BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DIKLAT PEMBENTUKAN AUDITOR TERAMPIL KESA KODE MA : 1.110 EDISI KELIMA KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 ii Judul Modul : Kode Etik dan Standar Audit Penyusun : Drs. H.T. Redwan Jaafar, Ak. Sumiyati, Ak., M.F.M. Perevisi Pertama : Drs. H.T. Redwan Jaafar, Ak. Drs. Wawan Trangawan Perevisi Kedua : Teguh Widhyo Utomo, Ak. Sunaryono, Ak., M.M. Perevisi Ketiga : Sigit Susilo Broto, Ak., M.Comm. Perevisi Keempat : John Elim, Ak., MBA Pereviu : Linda Ellen Theresia, SE., MBA Editor : Riri Lestari, Ak Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP dalam rangka Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Pembentukan Auditor Terampil Edisi Pertama : Tahun 1998 Edisi Kedua (Revisi Pertama) : Tahun 2000 Edisi Ketiga (Revisi Kedua) : Tahun 2002 Edisi Keempat (Revisi Ketiga) : Tahun 2005 Edisi Kelima (Revisi Keempat) : Tahun 2008 ISBN 979-3873-06-X Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 iv DAFTAR ISI Kata Pengantar ..................................................................................................... i Daftar Isi ............................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Tujuan Pembelajaran ................................................................. 2 B. Sistematika Modul ...................................................................... 2 C. Metodologi Pemelajaran ............................................................ 4 BAB II ETIKA PROFESI, STANDAR AUDIT, DAN KENDALI MUTU ........... 5 Tujuan Pemelajaran Khusus .............................................................. 5 A. Pengertian Profesi ..................................................................... 5 B. Pengertian dan Tujuan Kode Etik ............................................... 7 C. Pengertian dan Tujuan Standar Audit ........................................ 13 D. Kode Etik, Standar Audit, dan Program Jaminan Kualitas .......... 14 E. Kode Etik dan Standar Audit APIP ............................................. 16 F. Latihan Soal ............................................................................... 17 BAB III KODE ETIK APARAT PENGAWASAN FUNGSIONAL PEMERINTAH ................................................................................... 19 Tujuan Pemelajaran Khusus ............................................................... 19 A. Landasan Hukum ....................................................................... 20 B. Kode Etik APIP .......................................................................... 21 C. Pelanggaran .............................................................................. 28 D. Pengecualian ............................................................................. 29 E. Sanksi atas Pelanggaran ............................................................ 30 F Kode Etik Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal .. 30 G. Latihan Soal ............................................................................... 32 Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 v BAB IV STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH ................................................................................... 34 Tujuan Pemelajaran Khusus ............................................................... 34 A. Pendahuluan .............................................................................. 34 B. Standar Audit APIP .................................................................... 38 C. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ................................... 84 D. Standar Profesi Audit Internal ................................................... 89 E. Latihan Soal ............................................................................... 104 BAB V PENUTUP .......................................................................................... 107 Daftar Kepustakaan .............................................................................................. 109 Lampiran 1 Lampiran 2 Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 1 Kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi ditentukan oleh keandalan, kecermatan, ketepatan waktu, dan mutu jasa atau pelayanan yang dapat diberikan oleh profesi yang bersangkutan. Kata kepercayaan demikian pentingnya karena tanpa kepercayaan masyarakat maka jasa profesi tersebut tidak akan diminati, yang kemudian pada gilirannya profesi tersebut akan punah. Untuk membangun kepercayaan perilaku para pelaku profesi perlu diatur dan kualitas hasil pekerjaannya dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu dibutuhkan penetapan standar tertentu, sehingga masyarakat dapat meyakini kualitas pekerjaan seorang profesional. Pekerjaan audit adalah profesi. Auditor yang bekerja di sektor publik selain dituntut untuk mematuhi ketentuan dan peraturan kepegawaian sebagai seorang pegawai negeri sipil, ia juga dituntut untuk menaati kode etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta Standar Audit APIP atau standar audit lainnya yang telah ditetapkan. Sehingga bagaimana seharusnya perilaku seorang auditor Pemerintah serta apa saja yang harus dilakukan agar hasil pekerjaannya memenuhi standar mutu yang harus dicapai, perlu diketahui oleh setiap mereka yang berprofesi sebagai aparat pengawasan intern pemerintah. Modul Kode Etik dan Standar Audit ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang seharusnya dimiliki dan dilaksanakan oleh seorang auditor sebagai aparatur pengawasan intern Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 2 pemerintah mengenai kode etik dan standar audit dengan tujuan pembelajaran sebagai berikut : A. TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan pemelajaran adalah sesuatu yang diharapkan dicapai oleh para peserta diklat setelah menyelesaikan suatu diklat. Tujuan pemelajaran dapat dibagi ke dalam tujuan pembelajaran umum dan tujuan pemelajaran khusus. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan diharapkan mampu menjelaskan Kode Etik dan Standar Audit dalam rangka pelaksanaan tugasnya selaku auditor Pemerintah. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan mampu: 1. Menjelaskan pentingnya jasa profesi memperoleh kepercayaan masyarakat; 2. Menjelaskan dan menerapkan Kode Etik APIP; 3. Menjelaskan dan menerapkan Standar Audit APIP; dan 4. Menjelaskan pentingnya kendali mutu bagi auditor. B. SISTEMATIKA MODUL BAB I Pendahuluan Bab ini menguraikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, sistematika modul dan metodologi pembelajaran. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 3 BAB II Etika Profesi, Standar Audit dan Kendali Mutu Pada bab ini diuraikan pengertian profesi, pengertian dan tujuan kode etik, pengertian dan tujuan standar audit, hubungan antara kode etik, standar audit dan kendali mutu. Dalam bab ini juga disinggung sepintas mengenai pelaksanaan kode etik dan standar audit bagi APFP dan pada akhir bab diberikan soal-soal latihan. BAB III Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Pada bab ini diuraikan kode etik yang berlaku di kalangan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Sebagai bahan perbandingan, pada bab ini akan diuraikan Kode Etik bagi auditor internal yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal dan Kode Etik Akuntan Indonesia. Di akhir bab juga diberikan soal-soal latihan/bahan diskusi. BAB IV Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Pada bab ini diuraikan secara rinci standar audit yang berlaku bagi APIP beserta penjelasannya. Sebagai tambahan bahan perbandingan, pada bab ini akan dijelaskan secara ringkas Standar Profesi Audit Internal yang disusun oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. Pada akhir bab diberikan latihan soal/bahan diskusi. BAB V Penutup Pada bab ini, sebagai penutup disampaikan himbauan moral agar para auditor APIP umumnya dan peserta Diklat khususnya senantiasa mematuhi aturan perilaku atau kode etik yang Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 4 berlaku serta standar audit yang telah ditetapkan dan dipelajari dalam Diklat yang bersangkutan. C. METODOLOGI PEMBELAJARAN Metodologi pembelajaran untuk mata diklat ini menggunakan metode ceramah, diskusi dan pembahasan kasus. Ceramah diberikan untuk memberikan pengetahuan kepada peserta pelatihan tentang Kode Etik dan Standar Audit, sedangkan diskusi dan pembahasan kasus dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan penerapan kode etik dan standar audit bagi peserta pelatihan. Dengan demikian diharapkan para peserta dapat lebih memahami materi ajaran ini yang pada gilirannya mampu menerapkannya dalam pelaksanaan tugas audit secara baik. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 5 A. PENGERTIAN PROFESI Profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu. Sedangkan profesional menurut KBBI adalah: 1. Bersangkutan dengan profesi; 2. Pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya; 3. Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan dari amatir). Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persyaratan utama dari suatu profesi adalah tuntutan kepemilikan keahlian tertentu yang unik. Dengan demikian setiap orang yang mau bergabung dalam suatu profesi tertentu dituntut memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh TUJ UAN PEMBELAJ ARAN KHUSUS Setelah mempelajari bab ini, para peserta dapat menjelaskan pengertian profesi, kode etik, standar, kendali mutu dan pentingnya ketiga hal tersebut dalam pelaksanaan tugas audit di lingkungan Pemerintahan. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 6 orang awam atau orang kebanyakan. Selain itu, para anggota profesi dituntut untuk memberikan hasil pekerjaan yang memuaskan karena ada kompensasi berupa pembayaran untuk melakukannya. Hal ini mewajibkan adanya komitmen terhadap kualitas hasil pekerjaan. Suatu pekerjaan keahlian dapat digolongkan sebagai suatu profesi jika memenuhi persyaratan tertentu. Prof. Welenski di dalam buku Sawyers Internal Auditing menyebutkan 7 (tujuh) syarat, yaitu: 1. Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum) 2. Bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud, harus melalui pelatihan yang cukup lama dan berkelanjutan 3. Adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut 4. Menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut 5. Mempunyai media massa/publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan anggotanya 6. Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi anggota 7. Adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengeluarkan sertifikat Dikaitkan dengan tugas auditor internal pemerintah yang terhimpun dalam Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), timbul pertanyaan apakah pekerjaan audit yang dilakukan oleh auditor pemerintah dapat digolongkan sebagai pekerjaan profesi. Jika dilihat dari Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 7 rumusan atau pengertian profesi menurut KBBI dan pendapat Prof. Welenski tersebut di atas, maka pekerjaan audit yang dilakukan auditor APIP dapat digolongkan pada pekerjaan profesi/profesional. Bekerja secara profesional berarti bekerja dengan menggunakan keahlian khusus menurut aturan dan persyaratan profesi. Karena itu setiap pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan suatu sarana berupa standar dan kode etik sebagai pedoman atau pegangan bagi seluruh anggota profesi tersebut. Kode etik dan standar tersebut bersifat mengikat dan harus ditaati oleh setiap anggota agar setiap hasil kerja para anggota dapat dipercaya dan memenuhi kualitas yang ditetapkan oleh organisasi. B. PENGERTIAN DAN TUJUAN KODE ETIK 1. Pengertian Etik dan Kode Etik Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, mendefinisikan etik sebagai (1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (2) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Menurut Eric L. Kohler dalam buku A Dictionary for Accountants, edisi ke lima, 1979 ethic adalah : A system of moral principles and their application to particular problems of conduct; specially, the rules of conduct of a profession imposed by a professional body governing the behavior of its member. Etika menurut Dictionary of Accounting karangan Ibrahim Abdulah Assegaf, cetakan I tahun 1991 adalah sebagai berikut : Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 8 Disiplin pribadi dalam hubungannya dengan lingkungan yang lebih daripada apa yang sekedar ditentukan oleh Undang- Undang. Jadi, kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip- prinsip moral yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi tersebut, seperti dokter, pengacara, polisi, akuntan, penilai, dan profesi lainnya. 2. Dilema Etika dan Solusinya Dalam hidup bermasyarakat perilaku etis sangat penting, karena interaksi antar dan di dalam masyarakat itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai etika. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa kesadaran semua anggota masyarakat untuk berperilaku secara etis dapat membangun suatu ikatan dan keharmonisan bermasyarakat. Namun demikian, kita tidak bisa mengharapkan bahwa semua orang akan berperilaku secara etis. Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni: a. Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 9 Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya. b. Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut. Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut: a. Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam ujian, atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun melakukan tindakan yang sama. b. Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar etika. Argumen tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika. Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak wajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapat membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut benar-benar milik orang yang kehilangan tersebut. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 10 c. Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi yang harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengaja terlalu besar menulis harga barang mungkin tidak akan dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar oleh pembelinya. Dia mungkin akan memutuskan untuk lebih baik menunggu pembeli protes untuk mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak protes maka penjual tidak perlu memberitahu. Kenyataan ini menimbulkan dilema etika, pertanyaan tentang bagaimana seseorang seharusnya menyikapi suatu keadaan untuk menetapkan apakah suatu tindakan merupakan perbuatan etis atau tidak etis. Pada tahun 1930-an, organisasi pengusaha Rotary International, mengembangkan kode etik untuk kalangannya. Dalam menetapkan apakah suatu tindakan digolongkan etis atau tidak etis, organisasi tersebut menggunakan empat pertanyaan, biasa dikenal dengan the Four-Way Test, yakni: a. Apakah tindakan tersebut benar? b. Apakah tindakan tersebut adil untuk semua pihak? c. Apakah tindakan tersebut dapat membangun kesan baik dan pertemanan yang lebih baik? d. Apakah tindakan tersebut menguntungkan semua pihak? Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 11 Saat ini, telah dikembangkan rangka pemikiran untuk membantu setiap orang memecahkan dilema etika. Rangka tersebut dapat membantu masyarakat mengidentifikasi masalah etika dan menetapkan tindakan yang tepat sesuai dengan nilai pribadi yang dimilikinya. Rangka tersebut dikenal sebagai the six- step approach, yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a. Identifikasikan kejadiannya. b. Identifikasikan masalah etika berkaitan dengan kejadian tersebut. c. Tetapkan siapa saja yang akan terpengaruh serta tetapkan apa konsekuensi yang akan diterima/ditanggungnya berkaitan dengan kejadian tersebut. d. Identifikasikan alternatif-alternatif tindakan yang dapat ditempuh pihak yang terkait dengan dilema tersebut. e. Identifikasikan konsekuensi dari tiap-tiap alternatif tersebut. f. Tetapkan tindakan yang tepat berdasarkan pertimbangan tentang nilai-nilai etika yang dimiliki dan konsekuensi serta kesanggupan menanggung konsekuensi atas pilihan tindakannya. Pilihan tindakan tersebut sifatnya sangat individual sehingga sangat tergantung pada nilai etika yang dimiliki oleh yang bersangkutan serta kesanggupannya menanggung akibat dari pilihan tindakannya. Langkah tersebut akan mengarah pada ketidakseragaman perilaku karena nilai yang diyakini oleh masing-masing individu mungkin berbeda. Oleh karena itu, untuk tercapainya keseragaman ukuran perilaku, apakah suatu tindakan etis atau tidak etis, maka kode etik perlu ditetapkan bersama oleh seluruh anggota profesi. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 12 3. Perlunya Kode Etik bagi Profesi Sebagaimana diuraikan di atas, kode etik yang mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan bersama. Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Tidak dapat dibayangkan betapa kacaunya apabila, misalnya, setiap orang dibiarkan dengan bebas menentukan mana yang baik dan mana yang buruk menurut kepentingannya masing-masing, atau bila menipu dan berbohong dianggap perbuatan baik, atau setiap orang diberi kebebasan untuk berkendaraan di sebelah kiri atau kanan sesuai keinginannya. Oleh karena itu nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur dan terukur. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi serta integritas moral/kejujuran para auditor dalam menjalankan pekerjaannya. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor dapat merendahkan martabat profesi auditor secara keseluruhan, sehingga dapat merugikan auditor lainnya. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 13 Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan auditan, antara auditor dengan auditor dan antara auditor dengan masyarakat. Kode etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata masyarakat. C. PENGERTIAN DAN TUJUAN STANDAR AUDIT Salah satu pengertian standar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Standar antara lain diperlukan sebagai: 1. Ukuran mutu; 2. Pedoman kerja; 3. Batas tanggung jawab; 4. Alat pemberi perintah; 5. Alat pengawasan; 6. Kemudahan bagi umum. Standar yang digunakan sebagai ukuran pada umumnya diperlukan pada pekerjaan yang memiliki ciri: Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 14 1. Menyangkut kepentingan orang banyak; 2. Mutu hasilnya ditentukan; 3. Banyak orang (pekerja) terlibat; 4. Sifat dan mutu pekerjaan sama; 5. Ada organisasi yang mengatur. Standar merupakan kriteria atau ukuran mutu kinerja yang harus dicapai, berbeda dengan prosedur yang merupakan urutan tindakan yang harus dilaksanakan untuk mencapai suatu standar tertentu. Standar audit merupakan ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh organisasi profesi audit, yang merupakan persyaratan minimum yang harus dicapai auditor dalam melaksanakan tugas auditnya. Standar audit diperlukan untuk menjaga mutu pekerjaan auditor. Mutu audit perlu dijaga supaya profesi auditor tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat. Untuk meyakinkan pembaca laporan audit, maka auditor harus mencantumkan dalam laporannya bahwa auditnya telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku. D. KODE ETIK, STANDAR AUDIT DAN PROGRAM JAMINAN KUALITAS Dasar pikiran yang melandasi penyusunan kode etik dan standar setiap profesi adalah kebutuhan profesi tersebut akan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diberikan oleh profesi. Setiap profesi yang menjual jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 15 Pada umumnya tidak semua pengguna jasa audit memahami hal-hal yang berkaitan dengan auditing. Yang memahami auditing adalah kalangan profesi itu sendiri. Oleh karena itu profesi tersebut perlu mengatur dan menetapkan ukuran mutu yang harus dicapai oleh para auditornya. Aturan yang ditetapkan oleh profesi ini menyangkut aturan perilaku, yang disebut dengan kode etik, yang mengatur perilaku auditor sesuai dengan tuntutan profesi dan organisasi pengawasan serta standar audit yang merupakan ukuran mutu minimal yang harus dicapai auditor dalam menjalankan tugas auditnya. Apabila aturan ini tidak dipenuhi berarti auditor tersebut bekerja di bawah standar dan dapat dianggap melakukan malpraktik. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa profesi harus dijaga. Karena itu setiap profesi harus membangun dan melaksanakan program jaminan kualitas. Program ini harus dilakukan dalam upaya pemenuhan standar audit yang mengharuskan auditor menggunakan keahlian profesional dengan cermat dan seksama. Program jaminan kualitas harus diciptakan untuk mempertahankan profesionalisme dan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa audit. Program jaminan kualitas untuk masing-masing APIP dapat dibangun sendiri sesuai dengan karakteristik APIP yang bersangkutan. Sebagai contoh, langkah-langkah pengendalian mutu dalam penugasan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 16 audit di lingkungan BPKP, sebagai bagian dari program jaminan kualitas, dituangkan dalam 12 (dua belas) formulir kendali mutu (KM-1 s.d. KM-12) sebagaimana ditetapkan Surat Edaran Kepala BPKP No. SE-448/K/1990 tanggal 11 September 1990. Standar Pengendali Mutu yang harus dibuat menurut ketentuan Ikatan Akuntan Indonesia dapat dilihat di Lampiran 1. E. KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT APIP Auditor APIP adalah pegawai negeri yang mendapat tugas antara lain untuk melakukan audit. Karena itu auditor pemerintah dapat diibaratkan sebagai seseorang yang kaki kanannya terikat pada ketentuan-ketentuan sebagai pegawai negeri sedangkan kaki kirinya terikat pada ketentuan- ketentuan profesinya. Pernyataan tersebut tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa bagi pegawai negeri yang bertugas sebagai auditor posisinya sebagai pegawai negeri adalah lebih utama dari tugas profesinya, tetapi menyatakan ruang lingkup kode etik yang harus diperhatikannya lebih luas dari profesi tertentu yang lain. Auditor APIP yang meliputi auditor di lingkungan BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan LPND, dan Inspektorat Propinsi, Kabupaten, dan Kota dalam menjalankan tugas auditnya wajib mentaati Kode Etik APIP yang berkaitan dengan statusnya sebagai pegawai negeri dan Standar Audit APIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 17 PER/04/M.PAN/03/2008 dan No. PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008. Di sisi lain, terdapat pula auditor pemerintah, khususnya auditor BPKP, adalah akuntan, anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas entitas yang menerbitkan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (BUMN/BUMD) sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Karena itu auditor pemerintah tersebut wajib pula mengetahui dan mentaati Kode Etik Akuntan Indonesia dan Standar Audit sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Kutipan Kode Etik ini dimuat dalam Lampiran 2. F. LATIHAN SOAL 1. Sebutkan 5 macam profesi yang Saudara ketahui dan jelaskan pengertian profesional ! 2. Menurut pendapat Saudara apakah pekerjaan APIP termasuk pekerjaan profesional ? Jelaskan alasan Saudara ! 3. Mengapa kode etik diperlukan dalam organisasi profesi auditor ? 4. Bagaimana sikap Saudara selaku auditor pada APIP, jika melihat auditor APIP lainnya dalam tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang diatur oleh organisasi profesinya ? 5. Apa perlunya standar audit ? Apa yang dimaksud dengan pengendalian mutu dalam kaitannya dengan penugasan audit ? Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 18 Mengapa setiap organisasi auditor perlu membuat kebijakan dan prosedur pengendalian mutu audit ? 6. Apa bedanya standar audit dengan prosedur audit ? Jelaskan hubungan keduanya ! 7. Harap Saudara jelaskan hubungan kode etik, standar audit dan pengendalian mutu audit ! 8. Umumnya, apabila personil yang ditugaskan semakin cakap dan berpengalaman, maka supervisi secara langsung terhadap personil tersebut, semakin tidak diperlukan. Demikian salah satu pernyataan dalam standar pengendalian mutu akuntan publik. Tanpa memperhatikan standar yang lain, bagaimana komentar Saudara mengenai pernyataan tersebut ? 9. Apakah hasil audit yang dilakukan oleh seorang auditor yang pandai pasti bermutu ? Jelaskan jawaban Saudara ! 10. Sebutkan unsur kebijakan dan prosedur pengendalian mutu audit menurut Ikatan Akuntan Indonesia ? Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 19 Kode etik APIP dimaksudkan sebagai pegangan atau pedoman bagi para pejabat dan auditor APIP dalam bersikap dan berperilaku agar dapat memberikan citra APIP yang baik serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap APIP. Di samping itu, sebagai bahan perbandingan, dalam modul ini akan dibahas secara singkat mengenai kode etik yang diterapkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal yang antara lain termasuk Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMD (FKSPI BUMN/BUMD). TUJ UAN PEMBELAJ ARAN KHUSUS Setelah mempelajari bab ini para peserta mampu menjelaskan dan menerapkan kode etik APIP Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 20 A. LANDASAN HUKUM Kode Etik APIP yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 dilandasi oleh ketentuan hukum sebagai berikut: 1. Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; 2. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara; 3. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara; 4. Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara; 5. Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah; 6. Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 7. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; 8. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/03.1/M.PAN/03/2007 Tentang Kebijakan Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 20072009. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 21 B. KODE ETIK APIP Kode etik APIP ini diberlakukan bagi seluruh auditor dan pegawai negeri sipil yang diberi tugas oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjutnya. Isi dari kode etik APIP ini memuat 2 (dua) komponen, yaitu: (1) Prinsip-prinsip perilaku auditor yang merupakan pokok-pokok yang melandasi perilaku auditor; dan (2) Aturan perilaku yang menjelaskan lebih lanjut prinsip-prinsip perilaku auditor. 1. Prinsip-prinsip Perilaku Tuntutan sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan tugas pengawasan dilandasi oleh beberapa prinsip perilaku, yaitu: integritas, obyektivitas, kerahasiaan dan kompetensi. a. Integritas Auditor dituntut untuk memiliki kepribadian yang dilandasi oleh sikap jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang handal. Bersikap dan bertindak jujur merupakan tuntutan untuk dapat dipercaya. Hasil pengawasan yang dilakukan auditor dapat dipercaya oleh pengguna apabila auditor dapat menjunjung tinggi kejujuran. Sikap jujur ini juga didukung Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 22 oleh sikap berani untuk menegakkan kebenaran. Tidak mudah diancam dengan berbagai ancaman. Bijaksana berarti auditor melaksanakan tugasnya dengan tidak tergesa-gesa melainkan berdasarkan pembuktian yang memadai. Auditor dinilai bertanggung jawab apabila dalam penyampaian hasil pengawasannya seluruh bukti yang mendukung temuan audit didasarkan pada bukti yang cukup, kompeten, dan relevan. b. Obyektivitas Auditor harus menjunjung tinggi ketidak-berpihakan profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memroses data/informasi audit. Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan. c. Kerahasiaan Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan. Auditor hanya mengungkapkan informasi yang diperolehnya kepada yang berhak untuk menerimanya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. d. Kompetensi Dalam melaksanakan tugasnya auditor dituntut untuk memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 23 keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. Tuntutan ini bukan saja dilakukan berdasarkan penugasan keikutsertaan dalam seminar, lokakarya atau pelatihan dari instansinya saja melainkan juga dilakukan secara mandiri oleh auditor yang bersangkutan. 2. Aturan Perilaku Aturan perilaku mengatur setiap tindakan yang harus dilakukan oleh auditor dan merupakan pengejawantahan prinsip- prinsip perilaku auditor. a. Integritas Dalam prinsip ini auditor dituntut agar: 1) Dapat melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh; 2) Dapat menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam melaksanakan tugas; 3) Dapat mengikuti perkembangan peraturan perundang- undangan dan mengungkapkan segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan profesi yang berlaku; 4) Dapat menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi; 5) Tidak menjadi bagian kegiatan ilegal atau mengikatkan diri pada tindakan-tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi; Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 24 6) Dapat menggalang kerjasama yang sehat diantara sesama auditor dalam pelaksanaan audit; dan 7) Dapat saling mengingatkan, membimbing dan mengoreksi perilaku sesama auditor. Bahan Diskusi: Sumitro adalah seorang guru besar akuntansi pada suatu universitas negeri. Ia duduk di ruangan kerjanya sambil berpikir keras karena baru saja melakukan percakapan telepon dengan seorang pengacara yang mewakili suatu bank pemerintah terkemuka. Sang pengacara meminta dirinya menjadi saksi ahli dalam suatu kasus laporan keuangan nasabah bank berkaitan dengan pemberian kredit. Kelihatannya bank tersebut telah memberikan suatu pinjaman dalam jumlah yang besar kepada nasabah tersebut yang didasarkan pada laporan keuangannya. Pinjaman tersebut tidak sanggup ditanggulangi pengembaliannya oleh si nasabah karena terjadi kesulitan keuangan yang berdampak pada terganggunya kelangsungan hidup perusahaan nasabah itu. Laporan keuangan itu telah diaudit dengan opini wajar tanpa pengecualian oleh sebuah kantor akuntan publik yang dikenalnya dengan baik. Profesor Sumitro telah mereviu laporan audit atas laporan keuangan, kertas kerja audit, dan standar akuntansi yang terkait dengan masalah tersebut. Ia menyimpulkan bahwa kantor akuntan publik telah lalai dalam pemberian pendapat atau opini atas penyajian laporan keuangan dan kondisi perusahaan. Profesor Sumitro ragu-ragu apakah ia bersedia menjadi saksi ahli dalam kasus tersebut karena ia mengenal secara pribadi para akuntan yang bekerja pada kantor akuntan publik tersebut. Di samping itu, kantor akuntan publik tersebut selalu merekrut mahasiswa dari universitasnya dan telah memberikan banyak sumbangan keuangan yang cukup besar bagi pengembangan program akuntansi di universitasnya. Kenyataan lain, kantor akuntan publik itu sedang memroses dukungan dana dalam mempromosikan dirinya untuk menduduki jabatan ketua jurusan akuntansi. Sumitro khawatir jika ia setuju memberikan pelayanan sebagai saksi ahli, ia mungkin tidak dapat memberikan kesaksiannya dengan obyektif. Ia juga khawatir tindakannya sebagai saksi ahli dapat membahayakan hubungan baik yang sudah terjalin antara universitasnya dengan kantor akuntan publik tersebut. Diskusikan kasus tersebut yang dikaitkan dengan unsur integritas dan apa yang harus dilakukan oleh Profesor Sumitro. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 25 b. Obyektivitas Dalam prinsip ini auditor dituntut agar: 1) Mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit; 2) Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan- hubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin menyebabkan terjadinya benturan kepentingan; dan 3) Menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan profesionalnya. Bahan Diskusi: Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 26 Aditia, seorang auditor, menerima penugasan audit pada Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur. Hasil audit sementara yang dijumpai adalah adanya indikasi kerugian negara akibat penebangan ilegal yang dilakukan oleh sekelompok oknum tertentu, yang tidak terdeteksi oleh pengawasan dinas kehutanan. Aditia menduga ada kolusi antara kelompok oknum tersebut dengan orang dalam, sehingga penebangan liar tersebut tidak terlaporkan. Padahal seyogianya dapat terdeteksi melalui sistem pengendalian intern Dinas Kehutanan. Salah seorang pejabat dinas kehutanan pernah melakukan pendekatan secara pribadi kepada Aditia, ketika ia sedang menanyakan tentang jenis- jenis kayu yang hendak ia beli dalam rangka pembangunan rumah tinggalnya. Pejabat tersebut menjanjikan akan menyediakan kayu yang Aditia butuhkan dengan kualitas terbaik tanpa harus membayar sepeserpun. Walaupun tidak ada permintaan kompensasi dari pejabat tersebut, namun Aditia dapat menduga bahwa pemberian kayu yang dijanjikan memiliki hubungan dengan hasil audit yang ia sampaikan. Diskusikan kasus tersebut dikaitkan dengan sikap obyektivitas yang seharusnya dipertahankan oleh Aditia. c. Kerahasiaan Dalam prinsip ini auditor dituntut agar: 1) Secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diperoleh dalam audit; dan 2) Tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi/golongan di luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Bahan Diskusi: Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 27 Sejak memasuki era reformasi, kebebasan untuk memperoleh informasi sedemikian gencar sampai-sampai informasi yang belum dipublikasikan secara formal pun ternyata telah tersebar di masyarakat. Masyarakat mempertanyakan hasil-hasil pengawasan yang dihasilkan oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah selama lebih dari 30 tahun di era orde baru. Banyak pihak berpendapat bahwa hasil pengawasan oleh aparatur pengawasan intern pemerintah diklasifikasikan sebagai informasi yang rahasia bagi instansi tersebut sehingga tidak patut dipublikasikan kepada masyarakat. Di lain pihak masyarakat sebagai stakeholders merasa perlu memperoleh berbagai informasi tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip akuntabilitas publik oleh aparatur negara dalam mengelola dana masyarakat. Contoh yang masih belum lenyap di ingatan kita, bagaimana seorang ketua tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan menginformasikan temuan auditnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi yang kemudian diperluas dengan penjebakan (istilah penasehat hukum terdakwa) di sebuah hotel yang berujung kepada proses pengadilan dan penjatuhan hukuman 3 (tiga) tahun penjara terhadap terdakwa. Diskusikan: kasus tersebut dilihat dari sudut pandang prinsip kerahasiaan yang harus dijaga oleh auditor dan berikan pendapat Saudara apakah yang dilakukan oleh ketua tim auditor BPK itu melanggar etika? d. Kompetensi Dalam prinsip ini auditor dituntut agar: 1) Melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan standar audit; 2) Terus menerus meningkatkan kemahiran profesional, keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan; dan 3) Menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimiliki. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 28 Bahan Diskusi: Anton baru saja diangkat sebagai pegawai negeri sipil dan ditempatkan pada Inspektorat Jenderal Departemen Teknologi Tinggi. Ia adalah seorang lulusan sarjana ekonomi jurusan akuntansi yang belum pernah melakukan audit. Dua minggu sejak penempatannya, ia langsung ditugaskan untuk melakukan audit kinerja pada Direktorat Jenderal Teknologi Nuklir yang merupakan salah satu unit kerja di bawah departemen itu. Anton menyadari bahwa ia belum berpengalaman sama sekali tentang bidang tugasnya. Sebagai pegawai baru tentu saja ia merasa enggan untuk menginformasikan hal itu kepada pimpinannya, padahal surat tugasnya telah ditanda tangani. Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip etika kompetensi. C. PELANGGARAN Penegakan disiplin atas pelanggaran kode etik profesi adalah suatu tindakan positif agar ketentuan tersebut dipatuhi secara konsisten. Itulah sebabnya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 menetapkan kebijakan atas pelanggaran kode etik APIP ini. Kebijakan yang berupa pernyataan ketentuan tersebut adalah: 1. Tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik tidak dapat diberi toleransi, meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi. 2. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis. 3. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran kode etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 29 4. Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran kode etik ditangani oleh Badan Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil dan disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan Profesi diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan APIP. D. PENGECUALIAN Berhubung penerapan kode etik berkaitan dengan peran manusia yang lingkungannya tidak selalu normal, maka diberikan klausul pengecualian atas pelanggaran kode etik profesi. Dalam hal-hal tertentu yang menurut pertimbangan profesionalnya, seorang auditor dimungkinkan untuk tidak menerapkan aturan perilaku tertentu, maka mekanisme pengecualiannya diatur sebagai berikut: Permohonan pengecualian atas penerapan kode etik tersebut harus dilakukan secara tertulis sebelum auditor terlibat dalam kegiatan atau tindakan yang dimaksud. Persetujuan untuk tidak menerapkan kode etik hanya boleh diberikan oleh pimpinan APIP. Dengan kata lain, pengecualian untuk tidak menerapkan kode etik hanya dilakukan atas situasi yang telah direncanakan, bukan secara spontan pada saat kejadian itu berlangsung. Pengecualian juga tidak diperkenankan ketika pelanggaran atas kode etik telah dilakukan baru kemudian diajukan permohonan. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 30 E. SANKSI ATAS PELANGGARAN Auditor APIP yang terbukti melanggar Kode Etik APIP akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Bentuk-bentuk sanksi yang direkomendasikan oleh Badan Kehormatan Profesi antara lain berupa: a. Teguran tertulis; b. Usulan pemberhentian dari tim audit; dan c. Tidak diberi penugasan audit selama jangka waktu tertentu. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik oleh pimpinan APIP dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. F. KODE ETIK KONSORSIUM ORGANISASI PROFESI AUDIT INTERNAL Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal menyusun kode etik dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan latar belakang organisasionalnya yang berbeda dengan APIP. Konsorsium menggunakan istilah Standar Perilaku Auditor Internal yang berisi: i. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya. ii. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 31 tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum. iii. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya. iv. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya secara objektif. v. Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, yang dapat, atau, patut diduga, dapat memengaruhi pertimbangan profesionalnya. vi. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya. vii. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal. viii. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya. ix. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi laporan atas Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 32 kegiatan yang direviu, atau (ii) menutupi adanya praktik-praktik yang melanggar hukum. x. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan. G. LATIHAN SOAL 1. Harap Saudara jelaskan pengertian independensi dalam hubungannya dengan penugasan audit! Ada berapa jenis independensi yang Saudara ketahui, jelaskan ! 2. Mengapa di dalam menjalankan tugasnya auditor harus independen? 3. Misalkan Saudara pimpinan salah satu Kantor Akuntan Publik/Kepala Perwakilan BPKP/Inspektur Jenderal/Inspektur Wilayah. Saudara mengetahui bahwa salah satu staf, Auditor A yang terkenal sangat independen dalam sikap mentalnya, memiliki hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B. Bagaimana pertimbangan Saudara, apakah Saudara akan menugaskan Auditor A untuk memeriksa organisasi B ? Apa alasan Saudara! 4. Dengan merujuk kepada soal no. 3. jika Saudara adalah Auditor A, dan pimpinan Saudara tidak tahu bahwa Saudara memiliki hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B, tapi Saudara ditugaskan untuk memeriksa organisasi B, bagaimana sikap Saudara ? Jelaskan jawaban Saudara. 5. Dalam bulan Januari 20XX Saudara ditugaskan melakukan audit atas pengadaan barang inventaris dalam partai besar yang Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 33 spesifik dan harganya mahal, yang dibiayai dari anggaran belanja barang kantor Saudara. Pada saat audit dijumpai hal-hal berikut : a. Pada saat Saudara melakukan cek fisik ternyata terdapat kekurangan barang dengan nilai Rp 500.000.000,00 ; b. Pejabat yang bertanggung jawab atas pengadaan barang tersebut menyatakan bahwa sisa barang sejumlah kekurangan tersebut dititipkan kepada rekanan (penjual) ; c. Dari hasil analisis serta teknik audit yang Saudara lakukan diperoleh bukti/data bahwa telah terjadi kejanggalan yang menjurus kepada tindakan manipulasi dan kolusi sesama pejabat dan rekanan yang bersangkutan. d. Pada saat Saudara membicarakan masalah tersebut kepada pejabat yang bertanggung jawab, Saudara diminta untuk tidak mempermasalahkan penyimpangan tersebut dan tidak memasukkan dalam laporan audit. Ia mengemukakan bahwa uang sebesar Rp500 juta tersebut tidak hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri saja, tetapi dibagi-bagi dengan pejabat-pejabat lainnya. Bagaimana sikap Saudara seharusnya dalam menghadapi masalah tersebut? Berikan komentar secukupnya ! 6. Sering dikatakan bahwa auditor harus memiliki integritas yang tinggi. Apa maksud dari pengertian integritas di sini? Jelaskan jawaban Saudara ! 7. Pemeriksa harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya. Keahlian apa saja yang perlu dimiliki seorang auditor? Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 34 Bab ini akan menguraikan perihal: 1. Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-APIP) 2. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Badan Pemeriksa Keuangan 3. Standar Profesi Audit Internal Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. A. PENDAHULUAN Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-APIP) merupakan revisi atas Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah yang disusun oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 1996. TUJ UAN PEMBELAJ ARAN KHUSUS Setelah mempelajari bab ini, para peserta mampu menjelaskan standar audit yang berlaku bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah serta standar audit yang berlaku pada organisasi audit internal lainnya. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 35 Di dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, diatur tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab Keuangan Negara yang dilakukan oleh dan atau atas nama Badan Pemeriksa Keuangan (Pasal 1 butir (3)). Oleh karena APIP adalah auditor intern dalam lembaga eksekutif dan dibentuk untuk membantu pimpinan di lingkungan lembaga eksekutif, baik di tingkat Presiden, Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah non Departemen (LPND) sampai ke tingkat Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten, dan Kota, maka standar audit APIP diperlukan kehadirannya, mengingat pelaksanaan audit yang dilakukan oleh BPK tidak selalu dapat dialihkan untuk dilakukan oleh APIP, seperti audit keuangan. Namun dalam modul ini akan diuraikan secara singkat standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN) yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPK Nomor 1 Tahun 2007 sebagai bahan pembanding. 1. Landasan Hukum Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA- APFP), yang diterbitkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dalam Peraturan Menpan Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008, didasarkan pada: o Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara; Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 36 o Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Lembaga Pemerintah Non Departemen dimana Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diatur pada pasal 52 sampai dengan pasal 54) o Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; o Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/03.1/M.PAN/03/2007 Tentang Kebijakan Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 20072009. 2. Pengertian Standar Audit APIP Standar audit APIP adalah kriteria atau ukuran mutu minimal untuk melakukan kegiatan audit yang wajib dipedomani oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). 3. Tujuan dan Fungsi Standar Audit APIP Tujuan standar audit APIP adalah: a. Menetapkan prinsip-prinsip dasar untuk merepresentasikan praktik-praktik audit yang seharusnya; b. Menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit intern yang memiliki nilai tambah; c. Menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit; d. Mempercepat perbaikan kegiatan operasi dan proses organisasi; Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 37 e. Menilai, mengarahkan dan mendorong auditor untuk mencapai tujuan audit; f. Menjadi pedoman dalam pekerjaan audit; dan g. Menjadi dasar penilaian keberhasilan pekerjaan audit. Standar audit berfungsi sebagai ukuran mutu minimal bagi para auditor dan APIP dalam: a. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang dapat merepresentasikan praktik-praktik audit yang seharusnya, menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit yang memiliki nilai tambah serta menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit; b. Pelaksanaan koordinasi audit oleh APIP; c. Pelaksanaan perencanaan audit oleh APIP; dan d. Penilaian efektivitas tindak lanjut hasil pengawasan dan konsistensi penyajian laporan hasil audit. 4. Ruang Lingkup Kegiatan utama APIP meliputi: audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa sosialisasi, asistensi dan konsultansi. Namun peraturan ini hanya mengatur mengenai Standar Audit APIP. Kegiatan audit yang dapat dilakukan oleh APIP pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) jenis audit, yaitu: Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 38 a. Audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum. b. Audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan dan rekomendasi atas pengelolaan instansi pemerintah secara ekonomis, efisien, dan efektif. c. Audit dengan tujuan tertentu yaitu audit yang bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diaudit. Yang termasuk dalam kategori ini adalah audit investigatif, audit terhadap masalah yang menjadi fokus perhatian pimpinan organisasi dan audit yang bersifat khas. Ruang lingkup kegiatan audit yang diatur dalam Standar Audit ini meliputi audit kinerja dan audit investigatif, sedangkan audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). B. STANDAR AUDIT APIP Standar audit APIP disusun dengan sistematika yang dapat digambarkan sebagai berikut: Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 39 STANDAR UMUM AUDIT KINERJA AUDIT INVESTIGATIF STANDAR PELAKSANAAN STANDAR PELAPORAN STANDAR PELAKSANAAN STANDAR PELAPORAN STANDAR TINDAK LANJUT STANDAR TINDAK LANJUT 1. Prinsip-prinsip Dasar Prinsip-prinsip dasar adalah asumsi- asumsi dasar, prinsip-prinsip yang diterima secara umum dan persyaratan yang digunakan dalam mengembangkan standar audit, yang bagi auditor berguna dalam mengembangkan simpulan atau opini atas audit yang dilakukan, terutama dalam hal tidak adanya standar audit yang berkaitan dengan hal-hal yang sedang diaudit. Prinsip-prinsip dasar tersebut mencakup audit kinerja dan audit investigatif. Prinsip-prinsip dasar ini dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu: kewajiban auditor dan kewajiban APIP. a. Kewajiban Auditor 1) Kewajiban Auditor untuk Mengikuti Standar Audit Auditor harus mengikuti Standar Audit dalam segala pekerjaan audit yang dianggap material. PRINSIP-PRINSIP DASAR Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 40 Agar pekerjaan auditor dapat dievaluasi, maka setiap auditor wajib mengikuti Standar Audit dalam melaksanakan pekerjaannya yang dianggap material. Suatu hal dianggap material apabila pemahaman mengenai hal tersebut kemungkinan akan memengaruhi pengambilan keputusan oleh pengguna laporan audit. Auditor diharuskan untuk menyatakan dalam setiap laporan bahwa kegiatan- kegiatannya dilaksanakan sesuai dengan standar. 2) Kewajiban Auditor untuk Meningkatkan Kemampuan Auditor harus secara terus menerus meningkatkan kemampuan teknik dan metodologi audit Dengan memperbaiki teknik dan metodologi audit, auditor dapat meningkatkan kualitas audit dan mempunyai keahlian yang lebih baik untuk menilai ukuran kinerja atau pedoman kerja yang digunakan oleh auditi. Komponen kemampuan auditor yang harus ditingkatkan meliputi: kemampuan teknis, manajerial, dan konseptual yang terkait dengan audit dan auditi. b. Kewajiban APIP 1) Menyusun Rencana Pengawasan APIP harus menyusun rencana pengawasan tahunan dengan prioritas pada kegiatan yang mempunyai risiko terbesar dan selaras dengan tujuan organisasi. APIP diwajibkan menyusun Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 41 rencana strategis lima tahunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Rencana pengawasan tahunan berisi rencana kegiatan audit dalam tahun yang bersangkutan serta sumber daya yang diperlukan. Penentuan prioritas kegiatan audit didasarkan pada evaluasi risiko yang dilakukan oleh APIP dan dengan mempertimbangkan prinsip kewajiban menindak-lanjuti pengaduan dari masyarakat. Penyusunan rencana pengawasan tahunan tersebut didasarkan atas prinsip keserasian, keterpaduan, menghindari tumpang tindih dan pemeriksaan berulang-ulang serta memperhatikan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya. Rencana strategis sekurang-kurangnya berisi visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan APIP selama lima tahun. 2) Mengomunikasikan dan Meminta Persetujuan Rencana Pengawasan Tahunan APIP harus mengomunikasikan rencana pengawasan tahunan kepada pimpinan organisasi dan unit-unit terkait Melalui pengomunikasian rencana pengawasan tahunan tersebut diharapkan kendala yang dihadapi berupa kekurangan sumber daya dapat Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 42 terinformasikan kepada pimpinan dan mencegah terjadinya tumpang tindih pemeriksaan oleh berbagai APIP. 3) Mengelola Sumber Daya APIP harus mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara ekonomis, efisien dan efektif, serta memrioritaskan alokasi sumber daya tersebut pada kegiatan yang mempunyai risiko besar Dengan terbatasnya sumber daya yang ada, maka APIP hendaknya membuat skala prioritas pada pekerjaan- pekerjaan pengawasan yang menurut peraturan perundang- undangan harus diselesaikan dalam periode waktu tertentu. Keterbatasan sumber daya tidak dapat dijadikan alasan bagi APIP untuk tidak memenuhi standar audit. 4) Menetapkan Kebijakan dan Prosedur APIP harus menyusun kebijakan dan prosedur untuk mengarahkan kegiatan audit Kebijakan dan prosedur yang meliputi pengelolaan kantor, dan pelaksanaan audit disusun untuk memastikan bahwa pengelolaan APIP serta pelaksanaan pengawasannya dapat dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Efektivitas kebijakan dan prosedur tersebut dapat dicapai jika Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 43 proses reviu atas kebijakan dan prosedur dilakukan secara terus menerus. 5) Melakukan Koordinasi APIP harus melakukan koordinasi dengan, dan membagi informasi kepada, auditor eksternal dan/atau auditor lainnya Tujuan dilakukannya koordinasi pengawasan adalah untuk memastikan bahwa cakupan yang dilakukan telah tepat dan tidak terjadi pengulangan kegiatan. Salah satu perwujudan koordinasi adalah dengan menyampaikan rencana pengawasan tahunan serta hasil-hasil pengawasan yang telah dilakukan APIP dalam periode yang akan dilakukan oleh auditor eksternal dan/atau auditor lainnya. 6) Menyampaikan Laporan Berkala APIP wajib menyusun dan menyampaikan laporan secara berkala tentang realisasi kinerja dan kegiatan audit yang dilaksanakan APIP Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 44 Laporan berkala dimaksudkan untuk menyampaikan perkembangan pengawasan sesuai dengan rencana pengawasan tahunan, hambatan yang dijumpai serta rencana pengawasan periode berikutnya. 7) Melakukan Pengembangan Program dan Pengendalian Kualitas APIP harus mengembangkan program dan mengendalikan kualitas audit Program pengembangan kualitas mencakup seluruh aspek kegiatan audit di lingkungan APIP. Program ini dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi serta memberikan jaminan bahwa kegiatan audit di lingkungan APIP sejalan dengan Standar Audit dan Kode Etik. Efektivitas program tersebut harus dipantau secara terus menerus baik oleh internal APIP maupun pihak lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. 8) Menindaklanjuti Pengaduan Masyarakat APIP harus menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 45 APIP berkewajiban untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat antara lain terhadap hal-hal seperti: hambatan, keterlambatan, dan atau rendahnya kualitas pelayanan publik serta penyalahgunaan wewenang, tenaga, uang, dan aset atau barang miliki negara/daerah. 2. Standar Umum Standar umum ini meliputi standar-standar yang terkait dengan karakteristik organisasi dan para individu yang melakukan penugasan audit kinerja dan audit investigatif. Sistematika standar umum dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut: a. Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan dan Tanggung Jawab b. Independensi dan Obyektivitas 1) Independensi APIP 2) Obyektivitas Auditor 3) Gangguan Terhadap Independensi dan Obyektivitas c. Keahlian 1) Latar Belakang Pendidikan Auditor 2) Kompetensi Teknis 3) Sertifikasi Jabatan dan Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan 4) Penggunaan Tenaga Ahli dari Luar Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 46 d. Kecermatan Profesional e. Kepatuhan Terhadap Kode Etik Uraian rinci dari butir-butir Standar Umum di atas adalah sebagai berikut: a. Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan dan Tanggung Jawab Visi, misi, tujuan, kewenangan dan tanggung jawab APIP harus dinyatakan secara tertulis, disetujui dan ditandatangani oleh pimpinan tertinggi organisasi. Pernyataan standar tersebut dimaksudkan untuk memberikan kejelasan secara formal tentang arah dan mandat yang diberikan kepada APIP dalam melaksanakan setiap penugasan audit yang secara khusus berkenaaan dengan kewenangan akses APIP dan para auditornya atas informasi dan personel auditi. Setiap APIP tentunya harus memiliki visi, misi dan tujuan yang searah dengan visi, misi, dan tujuan pemerintah serta instansi induknya. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) misalnya, memiliki visi, misi, dan tujuan yang selaras dengan visi, misi, dan tujuan pemerintah. Demikian pula Inspektorat Jenderal memiliki visi, misi, dan tujuan yang selaras dengan visi, misi, dan tujuan departemennya dan seterusnya pada APIP lainnya. Kemudian, kewenangan dan tanggung jawab APIP harus diberdayakan secara optimal agar APIP dapat melaksanakan tugasnya secara independen dan obyektif. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 47 b. Independen dan Obyektivitas Dalam semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP harus independen dan para auditornya harus obyektif dalam pelaksanaan tugasnya. Keindependensian dan obyektivitas tersebut dapat dicapai melalui status APIP dalam organisasi dan penciptaan kebijakan untuk menjaga obyektivitas auditor terhadap auditi. Status APIP dalam organisasi yang ditempatkan langsung di bawah pimpinan tertinggi instansi adalah contoh keindependensian yang tinggi dari APIP tersebut. Dalam praktiknya kedudukan dan status organisasi dimana APIP ditempatkan adalah kewenangan pemerintah yang dituangkan dalam suatu peraturan seperti: Keputusan Presiden atau Peraturan Presiden tentang organisasi pemerintah. Independensi pada dasarnya merupakan state of mind atau sesuatu yang dirasakan oleh masing- masing menurut apa yang diyakini sedang berlangsung. Sehubungan dengan hal tersebut, independensi auditor dapat ditinjau dan dievaluasi dari dua sisi, independensi praktisi dan independensi profesi. Secara lengkap hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: v Independensi Praktisi, yakni independensi yang nyata atau faktual yang diperoleh dan dipertahankan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 48 oleh auditor dalam seluruh rangkaian kegiatan audit, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap pelaporan. Independensi dalam fakta ini merupakan tinjauan terhadap kebebasan yang sesungguhnya dimiliki oleh auditor, sehingga merupakan kondisi ideal yang perlu diwujudkan oleh auditor. Apabila auditor sungguh-sungguh memiliki kebebasan demikian, maka independensi dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil audit dapat terpenuhi. Namun demikian, independensi dalam fakta tersebut sifatnya sukar diukur dan tidak serta merta dapat disaksikan oleh orang lain. Kenyataan adanya independensi tersebut hanya dapat dirasakan langsung oleh auditor sendiri dan tidak mudah untuk ditunjukkan atau didemonstrasikan kepada umum. Oleh karena itu, ketika berbicara tentang independensi dalam wujudnya sehari-hari, independensi praktisi ini kurang mendapat perhatian, melainkan lebih ditekankan pada independensi menurut tinjauan yang kedua sebagaimana dikemukakan berikut. v Independensi Profesi, yakni independensi yang ditinjau menurut citra (image) auditor dari pandangan publik atau masyarakat umum terhadap auditor yang bertugas. Independensi menurut tinjauan ini sering pula dinamakan independensi dalam penampilan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 49 (independence in appearance). Independensi menurut tinjauan ini sangat krusial karena tanpa keyakinan publik bahwa seorang auditor adalah independen, maka segala hal yang dilakukannya serta pendapatnya tidak akan mendapatkan penghargaan dari publik atau pemakainya. Agar independensi menurut tinjauan penampilan ini dapat memperoleh pengakuan publik, maka cara yang efektif untuk mewujudkannya adalah dengan menghindari segala hal yang dapat menyebabkan penampilan auditor dalam kaitannya dengan kliennya mendapat kecurigaan dari publik. Namun demikian, untuk menghilangkan kecurigaan itu tidaklah mudah, bahkan sering memperoleh sorotan dari publik. Kebijakan untuk menjaga obyektivitas auditor terhadap auditi dapat dituangkan dalam bentuk ketentuan seperti: tidak diperkenankannya seorang auditor melakukan audit pada auditi tertentu selama tiga tahun berturut-turut, dilakukannya rotasi atau mutasi penugasan audit, larangan seorang auditor melakukan audit pada auditi yang pejabatnya memiliki hubungan keluarga, dan sebagainya. Jika independensi atau obyektivitas terganggu, baik secara faktual maupun penampilan, maka gangguan tersebut harus dilaporkan kepada pimpinan APIP. Auditor dapat menyampaikan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 50 keberatannya atas penugasan audit yang dapat mengganggu independensi dan obyektivitasnya sehingga pimpinan dapat menggantikannya dengan orang lain yang tidak terganggu keindependensian dan obyektivitasnya. Dalam pelaksanaannya perlu diciptakan ketentuan yang mengatur tentang tatacara pelaporan tersebut. Perlu juga diciptakan kebijakan yang mengatur tentang tidak diizinkannya seorang auditor melakukan penugasan audit pada suatu auditi tertentu apabila yang bersangkutan memiliki hubungan keluarga, sosial, dan hubungan lainnya yang dapat mengganggu independensi dan obyektivitasnya. Demikian pula perlu diciptakan kebijakan tentang tidak diperkenankannya auditor yang memberikan jasa reviu atau konsultansi atas suatu kegiatan atau instansi tertentu untuk terlibat dalam suatu penugasan audit pada instansi yang sama atau sebaliknya. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 51 c. Keahlian Auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Agar tercipta kinerja audit yang baik, maka APIP harus memiliki kriteria tertentu dari setiap auditor yang diperlukan untuk merencanakan audit, mengidentifikasi kebutuhan profesional auditor dan untuk mengembangkan teknik dan metodologi audit. Untuk itu, maka auditor APIP harus memiliki latar belakang pendidikan formal minimal Strata Satu (S-1) atau yang setara. Kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh setiap auditor pada umumnya adalah auditing, akuntansi, administrasi pemerintahan dan komunikasi. Sedangkan khusus bagi auditor investigatif diharusnya memiliki kompetensi tambahan, yaitu: Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 52 1) Pengetahuan tentang prinsip-prinsip, praktik-praktik, dan teknik audit investigatif, termasuk cara-cara untuk memperoleh bukti dari whistleblower (pihak- pihak tertentu yang menyampaikan sesuatu yang menyimpang yang dapat digunakan sebagai informasi awal dalam proses audit investigatif). 2) Pengetahuan tentang penerapan hukum, peraturan, dan ketentuan lainnya yang terkait dengan audit investigatif. 3) Kemampuan memahami konsep kerahasiaan dan perlindungan terhadap sumber informasi. 4) Kemampuan menggunakan peralatan komputer, perangkat lunak, dan sistem terkait secara efektif dalam rangka mendukung proses audit investigatif terkait dengan cybercrime (kejahatan dalam lingkungan dunia maya dengan teknologi informasi). Auditor harus mempunyai sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA) dan mengikuti pendidikan dan pelatihan profesional berkelanjutan (continuing professional education). Pendidikan sertifikasi jabatan fungsional auditor adalah kompetensi dasar auditor yang harus dimiliki oleh setiap auditor sesuai dengan jenjangnya masing-masing sebelum ditugaskan dalam penugasan audit. Auditor diwajibkan untuk terus meningkatkan kompetensinya dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 53 seperti: keikutsertaan dalam konferensi, seminar, kursus, program pelatihan di kantor sendiri dalam bidang yang terkait dengan penugasan audit dan berpartisipasi dalam proyek penelitian yang memiliki substansi di bidang audit. APIP dapat menggunakan tenaga ahli apabila APIP tidak mempunyai keahlian yang diharapkan untuk melaksanakan penugasan. Tenaga ahli tersebut dapat berupa: aktuaris, penilai (appraiser), pengacara, insinyur, konsultan lingkungan, profesi medis, ahli statistik dan geologi. Tenaga ahli tersebut harus memiliki kualifikasi profesional, kompetensi dan pengalaman yang relevan, independen dan memiliki proses pengendalian kualitas. Mereka juga harus disupervisi sebagaimana mestinya. d. Kecermatan Profesional Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Penggunaan keahlian secara cermat dan seksama (due professional care) mewajibkan auditor untuk melaksanakan tugasnya secara serius, teliti, dan menggunakan seluruh kemampuan dengan pertimbangan profesionalnya dalam melaksanakan tugas audit. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 54 e. Kepatuhan Terhadap Kode Etik. Auditor harus mematuhi Kode Etik yang ditetapkan. Auditor tidak saja harus menggunakan seluruh kemampuan dan kecermatannya tetapi juga dituntut untuk mematuhi kode etik yang ditetapkan. Dengan demikian kompetensi dan etika harus dipenuhi secara bersamaan. 3. Standar Pelaksanaan Audit Kinerja Standar pelaksanaan pekerjaan audit kinerja mendeskripsikan sifat kegiatan audit kinerja dan menyediakan kerangka kerja untuk melaksanakan dan mengelola pekerjaan audit kinerja yang dilakukan oleh auditor. Secara sistematis standar pelaksanaan audit kinerja terdiri dari: a. Perencanaan 1) Penetapan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan alokasi sumber daya 2) Pertimbangan dalam perencanaan a) Evaluasi terhadap sistem pengendalian intern b) Evaluasi atas ketidakpatuhan auditi terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatuhan (abuse) b. Supervisi Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 55 c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti 1) Pengumpulan bukti 2) Pengujian bukti d. Pengembangan Temuan e. Dokumentasi Uraian dari masing-masing butir Standar Pelaksanaan Audit Kinerja adalah sebagai berikut: a. Perencanaan Dalam setiap penugasan audit kinerja, auditor harus menyusun rencana audit. Perencanaan audit bertujuan untuk menjamin bahwa tujuan audit dapat tercapai secara berkualitas, ekonomis, efisien, dan efektif. Dalam perencanaan ini, auditor menetapkan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan alokasi sumber daya serta mempertimbangkan berbagai hal termasuk sistem pengendalian intern dan ketaatan auditi terhadap peraturan perundang- undangan, kecurangan dan ketidakpatuhan (abuse). 1) Penetapan Sasaran, Ruang Lingkup, Metodologi, dan Alokasi Sumber Daya Sasaran penugasan audit kinerja adalah untuk menilai bahwa auditi telah menjalankan kegiatannya secara ekonomis, efisien dan efektif serta; menilai efektivitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 56 terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan serta ketidakpatutan (abuse). Ruang lingkup dalam audit kinerja meliputi aspek keuangan dan operasional auditi sehingga auditor harus memeriksa semua buku, dokumen, catatan, laporan, aset maupun personalia. Untuk mencapai sasaran audit berdasarkan ruang lingkup audit yang telah ditetapkan, auditor harus menggunakan metodologi audit yang meliputi: a) Penetapan waktu yang sesuai untuk melaksanakan prosedur audit tertentu; b) Penetapan jumlah bukti yang akan diuji; c) Penggunaan teknologi audit yang sesuai, seperti: teknik sampling dan pemanfaatan komputer sebagai alat bantu audit; d) Pembandingan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku; dan e) Perancangan prosedur audit untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse). Alokasi sumber daya harus ditentukan oleh APIP dalam upaya untuk mencapai sasaran penugasan audit. Penugasan auditor harus didasarkan kepada evaluasi atas sifat dan kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu dan ketersediaan sumber dana. Pengalokasian sumber Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 57 daya manusia auditor yang diperlukan didasarkan pada latar belakang pendidikan formal dan pengalaman sesuai dengan kebutuhan audit. 2) Pertimbangan dalam Perencanaan Dalam merencanakan audit kinerja, auditor harus mempertimbangkan berbagai hal, termasuk sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan auditi terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse). Hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah: a) Laporan hasil audit sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang material; b) Sasaran audit dan pengujian yang diperlukan untuk mencapai sasaran audit dimaksud; c) Kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi organisasi, program, aktivitas atau fungsi yang diaudit; d) Sistem pengendalian intern auditi termasuk aspek penting lingkungan tempat beroperasinya auditi; e) Pemahaman tentang hak dan kewajiban serta hubungan timbal balik antara auditor dengan auditi, dan manfaat audit bagi kedua belah pihak; f) Pendekatan audit yang paling efisien dan efektif; dan g) Bentuk, isi dan pengguna laporan hasil audit. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 58 Auditor harus memahami rancangan sistem pengendalian intern dan menguji penerapannya. Sistem pengendalian intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai yang memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efisien dan efektif, keterandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Efektivitas sistem pengendalian intern akan memberi keyakinan yang memadai akan tercapainya tujuan organisasi. Itulah sebabnya auditor harus memiliki pemahaman atas sistem pengendalian intern dan menilainya yang dapat dilakukan melalui teknik audit seperti: permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi, dan pemeriksaan atas catatan dan dokumen. Auditor harus merancang auditnya untuk mendeteksi adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse). Dalam merencanakan pengujian untuk mendeteksi adanya ketidakpatuhan, auditor harus mempertimbangkan perkembangan peraturan- Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 59 peraturan baru dan kerumitan peraturan perundang- undangan tersebut. Di samping itu, auditor harus mempertimbangkan risiko terjadinya kecurangan yang berpengaruh secara signifikan terhadap tujuan audit. Auditor harus menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk mendeteksi kemungkinan adanya ketidak-patuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidak- patutan (abuse) serta melaporkan jika dijumpai hal- hal tersebut kepada pihak-pihak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. b. Supervisi Pada setiap tahap audit kinerja, pekerjaan auditor harus disupervisi secara memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas dan meningkatnya kemampuan auditor. Supervisi yang dilakukan secara terus menerus selama pekerjaan audit harus diarahkan ke substansi maupun metodologi audit, untuk mengetahui: 1) Pemahaman anggota tim audit atas rencana audit; 2) Kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar audit; 3) Kelengkapan bukti yang terkandung dalam kertas kerja audit untuk mendukung simpulan dan rekomendasi; 4) Kelengkapan dan akuransi laporan audit. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 60 Kegiatan supervisi dilakukan secara berjenjang. Dimulai dari ketua tim auditor mereviu pekerjaan anggota tim, pengendali teknis mereviu pekerjaan ketua dan anggota tim, pengendali mutu mereviu pekerjaan pengendali teknis, ketua tim, dan anggota tim. Supervisi dilakukan untuk memastikan bahwa: 1) Tim audit memahami tujuan dan rencana audit; 2) Audit dilaksanakan sesuai dengan standar audit; 3) Prosedur audit telah diikuti; 4) Kertas kerja audit memuat bukti-bukti yang mendukung temuan dan rekomendasi; 5) Tujuan audit telah dicapai. c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti Auditor harus mengumpulkan dan menguji bukti untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit kinerja. Oleh karena audit dapat didefinisikan sebagai proses pengumpulan dan pengujian bukti untuk melihat kesesuaian informasi yang terkandung dalam bukti tersebut dengan suatu kriteria yang mendasarinya, maka proses pengumpulan dan pengujian bukti adalah inti dari audit. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 61 1) Pengumpulan bukti Auditor harus mengumpulkan bukti yang cukup, kompeten, dan relevan. Bukti audit dapat digolongkan menjadi bukti fisik, bukti dokumen, bukti kesaksian, dan bukti analisis. Bukti yang cukup berkaitan dengan jumlah bukti yang dapat dijadikan sebagai dasar penarikan suatu kesimpulan audit. Penentuan kecukupan bukti didasarkan pada pertimbangan keahlian auditor secara profesional dan obyektif. Bukti yang kompeten adalah bukti yang sah dan dapat diandalkan untuk menjamin kesesuaiannya dengan fakta. Bukti disebut sah apabila bukti tersebut memenuhi persyaratan hukum dan peraturan perundang-undangan. Bukti yang dapat diandalkan berkaitan dengan sumber perolehan dan cara perolehan bukti itu sendiri. Bukti audit disebut relevan jika bukti tersebut secara logis mendukung pendapat atau argumentasi yang berhubungan dengan tujuan dan kesimpulan audit. Auditor dapat menggunakan tenaga ahli untuk memperoleh bukti yang cukup, kompeten dan relevan. 2) Pengujian bukti Auditor harus menguji bukti audit yang dikumpulkan. Pengujian bukti dimaksudkan untuk menilai kesahihan bukti yang dikumpulkan terkait Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 62 dengan kesesuaian antara informasi yang terkandung dalam bukti tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan. Teknik audit dalam melakukan pengujian bukti dapat dilakukan seperti: konfirmasi, inspeksi, pembandingan, penelusuran hingga bukti asal, dan wawancara. d. Pengembangan Temuan Auditor harus mengembangkan temuan yang diperoleh selama pelaksanaan audit kinerja. Temuan audit berupa ketidak-ekonomisan, ketidak-efisienan dan ketidak- efektifan pengelolaan organisasi, program, aktivitas atau fungsi yang diaudit. Selain itu, temuan juga dapat berupa tidak efektifnya sistem pengendalian intern, adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse). Unsur temuan meliputi: kondisi, kriteria, sebab, dan akibat. e. Dokumentasi Auditor harus menyiapkan dan menata-usahakan dokumen audit kinerja dalam bentuk kertas kerja audit. Dokumen audit harus disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisis. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 63 Dokumen audit yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan auditor yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan audit tersebut dapat memastikan bahwa dokumen audit tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung kesimpulan, temuan, dan rekomendasi auditor. Dokumen audit harus berisi hal-hal berikut ini: 1) Tujuan, lingkup, dan metodologi audit, termasuk kriteria pengambilan uji petik yang digunakan; 2) Dokumentasi pekerjaan yang dilakukan untuk mendukung pertimbangan profesional dan temuan auditor; 3) Bukti tentang reviu supervisi terhadap pekerjaan yang dilakukan; dan 4) Penjelasan auditor mengenai standar yang tidak diterapkan, apabila ada, alasan dan akibatnya. APIP harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang wajar mengenai pengamanan dan penyimpanan dokumen audit selama waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen audit dapat berupa dokumen tertulis secara manual maupun dalam format elektronik. Dokumen audit dapat dijadikan sarana reviu terhadap kualitas pelaksanaan audit. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 64 4. Standar Pelaporan Audit Kinerja Standar pelaporan merupakan acuan bagi penyusunan laporan hasil audit kinerja yang merupakan tahap akhir suatu proses audit untuk mengomunikasikan hasil audit kepada auditi dan pihak lain yang terkait. Secara sistematis standar pelaporan audit kinerja meliputi butir-butir sebagai berikut: a. Kewajiban Membuat Laporan b. Cara dan Saat Pelaporan c. Bentuk dan Isi Laporan d. Kualitas Laporan e. Tanggapan Auditi f. Penerbitan dan Distribusi Laporan Rincian dari setiap butir-butir stndar pelaporan audit kinerja adalah sebagai berikut. a. Kewajiban Membuat Laporan Auditor harus membuat laporan hasil audit kinerja sesuai dengan penugasannya yang disusun dalam format yang sesuai, segera setelah selesai melakukan auditnya. Laporan hasil audit berguna antara lain untuk: 1) Mengomunikasikan hasil audit kinerja kepada auditi dan pihak lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan; Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 65 2) Menghindari kesalah-pahaman atas hasil audit; 3) Menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi auditi dan instansi terkait; dan 4) Memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan. b. Cara dan Saat Pelaporan Laporan hasil audit kinerja harus dibuat secara tertulis dan segera, yaitu pada kesempatan pertama setelah berakhirnya pelaksanaan audit. Laporan yang dibuat tertulis bertujuan untuk menghindari kemungkinan salah tafsir atas kesimpulan, temuan dan rekomendasi auditor. Keharusan membuat laporan secara tertulis tidak membatasi atau mencegah pembahasan lisan dengan auditi selama proses audit berlangsung. c. Bentuk dan Isi Laporan Laporan hasil audit kinerja harus dibuat dalam bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh auditi dan pihak lain yang terkait. Laporan hasil audit dapat berbentuk surat atau bab. Bentuk surat digunakan apabila dari hasil audit tidak dijumpai banyak temuan. Sedangkan digunakan dalam bentuk bab apabila dari hasil audit ditemukan banyak temuan. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 66 Laporan hasil audit kinerja baik bentuk surat atau bab harus memuat: 8) Dasar melakukan audit; 9) Identifikasi audit; 10) Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi audit; 11) Pernyataan bahwa audit dilaksanakan sesuai dengan standar audit; 12) Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi; 13) Hasil audit berupa kesimpulan, temuan audit dan rekomendasi; 14) Tanggapan dari pejabat auditi yang bertanggung jawab; 15) Pernyataan adanya keterbatasan dalam audit serta pihak-pihak yang menerima laporan ; 16) Pelaporan informasi rahasia, bila ada. Kelemahan sistem pengendalian intern, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse) disajikan sebagai bagian temuan. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 67 d. Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Auditor harus melaporkan adanya kelemahan atas sistem pengendalian intern auditi. Kelemahan atas sistem pengendalian intern yang dilaporkan adalah kelemahan yang mempunyai pengaruh signifikan. Sedangkan kelemahan yang tidak signifikan cukup disampaikan kepada auditi dalam bentuk surat (management letter). e. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan, Kecurangan dan Ketidakpatutan (abuse) Auditor harus melaporkan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidapatutan (abuse). f. Kualitas Laporan Laporan hasil audit kinerja harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas dan seringkas mungkin. Agar suatu informasi bermanfaat secara maksimal, maka laporan hasil audit harus tepat waktu. Agar menjadi lengkap, maka laporan hasil audit harus memuat semua informasi dari bukti yang dibutuhkan untuk memenuhi Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 68 sasaran audit, memberikan pemahaman yang benar dan memadai atas hal yang dilaporkan, dan memenuhi persyaratan isi laporan hasil audit. Laporan yang akurat berarti informasi yang disajikan didukung oleh bukti yang benar dan temuan telah disajikan dengan tepat. Perlunya keakuratan didasarkan atas kebutuhan untuk memberikan keyakinan kepada pengguna laporan bahwa apa yang dilaporkan memiliki kredibilitas dan dapat diandalkan. Laporan yang obyektif berarti informasi yang disajikan itu seimbang (adil) dalam isi maupun redaksinya, tidak memihak sehingga pengguna laporan dapat diyakinkan oleh fakta yang disajikan. Laporan obyektif juga memiliki pengertian tidak menyesatkan. Auditor yang menyampaikan laporan hasil audit harus berdiri netral. Agar laporan itu meyakinkan, maka laporan harus dapat menjawab sasaran audit, menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi yang logis. Informasi yang disajikan harus cukup meyakinkan pengguna laporan untuk Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 69 mengakui validitas temuan dan manfaat penerapan rekomendasi. Laporan yang jelas adalah laporan yang mudah dibaca dan dipahami. Untuk itu, maka laporan menggunakan bahasa yang jelas, sederhana, lugas dan tidak teknis. Pengorganisasian laporan secara logis, akurat dan tepat dalam menyajikan fakta merupakan hal yang penting dalam memberikan kejelasan dan pemahaman bagi pengguna laporan hasil audit. Laporan yang ringkas adalah laporan yang tidak lebih panjang dari yang diperlukan untuk menyampaikan dan mendukung pesan. g. Tanggapan Auditi Auditor harus meminta tanggapan atau pendapat terhadap kesimpulan, temuan dan rekomendasi termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh auditi secara tertulis dari pejabat auditi yang bertanggung jawab. h. Penerbitan dan Distribusi Laporan Laporan hasil audit kinerja diserahkan kepada pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan hasil audit kinerja harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal yang diaudit merupakan rahasia negara atau dilarang untuk disampaikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 70 perundang-undangan, maka untuk tujuan pengamanannya, auditor dapat membatasi pendistribusian laporan tersebut. 5. Standar Tindak Lanjut Audit Kinerja Standar tindak lanjut mengatur tentang ketentuan dalam hal kepastian saran dan rekomendasi telah dilakukan oleh auditi. Secara sistematis butir-butir standar tindak lanjut audit kinerja meliputi: a. Komunikasi Dengan Auditi b. Prosedur Pemantauan c. Status Temuan d. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan dan Kecurangan Uraian dari masing-masing butir standar tindak lanjut audit kinerja adalah sebagai berikut. a. Komunikasi Dengan Auditi Auditor harus mengomunikasikan kepada auditi bahwa tanggung jawab untuk menyelesaikan atau menindak-lanjuti temuan audit kinerja dan rekomendasi berada pada auditi. Pernyataan tersebut dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran bahwa tanggungjawab menindak- lanjuti rekomendasi audit bukan berada pada auditor melainkan pada auditi. Oleh sebab itu, dalam praktiknya, auditor harus memperoleh pernyataan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 71 atau penegasan tertulis dari auditi bahwa hasil auditnya akan ditindaklanjuti. b. Prosedur Pemantauan Auditor harus memantau dan mendorong tindak lanjut atas temuan beserta rekomendasi. Walaupun tanggung jawab menindak-lanjuti hasil audit berada pada pihak auditi, namun demikian auditor diwajibkan memantau proses tindak lanjut melalui pendokumentasian data temuan audit dan pemutahiran data temuan audit tersebut secara terus menerus. APIP perlu membuat kebijakan dan prosedur pemantauan guna mengefektifkan pelaksanaan tindak lanjut hasil audit. Auditor dalam setiap penugasan audit wajib memeriksa tindak lanjut hasil audit tahun sebelumnya dan memperoleh informasi secukupnya tentang belum ditindak-lanjutinya hasil audit tahun sebelumnya. c. Status Temuan Auditor harus melaporkan status temuan beserta rekomendasi audit kinerja sebelumnya yang belum ditindak- lanjuti. Laporan status temuan yang disampaikan kepada pihak yang berkepentingan memuat antara lain: 1. Temuan dan rekomendasi; 2. Sebab-sebab belum ditindaklanjutinya temuan; 3. Komentar dan rencana pihak auditi untuk menuntaskan temuan. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 72 d. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan dan Kecurangan Terhadap temuan yang berindikasi adanya tindakan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan kecurangan, auditor harus membantu aparat penegak hukum terkait dalam upaya penindak-lanjutan temuan tersebut. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan meneliti sebab-sebab tidak atau belum adanya proses hukum. 6. Standar Pelaksanaan Audit Investigatif Standar pelaksanaan pekerjaan audit investigatif mendeskripsikan sifat kegiatan audit investigatif dan menyediakan kerangka kerja untuk melaksanakan dan mengelola pekerjaan audit investigatif yang dilakukan oleh auditor investigatif. Sistematika standar pelaksanaan audit investigatif meliputi : a. Perencanaan 1) Penetapan sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber daya 2) Pertimbangan dalam perencanaan b. Supervisi c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 73 1) Pengumpulan bukti 2) Pengujian bukti d. Dokumentasi Rincian dari masing-masing butir standar pelaksanaan audit investigatif adalah sebagai berikut. a. Perencanaan Dalam setiap penugasan audit investigatif, auditor investigatif harus menyusun rencana audit. Rencana audit tersebut harus dievaluasi dan bila perlu disempurnakan selama proses audit investigatif berlangsung sesuai dengan perkembangan hasil audit investigatif di lapangan. Perencanaan audit investigatif dimasudkan untuk memperkecil tingkat risiko kegagalan dalam melakukan audit investigatif dan memberikan arah agar pelaksanaan audit investigatif dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Informasi yang diterima dari berbagai sumber, seperti: pengaduan masyarakat, pengembangan hasil audit kinerja atau audit lainnya, permintaan instansi aparat penegak hukum atau instansi lainnya dijadikan sebagai dasar penyusunan rencana audit investigatif. Setiap informasi yang diterima dianalisis dan dievaluasi untuk menentukan satu keputusan dari 3 (tiga) keputusan, yaitu: melakukan audit investigatif, meneruskan ke pejabat yang berwenang, atau tidak perlu ditindak-lanjuti. Apabila keputusan yang Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 74 diambil adalah melakukan audit investigatif, maka rencana tindakan memuat langkah-langkah berikut: v Menentukan sifat utama pelanggaran; v Menentukan fokus perencanaan dan sasaran audit investigatif; v Mengindentifikasi kemungkinan pelanggaran hukum, peraturan, atau perundang-undangan, dan memahami unsur-unsur yang terkait dengan pembuktian atau standar; v Mengindentifikasi dan menentukan prioritas tahapan audit investigatif yang diperlukan untuk mencapai sasaran audit investigatif; v Menentukan sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan audit investigatif; dan v Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang, termasuk instansi penyidik jika diperlukan. 1) Penetapan Sasaran, Ruang Lingkup dan Alokasi Sumber Daya Dalam membuat rencana audit, auditor harus menetapkan sasaran, ruang lingkup, dan alokasi sumber daya. Sasaran audit investigatif adalah terungkapnya kasus penyimpangan yang berindikasi dapat menimbulkan kerugian keuangan negara/daerah. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 75 Ruang lingkup audit investigatif meliputi pengungkapan fakta dan proses kejadian, sebab dan dampak penyimpangan, dan penentuan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam atau bertanggung jawab atas penyimpangan. Tujuan penetapan alokasi sumber daya pendukung audit investigatif adalah agar kualitas audit investigatif dapat dicapai secara optimal. Kebutuhan sumber daya yang harus ditentukan antara lain terkait dengan personil, pendanaan, dan sarana prasarana lainnya. 2) Pertimbangan dalam Perencanaan Dalam penyusunan rencana audit investigatif, auditor investigatif harus mempertimbangkan berbagai hal. Berbagai hal yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana audit investigatif antara lain: v Sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber daya; v Pemahaman mengenai akuntabilitas berjenjang; v Aspek kegiatan operasi auditi dan aspek pengendalian intern; v Jadwal kerja dan batasan waktu; Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 76 v Hasil audit periode sebelumnya dengan mempertimbangkan tindak lanjut terhadap rekomendasi atas temuan sebelumnya; dan v Mekanisme koordinasi antara auditor, auditi, dan pihak terkait lainnya. b. Supervisi Pada setiap tahap audit investigatif, pekerjaan auditor harus disupervisi secara memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan auditor. Supervisi harus diarahkan baik pada substansi maupun metodologi audit yang bertujuan antara lain untuk mengetahui: v Pemahaman tim audit atas tujuan dan rencana audit; v Kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar audit; v Ketaatan terhadap prosedur audit; v Kelengkapan bukti-bukti yang terkandung dalam kertas kerja audit untuk mendukung temuan dan rekomendasi; dan v Pencapaian tujuan audit. c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti Auditor investigatif harus mengumpulkan dan menguji bukti untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit investigatif. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 77 Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus difokuskan pada upaya pengujian hipotesis untuk mengungkapkan: v Fakta-fakta dan proses kejadian (modus operandi); v Sebab dan dampak penyimpangan; dan v Pihak-pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara/daerah. o Pengumpulan Bukti Auditor investigatif harus mengumpulkan bukti audit yang cukup, kompeten dan relevan. Pengumpulan bukti bertujuan untuk menentukan apakah informasi awal yang diterima dapat diandalkan karena akan digunakan auditor untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit. o Pengujian Bukti Auditor investigatif harus menguji bukti audit yang dikumpulkan. Pengujian bukti dimaksudkan untuk menilai kesahihan bukti yang dikumpulkan dan kesesuaian bukti dengan hipotesis. Bukti diuji dengan memperhatikan urutan proses kejadian (sequences) dan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 78 kerangka waktu kejadian (time frame) yang dijabarkan dalam bentuk bagan arus kejadian (flow chart) atau narasi. Teknik yang dapat digunakan untuk menguji bukti antara lain: inspeksi, observasi, wawancara, konfirmasi, analisis, pembandingan, rekonsiliasi dan penelusuran kembali. d. Dokumentasi Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan dokumen audit investigatif dalam bentuk kertas kerja audit. Dokumen audit investigatif harus disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisis. Hasil audit investigatif harus didokumentasikan dalam berkas audit investigatif secara akurat dan lengkap. Pedoman internal audit investigatif harus secara khusus dan jelas menekankan kecermatan dan pentingnya ketepatan waktu. Laporan temuan audit investigatif dan pencapaian hasil audit investigatif harus didukung dengan dokumentasi yang cukup dalam berkas audit investigatif. 7. Standar Pelaporan Audit Investigatif Standar pelaporan ini merupakan acuan bagi penyusunan laporan hasil audit yang merupakan tahap akhir kegiatan audit Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 79 investigatif, untuk mengomunikasikan hasil audit investigatif kepada auditi dan pihak lain yang terkait. Secara sistematis standar pelaporan audit investigatif meliputi butir-butir sebagai berikut: o Kewajiban Membuat Laporan o Cara dan Saat Pelaporan o Bentuk dan Isi Laporan o Kualitas Laporan o Pembicaraan Akhir dengan Auditi o Penerbitan dan Distribusi Laporan Rincian dari setiap butir standar pelaporan audit investigasi adalah sebagai berikut. o Kewajiban Membuat Laporan Auditor investigatif harus membuat laporan hasil audit investigatif sesuai dengan penugasannya yang disusun dalam format yang tepat segera setelah melakukan tugasnya. Laporan hasil audit investigatif dibuat secara tertulis , dengan tujuan untuk memudahkan pembuktian dan berguna untuk proses hukum berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Beberapa hal yang perlu dipedomani adalah: v Dalam setiap laporan, fakta harus diungkapkan untuk membantu pemahaman pembaca laporan. Hal ini termasuk suatu pernyataan yang singkat dan jelas Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 80 berkenaan dengan penerapan hukum yang dilanggar atau sebagai dasar suatu audit investigatif. v Laporan harus memuat bukti-bukti baik yang mendukung maupun yang melemahkan temuan audit. v Laporan harus didukung dengan kertas kerja audit investigatif yang memuat referensi kepada semua wawancara, kontak, atau aktivitas audit investigatif yang lain. v Laporan harus mencerminkan hasil yang diperoleh dari audit investigatif, yaitu berupa: denda, penghematan, pemulihan, tuduhan, rekomendasi dan sebagainya. v Auditor harus menulis laporannya dalam bentuk deduktif, menggunakan kalimat dan pernyataan yang berupa ulasan dan kalimat topik. Penulisan kalimat dan paragraf harus singkat, sederhana dan langsung. v Laporan harus ringkas tanpa mengorbankan kejelasan, kelengkapan dan ketepatan untuk mengomunikasikan temuan audit investigatif yang relevan. v Laporan tidak boleh mengungkapkan pertanyaan yang belum terjawab atau memungkinkan interpretasi yang keliru. v Laporan audit investigatif tidak boleh mengandung opini atau pandangan pribadi. Semua penilaian, Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 81 kesimpulan, pengamatan dan rekomendasi harus didasarkan fakta yang tersedia. v Kelemahan sistem atau permasalahan manajemen yang terungkap dalam audit investigatif harus dilaporkan kepada pejabat yang berwenang dengan segera. o Cara dan Saat Pelaporan Laporan hasil audit investigatif dibuat secara tertulis dan segera setelah berakhirnya pelaksanaan audit investigatif. APIP harus menetapkan kapan laporan akan diberikan secara tertulis sesuai dengan situasi dan kasus yang diaudit. o Isi Laporan Laporan hasil audit investigatif harus memuat semua aspek yang relevan dari audit investigatif. Laporan hasil audit investigatif minimal harus memuat hal-hal berikut: v Dasar melakukan audit; v Identifikasi auditi; v Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi audit; v Pernyataan bahwa audit investigatif telah dilaksanakan sesuai Standar Audit; v Fakta-fakta dan proses kejadian mengenai siapa, di mana, bilamana, bagaimana dari kasus yang diaudit; v Sebab dan dampak penyimpangan; Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 82 v Pihak yang diduga terlibat atau bertanggung jawab; dan v Dalam pengungkapan pihak yang bertanggung jawab atau yang diduga terlibat, auditor harus memperhatikan asas praduga tidak bersalah yaitu dengan tidak menyebut identitas lengkap. o Kualitas Laporan Laporan hasil audit investigasi harus akurat, jelas, lengkap, singkat, dan disusun dengan logis, tepat waktu, dan obyektif. Laporan harus akurat dan jelas, singkat, menunjukkan hasil-hasil relevan dan upaya auditor investigatif. Laporan harus disajikan secara langsung tepat secara gramatikal, menghindari penggunaan kata yang tidak perlu, mengganggu, atau membingungkan. Laporan harus disajikan dengan baik, relevan dengan audit investigatif dan mendukung penyajian. Semua audit investigatif harus dilaksanakan dan dilaporkan secara cermat dan tepat waktu. Hal ini disebabkan besarnya dampak hasil audit investigatif terhadap karir seseorang atau kehidupan suatu organisasi. o Pembicaraan Akhir dengan Auditi Auditor investigatif harus meminta tanggapan/ pendapat terhadap hasil audit investigatif. Tanggapan/ Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 83 pendapat tersebut harus dikemukakan pada saat melakukan pembicaraan akhir dengan auditi. Salah satu cara yang paling efektif untuk memastikan bahwa suatu laporan hasil audit investigatif dipandang adil, lengkap, dan obyektif adalah adanya reviu dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, sehingga dapat diperoleh suatu laporan yang tidak hanya mengemukakan kesimpulan auditor investigatif saja, melainkan memuat pula pendapat pejabat yang bertanggung jawab tersebut. Tanggapan tersebut harus dievaluasi dan dipahami secara seimbang dan obyektif, serta disajikan secara memadai dalam laporan hasil audit investigatif. Apabila tanggapan dari auditi bertentangan dengan kesimpulan dalam laporan hasil audit investigatif, dan menurut pendapat auditor investigatif tanggapan tersebut tidak benar, maka auditor investigatif harus menyampaikan ketidak-setujuannya atas tanggapan tersebut beserta alasannya secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya, auditor harus memperbaiki laporannya, apabila auditor berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar. o Penerbitan dan Distribusi Laporan Laporan hasil audit investigatif diserahkan kepada pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan hasil audit investigatif harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang telah ditentukan sesuai Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 84 dengan peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal yang diaudit merupakan rahasia negara, maka untuk tujuan keamanan negara atau menurut peraturan perundang- undangan dilarang dipublikasikan, maka APIP harus membatasi pendistribusian laporan tersebut. 8. Standar Tindak Lanjut Audit Investigatif Standar Tindak Lanjut mengatur tentang ketentuan dalam hal kepastian saran dan rekomendasi telah dilakukan oleh auditi. o Tanggung Jawab APIP Untuk Memantau Tindak Lanjut Temuan APIP harus memantau tindak lanjut hasil audit investigatif yang dilimpahkan kepada aparat penegak hukum Standar ini mengharuskan APIP untuk mengadministrasikan temuan audit investigatif guna keperluan pemantauan tindak lanjut dan pemutakhiran data hasil audit investigatif, termasuk yang hasil akhirnya berupa tuntutan perbendaharaan atau tuntan ganti rugi (TP/TGR). APIP harus memantau tindak lanjut kasus penyimpangan yang berindikasi adanya tindak pidana korupsi/perdata yang dilimpahkan kepada Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi. C. STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA Selain standar audit yang telah dibicarakan di atas, terdapat Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang diterbitkan oleh Badan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 85 Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia melalui Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 pada bulan Januari 2007 yang memiliki landasan dan referensi berikut: 1. Landasan Peraturan Perundang-undangan: a. Undang Undang Dasar RI Tahun 1945; b. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; c. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ; d. Undang Undang Nomor 15 Yahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; dan e. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. 2. Referensi: o Standar Audit Pemerintahan Badan Pemeriksa Keuangan RI Tahun 1995; o Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS) 2003 Revision, United States Generally Accounting Office; o Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 2001, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI); o Auditing Standards, International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI), Latest Ammendment 1995; o Generally Accepted Auditing Standards (GAAS), AICPA, 2002; o Internal Control Standards, INTOSAI, 2001; dan o Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, Latest Revision December 2003. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 86 Standar pemeriksaan ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan demikian, maka standar pemeriksaan ini berlaku untuk: BPK. Akuntan Publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara, untuk dan atas nama BPK. Aparat Pengawas Intern Pemerintah termasuk satuan pengawasan intern maupun pihak lainnya sebagai acuan dalam menyusun standar pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara memuat 7 (tujuh) butir Pernyataan Standar Pemeriksaan berikut: Standar Umum Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan; Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan; Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja; Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja; Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu; dan Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 87 Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 1 tentang Standar Umum mengatur kriteria yang bersifat umum untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Standar ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk menjamin kredibilitas hasil pemeriksaan. Standar ini juga memberikan kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif. Cakupan standar umum mengatur hal- hal berikut: a. Persyaratan kemampuan/keahlian; b. Independensi; c. Penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama; dan d. Pengendalian mutu. Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 2 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan mengatur hal-hal berikut: o Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik; o Komunikasi Pemeriksa; o Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya; o Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse); o Pengembangan temuan pemeriksaan; dan o Dokumentasi pemeriksaan. Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 3 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan mengatur hal-hal berikut: Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 88 a. Hubungan dengan standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia; b. Pernyataan Kepatuhan terhadap standar pemeriksaan; c. Pelaporan tentang kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; d. Pelaporan tentang pengendalian intern; e. Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab; f. Pelaporan informasi rahasia; dan g. Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan. Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 4 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja mengatur hal-hal berikut: a. Perencanaan; b. Supervisi; c. Bukti; dan d. Dokumentasi pemeriksaan. Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 5 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja mengatur hal-hal berikut: a. Bentuk; b. Isi laporan; c. Unsur-unsur kualitas laporan; dan d. Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan. Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 6 tentang Standar Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu mengatur hal-hal berikut: a. Hubungan dengan standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia; Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 89 b. Komunikasi Pemeriksa; c. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya; d. Pengendalian intern; e. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan; kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse); dan f. Dokumentasi pemeriksaan. Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 7 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu mengatur hal-hal berikut: a. Hubungan dengan standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia; b. Pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan; c. Pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; d. Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab; e. Pelaporan informasi rahasia; dan f. Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan. D. STANDAR PROFESI AUDIT INTERNAL (SPAI) Sebagaimana dikemukakan di atas, sebagai bahan perbandingan, berikut ini diuraikan Standar Profesi Audit Internal yang diterbitkan oleh Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 90 Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. SPAI membagi standar audit menjadi dua kelompok besar: (1) Standar Atribut, dan (2) Standar Kinerja. Berikut ini akan disajikan SPAI secara lengkap. 1. Standar Atribut a. Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung jawab Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi. b. Independensi dan Objektivitas Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus objektif dalam melaksanakan pekerjaannya. 1) Independensi Organisasi Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi. 2) Objektivitas Auditor Internal Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest) Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 91 3) Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas Jika prinsip independensi dan objektivitas tidak dapat dicapai baik secara fakta maupun dalam kesan, hal ini harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang. Teknis dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan tidak terpenuhinya prinsip independensi dan objektivitas tersebut. c. Keahlian dan Kecermatan Profesional Penugasan harus dilaksanakan dengan memerhatikan keahlian dan kecermatan profesional. 1) Keahlian Auditor internal harus memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. a) Penanggung jawab Fungsi Audit Internal harus memperoleh saran dan asistensi dari pihak yang kompeten jika pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi dari staf auditor internal tidak memadai untuk pelaksanaan sebagian atau seluruh penugasannya. b) Auditor Internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan menguji adanya indikasi kecurangan. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 92 c) Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki pengetahuan tentang risiko dan pengendalian yang penting dalam bidang teknologi informasi dan teknik- teknik audit berbasis teknologi informasi yang tersedia. 2) Kecermatan Profesional Auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan ketrampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang prudent dan kompeten. Dalam menerapkan kecermatan profesional auditor internal perlu mempertimbangkan: a) Ruang lingkup penugasan. b) Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan. c) Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance. d) Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan. e) Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis lainnya. 3) Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (PPL) Auditor internal harus meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensinya melalui Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 93 d. Program Quality Assurance Fungsi Audit Internal Penanggung jawab Fungsi Audit Internal harus mengembangkan dan memelihara program quality assurance, yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal dan secara terus menerus memonitor efektivitasnya. Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara periodik serta pemantauan internal yang berkelanjutan. Program ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai dengan Standar dan Kode Etik Audit Internal. 1) Penilaian terhadap Program Quality Assurance Fungsi audit internal harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor dan menilai efektivitas program quality assurance secara keseluruhan. Proses ini harus mencakup penilaian (assessment) internal maupun eksternal. a) Penilaian Internal. Fungsi audit internal harus melakukan penilaian internal yang mencakup: Reviu yang berkesinambungan atas kegiatan dan kinerja fungsi audit internal, dan Reviu berkala yang dilakukan melalui self assessment atau oleh pihak lain dari dalam organisasi yang memiliki pengetahuan tentang standar dan praktek audit internal. b) Penilaian Eksternal. Penilaian eksternal harus dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 94 tahun oleh pihak luar perusahaan yang independen dan kompeten. 2) Pelaporan Program Quality Assurance Penanggung jawab fungsi audit internal harus melaporkan hasil reviu dari pihak eksternal kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi. 3) Pernyataan Kesesuaian dengan SPAI Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus memuat pernyataan bahwa aktivitasnya dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal. Pernyataan ini harus didukung dengan hasil penilaian Program Quality Assurance. 4) Pengungkapan atas Ketidakpatuhan Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap SPAI dan Kode Etik yang mempengaruhi ruang lingkup dan aktivitas fungsi audit internal secara signifikan, maka hal ini harus diungkapkan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi. 2. Standar Kinerja a. Pengelolaan Fungsi Audit Internal Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit internal secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi organisasi. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 95 1) Perencanaan Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun perencanaan yang berbasis risiko (risk-based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan audit internal, konsisten dengan tujuan organisasi. Rencana penugasan audit internal harus berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan paling sedikit setahun sekali. Masukan dari pimpinan dan dewan pengawas organisasi serta perkembangan terkini harus juga dipertimbangkan dalam proses ini. Rencana penugasan audit internal harus mempertimbangkan potensi untuk meningkatkan pengelolaan risiko, memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan organisasi. 2) Komunikasi dan Persetujuan Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan rencana kegiatan audit, dan kebutuhan sumberdaya kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi untuk mendapat persetujuan. Penanggung jawab fungsi audit internal juga harus mengomunikasikan dampak yang mungkin timbul karena adanya keterbatasan sumberdaya. 3) Pengelolaan Sumberdaya Penanggung jawab fungsi audit internal harus memastikan bahwa sumberdaya fungsi audit internal sesuai, memadai, dan dapat digunakan secara efektif untuk mencapai rencana-rencana yang telah disetujui. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 96 4) Kebijakan dan Prosedur Penanggung jawab fungsi audit internal harus menetapkan kebijakan dan prosedur sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal. 5) Koordinasi Penanggung jawab fungsi audit internal harus berkoordinasi dengan pihak internal dan eksternal organisasi yang melakukan pekerjaan audit untuk memastikan bahwa lingkup seluruh penugasan tersebut sudah memadai dan meminimalkan duplikasi. 6) Laporan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyampaikan laporan secara berkala kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas mengenai perbandingan rencana dan realisasi yang mencakup sasaran, wewenang, tanggung jawab, dan kinerja fungsi audit internal. Laporan ini harus memuat permasalahan mengenai risiko, pengendalian, proses governance, dan hal lainnya yang dibutuhkan atau diminta oleh pimpinan dan dewan pengawas. b. Lingkup Penugasan Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 97 1) Pengelolaan Risiko Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern. 2) Pengendalian Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan. a) Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit internal harus mengevaluasi kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian intern, yang mencakup governance, kegiatan operasi dan sistem informasi organisasi. Evaluasi sistem pengendalian intern harus mencakup: Efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi. Keandalan dan integritas informasi. Kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pengamanan aset organisasi. b) Fungsi audit internal harus memastikan sampai sejauh mana sasaran dan tujuan program serta kegiatan operasi telah ditetapkan dan sejalan dengan sasaran dan tujuan organisasi. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 98 c) Auditor internal harus mereviu kegiatan operasi dan program untuk memastikan sampai sejauh mana hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. d) Untuk mengevaluasi sistem pengendalian intern diperlukan kriteria yang memadai. 3) Proses Governance Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut: a) Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi. b) Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabel. c) Secara efektif mengomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam organisasi. d) Secara efektif mengoordinasikan kegiatan dari, dan mengomunikasikan informasi di antara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen. Fungsi audit internal harus mengevaluasi rancangan, implementasi dan efektivitas dari kegiatan, program dan sasaran organisasi yang berhubungan dengan etika organisasi. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 99 c. Perencanaan Penugasan Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu, dan alokasi sumberdaya. 1) Pertimbangan Perencanaan Dalam merencanakan penugasan, auditor internal harus mempertimbangkan: a) Sasaran dan kegiatan yang sedang direviu dan mekanisme yang digunakan kegiatan tersebut dalam mengendalikan kinerjanya. b) Risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumberdaya, dan operasi yang direviu serta pengendalian yang diperlukan untuk menekan dampak risiko ke tingkat yang dapat diterima oleh organisasi. c) Kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern. d) Peluang yang signifikan untuk meningkatkan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern. 2) Sasaran Penugasan Sasaran untuk setiap penugasan harus ditetapkan. 3) Ruang Lingkup Penugasan Agar sasaran penugasan tercapai maka fungsi audit internal harus menentukan ruang lingkup penugasan yang memadai. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 100 4) Alokasi Sumber Daya Penugasan Auditor internal harus menentukan sumber daya yang sesuai untuk mencapai sasaran penugasan. Penugasan staf harus didasarkan pada evaluasi atas sifat dan kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu, dan ketersediaan sumber daya. 5) Program Kerja Penugasan Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja dalam rangka mencapai sasaran penugasan. Program kerja harus menetapkan prosedur untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini harus memperoleh persetujuan sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja harus segera mendapat persetujuan. d. Pelaksanaan Penugasan Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan. 1) Mengidentifikasi Informasi Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai, handal, relevan, dan berguna untuk mencapai sasaran penugasan. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 101 2) Analisis dan Evaluasi Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat. 3) Dokumentasi Informasi Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang relevan untuk mendukung kesimpulan dan hasil penugasan. 4) Supervisi Penugasan Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan staf. e. Komunikasi Hasil Penugasan Auditor internal harus mengomunikasikan hasil penugasannya secara tepat waktu. 1) Kriteria Komunikasi Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup penugasan, simpulan, rekomendasi, dan rencana tindak lanjutnya. a) Komunikasi akhir hasil penugasan, bila memungkinkan memuat opini keseluruhan dan kesimpulan auditor internal. b) Auditor internal perlu memberikan apresiasi, dalam komunikasi hasil penugasan, terhadap kinerja yang memuaskan dari kegiatan yang direviu. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 102 c) Bilamana hasil penugasan disampaikan kepada pihak di luar organisasi, maka pihak yang berwenang harus menetapkan pembatasan dalam distribusi dan penggunaannya. 2) Kualitas Komunikasi Komunikasi yang disampaikan baik tertulis maupun lisan harus akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu. Kesalahan dan kealpaan. Jika komunikasi final mengandung kesalahan dan kealpaan, penanggung jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan informasi yang telah dikoreksi kepada semua pihak yang telah menerima komunikasi sebelumnya. 3) Pengungkapan atas Ketidak-patuhan terhadap Standar Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap standar yang mempengaruhi penugasan tertentu, komunikasi hasil-hasil penugasan harus mengungkapkan: Standar yang tidak dipatuhi. Alasan ketidak-patuhan. Dampak dari ketidak-patuhan terhadap penugasan. 4) Penyampaian Hasil-hasil Penugasan Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan hasil penugasan kepada pihak yang berhak. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 103 f. Pemantauan Tindak Lanjut Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga sistem untuk memantau tindak lanjut hasil penugasan yang telah dikomunikasikan kepada manajemen. Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun prosedur tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa manajemen telah melaksanakan tindak lanjut secara efektif, atau menanggung risiko karena tidak melakukan tindak lanjut. g. Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen Apabila manajemen senior telah memutuskan untuk menanggung risiko residual yang sebenarnya tidak dapat diterima oleh organisasi, penanggung jawab fungsi audit internal harus mendiskusikan masalah ini dengan manajemen senior. Jika diskusi tersebut tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan, maka penanggung jawab fungsi audit internal dan manajemen senior harus melaporkan hal tersebut kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi untuk mendapatkan resolusi. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 104 E. LATIHAN SOAL 1. Standar Audit yang berlaku bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah terdiri dari berapa kategori? Sebutkan satu persatu! 2. Apa alasan bahwa pertanggung-jawaban keuangan manajemen harus diperiksa oleh auditor yang independen? Apakah manajemen tidak mampu untuk menyajikan laporan pertanggungjawaban yang baik? 3. Jika sebuah kantor/organisasi audit pemerintah menugaskan dua orang auditor yang baru lulus dari universitas dan belum pernah melaksanakan audit (namun memiliki nilai akademis yang tinggi) untuk melaksanakan suatu penugasan audit, apakah penugasan ini telah memenuhi standar umum APIP? Apa alasan Saudara? 4. Apa saja yang harus dimiliki auditor untuk memenuhi standar umum yang pertama (keahlian dan pelatihan)? 5. APIP dan para auditornya harus senantiasa mewaspadai setiap kendala yang dapat mempengaruhi independensi dalam audit yang sedang dilakukannya baik kendala pribadi maupun kendala eksternal. Harap Saudara jelaskan apa saja kendala pribadi dan kendala eksternal tersebut! 6. Dalam suatu penugasan audit, Saudara menemukan bahwa di dalam sistem pengelolaan bahan baku terdapat kelemahan di mana setiap pengeluaran bahan baku tidak didasarkan atas bon pengeluaran barang, namun hanya berdasarkan nota telepon dari kepala bagian produksi. Dalam hal ini, apa reaksi Saudara ? Apakah langsung memberikan instruksi kepada kepala gudang untuk memperbaiki kelemahan tersebut ? Jelaskan alasan Saudara! Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 105 7. Sistem kendali mutu yang memadai meliputi suatu pengujian sejumlah sampelkegiatan pelaksanaan audit secara sistematis. Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan apa ? 8. Supervisi, berupa bimbingan dan pengawasan terhadap para asisten, diperlukan untuk mencapai tujuan audit dan menjaga mutu audit. Supervisi harus dilakukan dalam semua penugasan tanpa memandang tingkat pengalaman auditor yang bersangkutan. Supervisi ini dilakukan untuk memastikan apa saja ? 9. Sebutkan jenis-jenis bukti audit ! 10. Apa yang dimaksudkan dengan bukti relevan dan bukti kompeten ? 11. Apa saja yang harus didokumentasikan dalam Kertas Kerja Audit (KKA)? 12. Apa tujuan Kertas Kerja Audit ? 13. Agar dapat memenuhi tujuannya, KKA harus memenuhi syarat- syarat tertentu. Sebutkan syarat-syarat tersebut ! 14. Dalam standar pelaporan disebutkan bahwa temuan dan simpulan yang disampaikan kepada auditan harus dikemukakan secara objektif. Apa maksudnya? 15. Unsur-unsur apa saja yang harus ada dalam setiap temuan hasil pemeriksaan? 16. Apa lingkup penilaian sistem pengendalian intern dalam audit operasional? 17. APIP melakukan audit dengan standar audit sendiri, berarti APIP dalam menjalankan tugas auditnya tidak mengikuti standar audit yang telah ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Benarkah pernyataan ini ? Jelaskan jawaban Saudara ! Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 106 18. Banyak temuan hasil pemeriksaan APIP yang tidak ditindak-lanjuti oleh auditan, sehingga akumulasinya sangat material dan di samping menimbulkan citra negatif mengenai keberhasilan pengawasan, juga menimbulkan beban administrasi yang tidak ringan. Sebagai bahan diskusi, apa saja penyebab tidak ditindak- lanjutinya temuan hasil pemeriksaan dalam kaitannya dengan standar audit ? 19. Bentuk dan isi laporan harus disusun sedemikian rupa, sehingga memenuhi tujuan audit, jelas, mudah dimengerti, lengkap dan objektif. Bentuk dan isi laporan audit tersebut sekurang-kurangnya harus mencakup hal-hal apa ? 20. Menurut standar audit, apa yang harus dilakukan auditor jika mendapatkan temuan yang berindikasi melawan hukum? Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 107 Telah disampaikan pada bab pendahuluan bahwa setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat perlu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pengguna jasa profesi tersebut. Tanpa kepercayaan, profesi tersebut akan musnah. Selaku APIP, untuk menjaga kepercayaan masyarakat, dan tentunya juga pemerintah yang merupakan stakeholder APIP, kita semua perlu menjaga perilaku agar sesuai dengan etika yang berlaku dan senantiasa memenuhi standar mutu kerja yang telah tetapkan. Prinsip umum sikap seorang auditor yang harus bekerja secara profesional, independen dan objektif harus dipegang teguh, sehingga tercermin ciri yang unik dan spesifik dari profesi audit, sekaligus memberikan martabat yang tinggi bagi APIP. Perlu disadari bersama bahwa setiap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seorang anggota profesi audit, akan memberikan citra buruk bagi profesi audit secara umum di mata masyarakat, demikian pula jika penugasan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 108 dilaksanakan dengan mutu di bawah standar, hal ini akan memberikan dampak yang kurang lebih sama. Godaan yang dihadapi APIP memang banyak dan terkadang sangat menggiurkan, tapi martabat profesi justru diukur antara lain dari kemampuan untuk menepis godaan tersebut dan tetap bersikap objektif. Kode etik APIP dan standar audit APIP adalah amanat profesi yang harus kita jaga dan laksanakan bersama, agar martabat APIP di mata para stakeholders mendapat tempat yang terhormat dan hasil kerja APIP diharapkan dapat benar-benar memberikan andil yang berarti bagi kemajuan bangsa. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 109 Arens, Alvin A., Beasley, Mark S., and Elder, Randel J., Auditing and Assurance Services, Ptentice Hall, 11 th edition, 2007 Assegaf, Ibrahim Abdulah, Dictionary of Accounting, cetakan I, 1991 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Aturan Perilaku Pegawai BPKP, 1993/1994 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Aturan Perilaku Pemeriksa BPKP, 1993 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP), 1996 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, 2004 Collins Cobuild, English Dictionary, 2000 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke sembilan, 1997 Eric E. Kohler, A Dictionary for Accountants, edisi ke lima, 1979 Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Januari 2001 Sawyer., L.B., Dittenhofer, M.A., Sawyers Internal Auditing, The Practice of Modern Internal Auditing, The Institute of Internal Auditing, 5 th ed.,2003 Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 1 hal. 1 -- 2 Lampiran 1 KUTIPAN STANDAR PENGENDALIAN MUTU IAI Standar Pengendali Mutu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) SPM Seksi 200 Perumusan Kebijakan dan Prosedur Pengendalian Mutu, terdapat 9 unsur kebijakan dan prosedur kendali mutu audit yang wajib dibuat, yaitu : 1. Independen, yang memberikan keyakinan memadai bahwa, pada setiap lapis organisasi, semua staf profesional mempertahankan independensi sebagaimana diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik. Secara rinci, Aturan Etika No.1, Integritas, Objektivitas dan Independensi, memuat contoh-contoh penerapan yang berlaku untuk akuntan publik. 2. Penugasan Personil, yang memberikan keyakinan memadai bahwa penugasan akan dilaksanakan oleh staf profesional yang memiliki tingkat pelatihan dan keakhlian teknis untuk penugasan tersebut. Dalam proses penugasan personil, sifat dan lingkup supervisi harus dipertimbangkan. Umumnya, apabila personil yang ditugaskan semakin cakap dan berpengalaman, maka supervisi secara langsung terhadap personil tersebut, semakin tidak diperlukan. 3. Konsultasi, yang memberikan keyakinan memadai bahwa personil akan memperoleh informasi yang memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan (judgement) yang memadai. Sifat konsultasi akan tergantung atas beberapa faktor, antara lain ukuran KAP dan tingkat pengetahuan, kompetensi dan pertimbangan yang dimiliki oleh staf pelaksana perikatan. 4. Supervisi, yang memberikan keyakinan memadai bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh KAP. Lingkup supervisi dan review yang sesuai pada kondisi tertentu, tergantung atas beberapa faktor, antara lain kerumitan masalah, kualifikasi staf pelaksana perikatan, dan lingkup konsultasi yang tersedia dan yang telah digunakan. Tanggung jawab KAP untuk menetapkan prosedur mengenai supervisi berbeda dengan tanggung jawab staf secara individual untuk merencanakan dan melakukan supervisi secara memadai atas perikatan tertentu. 5. Pemekerjaan (Hiring), yang memberikan keyakinan memadai bahwa semua staf profesionalnya memiliki karakteristik yang tepat sehingga memungkinkan mereka melakukan perikatan secara kompeten. Akhirnya, mutu pekerjaan KAP tergantung kepada integritas, kompetensi dan motivasi personil yang melaksanakan dan melakukan supervisi atas pekerjaan. Oleh karena itu, program pemekerjaan KAP menjadi salah satu unsur penentu untuk mempertahankan mutu pekerjaan KAP. 6. Pengembangan Profesional, yang memberikan keyakinan memadai bahwa personil memiliki pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggungjawabnya. Pendidikan profesional berkelanjutan dan pelatihan merupakan wahana bagi KAP untuk memberikan kepada personilnya pengetahuan memadai untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan untuk kemajuan karier mereka di KAP. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 1 hal. 2 -- 2 7. Promosi (Advancement), yang memberikan keyakinan memadai bahwa semua personil terseleksi untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk lapis tanggung jawab yang lebih tinggi. Praktik promosi personil akan berakibat terhadap mutu pekerjaan KAP. Kualikasi personil terseleksi untuk promosi harus mencakup, tetapi tidak terbatas pada, karakter, inteligensi, pertimbangan (judgement), dan motivasi. 8. Penerimaan dan berkelanjutan klien, memberikan keyakinan memadai bahwa perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas. Adanya keharusan bagi KAP untuk menetapkan prosedur dengan tujuan seperti tersebut, tidak berarti bahwa KAP bertugas untuk menentukan integritas atau keandalan klien, dan tidak juga berarti bahwa KAP berkewajiban kepada siapapun, kecuali kepada dirinya, untuk menerima, menolak atau mempertahankan kliennya. Namun, dengan berdasarkan pada prinsip pertimbangan hati-hati (prudence), KAP disarankan selektif dalam menentukan hubungan profesionalnya. 9. Inspeksi, yang memberikan keyakinan memadai bahwa prosedur yang berhubungan dengan unsur-unsur pengendalian mutu, seperti tersebut pada 1 s.d. 8, telah diterapkan secara efektif. Prosedur inspeksi dapat dirancang dan dilaksanakan oleh individu yang bertindak mewakili kepentingan manajemen KAP. Jenis prosedur inspeksi yang akan digunakan tergantung kepada pengendalian yang ditetapkan oleh KAP dan penetapan tanggung jawab di KAP untuk melaksanakan kebijakan dan prosedur pengendalian mutunya. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 1 -- 13 Lampiran 2 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA Etika profesi bagi akuntan di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tahun 1973, kemudian disempurnakan tahun 1981 dan tahun 1986. Selanjutnya etika tersebut disempurnakan lagi tahun 1987 dan tahun 1994 diberi nama Kode Etik Akuntan Indonesia (KEAI). Setiap manusia yang memberikan jasa berdasarkan pengetahuan dan keahlian, harus memiliki tanggung jawab kepada pihak-pihak yang terpengaruh oleh jasanya tersebut. Akuntan, yang pemakaian gelarnya dilindungi oleh UU No. 34 tahun 1954 adalah profesi yang berdiri di atas landasan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian dalam melaksanakan tugasnya, akuntan harus senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat dengan menjalankan tugasnya secara objektif dan bertanggung jawab. KEAI adalah pedoman bagi para anggota IAI agar objektif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan profesinya. Rumusan KEAI yang dihasilkan kongres ke 6 IAI tahun 1994 terdiri atas 8 Bab, 11 pasal dan 6 pernyataan etika profesi. Pokok-pokok pernyataan etika profesi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Integritas, Objektivitas dan Independensi (Pernyataan Etika Profesi No.1) 1) Setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadi ; 2) Jika terlibat sebagai auditor, setiap anggota harus mempertahankan sikap independensi . Ia harus bebas dari semua kepentingan yang bisa dipandang tidak sesuai dengan integritas maupun objektivitasnya, tanpa tergantung efek sebenarnya dari kepentingan itu ; 3) Jika ada masalah tertentu yang belum diatur dalam standar etika profesi atau hukum negara, setiap anggota harus tetap mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadi ; 4) Auditor harus selalu mempertahankan sikap independen in fact dan in appearance (citra bebas) selama melaksanakan tugas audit ; 5) Dalam hal seorang anggota tidak bisa mempertahankan sikap di atas yang relevan dengan profesinya, ia harus menolak untuk menerima atau mengundurkan diri dari tugas yang bersangkutan . Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 2 -- 13 Hal yang dapat mempengaruhi independensi dan objektivitas seorang auditor seperti : 1) Hubungan keuangan dengan klien; 2) Kedudukan dalam perusahaan yang diaudit ; 3) Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai dan tidak konsisten 4) Pelaksanaan jasa lain untuk klien audit ; 5) Hubungan keluarga dan pribadi ; 6) Imbalan atas jasa profesional ; 7) Penerimaan barang atau jasa dari klien ; 8) Pemberian barang atau jasa kepada klien. 2. Kecakapan Profesional (Pernyataan Etika Profesi No.2) 1) Seorang anggota harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi yang relevan. Jika seseorang mempekerjakan staf dan ahli lainnya untuk melaksanakan tugas profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka mengenai keterikatan akuntan pada kode etik. Dan ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan kode etik, jika ia memilih ahli lain untuk memberikan saran atau bila merekomendasikan ahli lain itu kepada kliennya; 2) Setiap anggota harus meningkatkan kecakapan profesionalnya, agar mampu memberikan manfaat optimal dalam pelaksanaan tugasnya; 3) Setiap anggota harus menolak setiap penugasan yang tidak akan dapat diselesaikannya atau tidak sesuai dengan keakhlian profesionalnya. 3. Pengungkapan Informasi/Rahasia Klien (Pernyataan Etika Profesi No.3) 1) Setiap anggota harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam tugasnya dan tidak boleh terlibat dalam pengungkapan dan pemanfaatan informasi tersebut, tanpa seizin pihak yang memberi tugas, kecuali jika hal tersebut dikehendaki oleh standar profesi, hukum atau negara ; 2) Auditor harus tetap menjaga informasi rahasia pemberi tugas walaupun ia sudah bukan auditor pemberi tugas tersebut ; 3) Kewajiban menjaga informasi rahasia klien tersebut juga berlaku bagi staf yang membantunya, dan pihak yang dimintai pendapat atau bantuannya. Ia harus menjelaskan dan tetap bertanggungjawab atas kerahasiaan informasi tersebut. 4. Iklan Bagi Kantor Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.4) 1) Seorang akuntan publik tidak boleh membuat iklan yang menipu atau bentuk pendekatan lain yang palsu dan menyesatkan karena bertentangan dengan kepentingan umum ; Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 3 -- 13 2) Jika terlibat dalam profesi akuntan publik, setiap anggota tidak boleh menawarkan jasanya secara tertulis kepada calon klien, kecuali atas permintaan klien. Dalam hal ini KAP diperkenankan untuk memberikan Company Profile. 5. Komunikasi Antar Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.5) 1) Setiap anggota yang berprofesi sebagai akuntan publik harus memelihara hubungan baik dengan rekan seprofesi. Hal ini terutama berlaku bila ia mengganti atau diganti oleh rekan seprofesi dalam jasa audit atau bila ada kebutuhan untuk bekerja sama; 2) Setiap anggota yang berprofesi sebagai akuntan publik tidak boleh memberi saran atau pandangan mengenai masalah akuntansi atau pemeriksaan akuntan kepada orang atau badan yang diperiksa oleh rekan akuntan publik lain tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan rekan yang bersangkutan ; 3) Akuntan publik pengganti tidak boleh menerima penugasan atas klien yang sama, apabila antara akuntan terdahulu dengan klien tersebut timbul masalah audit fee yang belum diselesaikan. 6. Perpindahan Staff/Partner dari Satu Kantor Akuntan ke Kantor Akuntan Yang Lain (Pernyataan Etika Profesi No.6) 1) Staf / partner pada suatu KAP yang hendak pindah bekerja pada KAP yang lain harus : a. Mengajukan permohonan selambat-lambatnya 1-2 bulan untuk staf dan 6 bulan untuk partner kepada KAP terdahulu; b. Dengan persetujuan KAP terdahulu. 2) Staf/Partner dari suatu KAP tertentu yang pindah bekerja pada KAP lain tidak boleh memperlihatkan/membawa/menggunakan audit working paper, management letter dan atau informasi lainnya kepada KAP baru tempatnya bekerja. Berdasarkan hasil Kongres ke 7 IAI tahun 1998, telah dilakukan beberapa perubahan pada kerangka kode etik IAI, sehingga menjadi sebagai berikut : 1. Prinsip Etika, yang mengikat seluruh anggota IAI, dan merupakan produk kongres. 2. Aturan Etika, yang mengikat kepada anggota kompartemen dan merupakan produk Rapat Anggota Kompartemen. Aturan etika tidak boleh bertentangan dengan prinsip etika. 3. Interpretasi Aturan Etika, merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh kompartemen setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 4 -- 13 Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini, sebagaimana telah diuraikan pada halaman-halaman sebelum ini dapat dipakai sebagai interpretasi, sebelum adanya interpretasi baru. Adapun Prinsip Etika Profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, terdiri atas 8 prinsip, yang secara lengkap dikutip sebagai berikut : 1. Tanggung Jawab Profesi Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. 01. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerjaa sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi. 2. Kepentingan Umum (Publik) Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. 01. Satu ciri dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri atas klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada objektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. 02. Profesi akuntan dapat tetap berbeda pada posisi yang penting ini hanya dengan terus-menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. 03. Dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 5 -- 13 dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya. 04. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, objektivitas, keseksamaan professional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini. 05. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. 06. Tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititikberatkan pada kepentingan publik, misalnya : Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal ; Eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam oorganisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi ; Auditor intern memberikan keyakinan tentang struktur pengendalian intern yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar ; Ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil dari system pajak ; dan Konsultan manajemen mempunyai tanggung jawab terhadap kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik 3. Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. 01. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. 02. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 6 -- 13 pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. 03. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika. 04. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian professional. 4. Objektivitas Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 01. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota . Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. 02. Anggota bekerja dalam berbagai kaapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan objektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemen di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apa pun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas. 03. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan objektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap factor-faktor berikut : a. Adakalanya anggota dihadapkan pada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu objektivitasnya. b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua ssituasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengidentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak objektivitas anggota. c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar objektivitas harus dihindari. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 7 -- 13 d. Anggota memiliki kewajiban untuk memstikan bahwa orang-orang yang terlibat dalam pemberiaan jasa profesional mematuhi prinsip objektivitas. e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang- orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda. 5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati- hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legistasi dan teknik yang paling mutakhir. 01. Kehati-hatian professional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. 02. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogianya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi professional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase terpisah : a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi professional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian professional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota. b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional. Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan professional secara berkesinambungan selama kehidupan professional anggota. Pemeliharaan kompetensi professional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing, dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan. Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 8 -- 13 professional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional. 03. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan professional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau penyerahan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung jawab yang harus dipenuhinya. 04. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku. 05. Kehati-hatian professional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan professional yang menjadi tanggung jawabnya. 6. Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. 01. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa professional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir. 02. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau professional untuk mengungkapkan informasi. 03. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan. 04. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa professional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga. 05. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 9 -- 13 informasi dengan tujuan memenuhi tanggung jawab anggota berdasarkan standar professional. 06. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa professional dapat atau perlu diungkapkan. 07. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan. a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan. b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah : Untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan Untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik c. Ketika ada kewajiban atau hak professional untuk mengungkapkan: Untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika ; pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini; Untuk melindungi kepentingan professional anggota dalam sidang pengadilan ; Untuk menaati penelaahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau badan professional lainnya ; dan Untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur. 7. Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum. 8. Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keakhliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 10 -- 13 melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. 01. Standar teknis professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan. Selanjutnya di bawah ini disajikan contoh Aturan Etika, yaitu Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku di kalangan Kantor Akuntan Publik (KAP). Isinya adalah sebagai berikut : 100 INDEPENDENSI, INTEGRITAS DAN OBJEKTIVITAS 101 Independensi Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance). 102 Integritas dan Objektivitas Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangan kepada pihak lain. 200 STANDAR UMUM DAN PRINSIP AKUNTANSI 201 Standar Umum Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI: A. Kompetensi profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional. B. Kecermatan dan keseksamaan profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional. C. Perencanaan dan supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional. Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 11 -- 13 D. Data relevan yang memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya. 202 Kepatuhan terhadap Standar Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan, atau jasa profesional lainnya wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI. 203 Prinsip-prinsip Akuntansi Anggota KAP tidak diperkenankan : (1) menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau (2) menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut di atas. Dalam kondisi tersebut, anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahawa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan 300 TANGGUNG JAWAB KEPADA KLIEN 301 Informasi Klien yang Rahasia Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk : (1) membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi (2) mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 12 -- 13 (3) melarang review praktik profesional (review mutu) seorang Anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau (4) menghalangi Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin Anggota. Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review di atas, tidak boleh memanfaatkannya untuk kepentingan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butir (4) di atas atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) di atas. 302 Fee Profesional A. Besaran Fee Besarnya fee Anggota dapat bervariasi tergantung antara lain : risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi. B. Fee Kontinjen Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu di mana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi independensi 400 TANGGUNG JAWAB KEPADA REKAN SEPROFESI 401 Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi. 402 Komunikasi Antar Akuntan Publik Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan Kode Etik dan Standar Audit Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 13 -- 13 publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan. Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai. 403 Perikatan Atestasi Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang. 500 TANGGUNG JAWAB DAN PRAKTIK LAIN 501 Perbuatan dan Perkataan yang Mendiskriditkan Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi 502 Iklan, Promosi, dan kegiatan Pemasaran Lainnya Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi. 503 Komisi dan Fee Referal A. Komisi Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan kepada atau diterima dari klien/pihak lain untuk memperoleh perikatan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi. B. Fee Referal (Rujukan) Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi. 504 Bentuk Organisasi dan KAP Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi. Pusdiklat Pengawasan BPKP Jln. Beringin II Pandansari, Ciawi ISBN 979-3873-06-X Bogor 16720