hindari temperatur dingin. Seseorang yang lahir dengan defisiensi G6PD harus menghindari hal yang dapat mencetuskan anemia misalnya fava beans, naftalena, dan obat-obatan tertentu. 1
9. PROGNOSIS Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit ini adalah baik. Splenektomi sering kali dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya. 10
16 BAB III KESIMPULAN
Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena pemecahan yang berlebihan dari sel eritrosit (hemolisis) tanpa diikuti oleh kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit dalam mengatasi hemolisis yang berlebihan tersebut, sumsum tulang akan mengalami hiperplasia. Ada dua faktor yang mempengaruhi hemolisis yaitu: a) Faktor Instrinsik (intra korpuskuler), kelainan terutama pada sel eritrosit, sering merupakan kelainan bawaan, kelainan terutama pada enzim eritrosit, b) Faktor Ekstrinsik (ekstra korpuskuler) kelainan umumnya didapat (acquired) dan biasanya merupakan kelainan imunologi. Klasifikasi dan etiologi anemia hemolitik yaitu: a) Penyakit hemolitik yang diturunkan (Inherited Hemolytic Disorders) biasanya merupakan kelainan membran, enzim glikolitik, kelainan metabolik nukleotida, defisiensi enzim pentosa-phosphat, kelainan sintesis dan struktur eritrosit, b) Anemia hemolitik didapat (Acquired Hemolitic Anemia): anemia hemolitik imun, anemia mikroangiopatik, infeksi, zat kimiawi, physical agent, hypophosphospatemia, defisiensi vitamin E, defisiensi pada newborns. Pemeriksaan laboratorium yang penting diantaranya yaitu: a) Hitung sel darah secara lengkap, b) Osmotic Fragility Test, c) Pemeriksaan biokimiawi dan d) Pemeriksaan imunologi.
17 DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS.Anemia Hemolitik. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Hal 192-193 2. Sudoyo,Aru W dkk.Anemia Hemolitik Non Imun. Dalam:Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2009. Hal 622,653 3. Koesoema, A.A. Klasifikasi etiologi dan Aspek Laboratorik pada Anemia Hemolitik. Available from http://usu.ac.id 4. Price, S.A., Wilson L.M. Gangguan Sel Darah Merah. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005 5. Schumacher, Harold R; Rock, William A; Stass, Sanford A. Handbook Hematologic Phatology. New York: Marcel Dekker Inc;2000 6. Childrens Hospital of Pittsburgh of UPMC. Hemolytic Disease of Newborn Available from http://www.chp.edu 7. Kumar, Vinay., Ramzi S. Cotran.,Stanley L. Robbins.:alih bahasa dr. Brahm U.Pendit. Red Blood Cell and Bleeding Disorders. Dalam: Robbins and Cortran Pathologic Basic of Disease Seventh edition. Philadephia: Elsevier. 2005 8. Behrmann, Kliegman, Arvin. Anemia Hemolitik.Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson Textbook of Pediatric edisi 15. EGC 9. What is hemolytic anemia?.National Heart Lung and Blood Institude. Available from http://nhlbi.org 10. How is Anemia Hemolytic Treated? National Heart Lung and Blood Institude. Available from http://nhlbi.org