You are on page 1of 14

Penatalaksanaan Medis Gagal Ginjal Kronik

Ira Rahmawati, 1106023070


Keperawatan Dewasa VII, Kelas C

Gagal ginjal kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kegagalan
fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah. (Muttaqin, 2011). Di
Amerika Serikat, ada sekitar 20 juta orang dewasa menderita gagal ginjal kronik dan
menurut PDPERSI, jumlah penderita gagal ginjal kronik di Indonesia diperkirakan
sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Hal tersebut membuktikan bahwa gagal
ginjal kronik merupakan penyakit yang serius. Oleh karena itu, perlu adanya
penanganan terhadap gagal ginjal kronik tersebut. Salah satu penanganannya adalah
dengan penatalaksanaan medis. Pada LTM ini akan dibahas mengenai
penatalaksanaan medis gagal ginjal kronik secara umum dan sesuai kasus.
Tujuan penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua faktor yang
berperan dalam terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi. Penatalaksanaan
medis untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare
(2001), yaitu:
1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi:
a. Hipertensi diberikan anti-hipertensi, yaitu Metildopa (Aldomet), Propanolol
(Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses), Beta Blocker, Prazosin
(Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).
Nama Obat Sediaan Obat Efek Samping Dosis
Metildopa
(Aldomet)
Tablet Mengantuk Dewasa dan
remaja:
Oral : Awal,
250 mg 2-3 kali
per hari
Propanolol
(Inderal)
Tablet Bradikardia,
insomnia, mual,
muntah,
bronkospasme,
agranulositosis,
depresi.
Dosis awal 2 x
40 mg/hr,
diteruskan dosis
pemeliharaan.

Minoksidil
(Loniten)
Tablet. Kerontokan
rambut.
Dewasa: 5-40
mg/hari.
Klonidin
(Catapses)
Tablet, injeksi. Mulut kering,
pusing mual,
muntah,
konstipasi.
150300 mg/hr.
Beta Blocker
(Asebutol)
Tablet, kapsul. Mual, kaki
tangan dingin,
insomnia, mimpi
buruk, lesu.
2x200 mg/hr
(maksimal 800
mg/hr).
Prazosin
(Minipress)
Tablet, kapsul. Sakit kepala,
mengantuk,
kelelahan,
kelemahan,
penglihatan
kabur, mual,
muntah, diare,
konstipasi.
Dosis awal: 0.5
mg melalui
mulut (per oral),
2-3 kali sehari
Dosis
maksimum: 20
mg/hari
Metrapolol
Tartrate
(Lopressor).
Tablet. Lesu, kaki dan
tangan dingin,
insomnia, mimpi
buruk, diare
50 100 mg/kg

b. Kelebihan cairan diberikan diuretik, diantaranya adalah Furosemid (Lasix),
Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone (Zaroxolon), Chlorothiazide
(Diuril).
Nama Obat Sediaan Obat Efek Samping Dosis
Furosemid
(Lasix)
Tablet, kapsul,
injeksi.
Pusing, Lesu,
kaku otot,
hipotensi, mual,
diare.
Dewasa 40
mg/hr.
Anak 2 6
mg/kgBB/hr
Bumetanid
(Bumex)
Tablet Kram otot,
pusing, hipotensi,
sakit kepala,
0,5-2 mg/hari.
mual, dan
ensefalopati.
Torsemid. Tablet. Pusing, sakit
kepala, mulut
kering.
20 mg/hari.
Metolazone
(Zaroxolon)
Tablet Pusing, sakit
kepala, nyeri
dada, kelelahan.
0,5 mg/hari.
Chlorothiazide
(Diuril).
Botol. Kelemahan,
hipotensi, pusing,
sakit kepala.
500 mg to 1000
mg (10 mL to 20
mL) 1-2 kali
sehari.

c. Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.
d. Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren Sulfanat.
e. Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.
f. Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium hidroksida.
g. Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium asetat,
alumunium hidroksida.
h. Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen.
i. Ulserasi oral diatasi dengan antibiotik.
2. Intervensi diet, yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan C, diet
tinggi lemak dan karbohirat.
3. Asidosis metabolik diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
4. Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium), fenitonin
(dilantin).
5. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau SC 3x
seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan dekarnoat/deca
durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-testoteron) untuk pria, transfuse
Packet Red Cell/PRC.
6. Cuci darah (dialisis), yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal dialisa.
7. Transplantasi ginjal.
Menurut sumber yang lain, penatalaksanaan medis gagal ginjal kronik
meliputi: terapi konservatif, terapi simtomatik, dan terapi pengganti ginjal.
1. Terapi konservatif:
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit (Sukandar, 2006).

a. Peranan diet:
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori:
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk gagal ginjal kronik
harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan
positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan:
Bila ureum serum > 150 mg%, kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral:
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual,
tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).


2. Terapi simtomatik:
a. Asidosis metabolik:
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik
dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus
segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
b. Anemia:
Transfusi darah, misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah
satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal:
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama
(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu
program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit:
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular:
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi:
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

g. Kelainan sistem kardiovaskular:
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.

3. Terapi Pengganti Ginjal:
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis:
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati atau neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan
yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten,
dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).

b. Dialisis peritoneal (DP):
Indikasi medik Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD),
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-
pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien
yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,
kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati
diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri
(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).

c. Transplantasi ginjal:
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah.
2) Kualitas hidup normal kembali.
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama.
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

Pembahasan:
Pada kasus dijelaskan bahwa klien mengatakan selama perawatan, klien
mendapat obat yang membuatnya sering buang air kecil. Lalu timbul pertanyaan, obat
apa saja yang diberikan? Pada LTM ini, akan mencoba menjawab pertanyaan
tersebut.
Seperti yang diketahui, bahwa pada kasus, klien mengalami gagal ginjal
kronik. Lalu, gejala yang dikeluhkan adalah klien merasa seluruh badannya
bertambah "bengkak". Bengkak ini kemungkinan terjadi karena edema. Edema
adalah adanya cairan berlebihan di dalam tubuh. Untuk mengatasi cairan berlebihan
ini, diberikan obat-obatan agar tidak menimbulkan komplikasi dari gagal ginjal
kronik tersebut. Obat-obatan yang diberikan adalah diuretik, diantaranya adalah
Furosemid (Lasix), Bumetanid (Bumex), Metolazone (Zaroxolon), Chlorothiazide
(Diuril).
1. Furosemid (Lasix):
Lasix merupakan obat yang mengandung furosemid. Furosemid adalah obat
golongan diuretik, yang dapat mencegah tubuh dari menyerap terlalu banyak
garam. Furosemid diberikan untuk membantu mengobati retensi cairan (edema)
dan pembengkakan yang disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif, penyakit
hati, penyakit ginjal, atau kondisi medis lainnya. Obat ini bekerja dengan
bertindak pada ginjal untuk meningkatkan aliran urin. Oleh karena itu, obat ini
membuat klien menjadi sering buang air kecil.
2. Bumetanid (Bumex):
Bumetanide adalah loop diuretik (pil air) yang mencegah tubuh dari menyerap
terlalu banyak garam, yang memungkinkan garam untuk tidak dilewatkan dalam
urin. Bumetanid diberikan untuk membantu mengobati retensi cairan (edema)
pada penderita gagal jantung kongestif, penyakit hati, atau gangguan ginjal.
Dengan mengkonsumsi bumetanid, klien akan buang air kecil lebih sering.
3. Metolazone (Zaroxolon) dan Chlorothiazide (Diuril) merupakan obat jenis
thiazide diuretic (water pill) yang membantu mencegah tubuh dari penyerapan
garam yang berlebihan, yang bisa menyebabkan fluid retention (edema).
Pada kasus dijelaskan bahwa terapi lain yang diberikan pada klien saat ini
adalah Ca Co3 tab, Bicnat tab. CaCo3 atau kalsium bikarbonat adalah suplemen diet
yang digunakan untuk mengobati atau mencegah kekurangan kalsium. Kalsium
karbonat secara luas digunakan sebagai suplemen kalsium pada keadaan defisiensi,
sebagai tambahan terapi osteoporosis, serta untuk mengobati hiperfosfatemia pada
pasien gagal ginjal kronis. Hiperfosfatemia adalah penyakit dimana penderitanya
mengalami kadar fosfat yang tinggi dalam darahnya, atau dalam bahasa medis dapat
dikatakan sebagai keadaan dimana konsentrasi fosfat dalam darah lebih dari 4,5
mgr/dl darah. Seperti yang diketahui bahwa ginjal secara normal memfiltrasi phospat
organic dalam jumlah yang cukup banyak dan 90 % direabsobsi oleh tubulus ginjal,
pada pasien dengan ganguan fungsi ginjal yang ringan, kemampuan filtrasi dan
reabsobsi menjadi menurun sehingga pengeluaran phospat akan lebih dialihkan
melalui pengaturan absobsi jalur saluran cerna, sehingga dengan demikian kadar
pospat dalam darah masih dapat terkompensasi, akan tetapi dengan bertambah
buruknya fungsi ginjal, maka proses adaptasi dan kompensasi ini akan semakin
terganggu dan akan mengakibatkan terjadinya hiperpospatemia yang progresif, bila
tidak diatasi maka akan terjadi Hiperparatiroidi sekunder, osteodistrofi renal,
kalsifikasi vaskular, dan meningkatnya morbiditas dan mortalitas pasien gagal ginjal
kronik (Pernefri Annual Meeting.2009).
Pada kasus dikatakan bahwa dokter mempertimbangkan perlunya dilakukan
dialisis untuk mengatasi masalah overload cairan. Lalu timbul pertanyaan, kenapa
dialisis dilakukan? Apa indikasi dilakukannya dialisis? Pada LTM ini, akan dibahas
juga mengenai dialisis.
Dalam pengobatan, dialisis terutama digunakan untuk menyediakan pengganti
buatan untuk fungsi ginjal yang hilang (terapi pengganti ginjal) karena gagal ginjal.
Dialisis dapat digunakan untuk pasien yang sangat sakit, yang tiba-tiba, tetapi untuk
sementara, kehilangan fungsi ginjal (gagal ginjal akut) atau untuk pasien cukup stabil
yang permanen kehilangan fungsi ginjal (stadium 5 penyakit ginjal kronis). Hal ini
sesuai dengan diagnosis klien, yakni gagal ginjal kronik stadium 5.
Untuk pasien dengan stadium 5 atau Penyakit Ginjal Tahap Akhir (ESKD),
penurunan fungsi ginjal terjadi selama periode bulan untuk tahun sampai tingkat
tercapai dimana pengobatan yang diperlukan untuk bertahan hidup. Berbeda dengan
Gagal Ginjal Akut (GGA), (Ginjal Akut Cedera (AKI)), Gagal Ginjal Kronik tidak
dapat disembuhkan dan perawatan jangka panjang diperlukan untuk menggantikan
fungsi yang hilang dari ginjal. Perawatan ESKD yang paling alami untuk
menggantikan kehilangan fungsi ginjal adalah transplantasi ginjal. Namun, beberapa
pasien tidak termasuk kandidat yang baik untuk transplantasi karena alasan medis
atau lainnya, beberapa tidak dapat menerima transplantasi karena sedikitnya donor
ginjal, dan lain-lain hanya memutuskan bahwa transplantasi adalah bukan pilihan
terbaik bagi mereka. Akibatnya, sebagian besar pasien dengan ESKD harus
bergantung pada dialisis untuk menggantikan air dan fungsi limbah penghapusan
ginjal sehat.
Ginjal memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan. Ketika sehat, ginjal
mempertahankan keseimbangan internal tubuh air dan mineral (natrium, kalium,
klorida, kalsium , fosfor, magnesium, sulfat). Asam metabolisme produk akhir yang
tubuh tidak dapat menyingkirkan melalui respirasi juga diekskresikan melalui ginjal.
Ginjal juga berfungsi sebagai bagian dari sistem endokrin memproduksi
erythropoietin dan 1,25 dihydroxycholecalciferol (calcitriol). Erythropoietin yang
terlibat dalam produksi sel darah merah dan calcitriol berperan dalam pembentukan
tulang. Dialisis adalah pengobatan yang tidak sempurna untuk menggantikan fungsi
ginjal karena tidak memperbaiki fungsi endokrin ginjal. Perawatan dialisis
menggantikan beberapa fungsi melalui difusi (pembuangan sampah) dan ultrafiltrasi
(pemindahan cairan).
Keputusan untuk memulai dialisis atau hemofiltration pada pasien dengan
gagal ginjal tergantung pada beberapa faktor. Ini dapat dibagi menjadi indikasi akut
atau kronis.
1. Indikasi untuk dialisis pada pasien dengan gagal ginjal akut adalah:
a. Asidosis metabolik dalam situasi dimana koreksi dengan bikarbonat natrium
tidak praktis atau dapat mengakibatkan overload cairan.
b. Kelainan elektrolit, seperti hiperkalemia berat, terutama bila dikombinasikan
dengan AKI.
c. Keracunan, yaitu keracunan akut dengan obat dialysable, seperti lithium, atau
aspirin.
d. Overload cairan tidak diharapkan untuk merespon pengobatan dengan
diuretik.
e. Komplikasi uremia, seperti perikarditis, ensefalopati, atau perdarahan
gastrointestinal.
2. Indikasi untuk dialysis pada pasien dengan gagal ginjal kronis:
a. Gejala gagal ginjal.
b. Filtrasi glomerulus rendah (GFR) (RRT sering dianjurkan untuk dimulai pada
GFR kurang dari 10-15 mls/min/1.73m 2). Pada penderita diabetes dialisis
dimulai sebelumnya.
c. Kesulitan dalam medis mengendalikan overload cairan, kalium serum, dan /
atau fosfor serum saat GFR yang sangat rendah
Berdasarkan indikasi-indikasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa alasan dokter
mempertimbangkan dialysis untuk mengatasi overload cairan pada klien yakni karena
klien mengalami gagal ginjal, dan kesulitan dalam medis untuk mengendalikan
cairan, kalium serum, dan atau fosfor serum.

Macam-macam dialisis:
1. Dialisis peritoneal
Pada dialisis peritoneal, larutan steril yang mengandung mineral dan glukosa
dijalankan melalui tabung ke dalam rongga peritoneal, rongga tubuh perut sekitar
usus, dimana membran peritoneal bertindak sebagai semipermeable membrane.
Membran peritoneal atau peritoneum adalah lapisan jaringan yang mengandung
pembuluh darah yang garis dan mengelilingi peritoneal, atau perut, rongga dan
organ-organ perut dalam (perut, limpa, hati, dan usus). Dialisat yang tersisa di
sana untuk jangka waktu untuk menyerap produk-produk limbah, dan kemudian
dikeringkan melalui tabung dan dibuang. Siklus ini atau "pertukaran" biasanya
diulang 4-5 kali dalam sehari, (kadang-kadang lebih sering semalam dengan
sistem otomatis). Ultrafiltrasi terjadi melalui osmosis, yang dialisis larutan yang
digunakan mengandung konsentrasi tinggi glukosa, dan tekanan osmotik yang
dihasilkan menyebabkan cairan berpindah dari darah ke dialisat. Akibatnya, lebih
banyak cairan dikeringkan dari yang ditanamkan. Dialisis peritoneal kurang
efisien daripada hemodialisis, tetapi karena dilakukan untuk jangka waktu lebih
lama efek bersih dalam hal penghapusan produk limbah dan garam dan air mirip
dengan hemodialisis. Peritoneal dialisis dilakukan di rumah oleh pasien.
Meskipun dukungan sangat membantu, tidak penting. Pasien bebas dari rutin
harus pergi ke klinik dialisis pada jadwal tetap beberapa kali per minggu, dan itu
bisa dilakukan saat bepergian dengan minimal peralatan khusus.

2. Hemofiltration
Hemofiltration adalah pengobatan mirip dengan hemodialisis, tapi
menggunakan prinsip yang berbeda. Darah dipompa melalui dialyzer atau
"hemofilter" seperti dalam dialisis, namun tidak ada dialisat digunakan. Sebuah
gradien tekanan diterapkan, sebagai akibatnya, air bergerak melintasi membran
sangat permeabel cepat, "menyeret" bersamaan dengan itu banyak zat terlarut,
yang penting dengan berat molekul besar, yang dibersihkan kurang baik oleh
hemodialisis. Garam dan air yang hilang dari darah selama proses ini diganti
dengan "pengganti cairan" yang dimasukkan ke dalam sirkuit extracorporeal
selama perawatan. Hemodiafiltration adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan beberapa metode menggabungkan hemodialisis dan
hemofiltration dalam satu proses.

3. Dialisis Usus
Dalam dialysis usus, yang diet dilengkapi dengan serat larut seperti akasia
serat, yang dicerna oleh bakteri dalam usus besar. Pertumbuhan bakteri ini
meningkatkan jumlah nitrogen yang dieliminasi dalam limbah tinja.
Referensi:
Anonim. Indikasi untuk dialisis. Diambil dari: http://www.news-
medical.net/health/Indications-for-Dialysis-(Indonesian).aspx
Anonym. Diambil dari: http://www.emedicinehealth.com/drug-
bumetanide/article_em.htm.
Anonym. What is dialysis?. Diambil dari: http://www.news-medical.net/health/What-
is-Dialysis.aspx
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-essobiring-5436-2-babii.pdf
http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/informasi-obat/315-metildopa.pdf
http://www.drugs.com/mtm/calcium-carbonate.html
http://www.faktailmiah.com/2011/04/23/minoxidil.html
http://health.detik.com/readobat/383/metolazone
Katzung G. Bertram. (2001). Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 1. Jakarta:
Salemba Medika.
http://www.medicinenet.com/prazosin-oral/page2.htm
http://www.obatpenyakit.web.id/pengobatan-hiperfosfatemia.html
http://www.pharmalife.com/department-juvenile-justice/Calcium_Carbonate/
Ratnadita, A. (2011). Lasix, obat untuk atasi edema. Diambil dari:
http://health.detik.com/read/2011/12/29/062613/1801920/769/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16742/4/Chapter%20II.pdf
http://www.rxlist.com
Theodorus. (1996). Penuntun Praktis Peresepan Obat. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.

You might also like