INTOKSIKASI HERBISIDA (PARAQUAT) Ananda W Ginting, Endang S, Saut Marpaung, Franciscus Ginting, Tambar Kembaren, Armon Rahimi, Josia Ginting
Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama (insekta, jamur dan gulma). Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi : - Insektisida (pembunuh insekta) - Fungisida ( pembunuh jamur) - Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu) Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida banyak dilaporkan baik karena kecelakaan waktu menggunakannya, maupun karena disalah gunakan (untuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada tanaman penggangu dan serangga. 12
Reading Assignment Div. Penyakit Tropis dan Infeksi Presentator: dr. Ananda W G Selasa 10 Januari 2012
Telah Dibacakan
Pimpinan Sidang !"#$ & (
Chart diatas menunjukkan gambaran tentang penggunaan pestisida secara global dan jenis-jenis pestisida yang digunakan. Insektisida adalah pestisida yang paling banyak digunakan di negara berkembang, sedangkan fungisida/herbisida paling banyak digunakan di negara berkembang. 12,13
Insektisida (untuk membunuh serangga) seperti organoklorin, organofosfat dan golongan karbamat. Kategori ini termasuk insect repellents seperti dietiltoluamide (DEET) dan citronella. Herbisida (membunuh tanaman pengganggu) seperti paraquat, glyphosate, dan propanil. Fungisida (untuk membunuh jamur), Rodentisida (untuk membunuh tikus, mice), dan fumigants yang merupakan pestisida yang berbentuk seperti gas pada temperature ruangan dan bisa digunakan sebagai insektisida, fungisida atau rodentisida, biasanya khusus digunakan pada tempat penyimpanan tertutup sehingga membunuh setiap organisme hidup. Fumigant ini sangat toksik, dan penyebaran di lingkungan sangat cepat dan absorpsi pada hewan dan manusia sangat cepat (sebagai contoh: sianida, aluminium fosfat, metil bromida), pestisida lain termasuk algasida (membunuh alga), mitisida (untuk membunuh moths) dan acaricides (membunuh tungau). 12,13
Pestisida mempunyai sistem distribusi yang berbeda-beda, dan bentuk sediaan yang berbeda di lingkungan, walaupun hampir seluruhnya mereka didistribusikan pada tempat yang sama yaitu melalui udara, tanah, dan air. Ini harus kita pahami agar mendapat pengertian tentang bagaimana paparan akut dan kronik bisa terjadi karena udara, air dan tanah merupakan media paparan. Gambar dibawah menunjukkan sistem distribusi pestisida yang umum dijumpai. 12
!"#$ & )
Bahaya pestisida termasuk kemungkinan efek samping terhadap organisme yang bukan target utama, dalam hal ini manusia. Efek samping dapat berupa hasil dari penimbunan yang berlama-lama, surface runoff, atau kontak langsung dengan komponen herbisida. Resiko terhadap manusia, kehidupan hewan, dan kematian terhadap tumbuhan disekitarnya, harus dipertimbangkan sebelum pemakainan pestisida. 12
!"#$ & *
Yang termasuk golongan dipyrydyl adalah paraquat dan diquat, yang merupakan herbisida non-selektif dan secara luas sering digunakan, terutama pada sistem pertanian dan oleh agen pemerintah dan perindustrian untuk mengontrol hama tanaman. Paraquat dibatasi pemakaiannya terutama di Amerika Serikat, dan sudah menjadi isu dunia yang signifikan tentang kemungkinan keracunannya. Beberapa negara di eropa juga sudah membatasi pemakaian paraquat. Pada beberapa dekade terakhir, paraquat menjadi agen yang popular untuk tindakan bunuh diri. Keracunan herbisida merupakan permasalahan kesehatan masyarakat di negara berkembang dengan perkiraan sekitar 300.000 kematian di regio asia- pasifik sendiri. Sebagai contoh, di Sri lanka ada sekitar 3-400 keracunan herbisida per 100.000 populasi setiap tahun. Paraquat merupakan agen penyebab kematian utama di sri lanka dengan angka fatalitas yang tinggi (>50%). Keracunan paraquat tidak hanya merupakan problem di regio asia pasifik. Pada tahun 1986-1990, 63% dari seluruh percobaan bunuh diri di trinidad-tobago dikarenakan paraquat. Kontribusi yang sama tentang kematian akibat paraquat juga dilaporkan dari trinidad selatan (76% diantara 1996-1997) dan samoa (70% dari tahun 1979-2000). Permasalahan ini idak hanya pada begara yang berkembang. Sebagai vcontoh, diantara tahun 1945 dan 1989, paraquat bertanggung jawab atas kematian sekitar 56% dari seluruh kematian akibat pestisida di Inggris dan Wales. 1,2,3
Keracunan Paraquat
Paraquat (1,1-dimethyl-4,4'-bipyridylium chloride), Bipyridyl Compound, merupakan suatu herbisida golongan bipyridylium. Komposisi kimia dari paraquat adalah C12H14N2 . Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari golongan ini. Angka kematian akibat toksisitas dari paraquat sangat tinggi dikarenakan toksisitasnya secara langsung dan belum adanya pengobatan yang efektif. Belum ada pedoman yang diterima secara luas untuk penatalaksanaan pasien dengan keracunan paraquat dan pengobatan !"#$ & +
keracunan paraquat bervariasi mulai dari bantuan suportif sendiri sampai dengan berbagai kombinasi seperti modulasi sistem imun (immune-modulation), terapi anti-oksidan, hemoperfusi dan hemodialisis. Bagaimanapun, angka kematian masih tinggi sekitar > 50% pada center yang sering merawat intoksikasi paraquat secara intensif. 3,7,8,9
. Paraquat merupakan zat yang sangat toksik dan dapat memasuki tubuh dengan beberapa cara, terutama dengan cara tertelan tiba-tiba, atau melalui kulit yang rusak, mungkin juga melalui inhalasi. Beribu kematian dijumpai/muncul karena menelan (bunuh diri) atau kontak kulit (biasanya karena pekerjaan) paraquat. Paraquat sangat bersifat korosif terhadap kulit, dan sekali kulit itu terluka, maka paraquat akan sangat mudah terabsorbsi kedalam tubuh. Seorang petani meninggal hanya dalam 3.5 jam setelah menyemprot paraquat yang sudah diencerkan dengan luka pada tangan dan kaki yang tidak terutup. Beribu/lebih banyak para pekerja yang pernah terpapar paraquat baik akut dan kronik dan terkena efek dari paraquat tersebut. 2,3
Di negara berkembang, paraquat sering digunakan dengan sembarangan (tidak memperhatikan bahaya), serta tidak memperhatikan label peringatan sehingga menyebabkan angka keterpaparan yang tinggi. Hanya dengan sedikit sendokteh paraqua, amaka dapat menyebabkan kematian. Kematian dikarenakan kegagalan pernafasan, dan mungkin bisa dijumpai dalam beberapa hari setelah keracunan bahkan sampai beberapa bulan kemudian. Tidak ada antidotum. Paraquat merusak paru-paru, jantung, ginjal, kelenjar suprarenalis, susunan saraf pusat, hati, otot, dan limfa, sehingga menyebabkan multiple organ failure, serta melukai mata dan kulit. 2.3
Pendekatan Toksilologis Intoksikasi Paraquat Paraquat sangat cepat diabsorbsi dengan inhalasi dan melalui usus setelah tertelan. Absorpsi setelah intake oral sekitar 10%. Tempat absorbsi utama dari paraquat adalah di usus !"#$ & ,
halus, sedangkan penyerapan melalui lambung sangatlah sedikit. Walaupun absorpsi hanya 10%, sifat korosif dari paraquat akan menyebabkan erosi dari mukosa saluran cerna, sehingga paraquat akan semakin banyak diabsorbsi hingga 90%. Hanya sekitar 10-30% paraquat yang tidak diabsorpsi. Sistem absorpsinya menggunakan carrier-mediated transport system pada brush border membrane. Absorpsi melewati kulit yang utuh cukup rendah, hanya sekitar 0.5%, namun secara substansial akan meningkat jika kulit rusak, dan dapat menyebabkan kematian (kemi 2006). Setelah intake oral, Paraquat memiliki konsentrasi yang tinggi pada jaringan dengan perfusi yang banyak, seperti paru-paru, otak, jantung, hati, dan ginjal, dan kemudian meurun. Konsentrasi plasma relatif stabil (sama) selama 30 jam. Paraquat dapat dideteksi di dalam urin setelah 1 jam tertelan. Konsentrasi puncak di plasma akan tercapai dalam waktu 4 jam dan mungkin juga dalam 2 jam setelah intoksikasi (Proudfoot 1995). Smith et al melaporkan bahwa konsentrasi paraquat di plasma cenderung konstan selama 30 jam pada tikus percobaan. Selama masa ini, konsentrasi di paru meningkat secara progresif beberapa kali lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi di plasma. Jika dalam 30 jam pertama, konsentrasi paraquin di plasma diturunkan secara drastis dengan menurunkan absorpsi herbisida dari GI tract atau meningkatkan eliminasi dengan tekhnik extracorporeal dari plasma, konsentrasi lethal tidak akan mencapai paru (Smith et al.1974). Ketika konsentrasi puncak tercapai dalam waktu 2 jam, kemudian kadarnya akan menurun, waktu paruh dari paraquat adalah sekitar 5 jam. LD50 pada manusia diperkirakan sekitar 3-5mg/kg, yang mana jika dikonversi sekitar 10-15mL pada larutan paraquat 20%. 1,2,9,10 . 90% paraquat yand diadsorpsi, diekskresikan dalam bentuk yang tidak berubah via urin dalam waktu 12-24 jam setelah teringesti. 1 jam setelah teringesti, paraquat sudah bisa dideteksi di dalam urin. Toksisitas paraquat WHO (2010) merekomendasikan klasifikasi untuk paraquat adalah Kelas II, toksisitas sedang. Bagaimanapun ini tidak sesuai, karena toksisitas akut yang ditimbulkan, efek jangka panjang, dan tidak adanya antidotum, maka seharusnya WHO mengklasifikasikan sebagai kelas 1a atau 1b. 2.9.10 . Toksisitas akut karena inhalasi dikategorikan sebagai kategori 1, toksisitas akut karena intake oral dikategorikan sebagai kategori II, toksisitas sistemik oleh absorpsi dermal dikategorikan sebagai kategori III, iritasi mata sebagai kategori II, iritasi kulit sebagai kategori IV. Mekanisme Toksisitas dari paraquat Paraquat mengiduksi toksisitas dikarenakan kemampuannya untuk mempengaruhi siklus redox dan membentuknya Reactive Oxygen species (ROS). Paraquat dimetabolisme oleh beberapa sistem enzim seperti NADPH-Cytochrome p450 reductase, Xantin oksidase, !"#$ & -
NADH, dan ubiquinone oxidoreductase, dan nitric oxide synthase. Metabolisme paraquat melalui sistem enzim ini menyebabkan terbentuknya paraquat mono-cation radical (PQ+) di dalam se. PQ+ secara cepat di reoksidasi menjadi PQ2+ dan proses ini mencetuskan terbentuknya superoxide (O2 - ). O2 bertindak sebagai reseptor elektron dan NADP bertindak sebagai donor elektron pada reaksi ini. Reaksi ini lebih jauh membentuk Hydroxyl free radical (HO). NO kombinasi dengan O2 membentuk peroxinitrite (ONOO-) yang merupakan oksidan yang sangat kuat. NO secara enzimatis diproduksi dari L-arginine oleh NO synhase, dan Paraquat juga secara langsung atau tidak langsung menginduksi NO synthase yang memediasi produksi nitrit oxide. Terbentuknya oksigen reaktif dan nitrite menyebabkan toksisitas pada kebanyakan organ namun toksisitas paling berat dijumpai di paru mengikuti gradien konsentrasi. Pada intinya Paraquat merupakan bahan reduksi alternatif dan reoksidasi berulang akan menyebabkan terbentuknya oksigen free radicals, seperti superoxide, hidrogen peroksida, dan hidroksil radikal, yang menyebabkan kerusakan oksidatif kepada lemak, protein, dan DNA. Siklus redoks juga menyebabkan berkurangnya jumlah NADPH dan Thiol intraselular (SH). 3
Lipid peroksidase terbentuk dari radikal bebas elektrofilik yang mengekstrak atom hidrogen dari asam lemak poliunsaturasi. Paraquat terbukti dapat menginduksi lipid peroksidase. Lipid peroksidase menyebabkan gangguan fungsi sel membran dan dapat mencetuskan apoptosis. Lipid peroksidase juga dianggap sebagai salah satu kunci utama proses patofisiologi pertama kali apada intoksikasi paraquat. 3
Toksisitas mitokondria disebabkan karena berkurangnya kompleks NADH-ubiquinone oxidoreductase di mitochondria sehingga mencetuskan terbentuknya superoxide/ Paraquat juga meningkatkan permeabilitas membran mitokondria bagian dalam (dikarenakan lipid peroksida) sehingga menyebabkan depolarisasi membran, dan pembengkakan matriks mitokondria. 3
Apoptosis yang diinduksi paraquat oleh karena produksi ROS dan aktivasi NF-kB. Hal ini menyebabkan fragmentasi DNA. Peroxinitrite juga berekasi dengan protein, lipid, dan DNA sehingga mengganggu pathway enim dan menyebabkan gangguan hemostasis dan apoptosis. 3
!"#$ & .
Paru merupakan target primer dari toksisitas paraquat, baik akut dan kronik. Hal ini dikarenakan kerusakan alveolar dari intake oral dan kerusakan saluran nafas bagian atas dikarenakan inhalasi (EC 2003). Patogenesis utama terjadinya kerusakan paru adalah melalui terbentuknya radikal bebas dengan oxidative damage kepada jaringan paru. Edem paru akut dan kerusakan paru bisa muncul dalam hitungan jam dikarenakan paparan yang berat, kerusakan paru kemudian berkembang menjadi fibrosis paru, yang merupakan penyebab tersering kematian, dan muncul biasanya pada hari ke 7-14 setelah mengkonsumsi. Pada !"#$ & /
pasien yang mengkonsumsi dalam jumlah yang sangat besar, beberapa akan mengalami kematian lebih cepat (dalam waktu 48 jam) dikarenakan kegagalan sirkulasi. Toksisitas dikarakteristikkan dengan munculnya edema pulmonum, kerusakan membran alveoli paru, dan terjadinya fibrosis paru. Kematian biasanya terutama karena kegagalan pernafasan dikarenakan gagal nafas dari edem paru atau fibrosis paru tergantung dosis yang dikonsumsi (Wesseling et al 2001). Kedua tipe pneumosit tipe I dan II muncul secara selektif mengumpulkan/mengakumulasi paraquat. Biotransformasi paraquat pada sel pneumosit ini menyebabkan terbentuknya oksigen free radikal dan menyebabkan terbentuknya lipid peroksidase dan kerusakan sel. Edema cairan hemoragik dan infiltrasi leukosit ke dalam ruangan alveolar, kemudian disertai dengan proliferasi jaringan fibroblast. Kemudian akan terjadi gangguan kapasitas pertukaran oksigen arteri dan difusi CO2, sehingga menyebabkan gangguan pertuakran gas sehingga proliferasi jaringan ikat fibrosa semakin progresif di alveoli dan menyebabkan asfiksia dan anoxia jaringan. 1,3,10
Kerusakan kulit lokal termasuk dermatitis kontak. Kontak yang berlama-lama akan menyebabkan erythema, kulit terasa panas, abrasi dan ulserasi, dan perubahan warna kuku. Walaupun absorpsi melalui kulit yang utuh sangat rendah, kulit yang abrasi atau erosi akan menyebabkan absorpsi semakin efisien. 1,10
Traktus gastrointestinal merupakan tempat awal kerusakan yang ditandai dengan kerusakan permukaan mukosa usus oleh karena paraquat. Toksisitas ini bermanifestasi seperti mukosa yang edem dan membengkak, dan ulserasi pada mulut, faring, esofagus lambung, dan usus yang sangat nyeri. Dengan kadar yang lebih tinggi, toksisitas gastrointestinal termasuk kerusakan hepatoselular, yang mana menyebabkan peningkatan kadar bilirubin, dan enzim hepatoselular seperti AST, ALT, dan LDH. 1,10
Kerusakan pada tubulus renal proksimal juga bisa dijumpai, namun lebih bersifat reversibel jika dibandingkan dengan kerusakan jaringan paru. Gangguan fungsi ginjal memainkan peranan penting untuk menentukan outcome dari keracunan paraquat. Normalnya, sel tubulus ginjal secara aktif mengekskresikan paraquat kedalam urin, secara efisien membersihkan paraquat dari dalam darah. Bagaimanapun, kadar paraquat yang sangat tinggi dalam darah akan menyebabkan kerusakan/hancurnya jaringan. Nekrosis fokal pada miokardium dan otot skelet meruapakan gambaran toksisitas pada jaringan otot. Telah dilaporkan juga bahwa paraquat menyebabkan edema serebri dan kerusakan jaringan otak. 1.10
!"#$ & '0
Tanda dan Gejala Keracunan Paraquat Gambaran klinis intoksikasi paraquat tergantung dari rute paparan. Tanda dan gejala awal dari keracunan oleh karena teringesti adalah perasaan terbakar di mulut, tenggorokan, dan dada, dan abdomen bagian atas, dikarenakan efek korosif dari paraquat pada mukosa saluran cerna. Diare, terkadang berdarah juga bisa dijumpai. Nyeri kepala, demam, nyeri otot, letargi, koma dan kelainan susunan saraf pusat juga bisa dijumpai. Hematuria, piuria, dan azotemia merefleksikan kerusakan ginjal. Oliguria dan anuria mengindikasikan nekrosis tubular akut. 1.10
Oleh karena ginjal merupakan rute eliminasi paraquat yang utama dari tubuh, maka kegagalan ginjal dalam mengekskresikan paraquat akan menyebabkan meningkatnya kadar paraquat di dalam jaringan secara agresif. Namun sayangnya, keadaan ini muncul pada beberapa jam pertama setelah menelan paraquat, dan terkadang penderita datang lebih lama, sehingga konsentrasi letal dari paraquat di jaringan paru semakin tinggi. 1.10
Batuk, dispnoe, takipnoe, biasanya muncul pada hari ke 2-4 setelah mengkonsumsi paraquat, namun bisa tertunda sampai 14 hari. Sianosis yang progresif dan dispnea menggambarkan gangguan pertukaran gas pad ajaringan paru yang rusak. Pada beberapa hal, batuk berdarah merupakan tanda awal edema paru dan merupakan manifestas kerusakan paru akibat paraquat. 1,10
Gangguan pada kulit merupakan gangguan yang awam pada pekerja pertanian dengan keracunan paraquat yang akut. Dalam bentuk konsentrat, paraquat menyebabkan kerusakan jaringan pada jaringan yang terpapar. Keracunan yang fatal oleh karena jaringan kulit, bisa dijumpai ketika kulit abrasi, erosi atau ada penyakit kulit yang lain. Inhalasi (terhirupnya) paraquat tidak menyebabkan toksisitas sistemik, dikarenakan rendahnya kadar paraquat ketika berada di udara. Namun beberapa literatur mengatakan bahwa inhalasi paraquat yang berlama-lama menyebabkan kerusakan/iritasi saluran pernafasan. Kontaminasi pada mata menyebabkan konjungtivitis yang berat dan terkadang menyebabkan kerusakan kornea yang fatal. Kerusakan pada hati oleh karena paraquat bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan jaundice, yang menandakan kerusakan hati yang berat. Bagaimanapun hepatotoksisitas jarang menentukan outcome/hasil dari pengobatan. 1,10
!"#$ & ''
Beberapa pengalaman klinis memberiakan gambaran mengenai gejala dan prognosa yang mungkin dijumpai pada intoksikasi paraquat dapat dirangkum pada tabel berikut: 9.10
!"#$ & '(
Pada beberapa pusat kesehatan, tes colorimetric sederhana dapat digunakan untuk mengidentifikasi paraquat di urin, dan memberikan gambaran indikasi mengenai kisaran !"#$ & ')
dosis paraquat yang diabsorpsi/. Hal ini dilakukan dengan cara 0.5 cc urin segar ditambahkan 1% preparat sodium dithionate (sodium hidrosulfite) yang dilarutkan dalam sodium hidroksida (1,0 N NaOH). Kemudian amati warna yang terbentuk setelah 1 menit. Warna biru mengindikasikan bahwa dijumpai paraquat lebih dari 0.5 mg/liter. Ketika urin dikumpulkan selama 24 jam, tes dithionite bisa mempunyai nilai prognostik: konsentrasi kurang dari 1 miligram/L (tidak berwarna sampai biru terang) bisa menggambarkan daya tahan penderita, dimana konsentrasi lebih dari 1 mg/L/hari (biru laut sampai biru gelap) biasanya outcome lebih buruk dan fatal. Paraquat dan diquat juga dapat diukur didalam darah dan urin dengan menggunakan spektofotometrik, dan gas kromatografik, liquid kromatografik, dan metode radioimunoassay. 1
Penatalaksanaan Intoksikasi Paraquat Dekontaminasi kulit dan mata. Kulit yang merah/meradang harus dicuci segera dengan air yang mengalir. Material-material yang mengenai mata harus segera dibersihkan dengan tekhnik irigasi yang berkesinambungan dengan air bersih. Mata yang terkontaminasi harus segera diterapi oleh oftalmologist. Reaksi kulit ringan biasanya respon bila tidak ada kontak dengan pestisida lebih lanjut. Kerusakan yang berat seperti inflamasi, infeksi sekunder, ataupun kerusakan kuku harus diterapi oleh dermatologist. 1
Dekontaminasi gastrointestinal dengan menggunakan adsorbent sangatlah efektif untuk kasus yang mana kejadian ingsetinya < 2 jam. Bentonite (suspensi 7.5%) dan Fullers earth (suspensi 15%) sangat efektif, namun sulit untuk didapatkan. 1,2,3
!"#$ & '*
Activated charcoal dikatakan efektif, dan dapat digunakan secara luas. Kumbah lambung tidak menunjukkan efektivitas dan tidak boleh dilakukan kecuali pasien baru mengkonsumsi paraquat dalam hitungan 1 jam. Kumbah lambung menginduksi resiko terjadinya perdarahan, perforasi, dan terbentuknya jaringan ikat dikarenakan trauma tambahan kepada jaringan yang sebelumnya sudah mengalami trauma. 2.3
Respirasi. Jangan memberikan suplemen oksigen sampai kita jumpai pasien mengalami hipoxemia berat. Oksigen konsentrasi tinggi akan meningkatkan kerusakan paru yang diinduksi paraquat. Inhalasi nitric oxide diharapkan dapat diajdikan metode untuk mempertahankan oksigenasi jaringan, namun efikasi masih dipertanyakan. Cairan. Cairan sangat esensial dalam mempertahankan urin output yang cukup. Pemberian cairan intravena: salin isotonik, Ringer solution, atau glukosa 5% di air. Hal ini digunakan untuk mengkoreksi dehidrasi dan mengkoreksi gangguan keseimbangan asam basa, mempercepat eksresi toksin, mengurangi konsentrasi paraquat di tubulus ginjal, dan mengkoreksi asidosis metabolik. Monitoring urin secara rutin untuk melihat protein dan sel- sel, dan untuk memperhatikan kemungkinan terjadinya nekrosis tubular akut. Cairan intravena harus dihentikan bila gagal ginjal terjadi, dan hemodialisis ekstracorporeal diindikasikanm Hemodialisis tidak efektif untuk membersihkan paraquat dari jaringan. 4,6
Cairan. dengan cellphone-coated activated charcoal mungkin bisa dipertimbangkan. Prosedur ini sudah banyak digunakan pada berbagai keracunan paraquat dikarenakan adsorbent sangat efisien memindahkan paraquat dari darah yang diperfusikan. Namun beberapa penelitian sebelumnya mengemukakan bahwa hemoperfusi tidak mengurangi mortalitas. Alasan kenapa hal ini terjadi, oleh karena hanya sedikit proporsi paraquat yang mengalir di dalam sirkulasi darah walaupun baru beberapa jam paraquat tersebut dikonsumsi. 4,6
!"#$ & '+
Kontrol Kejang. Kejang dan gangguan psikotik dapat dijumpai pada intoksokasi paraquat dan dapat dikontrol dengan lorazepam, diberikan secara intravena perlahan-lahan. 1
Banyak obat yang telah diteliti pada hewan atau diberikan pada manusia yang mengalami intoksikasi paraquat: corticosteroid, superoxide dismutase, propranolol, cyclophophamide, vitamin E, vitamin C, riboflavin, niacin, desferrioxamine, N-actylcysteine. Baru-baru ini penggunaan cyclophosphamide dan methyprednisolone dianggap mungkin efektif dalam mengurangi mortalitas yang berhubungan dengan keracunan paraquat yang sedang sampai dengan berat. Dosis yang digunakan untuk siklofosfamid dan metilprednisolon adalah 1 gram perhari untuk 2 hari dan 1 gram perhari untuk 3 hari dan diberikan setelah hemoperfusi. 5,6,7,8,11
Kontrol nyeri dapat dengan menggunakan morfin sulfat. Biasanya digunakan untuk mengontrol nyeri yang berhubungan dengan erosi mukosa yang dalam di mulut, faring, dan esofagus, dan juga enteritis. 1
!"#$ & ',
!"#$ & '-
Beberapa penelitian untuk menilai efikasi pengobatan diatas telah banyak dijumpai. Diantaranya adalah: 1. The Effectiveness of Combined Treatment with Methylprednisolone and Cyclophosphamide in Oral Paraquat Poisoning (Saeed Afzali MD, Mahmoud Gholyaf MD) dengan hasil: Terapi dengan cyclophosphamide dan metilpredisolon mungkin efektif dalam pecegahan gagal nafas dan mengurangi angka kematian pada pasien dengan keracunan paraquat sedang sampai dengan berat. (Archives of Iranian Medicine, Volume 11, Number 4, July 2008) 2. Immunosuppresive therapy in lung injury due to paraquat poisoning: a meta analysis (agarwal R, Srinivas R, Aggarwal AN, Gupta D) dengan hasil: Immnuosupressive terapi menurunkan mortalitas dari intoksikasi paraquat. (Singapore Med J 2007) 3. The Efficacy of High doses of Vitamin C in patients with paraquat poisoning (Jeong Mi Moon dan Byeong Jo Chun) dengan hasil: Pasien yang menerima regimen Siklofosfamid dan metilprednisolon dan diikuti dengan dexametason selama 2 minggu dan vitamin C dosis tinggi akan meningkatkan angka survival dari pasien. (Human and Experimental Toxicology 30(8) 4. Effect of Antioxidants on the outcome of therapy in Paraquat-intoxicated Patients (Nastaran Eizadi-Mood et all) dengan hasil: Penambahan antioksidan vitamin C dan E kepada terapi konvensional tidak mengurangi mortalitas pada pasien intoksikasi paraquat. (Trop J Pharm Res, February 2011;10 (1): 27) 5. Hepatoprotective role of Captopril on paraquat induced hepatotoxicity (A Elmi et all) dengan hasil: Captopril tidak menunjukkan proteksi terhadap hepar yang signifikan (P<0.05) ( 2007 SAGE Publications) 6. Effects of N-acetyl-L-Cysteine and Glutathione on Antioxidant status of Human serum and 3T3 Fibroblasts (Sae-Yong Hong et all) dengan hasil: NAC dan GSH keduanya antioksidan yang efektif untuk ROS baik di intrasellular dan ekstrasellular yang diproduksi oleh paraquat. (J Korean Med Sci 2003; 18: 649-54 ISSN 1011- 8934). 7. Effect of Haemoperfusion on plasma paraquat concentration in vitro and in vivo (Sae- Yong Hong et all) dengan hasil: Klirens paraquat lebih bagus dengan tindakan hemoperfusi dibandingkan dengan hemodialisa pada 90 menit pertama, namun klirens hemoperfusi menurun sangat cepat setelah 2 jam. Pada akhir dialysis Hemodialisa !"#$ & '.
lebih efektif membersihkan paraquat pada stadium lanjut keracunan, (Toxicology and Industrial Health 2003; 19: 17-23)
!"#$ & '/
DAFTAR PUSTAKA
1. Pond SM. Manifestations and management of paraquat poisoning. Paraquat and Diquat Poisoning Chapter 12. Med J Aust; 152:256-9 npic.orst.edu/RMPP/rmpp_ch12.pdf 2. Bismuth C, Garnier R, Dally S, et al. Prognosis and Treatment of paraquat poisoning: A review of 28 cases. J toxicol Clin Toxicol 1982; 19:461-74 3. Gawaramma Indika, Buckley N. Medical management of paraquat ingestion. University of New South Wales, Sydney, Australia. British Journal of Clinical Pharmacology doi: 10.1111/1365-2125.2011.04026.x 4. Hong Sae Y et al. Effect of haemoperfusion on plasma paraquat concentration in vitro and in vivo. Department of Internal Medicine and Clinical Research Institute, Soonchunhyang University College of Medicine, Cheonan, Korea. Toxicology and Industrial Health 2003; 19: 17-23 5. Moon Jeong, Chun byeong J. The Efficacy of high doses of vitamin C in patients with paraquat poisoning. Human and Experimental Toxicology 30(8) 844- 850.sagepub.com 6. Hong Sae Y et al. Effects of N-Acetyl-Lcysteine and Glutathione on antioxidant status of human serum and 3T3 Fibroblasts. The korean academy of medical sciences. J korean Med sci 2003; 18: 649-54 ISSN 1011-8934 7. Elmi A et al. Hepatoprotective role of captopril on paraquat induced hepatotoxicity. Department of pharmacology. School of medicine, Medical Sciences/University of Tehran, Iran. Human and Experimental Toxicology (2007) 26: 789-794. http://het.sagepub.com 8. Newstead C G. Cyclophosphamide treatment of paraquat poisoning. Thorax 1996;51:659-660 9. Hong Sae-Y et al. Paraquat intoxication in Korea. Archives of Enviromental and Occupational Health; Mar/Apr 2002; 57, 2; ProQuest pg. 162 10. Dinis-Oliveira R. J. Paraquat Poisonings: Mechanisms of Lung Toxicity, Clinical Features, and Treatment. Critical Reviews in Toxicology, 38:13-71, 2008. Copyright 2008 informa Healthcare USA. Inc 11. Eizadi-Mood et al. Effect of Antioxidants on the Outcome of Therapy in Paraquat- intoxicated Patients. Tropical Journal of Pharmaceutical Research February 2011.http://www.tjpr.org 12. World Health Organization. Childrens Health and the Environment. WHO Training Package for he Health Sector. www.who.int/ceh. July 2008 version 13. Al-Jaghbir Madi. Toxicity of Pesticides. USAID From the American People. 2009 14. Watts Meriel. Paraquat poisoning. http://www.stop-paraquat.net