You are on page 1of 130

2008

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN


BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
DIKLAT PEMBENTUKAN
AUDITOR TERAMPIL
KESA
KODE MA : 1.110
EDISI KELIMA
KODE ETIK DAN
STANDAR AUDIT
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
ii
Judul Modul : Kode Etik dan Standar Audit
Penyusun : Drs. H.T. Redwan Jaafar, Ak.
Sumiyati, Ak., M.F.M.
Perevisi Pertama : Drs. H.T. Redwan Jaafar, Ak.
Drs. Wawan Trangawan
Perevisi Kedua : Teguh Widhyo Utomo, Ak.
Sunaryono, Ak., M.M.
Perevisi Ketiga : Sigit Susilo Broto, Ak., M.Comm.
Perevisi Keempat : John Elim, Ak., MBA
Pereviu : Linda Ellen Theresia, SE., MBA
Editor : Riri Lestari, Ak
Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP
dalam rangka Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Pembentukan Auditor
Terampil
Edisi Pertama : Tahun 1998
Edisi Kedua (Revisi Pertama) : Tahun 2000
Edisi Ketiga (Revisi Kedua) : Tahun 2002
Edisi Keempat (Revisi Ketiga) : Tahun 2005
Edisi Kelima (Revisi Keempat) : Tahun 2008
ISBN 979-3873-06-X
Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau seluruh
isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis dari
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Tujuan Pembelajaran ................................................................. 2
B. Sistematika Modul ...................................................................... 2
C. Metodologi Pemelajaran ............................................................ 4
BAB II ETIKA PROFESI, STANDAR AUDIT, DAN KENDALI MUTU ........... 5
Tujuan Pemelajaran Khusus .............................................................. 5
A. Pengertian Profesi ..................................................................... 5
B. Pengertian dan Tujuan Kode Etik ............................................... 7
C. Pengertian dan Tujuan Standar Audit ........................................ 13
D. Kode Etik, Standar Audit, dan Program Jaminan Kualitas .......... 14
E. Kode Etik dan Standar Audit APIP ............................................. 16
F. Latihan Soal ............................................................................... 17
BAB III KODE ETIK APARAT PENGAWASAN FUNGSIONAL
PEMERINTAH ................................................................................... 19
Tujuan Pemelajaran Khusus ............................................................... 19
A. Landasan Hukum ....................................................................... 20
B. Kode Etik APIP .......................................................................... 21
C. Pelanggaran .............................................................................. 28
D. Pengecualian ............................................................................. 29
E. Sanksi atas Pelanggaran ............................................................ 30
F Kode Etik Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal .. 30
G. Latihan Soal ............................................................................... 32
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
v
BAB IV STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN
PEMERINTAH ................................................................................... 34
Tujuan Pemelajaran Khusus ............................................................... 34
A. Pendahuluan .............................................................................. 34
B. Standar Audit APIP .................................................................... 38
C. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ................................... 84
D. Standar Profesi Audit Internal ................................................... 89
E. Latihan Soal ............................................................................... 104
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 107
Daftar Kepustakaan .............................................................................................. 109
Lampiran 1
Lampiran 2
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
1
Kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi ditentukan oleh
keandalan, kecermatan, ketepatan waktu, dan mutu jasa atau pelayanan yang
dapat diberikan oleh profesi yang bersangkutan. Kata kepercayaan demikian
pentingnya karena tanpa kepercayaan masyarakat maka jasa profesi tersebut
tidak akan diminati, yang kemudian pada gilirannya profesi tersebut akan punah.
Untuk membangun kepercayaan perilaku para pelaku profesi perlu diatur dan
kualitas hasil pekerjaannya dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu dibutuhkan
penetapan standar tertentu, sehingga masyarakat dapat meyakini kualitas
pekerjaan seorang profesional.
Pekerjaan audit adalah profesi. Auditor yang bekerja di sektor publik
selain dituntut untuk mematuhi ketentuan dan peraturan kepegawaian sebagai
seorang pegawai negeri sipil, ia juga dituntut untuk menaati kode etik Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta Standar Audit APIP atau standar
audit lainnya yang telah ditetapkan. Sehingga bagaimana seharusnya perilaku
seorang auditor Pemerintah serta apa saja yang harus dilakukan agar hasil
pekerjaannya memenuhi standar mutu yang harus dicapai, perlu diketahui oleh
setiap mereka yang berprofesi sebagai aparat pengawasan intern pemerintah.
Modul Kode Etik dan Standar Audit ini dimaksudkan untuk memberikan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang seharusnya dimiliki dan
dilaksanakan oleh seorang auditor sebagai aparatur pengawasan intern
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
2
pemerintah mengenai kode etik dan standar audit dengan tujuan pembelajaran
sebagai berikut :
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan pemelajaran adalah sesuatu yang diharapkan dicapai oleh
para peserta diklat setelah menyelesaikan suatu diklat. Tujuan
pemelajaran dapat dibagi ke dalam tujuan pembelajaran umum dan
tujuan pemelajaran khusus.
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan diharapkan
mampu menjelaskan Kode Etik dan Standar Audit dalam rangka
pelaksanaan tugasnya selaku auditor Pemerintah.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan mampu:
1. Menjelaskan pentingnya jasa profesi memperoleh kepercayaan
masyarakat;
2. Menjelaskan dan menerapkan Kode Etik APIP;
3. Menjelaskan dan menerapkan Standar Audit APIP; dan
4. Menjelaskan pentingnya kendali mutu bagi auditor.
B. SISTEMATIKA MODUL
BAB I Pendahuluan
Bab ini menguraikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
sistematika modul dan metodologi pembelajaran.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
3
BAB II Etika Profesi, Standar Audit dan Kendali Mutu
Pada bab ini diuraikan pengertian profesi, pengertian dan tujuan
kode etik, pengertian dan tujuan standar audit, hubungan antara
kode etik, standar audit dan kendali mutu. Dalam bab ini juga
disinggung sepintas mengenai pelaksanaan kode etik dan
standar audit bagi APFP dan pada akhir bab diberikan soal-soal
latihan.
BAB III Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Pada bab ini diuraikan kode etik yang berlaku di kalangan
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Sebagai bahan
perbandingan, pada bab ini akan diuraikan Kode Etik bagi
auditor internal yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi
Profesi Audit Internal dan Kode Etik Akuntan Indonesia. Di akhir
bab juga diberikan soal-soal latihan/bahan diskusi.
BAB IV Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Pada bab ini diuraikan secara rinci standar audit yang berlaku
bagi APIP beserta penjelasannya. Sebagai tambahan bahan
perbandingan, pada bab ini akan dijelaskan secara ringkas
Standar Profesi Audit Internal yang disusun oleh Konsorsium
Organisasi Profesi Audit Internal. Pada akhir bab diberikan
latihan soal/bahan diskusi.
BAB V Penutup
Pada bab ini, sebagai penutup disampaikan himbauan moral
agar para auditor APIP umumnya dan peserta Diklat khususnya
senantiasa mematuhi aturan perilaku atau kode etik yang
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
4
berlaku serta standar audit yang telah ditetapkan dan dipelajari
dalam Diklat yang bersangkutan.
C. METODOLOGI PEMBELAJARAN
Metodologi pembelajaran untuk mata diklat ini menggunakan
metode ceramah, diskusi dan pembahasan kasus. Ceramah diberikan
untuk memberikan pengetahuan kepada peserta pelatihan tentang Kode
Etik dan Standar Audit, sedangkan diskusi dan pembahasan kasus
dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan
penerapan kode etik dan standar audit bagi peserta pelatihan. Dengan
demikian diharapkan para peserta dapat lebih memahami materi ajaran
ini yang pada gilirannya mampu menerapkannya dalam pelaksanaan
tugas audit secara baik.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
5
A. PENGERTIAN PROFESI
Profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,
kejuruan, dan sebagainya) tertentu. Sedangkan profesional menurut
KBBI adalah:
1. Bersangkutan dengan profesi;
2. Pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya;
3. Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan
dari amatir).
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persyaratan utama
dari suatu profesi adalah tuntutan kepemilikan keahlian tertentu yang
unik. Dengan demikian setiap orang yang mau bergabung dalam suatu
profesi tertentu dituntut memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh
TUJ UAN PEMBELAJ ARAN KHUSUS
Setelah mempelajari bab ini, para peserta dapat menjelaskan pengertian profesi,
kode etik, standar, kendali mutu dan pentingnya ketiga hal tersebut dalam
pelaksanaan tugas audit di lingkungan Pemerintahan.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
6
orang awam atau orang kebanyakan. Selain itu, para
anggota profesi dituntut untuk memberikan hasil pekerjaan
yang memuaskan karena ada kompensasi berupa
pembayaran untuk melakukannya. Hal ini mewajibkan
adanya komitmen terhadap kualitas hasil pekerjaan.
Suatu pekerjaan keahlian dapat digolongkan sebagai suatu profesi
jika memenuhi persyaratan tertentu. Prof. Welenski di dalam buku
Sawyers Internal Auditing menyebutkan 7 (tujuh) syarat, yaitu:
1. Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang
banyak (umum)
2. Bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud, harus melalui
pelatihan yang cukup lama dan berkelanjutan
3. Adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi
tersebut
4. Menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti
pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh organisasi profesi
tersebut
5. Mempunyai media massa/publikasi yang bertujuan untuk
meningkatkan keahlian dan keterampilan anggotanya
6. Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang
ingin menjadi anggota
7. Adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh
pemerintah untuk mengeluarkan sertifikat
Dikaitkan dengan tugas auditor internal pemerintah yang
terhimpun dalam Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), timbul
pertanyaan apakah pekerjaan audit yang dilakukan oleh auditor
pemerintah dapat digolongkan sebagai pekerjaan profesi. Jika dilihat dari
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
7
rumusan atau pengertian profesi menurut KBBI dan pendapat Prof.
Welenski tersebut di atas, maka pekerjaan audit yang dilakukan auditor
APIP dapat digolongkan pada pekerjaan profesi/profesional.
Bekerja secara profesional berarti bekerja dengan menggunakan
keahlian khusus menurut aturan dan persyaratan profesi. Karena itu
setiap pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan suatu sarana
berupa standar dan kode etik sebagai pedoman atau pegangan bagi
seluruh anggota profesi tersebut. Kode etik dan standar tersebut bersifat
mengikat dan harus ditaati oleh setiap anggota agar setiap hasil kerja
para anggota dapat dipercaya dan memenuhi kualitas yang ditetapkan
oleh organisasi.
B. PENGERTIAN DAN TUJUAN KODE ETIK
1. Pengertian Etik dan Kode Etik
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1988, mendefinisikan etik sebagai (1) kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (2) nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Menurut
Eric L. Kohler dalam buku A Dictionary for Accountants, edisi ke
lima, 1979 ethic adalah :
A system of moral principles and their application to
particular problems of conduct; specially, the rules of
conduct of a profession imposed by a professional body
governing the behavior of its member.
Etika menurut Dictionary of Accounting karangan Ibrahim Abdulah
Assegaf, cetakan I tahun 1991 adalah sebagai berikut :
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
8
Disiplin pribadi dalam hubungannya dengan lingkungan yang
lebih daripada apa yang sekedar ditentukan oleh Undang-
Undang.
Jadi, kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-
prinsip moral yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi
yang ditetapkan secara bersama.
Kode etik suatu profesi
merupakan ketentuan perilaku
yang harus dipatuhi oleh setiap
mereka yang menjalankan tugas profesi tersebut, seperti dokter,
pengacara, polisi, akuntan, penilai, dan profesi lainnya.
2. Dilema Etika dan Solusinya
Dalam hidup bermasyarakat perilaku
etis sangat penting, karena interaksi antar
dan di dalam masyarakat itu sendiri sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai etika. Pada
dasarnya dapat dikatakan bahwa kesadaran
semua anggota masyarakat untuk
berperilaku secara etis dapat membangun
suatu ikatan dan keharmonisan bermasyarakat. Namun demikian,
kita tidak bisa mengharapkan bahwa semua orang akan
berperilaku secara etis. Terdapat dua faktor utama yang mungkin
menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
a. Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat
pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet
berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil
isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
9
Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan
keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan
bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan
mengambil isinya.
b. Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk
keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas,
seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia
mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di
tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat
oleh rasionalisasi yang dikembangkan sendiri oleh yang
bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya.
Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut:
a. Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama.
Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakan
memalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam ujian,
atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan
kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena
yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun
melakukan tindakan yang sama.
b. Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti
perbuatan tersebut tidak melanggar etika. Argumen
tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang
sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika.
Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak
wajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapat
membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut
benar-benar milik orang yang kehilangan tersebut.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
10
c. Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui
orang lain serta sanksi yang harus ditanggung jika
perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak
signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengaja
terlalu besar menulis harga barang mungkin tidak akan
dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut
sudah dibayar oleh pembelinya. Dia mungkin akan
memutuskan untuk lebih baik menunggu pembeli protes
untuk mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak
menyadari dan tidak protes maka penjual tidak perlu
memberitahu.
Kenyataan ini menimbulkan dilema etika, pertanyaan
tentang bagaimana seseorang seharusnya menyikapi suatu
keadaan untuk menetapkan apakah suatu tindakan merupakan
perbuatan etis atau tidak etis. Pada tahun 1930-an, organisasi
pengusaha Rotary International, mengembangkan kode etik untuk
kalangannya. Dalam menetapkan apakah suatu tindakan
digolongkan etis atau tidak etis, organisasi tersebut menggunakan
empat pertanyaan, biasa dikenal dengan the Four-Way Test,
yakni:
a. Apakah tindakan tersebut benar?
b. Apakah tindakan tersebut adil untuk
semua pihak?
c. Apakah tindakan tersebut dapat
membangun kesan baik dan
pertemanan yang lebih baik?
d. Apakah tindakan tersebut menguntungkan semua pihak?
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
11
Saat ini, telah dikembangkan rangka pemikiran untuk
membantu setiap orang memecahkan dilema etika. Rangka
tersebut dapat membantu masyarakat mengidentifikasi masalah
etika dan menetapkan tindakan yang tepat sesuai dengan nilai
pribadi yang dimilikinya. Rangka tersebut dikenal sebagai the six-
step approach, yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasikan kejadiannya.
b. Identifikasikan masalah etika berkaitan dengan kejadian
tersebut.
c. Tetapkan siapa saja yang akan terpengaruh serta tetapkan
apa konsekuensi yang akan diterima/ditanggungnya
berkaitan dengan kejadian tersebut.
d. Identifikasikan alternatif-alternatif tindakan yang dapat
ditempuh pihak yang terkait dengan dilema tersebut.
e. Identifikasikan konsekuensi dari tiap-tiap alternatif tersebut.
f. Tetapkan tindakan yang tepat berdasarkan pertimbangan
tentang nilai-nilai etika yang dimiliki dan konsekuensi serta
kesanggupan menanggung konsekuensi atas pilihan
tindakannya. Pilihan tindakan tersebut sifatnya sangat
individual sehingga sangat tergantung pada nilai etika yang
dimiliki oleh yang bersangkutan serta kesanggupannya
menanggung akibat dari pilihan tindakannya.
Langkah tersebut akan mengarah pada ketidakseragaman
perilaku karena nilai yang diyakini oleh masing-masing individu
mungkin berbeda. Oleh karena itu, untuk tercapainya
keseragaman ukuran perilaku, apakah suatu tindakan etis atau
tidak etis, maka kode etik perlu ditetapkan bersama oleh seluruh
anggota profesi.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
12
3. Perlunya Kode Etik bagi Profesi
Sebagaimana diuraikan di atas, kode
etik yang mengikat semua anggota profesi
perlu ditetapkan bersama. Tanpa kode etik,
maka setiap individu dalam satu komunitas
akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda
yang dinilai baik menurut anggapannya dalam
berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Tidak
dapat dibayangkan betapa kacaunya apabila, misalnya, setiap
orang dibiarkan dengan bebas menentukan mana yang baik dan
mana yang buruk menurut kepentingannya masing-masing, atau
bila menipu dan berbohong dianggap perbuatan baik, atau setiap
orang diberi kebebasan untuk berkendaraan di sebelah kiri atau
kanan sesuai keinginannya. Oleh karena itu nilai etika atau kode
etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan negara agar
semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur dan terukur.
Kepercayaan masyarakat
dan pemerintah atas hasil kerja
auditor ditentukan oleh keahlian,
independensi serta integritas
moral/kejujuran para auditor dalam
menjalankan pekerjaannya.
Ketidakpercayaan masyarakat
terhadap satu atau beberapa
auditor dapat merendahkan
martabat profesi auditor secara
keseluruhan, sehingga dapat
merugikan auditor lainnya.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
13
Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan untuk
mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral atau
aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan
auditan, antara auditor dengan auditor dan antara auditor dengan
masyarakat.
Kode etik atau aturan
perilaku dibuat untuk
dipedomani dalam berperilaku
atau melaksanakan penugasan
sehingga menumbuhkan
kepercayaan dan memelihara
citra organisasi di mata
masyarakat.
C. PENGERTIAN DAN TUJUAN STANDAR AUDIT
Salah satu pengertian standar menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Standar
antara lain diperlukan sebagai:
1. Ukuran mutu;
2. Pedoman kerja;
3. Batas tanggung jawab;
4. Alat pemberi perintah;
5. Alat pengawasan;
6. Kemudahan bagi umum.
Standar yang digunakan sebagai ukuran pada umumnya
diperlukan pada pekerjaan yang memiliki ciri:
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
14
1. Menyangkut kepentingan orang banyak;
2. Mutu hasilnya ditentukan;
3. Banyak orang (pekerja) terlibat;
4. Sifat dan mutu pekerjaan sama;
5. Ada organisasi yang mengatur.
Standar merupakan kriteria atau ukuran mutu kinerja yang harus
dicapai, berbeda dengan prosedur yang merupakan urutan tindakan yang
harus dilaksanakan untuk mencapai suatu standar tertentu. Standar audit
merupakan ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh organisasi
profesi audit, yang merupakan persyaratan minimum yang harus dicapai
auditor dalam melaksanakan tugas auditnya. Standar audit diperlukan
untuk menjaga mutu pekerjaan auditor. Mutu audit perlu dijaga supaya
profesi auditor tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat. Untuk
meyakinkan pembaca laporan audit, maka auditor harus mencantumkan
dalam laporannya bahwa auditnya telah dilaksanakan sesuai dengan
standar audit yang berlaku.
D. KODE ETIK, STANDAR AUDIT DAN PROGRAM JAMINAN KUALITAS
Dasar pikiran yang melandasi penyusunan
kode etik dan standar setiap profesi adalah
kebutuhan profesi tersebut akan kepercayaan
masyarakat terhadap mutu jasa yang diberikan oleh
profesi. Setiap profesi yang menjual jasanya kepada
masyarakat memerlukan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayaninya.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
15
Pada umumnya tidak semua
pengguna jasa audit memahami hal-hal
yang berkaitan dengan auditing. Yang
memahami auditing adalah kalangan
profesi itu sendiri. Oleh karena itu
profesi tersebut perlu mengatur dan
menetapkan ukuran mutu yang harus
dicapai oleh para auditornya. Aturan
yang ditetapkan oleh profesi ini
menyangkut aturan perilaku, yang
disebut dengan kode etik, yang mengatur perilaku auditor sesuai dengan
tuntutan profesi dan organisasi pengawasan serta standar audit yang
merupakan ukuran mutu minimal yang harus dicapai auditor dalam
menjalankan tugas auditnya. Apabila aturan ini tidak dipenuhi berarti
auditor tersebut bekerja di bawah standar dan dapat dianggap melakukan
malpraktik.
Kepercayaan masyarakat terhadap
mutu jasa profesi harus dijaga. Karena itu
setiap profesi harus membangun dan
melaksanakan program jaminan kualitas.
Program ini harus dilakukan dalam upaya
pemenuhan standar audit yang
mengharuskan auditor menggunakan
keahlian profesional dengan cermat dan seksama. Program jaminan
kualitas harus diciptakan untuk mempertahankan profesionalisme dan
kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa audit.
Program jaminan kualitas untuk masing-masing APIP dapat
dibangun sendiri sesuai dengan karakteristik APIP yang bersangkutan.
Sebagai contoh, langkah-langkah pengendalian mutu dalam penugasan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
16
audit di lingkungan BPKP, sebagai bagian dari program jaminan kualitas,
dituangkan dalam 12 (dua belas) formulir kendali mutu (KM-1 s.d. KM-12)
sebagaimana ditetapkan Surat Edaran Kepala BPKP No. SE-448/K/1990
tanggal 11 September 1990. Standar Pengendali Mutu yang harus dibuat
menurut ketentuan Ikatan Akuntan Indonesia dapat dilihat di Lampiran 1.
E. KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT APIP
Auditor APIP adalah
pegawai negeri yang mendapat
tugas antara lain untuk
melakukan audit. Karena itu
auditor pemerintah dapat
diibaratkan sebagai seseorang
yang kaki kanannya terikat pada
ketentuan-ketentuan sebagai
pegawai negeri sedangkan kaki
kirinya terikat pada ketentuan-
ketentuan profesinya. Pernyataan tersebut tidak dimaksudkan untuk
mengatakan bahwa bagi pegawai negeri yang bertugas sebagai auditor
posisinya sebagai pegawai negeri adalah lebih utama dari tugas
profesinya, tetapi menyatakan ruang lingkup kode etik yang harus
diperhatikannya lebih luas dari profesi tertentu yang lain.
Auditor APIP yang meliputi auditor di lingkungan BPKP,
Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan LPND, dan
Inspektorat Propinsi, Kabupaten, dan Kota dalam menjalankan tugas
auditnya wajib mentaati Kode Etik APIP yang berkaitan dengan
statusnya sebagai pegawai negeri dan Standar Audit APIP sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
17
PER/04/M.PAN/03/2008 dan No. PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31
Maret 2008.
Di sisi lain, terdapat pula auditor
pemerintah, khususnya auditor BPKP,
adalah akuntan, anggota Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), yang dalam keadaan
tertentu melakukan audit atas entitas
yang menerbitkan laporan keuangan
yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum (BUMN/BUMD) sebagaimana diatur dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Karena itu auditor
pemerintah tersebut wajib pula mengetahui dan mentaati Kode Etik
Akuntan Indonesia dan Standar Audit sebagaimana diatur dalam Standar
Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Kutipan Kode Etik
ini dimuat dalam Lampiran 2.
F. LATIHAN SOAL
1. Sebutkan 5 macam profesi yang Saudara ketahui dan jelaskan
pengertian profesional !
2. Menurut pendapat Saudara apakah pekerjaan APIP termasuk
pekerjaan profesional ? Jelaskan alasan Saudara !
3. Mengapa kode etik diperlukan dalam organisasi profesi auditor ?
4. Bagaimana sikap Saudara selaku auditor pada APIP, jika melihat
auditor APIP lainnya dalam tingkah lakunya tidak sesuai dengan
yang diatur oleh organisasi profesinya ?
5. Apa perlunya standar audit ? Apa yang dimaksud dengan
pengendalian mutu dalam kaitannya dengan penugasan audit ?
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
18
Mengapa setiap organisasi auditor perlu membuat kebijakan dan
prosedur pengendalian mutu audit ?
6. Apa bedanya standar audit dengan prosedur audit ? Jelaskan
hubungan keduanya !
7. Harap Saudara jelaskan hubungan kode etik, standar audit dan
pengendalian mutu audit !
8. Umumnya, apabila personil yang ditugaskan semakin cakap dan
berpengalaman, maka supervisi secara langsung terhadap
personil tersebut, semakin tidak diperlukan. Demikian salah satu
pernyataan dalam standar pengendalian mutu akuntan publik.
Tanpa memperhatikan standar yang lain, bagaimana komentar
Saudara mengenai pernyataan tersebut ?
9. Apakah hasil audit yang dilakukan oleh seorang auditor yang
pandai pasti bermutu ? Jelaskan jawaban Saudara !
10. Sebutkan unsur kebijakan dan prosedur pengendalian mutu audit
menurut Ikatan Akuntan Indonesia ?
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
19
Kode etik APIP dimaksudkan sebagai pegangan atau pedoman bagi para
pejabat dan auditor APIP dalam bersikap dan berperilaku agar dapat
memberikan citra APIP yang baik serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat
terhadap APIP.
Di samping itu, sebagai bahan perbandingan, dalam modul ini akan
dibahas secara singkat mengenai kode etik yang diterapkan oleh Konsorsium
Organisasi Profesi Audit Internal yang antara lain termasuk Forum Komunikasi
Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMD (FKSPI BUMN/BUMD).
TUJ UAN PEMBELAJ ARAN KHUSUS
Setelah mempelajari bab ini para peserta mampu menjelaskan dan menerapkan
kode etik APIP
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
20
A. LANDASAN HUKUM
Kode Etik APIP yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/04/M.PAN/03/2008
tanggal 31 Maret 2008 dilandasi oleh ketentuan hukum sebagai berikut:
1. Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme;
2. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
Negara;
3. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara;
4. Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara;
5. Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah;
6. Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian
Negara RI sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
7. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi;
8. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: PER/03.1/M.PAN/03/2007 Tentang Kebijakan
Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Tahun 20072009.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
21
B. KODE ETIK APIP
Kode etik APIP ini diberlakukan bagi seluruh auditor dan pegawai
negeri sipil yang diberi tugas oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) untuk melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak
lanjutnya.
Isi dari kode etik APIP ini memuat 2 (dua) komponen, yaitu: (1)
Prinsip-prinsip perilaku auditor yang merupakan pokok-pokok yang
melandasi perilaku auditor; dan (2) Aturan perilaku yang menjelaskan
lebih lanjut prinsip-prinsip perilaku auditor.
1. Prinsip-prinsip Perilaku
Tuntutan sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan
tugas pengawasan dilandasi oleh beberapa prinsip perilaku, yaitu:
integritas, obyektivitas, kerahasiaan dan kompetensi.
a. Integritas
Auditor dituntut untuk memiliki kepribadian yang dilandasi
oleh sikap jujur, berani,
bijaksana, dan
bertanggung jawab untuk
membangun kepercayaan
guna memberikan dasar
bagi pengambilan
keputusan yang handal.
Bersikap dan bertindak jujur merupakan tuntutan untuk
dapat dipercaya. Hasil pengawasan yang dilakukan auditor
dapat dipercaya oleh pengguna apabila auditor dapat
menjunjung tinggi kejujuran. Sikap jujur ini juga didukung
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
22
oleh sikap berani untuk menegakkan kebenaran. Tidak
mudah diancam dengan berbagai ancaman. Bijaksana
berarti auditor melaksanakan tugasnya dengan tidak
tergesa-gesa melainkan berdasarkan pembuktian yang
memadai. Auditor dinilai bertanggung jawab apabila dalam
penyampaian hasil pengawasannya seluruh bukti yang
mendukung temuan audit didasarkan pada bukti yang
cukup, kompeten, dan relevan.
b. Obyektivitas
Auditor harus menjunjung tinggi ketidak-berpihakan
profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan
memroses data/informasi audit. Auditor APIP membuat
penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan
tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain
dalam mengambil keputusan.
c. Kerahasiaan
Auditor harus menghargai nilai dan
kepemilikan informasi yang diterimanya
dan tidak mengungkapkan informasi
tersebut tanpa otorisasi yang memadai,
kecuali diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan. Auditor hanya
mengungkapkan informasi yang diperolehnya kepada yang
berhak untuk menerimanya sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku.
d. Kompetensi
Dalam melaksanakan tugasnya auditor dituntut untuk
memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
23
keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas.
Tuntutan ini bukan saja dilakukan berdasarkan penugasan
keikutsertaan dalam seminar, lokakarya atau pelatihan dari
instansinya saja melainkan juga dilakukan secara mandiri
oleh auditor yang bersangkutan.
2. Aturan Perilaku
Aturan perilaku mengatur setiap tindakan yang harus
dilakukan oleh auditor dan merupakan pengejawantahan prinsip-
prinsip perilaku auditor.
a. Integritas
Dalam prinsip ini auditor dituntut agar:
1) Dapat melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti,
bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh;
2) Dapat menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang
berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam
melaksanakan tugas;
3) Dapat mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan dan mengungkapkan segala hal yang
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan
profesi yang berlaku;
4) Dapat menjaga citra dan mendukung visi dan misi
organisasi;
5) Tidak menjadi bagian kegiatan ilegal atau mengikatkan
diri pada tindakan-tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi APIP atau organisasi;
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
24
6) Dapat menggalang kerjasama yang sehat diantara
sesama auditor dalam pelaksanaan audit; dan
7) Dapat saling mengingatkan, membimbing dan
mengoreksi perilaku sesama auditor.
Bahan Diskusi:
Sumitro adalah seorang guru besar akuntansi pada
suatu universitas negeri. Ia duduk di ruangan kerjanya
sambil berpikir keras karena baru saja melakukan
percakapan telepon dengan seorang pengacara yang
mewakili suatu bank pemerintah terkemuka. Sang pengacara
meminta dirinya menjadi saksi ahli dalam suatu kasus
laporan keuangan nasabah bank berkaitan dengan pemberian
kredit.
Kelihatannya bank tersebut telah memberikan suatu
pinjaman dalam jumlah yang besar kepada nasabah tersebut
yang didasarkan pada laporan keuangannya. Pinjaman
tersebut tidak sanggup ditanggulangi pengembaliannya oleh
si nasabah karena terjadi kesulitan keuangan yang
berdampak pada terganggunya kelangsungan hidup
perusahaan nasabah itu. Laporan keuangan itu telah diaudit
dengan opini wajar tanpa pengecualian oleh sebuah kantor akuntan publik yang dikenalnya
dengan baik.
Profesor Sumitro telah mereviu laporan audit atas laporan keuangan, kertas kerja audit,
dan standar akuntansi yang terkait dengan masalah tersebut. Ia menyimpulkan bahwa kantor
akuntan publik telah lalai dalam pemberian pendapat atau opini atas penyajian laporan keuangan
dan kondisi perusahaan.
Profesor Sumitro ragu-ragu apakah ia bersedia menjadi saksi ahli dalam kasus tersebut
karena ia mengenal secara pribadi para akuntan yang bekerja pada kantor akuntan publik
tersebut. Di samping itu, kantor akuntan publik tersebut selalu merekrut mahasiswa dari
universitasnya dan telah memberikan banyak sumbangan keuangan yang cukup besar bagi
pengembangan program akuntansi di universitasnya. Kenyataan lain, kantor akuntan publik itu
sedang memroses dukungan dana dalam mempromosikan dirinya untuk menduduki jabatan
ketua jurusan akuntansi.
Sumitro khawatir jika ia setuju memberikan pelayanan sebagai saksi ahli, ia mungkin
tidak dapat memberikan kesaksiannya dengan obyektif. Ia juga khawatir tindakannya sebagai
saksi ahli dapat membahayakan hubungan baik yang sudah terjalin antara universitasnya dengan
kantor akuntan publik tersebut.
Diskusikan kasus tersebut yang dikaitkan dengan unsur integritas dan apa yang harus
dilakukan oleh Profesor Sumitro.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
25
b. Obyektivitas
Dalam prinsip ini auditor dituntut agar:
1) Mengungkapkan semua fakta material yang
diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan mungkin
dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang
diaudit;
2) Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-
hubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap
mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang
mungkin menyebabkan terjadinya benturan
kepentingan; dan
3) Menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait
dengan keputusan maupun pertimbangan
profesionalnya.
Bahan Diskusi:
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
26
Aditia, seorang auditor, menerima penugasan audit pada Dinas
Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur. Hasil audit sementara yang
dijumpai adalah adanya indikasi kerugian negara akibat penebangan ilegal
yang dilakukan oleh sekelompok oknum tertentu, yang tidak terdeteksi
oleh pengawasan dinas kehutanan. Aditia menduga ada kolusi antara
kelompok oknum tersebut dengan orang dalam, sehingga penebangan
liar tersebut tidak terlaporkan. Padahal seyogianya dapat terdeteksi
melalui sistem pengendalian intern Dinas Kehutanan.
Salah seorang pejabat dinas kehutanan pernah melakukan
pendekatan secara pribadi kepada Aditia,
ketika ia sedang menanyakan tentang jenis-
jenis kayu yang hendak ia beli dalam rangka
pembangunan rumah tinggalnya. Pejabat
tersebut menjanjikan akan menyediakan
kayu yang Aditia butuhkan dengan kualitas
terbaik tanpa harus membayar sepeserpun.
Walaupun tidak ada permintaan kompensasi
dari pejabat tersebut, namun Aditia dapat
menduga bahwa pemberian kayu yang dijanjikan memiliki hubungan
dengan hasil audit yang ia sampaikan.
Diskusikan kasus tersebut dikaitkan dengan sikap obyektivitas yang
seharusnya dipertahankan oleh Aditia.
c. Kerahasiaan
Dalam prinsip ini auditor dituntut agar:
1) Secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala
informasi yang diperoleh dalam audit; dan
2) Tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan pribadi/golongan di luar
kepentingan organisasi atau dengan cara yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Bahan Diskusi:
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
27
Sejak memasuki era reformasi, kebebasan untuk memperoleh
informasi sedemikian gencar sampai-sampai informasi yang belum
dipublikasikan secara formal pun ternyata telah tersebar di masyarakat.
Masyarakat mempertanyakan hasil-hasil pengawasan yang dihasilkan
oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah selama lebih dari 30 tahun
di era orde baru. Banyak pihak berpendapat bahwa hasil pengawasan oleh
aparatur pengawasan intern pemerintah
diklasifikasikan sebagai informasi yang
rahasia bagi instansi tersebut sehingga
tidak patut dipublikasikan kepada
masyarakat.
Di lain pihak masyarakat sebagai
stakeholders merasa perlu memperoleh
berbagai informasi tersebut sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip
akuntabilitas publik oleh aparatur negara
dalam mengelola dana masyarakat. Contoh yang masih belum lenyap di
ingatan kita, bagaimana seorang ketua tim auditor Badan Pemeriksa
Keuangan menginformasikan temuan auditnya kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi yang kemudian diperluas dengan penjebakan
(istilah penasehat hukum terdakwa) di sebuah hotel yang berujung kepada
proses pengadilan dan penjatuhan hukuman 3 (tiga) tahun penjara
terhadap terdakwa.
Diskusikan: kasus tersebut dilihat dari sudut pandang prinsip
kerahasiaan yang harus dijaga oleh auditor dan berikan pendapat Saudara
apakah yang dilakukan oleh ketua tim auditor BPK itu melanggar etika?
d. Kompetensi
Dalam prinsip ini auditor dituntut agar:
1) Melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan
standar audit;
2) Terus menerus meningkatkan kemahiran profesional,
keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan; dan
3) Menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak
sesuai dengan pengetahuan, keahlian, dan
keterampilan yang dimiliki.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
28
Bahan Diskusi:
Anton baru saja diangkat sebagai pegawai negeri
sipil dan ditempatkan pada Inspektorat Jenderal
Departemen Teknologi Tinggi. Ia adalah seorang lulusan
sarjana ekonomi jurusan akuntansi yang belum pernah
melakukan audit.
Dua minggu sejak penempatannya, ia langsung
ditugaskan untuk melakukan audit kinerja pada Direktorat
Jenderal Teknologi Nuklir yang merupakan salah satu unit kerja di bawah
departemen itu. Anton menyadari bahwa ia belum berpengalaman sama sekali
tentang bidang tugasnya. Sebagai pegawai baru tentu saja ia merasa enggan
untuk menginformasikan hal itu kepada pimpinannya, padahal surat tugasnya
telah ditanda tangani.
Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip
etika kompetensi.
C. PELANGGARAN
Penegakan disiplin atas pelanggaran kode etik profesi
adalah suatu tindakan positif agar ketentuan tersebut dipatuhi
secara konsisten. Itulah sebabnya Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 menetapkan
kebijakan atas pelanggaran kode etik APIP ini.
Kebijakan yang berupa pernyataan ketentuan tersebut adalah:
1. Tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik tidak dapat diberi
toleransi, meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan
demi kepentingan organisasi atau diperintahkan oleh pejabat yang
lebih tinggi.
2. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa
karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis.
3. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran kode etik oleh
auditor kepada pimpinan organisasi.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
29
4. Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran kode etik
ditangani oleh Badan Kehormatan Profesi, yang terdiri dari
pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil dan
disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan
Profesi diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan APIP.
D. PENGECUALIAN
Berhubung penerapan kode etik berkaitan dengan peran manusia
yang lingkungannya tidak selalu normal, maka diberikan klausul
pengecualian atas pelanggaran kode etik profesi. Dalam hal-hal tertentu
yang menurut pertimbangan profesionalnya, seorang auditor
dimungkinkan untuk tidak menerapkan aturan perilaku tertentu, maka
mekanisme pengecualiannya diatur sebagai berikut: Permohonan
pengecualian atas penerapan kode etik
tersebut harus dilakukan secara tertulis
sebelum auditor terlibat dalam kegiatan
atau tindakan yang dimaksud.
Persetujuan untuk tidak menerapkan
kode etik hanya boleh diberikan oleh
pimpinan APIP.
Dengan kata lain, pengecualian
untuk tidak menerapkan kode etik
hanya dilakukan atas situasi yang telah
direncanakan, bukan secara spontan pada saat kejadian itu berlangsung.
Pengecualian juga tidak diperkenankan ketika pelanggaran atas kode etik
telah dilakukan baru kemudian diajukan permohonan.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
30
E. SANKSI ATAS PELANGGARAN
Auditor APIP yang terbukti melanggar Kode
Etik APIP akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP
atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi.
Bentuk-bentuk sanksi yang direkomendasikan oleh
Badan Kehormatan Profesi antara lain berupa:
a. Teguran tertulis;
b. Usulan pemberhentian dari tim audit; dan
c. Tidak diberi penugasan audit selama jangka waktu tertentu.
Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik oleh pimpinan
APIP dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
F. KODE ETIK KONSORSIUM ORGANISASI PROFESI AUDIT INTERNAL
Konsorsium Organisasi Profesi Audit
Internal menyusun kode etik dengan
pendekatan yang berbeda. Hal ini berkaitan
dengan latar belakang organisasionalnya
yang berbeda dengan APIP. Konsorsium
menggunakan istilah Standar Perilaku
Auditor Internal yang berisi:
i. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan
kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi
tanggungjawab profesinya.
ii. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya
atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
31
tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang
menyimpang atau melanggar hukum.
iii. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau
kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau
mendiskreditkan organisasinya.
iv. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat
menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau
kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang
meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan
memenuhi tanggungjawab profesinya secara objektif.
v. Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun
dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis
organisasinya, yang dapat, atau, patut diduga, dapat memengaruhi
pertimbangan profesionalnya.
vi. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan
dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya.
vii. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar
senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal.
viii. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam
menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan
tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi
rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara
melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian
terhadap organisasinya.
ix. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus
mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu
fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi laporan atas
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
32
kegiatan yang direviu, atau (ii) menutupi adanya praktik-praktik yang
melanggar hukum.
x. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta
efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib
mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.
G. LATIHAN SOAL
1. Harap Saudara jelaskan pengertian independensi dalam
hubungannya dengan penugasan audit! Ada berapa jenis
independensi yang Saudara ketahui, jelaskan !
2. Mengapa di dalam menjalankan tugasnya auditor harus
independen?
3. Misalkan Saudara pimpinan salah satu Kantor Akuntan
Publik/Kepala Perwakilan BPKP/Inspektur Jenderal/Inspektur
Wilayah. Saudara mengetahui bahwa salah satu staf, Auditor A
yang terkenal sangat independen dalam sikap mentalnya, memiliki
hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B. Bagaimana
pertimbangan Saudara, apakah Saudara akan menugaskan
Auditor A untuk memeriksa organisasi B ? Apa alasan Saudara!
4. Dengan merujuk kepada soal no. 3. jika Saudara adalah Auditor A,
dan pimpinan Saudara tidak tahu bahwa Saudara memiliki
hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B, tapi Saudara
ditugaskan untuk memeriksa organisasi B, bagaimana sikap
Saudara ? Jelaskan jawaban Saudara.
5. Dalam bulan Januari 20XX Saudara ditugaskan melakukan audit
atas pengadaan barang inventaris dalam partai besar yang
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
33
spesifik dan harganya mahal, yang dibiayai dari anggaran belanja
barang kantor Saudara.
Pada saat audit dijumpai hal-hal berikut :
a. Pada saat Saudara melakukan cek fisik ternyata terdapat
kekurangan barang dengan nilai Rp 500.000.000,00 ;
b. Pejabat yang bertanggung jawab atas pengadaan barang
tersebut menyatakan bahwa sisa barang sejumlah
kekurangan tersebut dititipkan kepada rekanan (penjual) ;
c. Dari hasil analisis serta teknik audit yang Saudara lakukan
diperoleh bukti/data bahwa telah terjadi kejanggalan yang
menjurus kepada tindakan manipulasi dan kolusi sesama
pejabat dan rekanan yang bersangkutan.
d. Pada saat Saudara membicarakan masalah tersebut
kepada pejabat yang bertanggung jawab, Saudara diminta
untuk tidak mempermasalahkan penyimpangan tersebut
dan tidak memasukkan dalam laporan audit. Ia
mengemukakan bahwa uang sebesar Rp500 juta tersebut
tidak hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri saja,
tetapi dibagi-bagi dengan pejabat-pejabat lainnya.
Bagaimana sikap Saudara seharusnya dalam menghadapi
masalah tersebut? Berikan komentar secukupnya !
6. Sering dikatakan bahwa auditor harus memiliki integritas yang
tinggi. Apa maksud dari pengertian integritas di sini? Jelaskan
jawaban Saudara !
7. Pemeriksa harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam
tugasnya. Keahlian apa saja yang perlu dimiliki seorang auditor?
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
34
Bab ini akan menguraikan perihal:
1. Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-APIP)
2. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Badan Pemeriksa Keuangan
3. Standar Profesi Audit Internal Konsorsium Organisasi Profesi Audit
Internal.
A. PENDAHULUAN
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-APIP)
merupakan revisi atas Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional
Pemerintah yang disusun oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) tahun 1996.
TUJ UAN PEMBELAJ ARAN KHUSUS
Setelah mempelajari bab ini, para peserta mampu menjelaskan standar audit yang
berlaku bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah serta standar audit yang berlaku
pada organisasi audit internal lainnya.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
35
Di dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, diatur
tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab Keuangan Negara
yang dilakukan oleh dan atau atas nama Badan Pemeriksa Keuangan
(Pasal 1 butir (3)).
Oleh karena APIP adalah
auditor intern dalam lembaga eksekutif
dan dibentuk untuk membantu
pimpinan di lingkungan lembaga
eksekutif, baik di tingkat Presiden,
Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah
non Departemen (LPND) sampai ke
tingkat Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten, dan Kota, maka standar
audit APIP diperlukan kehadirannya, mengingat pelaksanaan audit yang
dilakukan oleh BPK tidak selalu dapat dialihkan untuk dilakukan oleh
APIP, seperti audit keuangan. Namun dalam modul ini akan diuraikan
secara singkat standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN) yang
ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPK Nomor 1 Tahun 2007 sebagai
bahan pembanding.
1. Landasan Hukum
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-
APFP), yang diterbitkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dalam Peraturan Menpan Nomor:
PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008, didasarkan pada:
o Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 Tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara;
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
36
o Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Lembaga Pemerintah Non Departemen dimana Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diatur
pada pasal 52 sampai dengan pasal 54)
o Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Kementerian Negara RI sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94
Tahun 2006;
o Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor: PER/03.1/M.PAN/03/2007 Tentang
Kebijakan Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah Tahun 20072009.
2. Pengertian Standar Audit APIP
Standar audit APIP adalah kriteria atau ukuran mutu
minimal untuk melakukan kegiatan audit yang wajib dipedomani
oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
3. Tujuan dan Fungsi Standar Audit APIP
Tujuan standar audit APIP adalah:
a. Menetapkan prinsip-prinsip dasar untuk merepresentasikan
praktik-praktik audit yang seharusnya;
b. Menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan
kegiatan audit intern yang memiliki nilai tambah;
c. Menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit;
d. Mempercepat perbaikan kegiatan operasi dan proses
organisasi;
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
37
e. Menilai, mengarahkan dan mendorong auditor untuk
mencapai tujuan audit;
f. Menjadi pedoman dalam pekerjaan audit; dan
g. Menjadi dasar penilaian keberhasilan pekerjaan audit.
Standar audit berfungsi sebagai ukuran mutu minimal bagi
para auditor dan APIP dalam:
a. Pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi (tupoksi) yang
dapat merepresentasikan
praktik-praktik audit yang
seharusnya, menyediakan
kerangka kerja pelaksanaan
dan peningkatan kegiatan audit yang memiliki nilai tambah
serta menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit;
b. Pelaksanaan koordinasi audit oleh APIP;
c. Pelaksanaan perencanaan audit oleh APIP; dan
d. Penilaian efektivitas tindak lanjut hasil pengawasan dan
konsistensi penyajian laporan hasil audit.
4. Ruang Lingkup
Kegiatan utama APIP meliputi: audit, reviu, pemantauan,
evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa sosialisasi,
asistensi dan konsultansi. Namun peraturan ini hanya mengatur
mengenai Standar Audit APIP.
Kegiatan audit yang dapat dilakukan oleh APIP pada
dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) jenis audit, yaitu:
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
38
a. Audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk
memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima
umum.
b. Audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan
dan rekomendasi atas pengelolaan instansi pemerintah
secara ekonomis, efisien, dan efektif.
c. Audit dengan tujuan tertentu yaitu audit yang bertujuan
untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diaudit.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah audit investigatif,
audit terhadap masalah yang menjadi fokus perhatian
pimpinan organisasi dan audit yang bersifat khas.
Ruang lingkup kegiatan audit yang
diatur dalam Standar Audit ini meliputi audit
kinerja dan audit investigatif, sedangkan
audit atas laporan keuangan yang bertujuan
untuk memberikan opini atas kewajaran
penyajian laporan keuangan wajib
menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
B. STANDAR AUDIT APIP
Standar audit APIP disusun dengan sistematika yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
39
STANDAR UMUM
AUDIT KINERJA AUDIT INVESTIGATIF
STANDAR
PELAKSANAAN
STANDAR
PELAPORAN
STANDAR
PELAKSANAAN
STANDAR
PELAPORAN
STANDAR TINDAK LANJUT STANDAR TINDAK LANJUT
1. Prinsip-prinsip Dasar
Prinsip-prinsip dasar adalah asumsi-
asumsi dasar, prinsip-prinsip yang diterima secara
umum dan persyaratan yang digunakan dalam
mengembangkan standar audit, yang bagi auditor
berguna dalam mengembangkan simpulan atau opini atas audit
yang dilakukan, terutama dalam hal tidak adanya standar audit
yang berkaitan dengan hal-hal yang sedang diaudit. Prinsip-prinsip
dasar tersebut mencakup audit kinerja dan audit investigatif.
Prinsip-prinsip dasar ini dapat diklasifikasikan ke dalam 2
(dua) kategori, yaitu: kewajiban auditor dan kewajiban APIP.
a. Kewajiban Auditor
1) Kewajiban Auditor untuk Mengikuti Standar Audit
Auditor harus mengikuti Standar Audit dalam segala
pekerjaan audit yang dianggap material.
PRINSIP-PRINSIP DASAR
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
40
Agar pekerjaan auditor dapat dievaluasi, maka setiap
auditor wajib mengikuti Standar Audit dalam
melaksanakan pekerjaannya yang dianggap
material. Suatu hal dianggap material apabila
pemahaman mengenai hal tersebut kemungkinan
akan memengaruhi pengambilan keputusan oleh
pengguna laporan audit. Auditor diharuskan untuk
menyatakan dalam setiap laporan bahwa kegiatan-
kegiatannya dilaksanakan sesuai dengan standar.
2) Kewajiban Auditor untuk Meningkatkan Kemampuan
Auditor harus secara terus menerus meningkatkan
kemampuan teknik dan metodologi audit
Dengan memperbaiki teknik
dan metodologi audit, auditor
dapat meningkatkan kualitas
audit dan mempunyai
keahlian yang lebih baik
untuk menilai ukuran kinerja atau pedoman kerja
yang digunakan oleh auditi. Komponen kemampuan
auditor yang harus ditingkatkan meliputi:
kemampuan teknis, manajerial, dan konseptual yang
terkait dengan audit dan auditi.
b. Kewajiban APIP
1) Menyusun Rencana Pengawasan
APIP harus menyusun rencana pengawasan
tahunan dengan prioritas pada kegiatan yang
mempunyai risiko terbesar dan selaras dengan
tujuan organisasi. APIP diwajibkan menyusun
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
41
rencana strategis lima tahunan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
Rencana pengawasan tahunan berisi rencana
kegiatan audit dalam tahun yang bersangkutan serta
sumber daya yang
diperlukan.
Penentuan prioritas
kegiatan audit
didasarkan pada
evaluasi risiko yang
dilakukan oleh
APIP dan dengan mempertimbangkan prinsip
kewajiban menindak-lanjuti pengaduan dari
masyarakat. Penyusunan rencana pengawasan
tahunan tersebut didasarkan atas prinsip keserasian,
keterpaduan, menghindari tumpang tindih dan
pemeriksaan berulang-ulang serta memperhatikan
efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya.
Rencana strategis sekurang-kurangnya berisi visi,
misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan APIP
selama lima tahun.
2) Mengomunikasikan dan Meminta Persetujuan
Rencana Pengawasan Tahunan
APIP harus mengomunikasikan rencana
pengawasan tahunan kepada pimpinan organisasi
dan unit-unit terkait
Melalui pengomunikasian rencana pengawasan
tahunan tersebut diharapkan kendala yang dihadapi
berupa kekurangan sumber daya dapat
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
42
terinformasikan kepada pimpinan dan
mencegah terjadinya tumpang tindih
pemeriksaan oleh berbagai APIP.
3) Mengelola Sumber Daya
APIP harus mengelola dan memanfaatkan sumber
daya yang dimiliki secara ekonomis, efisien dan
efektif, serta memrioritaskan alokasi sumber daya
tersebut pada kegiatan yang mempunyai risiko besar
Dengan terbatasnya sumber daya yang ada, maka
APIP hendaknya membuat skala
prioritas pada pekerjaan-
pekerjaan pengawasan yang
menurut peraturan perundang-
undangan harus diselesaikan
dalam periode waktu tertentu.
Keterbatasan sumber daya tidak dapat dijadikan
alasan bagi APIP untuk tidak memenuhi standar
audit.
4) Menetapkan Kebijakan dan Prosedur
APIP harus menyusun kebijakan dan prosedur untuk
mengarahkan kegiatan audit
Kebijakan dan prosedur yang meliputi pengelolaan
kantor, dan pelaksanaan audit disusun untuk
memastikan bahwa pengelolaan APIP serta
pelaksanaan pengawasannya dapat dilakukan
secara ekonomis, efisien, dan efektif. Efektivitas
kebijakan dan prosedur tersebut dapat dicapai jika
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
43
proses reviu atas kebijakan dan prosedur dilakukan
secara terus menerus.
5) Melakukan Koordinasi
APIP harus melakukan koordinasi dengan, dan
membagi informasi kepada, auditor eksternal
dan/atau auditor lainnya
Tujuan dilakukannya koordinasi pengawasan adalah
untuk memastikan bahwa cakupan yang dilakukan
telah tepat dan tidak terjadi pengulangan kegiatan.
Salah satu perwujudan koordinasi adalah dengan
menyampaikan rencana pengawasan tahunan serta
hasil-hasil pengawasan yang telah dilakukan APIP
dalam periode yang akan dilakukan oleh auditor
eksternal dan/atau auditor lainnya.
6) Menyampaikan Laporan Berkala
APIP wajib menyusun dan menyampaikan laporan
secara berkala tentang realisasi kinerja dan kegiatan
audit yang dilaksanakan APIP
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
44
Laporan berkala dimaksudkan untuk menyampaikan
perkembangan pengawasan sesuai dengan rencana
pengawasan tahunan, hambatan yang dijumpai serta
rencana pengawasan periode berikutnya.
7) Melakukan Pengembangan Program dan
Pengendalian Kualitas
APIP harus mengembangkan program dan
mengendalikan kualitas audit
Program
pengembangan
kualitas mencakup
seluruh aspek
kegiatan audit di
lingkungan APIP.
Program ini
dirancang untuk
memberikan nilai tambah dan meningkatkan
kegiatan operasi organisasi serta memberikan
jaminan bahwa kegiatan audit di lingkungan APIP
sejalan dengan Standar Audit dan Kode Etik.
Efektivitas program tersebut harus dipantau secara
terus menerus baik oleh internal APIP maupun pihak
lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
8) Menindaklanjuti Pengaduan Masyarakat
APIP harus menindaklanjuti pengaduan dari
masyarakat
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
45
APIP berkewajiban untuk menindaklanjuti
pengaduan masyarakat antara lain terhadap hal-hal
seperti: hambatan, keterlambatan, dan atau
rendahnya kualitas pelayanan publik serta
penyalahgunaan wewenang, tenaga, uang, dan aset
atau barang miliki negara/daerah.
2. Standar Umum
Standar umum ini meliputi
standar-standar yang terkait dengan
karakteristik organisasi dan para
individu yang melakukan penugasan
audit kinerja dan audit investigatif.
Sistematika standar umum dapat diuraikan secara singkat
sebagai berikut:
a. Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan dan Tanggung Jawab
b. Independensi dan Obyektivitas
1) Independensi APIP
2) Obyektivitas Auditor
3) Gangguan Terhadap Independensi dan Obyektivitas
c. Keahlian
1) Latar Belakang Pendidikan Auditor
2) Kompetensi Teknis
3) Sertifikasi Jabatan dan Pendidikan dan Pelatihan
Berkelanjutan
4) Penggunaan Tenaga Ahli dari Luar
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
46
d. Kecermatan Profesional
e. Kepatuhan Terhadap Kode Etik
Uraian rinci dari butir-butir Standar Umum di atas adalah
sebagai berikut:
a. Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan dan Tanggung Jawab
Visi, misi, tujuan, kewenangan dan tanggung jawab
APIP harus dinyatakan secara tertulis, disetujui dan
ditandatangani oleh pimpinan tertinggi organisasi.
Pernyataan standar tersebut dimaksudkan untuk
memberikan kejelasan secara formal tentang arah dan
mandat yang diberikan kepada APIP dalam melaksanakan
setiap penugasan audit yang secara khusus berkenaaan
dengan kewenangan akses APIP dan para auditornya atas
informasi dan personel auditi.
Setiap APIP tentunya harus memiliki
visi, misi dan tujuan yang searah
dengan visi, misi, dan tujuan
pemerintah serta instansi induknya.
Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) misalnya, memiliki visi, misi, dan
tujuan yang selaras dengan visi, misi, dan tujuan
pemerintah. Demikian pula Inspektorat Jenderal memiliki
visi, misi, dan tujuan yang selaras dengan visi, misi, dan
tujuan departemennya dan seterusnya pada APIP lainnya.
Kemudian, kewenangan dan tanggung jawab APIP harus
diberdayakan secara optimal agar APIP dapat
melaksanakan tugasnya secara independen dan obyektif.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
47
b. Independen dan Obyektivitas
Dalam semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP
harus independen dan para auditornya harus obyektif
dalam pelaksanaan tugasnya. Keindependensian dan
obyektivitas tersebut dapat dicapai melalui status APIP
dalam organisasi dan penciptaan kebijakan untuk menjaga
obyektivitas auditor terhadap auditi.
Status APIP dalam organisasi yang ditempatkan
langsung di bawah pimpinan tertinggi instansi adalah
contoh keindependensian yang tinggi dari APIP tersebut.
Dalam praktiknya kedudukan dan status organisasi dimana
APIP ditempatkan adalah kewenangan pemerintah yang
dituangkan dalam suatu peraturan seperti: Keputusan
Presiden atau
Peraturan Presiden
tentang organisasi
pemerintah.
Independensi
pada dasarnya
merupakan state of
mind atau sesuatu yang
dirasakan oleh masing-
masing menurut apa yang diyakini sedang berlangsung.
Sehubungan dengan hal tersebut, independensi auditor
dapat ditinjau dan dievaluasi dari dua sisi, independensi
praktisi dan independensi profesi. Secara lengkap hal
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
v Independensi Praktisi, yakni independensi yang
nyata atau faktual yang diperoleh dan dipertahankan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
48
oleh auditor dalam seluruh rangkaian kegiatan audit,
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai
tahap pelaporan. Independensi dalam fakta ini
merupakan tinjauan terhadap kebebasan yang
sesungguhnya dimiliki oleh auditor, sehingga
merupakan kondisi ideal yang perlu diwujudkan oleh
auditor. Apabila auditor sungguh-sungguh memiliki
kebebasan demikian, maka independensi dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil
audit dapat terpenuhi. Namun demikian,
independensi dalam fakta tersebut sifatnya sukar
diukur dan tidak serta
merta dapat disaksikan
oleh orang lain. Kenyataan
adanya independensi
tersebut hanya dapat
dirasakan langsung oleh
auditor sendiri dan tidak
mudah untuk ditunjukkan atau didemonstrasikan
kepada umum. Oleh karena itu, ketika berbicara
tentang independensi dalam wujudnya sehari-hari,
independensi praktisi ini kurang mendapat perhatian,
melainkan lebih ditekankan pada independensi
menurut tinjauan yang kedua sebagaimana
dikemukakan berikut.
v Independensi Profesi, yakni independensi yang
ditinjau menurut citra (image) auditor dari pandangan
publik atau masyarakat umum terhadap auditor yang
bertugas. Independensi menurut tinjauan ini sering
pula dinamakan independensi dalam penampilan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
49
(independence in appearance). Independensi
menurut tinjauan ini sangat krusial karena tanpa
keyakinan publik bahwa seorang auditor adalah
independen, maka segala hal yang dilakukannya
serta pendapatnya tidak akan mendapatkan
penghargaan dari publik atau pemakainya. Agar
independensi menurut tinjauan penampilan ini dapat
memperoleh pengakuan publik, maka cara yang
efektif untuk mewujudkannya adalah dengan
menghindari segala hal yang dapat menyebabkan
penampilan auditor dalam kaitannya dengan kliennya
mendapat kecurigaan dari publik. Namun demikian,
untuk menghilangkan kecurigaan itu tidaklah mudah,
bahkan sering memperoleh sorotan dari publik.
Kebijakan untuk menjaga obyektivitas auditor
terhadap auditi dapat dituangkan dalam bentuk ketentuan
seperti: tidak diperkenankannya seorang auditor melakukan
audit pada auditi tertentu selama tiga tahun berturut-turut,
dilakukannya rotasi atau
mutasi penugasan audit,
larangan seorang auditor
melakukan audit pada
auditi yang pejabatnya
memiliki hubungan
keluarga, dan sebagainya.
Jika independensi
atau obyektivitas terganggu, baik secara faktual maupun
penampilan, maka gangguan tersebut harus dilaporkan
kepada pimpinan APIP. Auditor dapat menyampaikan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
50
keberatannya atas
penugasan audit yang
dapat mengganggu
independensi dan
obyektivitasnya
sehingga pimpinan
dapat menggantikannya
dengan orang lain yang
tidak terganggu
keindependensian dan
obyektivitasnya. Dalam
pelaksanaannya perlu
diciptakan ketentuan yang mengatur tentang tatacara
pelaporan tersebut.
Perlu juga diciptakan kebijakan yang mengatur
tentang tidak diizinkannya seorang auditor melakukan
penugasan audit pada suatu auditi tertentu apabila yang
bersangkutan memiliki hubungan keluarga, sosial, dan
hubungan lainnya yang dapat mengganggu independensi
dan obyektivitasnya. Demikian pula perlu diciptakan
kebijakan tentang tidak diperkenankannya auditor yang
memberikan jasa reviu atau konsultansi atas suatu kegiatan
atau instansi tertentu untuk terlibat dalam suatu penugasan
audit pada instansi yang sama atau sebaliknya.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
51
c. Keahlian
Auditor harus mempunyai pengetahuan,
keterampilan, dan kompetensi lainnya yang diperlukan
untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
Agar tercipta kinerja audit yang baik, maka APIP
harus memiliki kriteria tertentu dari setiap auditor yang
diperlukan untuk merencanakan audit, mengidentifikasi
kebutuhan profesional auditor dan untuk mengembangkan
teknik dan metodologi audit. Untuk itu, maka auditor APIP
harus memiliki latar belakang pendidikan formal minimal
Strata Satu (S-1) atau yang setara.
Kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh setiap
auditor pada umumnya adalah auditing, akuntansi,
administrasi pemerintahan dan komunikasi. Sedangkan
khusus bagi auditor investigatif diharusnya memiliki
kompetensi tambahan, yaitu:
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
52
1) Pengetahuan tentang prinsip-prinsip, praktik-praktik,
dan teknik audit investigatif, termasuk cara-cara
untuk memperoleh bukti dari whistleblower (pihak-
pihak tertentu yang menyampaikan sesuatu yang
menyimpang yang dapat digunakan sebagai
informasi awal dalam proses audit investigatif).
2) Pengetahuan tentang penerapan hukum, peraturan,
dan ketentuan lainnya yang terkait dengan audit
investigatif.
3) Kemampuan memahami konsep kerahasiaan dan
perlindungan terhadap sumber informasi.
4) Kemampuan menggunakan peralatan komputer,
perangkat lunak, dan sistem terkait secara efektif
dalam rangka mendukung proses audit investigatif
terkait dengan cybercrime (kejahatan dalam
lingkungan dunia maya dengan teknologi informasi).
Auditor harus mempunyai sertifikasi jabatan
fungsional auditor (JFA) dan mengikuti pendidikan dan
pelatihan profesional berkelanjutan
(continuing professional education).
Pendidikan sertifikasi jabatan
fungsional auditor adalah kompetensi
dasar auditor yang harus dimiliki oleh
setiap auditor sesuai dengan jenjangnya masing-masing
sebelum ditugaskan dalam penugasan audit. Auditor
diwajibkan untuk terus meningkatkan kompetensinya
dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan berkelanjutan,
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
53
seperti: keikutsertaan dalam konferensi, seminar, kursus,
program pelatihan di kantor sendiri dalam bidang yang
terkait dengan penugasan audit dan berpartisipasi dalam
proyek penelitian yang memiliki substansi di bidang audit.
APIP dapat menggunakan
tenaga ahli apabila APIP tidak
mempunyai keahlian yang
diharapkan untuk melaksanakan
penugasan. Tenaga ahli tersebut
dapat berupa: aktuaris, penilai (appraiser), pengacara,
insinyur, konsultan lingkungan, profesi medis, ahli statistik
dan geologi. Tenaga ahli tersebut harus memiliki kualifikasi
profesional, kompetensi dan pengalaman yang relevan,
independen dan memiliki proses pengendalian kualitas.
Mereka juga harus disupervisi sebagaimana mestinya.
d. Kecermatan Profesional
Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya
dengan cermat dan seksama (due professional care) dan
secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan.
Penggunaan keahlian secara
cermat dan seksama (due
professional care) mewajibkan
auditor untuk melaksanakan
tugasnya secara serius, teliti, dan
menggunakan seluruh
kemampuan dengan
pertimbangan profesionalnya dalam melaksanakan tugas
audit.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
54
e. Kepatuhan Terhadap Kode Etik.
Auditor harus mematuhi Kode Etik yang ditetapkan.
Auditor tidak saja harus menggunakan seluruh
kemampuan dan kecermatannya tetapi juga dituntut untuk
mematuhi kode etik yang ditetapkan. Dengan demikian
kompetensi dan etika harus dipenuhi secara bersamaan.
3. Standar Pelaksanaan Audit Kinerja
Standar pelaksanaan
pekerjaan audit kinerja
mendeskripsikan sifat kegiatan
audit kinerja dan menyediakan
kerangka kerja untuk
melaksanakan dan mengelola
pekerjaan audit kinerja yang
dilakukan oleh auditor. Secara sistematis standar pelaksanaan
audit kinerja terdiri dari:
a. Perencanaan
1) Penetapan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan
alokasi sumber daya
2) Pertimbangan dalam perencanaan
a) Evaluasi terhadap sistem pengendalian intern
b) Evaluasi atas ketidakpatuhan auditi terhadap
peraturan perundang-undangan, kecurangan dan
ketidakpatuhan (abuse)
b. Supervisi
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
55
c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti
1) Pengumpulan bukti
2) Pengujian bukti
d. Pengembangan Temuan
e. Dokumentasi
Uraian dari masing-masing butir Standar Pelaksanaan Audit
Kinerja adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
Dalam setiap penugasan audit kinerja, auditor harus
menyusun rencana audit. Perencanaan audit bertujuan
untuk menjamin bahwa tujuan audit dapat tercapai secara
berkualitas, ekonomis, efisien, dan
efektif. Dalam perencanaan ini,
auditor menetapkan sasaran, ruang
lingkup, metodologi, dan alokasi
sumber daya serta
mempertimbangkan berbagai hal
termasuk sistem pengendalian
intern dan ketaatan auditi terhadap peraturan perundang-
undangan, kecurangan dan ketidakpatuhan (abuse).
1) Penetapan Sasaran, Ruang Lingkup, Metodologi, dan
Alokasi Sumber Daya
Sasaran penugasan audit kinerja adalah untuk
menilai bahwa auditi telah menjalankan kegiatannya
secara ekonomis, efisien dan efektif serta; menilai
efektivitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
56
terhadap peraturan perundang-undangan,
kecurangan serta ketidakpatutan (abuse).
Ruang lingkup dalam audit kinerja meliputi
aspek keuangan dan operasional auditi sehingga
auditor harus memeriksa semua buku, dokumen,
catatan, laporan, aset maupun personalia.
Untuk mencapai sasaran audit berdasarkan
ruang lingkup audit yang telah ditetapkan, auditor
harus menggunakan metodologi audit yang meliputi:
a) Penetapan waktu yang sesuai untuk
melaksanakan prosedur audit tertentu;
b) Penetapan jumlah bukti yang akan diuji;
c) Penggunaan teknologi audit yang sesuai, seperti:
teknik sampling dan pemanfaatan komputer
sebagai alat bantu audit;
d) Pembandingan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
e) Perancangan prosedur audit untuk mendeteksi
terjadinya penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan, kecurangan dan
ketidakpatutan (abuse).
Alokasi sumber daya harus ditentukan oleh
APIP dalam upaya untuk mencapai sasaran
penugasan audit. Penugasan auditor harus
didasarkan kepada evaluasi atas sifat dan
kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu dan
ketersediaan sumber dana. Pengalokasian sumber
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
57
daya manusia auditor yang diperlukan didasarkan
pada latar belakang pendidikan formal dan
pengalaman sesuai dengan kebutuhan audit.
2) Pertimbangan dalam Perencanaan
Dalam merencanakan audit kinerja, auditor
harus mempertimbangkan berbagai hal, termasuk
sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan auditi
terhadap peraturan perundang-undangan,
kecurangan dan ketidakpatutan (abuse). Hal-hal
yang harus dipertimbangkan adalah:
a) Laporan hasil audit sebelumnya serta tindak
lanjut atas rekomendasi yang material;
b) Sasaran audit dan pengujian yang diperlukan
untuk mencapai sasaran audit dimaksud;
c) Kriteria yang akan digunakan untuk
mengevaluasi organisasi, program, aktivitas
atau fungsi yang diaudit;
d) Sistem pengendalian intern auditi termasuk
aspek penting lingkungan tempat
beroperasinya auditi;
e) Pemahaman tentang hak dan kewajiban serta
hubungan timbal balik antara auditor dengan
auditi, dan manfaat audit bagi kedua belah
pihak;
f) Pendekatan audit yang paling efisien dan
efektif; dan
g) Bentuk, isi dan pengguna laporan hasil audit.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
58
Auditor harus memahami rancangan sistem
pengendalian intern dan menguji penerapannya.
Sistem pengendalian intern adalah proses yang
integral pada tindakan
dan kegiatan yang
dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan
dan seluruh pegawai
yang memberikan keyakinan yang memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efisien dan efektif, keterandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan. Efektivitas
sistem pengendalian intern akan memberi keyakinan
yang memadai akan tercapainya tujuan organisasi.
Itulah sebabnya auditor harus memiliki pemahaman
atas sistem pengendalian intern dan menilainya yang
dapat dilakukan melalui teknik audit seperti:
permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi, dan
pemeriksaan atas catatan dan dokumen.
Auditor harus merancang auditnya untuk
mendeteksi adanya
ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-
undangan, kecurangan dan
ketidakpatutan (abuse). Dalam
merencanakan pengujian untuk
mendeteksi adanya ketidakpatuhan, auditor harus
mempertimbangkan perkembangan peraturan-
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
59
peraturan baru dan kerumitan peraturan perundang-
undangan tersebut. Di samping itu, auditor harus
mempertimbangkan risiko terjadinya kecurangan
yang berpengaruh secara signifikan terhadap tujuan
audit.
Auditor harus menggunakan pertimbangan
profesionalnya untuk mendeteksi kemungkinan
adanya ketidak-patuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kecurangan dan ketidak-
patutan (abuse) serta melaporkan jika dijumpai hal-
hal tersebut kepada pihak-pihak tertentu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
b. Supervisi
Pada setiap tahap audit kinerja, pekerjaan auditor
harus disupervisi secara memadai untuk memastikan
tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas dan
meningkatnya kemampuan auditor.
Supervisi yang dilakukan secara terus menerus
selama pekerjaan audit harus diarahkan ke substansi
maupun metodologi audit, untuk mengetahui:
1) Pemahaman anggota tim audit atas rencana audit;
2) Kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar audit;
3) Kelengkapan bukti yang terkandung dalam kertas kerja
audit untuk mendukung simpulan dan rekomendasi;
4) Kelengkapan dan akuransi laporan audit.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
60
Kegiatan supervisi dilakukan secara berjenjang.
Dimulai dari ketua tim auditor mereviu pekerjaan anggota
tim, pengendali teknis mereviu pekerjaan ketua dan
anggota tim, pengendali mutu mereviu pekerjaan
pengendali teknis, ketua tim, dan anggota tim. Supervisi
dilakukan untuk memastikan bahwa:
1) Tim audit memahami tujuan dan rencana audit;
2) Audit dilaksanakan sesuai dengan standar audit;
3) Prosedur audit telah diikuti;
4) Kertas kerja audit memuat bukti-bukti yang
mendukung temuan dan rekomendasi;
5) Tujuan audit telah dicapai.
c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti
Auditor harus mengumpulkan dan menguji bukti
untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit kinerja.
Oleh karena audit dapat
didefinisikan sebagai proses
pengumpulan dan pengujian
bukti untuk melihat kesesuaian
informasi yang terkandung
dalam bukti tersebut dengan
suatu kriteria yang
mendasarinya, maka proses
pengumpulan dan pengujian bukti adalah inti dari audit.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
61
1) Pengumpulan bukti
Auditor harus mengumpulkan bukti yang
cukup, kompeten, dan relevan. Bukti audit dapat
digolongkan menjadi bukti fisik, bukti dokumen, bukti
kesaksian, dan bukti analisis.
Bukti yang cukup berkaitan dengan jumlah
bukti yang dapat dijadikan sebagai dasar penarikan
suatu kesimpulan audit. Penentuan kecukupan bukti
didasarkan pada pertimbangan keahlian auditor
secara profesional dan obyektif.
Bukti yang kompeten adalah bukti yang sah
dan dapat diandalkan untuk menjamin
kesesuaiannya dengan fakta. Bukti disebut sah
apabila bukti tersebut memenuhi persyaratan hukum
dan peraturan perundang-undangan. Bukti yang
dapat diandalkan berkaitan dengan sumber
perolehan dan cara perolehan bukti itu sendiri.
Bukti audit disebut relevan jika bukti tersebut
secara logis mendukung pendapat atau argumentasi
yang berhubungan dengan tujuan dan kesimpulan
audit.
Auditor dapat menggunakan tenaga ahli untuk
memperoleh bukti yang cukup, kompeten dan
relevan.
2) Pengujian bukti
Auditor harus menguji bukti audit yang
dikumpulkan. Pengujian bukti dimaksudkan untuk
menilai kesahihan bukti yang dikumpulkan terkait
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
62
dengan kesesuaian antara informasi yang
terkandung dalam bukti tersebut dengan kriteria yang
telah ditentukan. Teknik audit dalam melakukan
pengujian bukti dapat dilakukan seperti: konfirmasi,
inspeksi, pembandingan, penelusuran hingga bukti
asal, dan wawancara.
d. Pengembangan Temuan
Auditor harus mengembangkan temuan yang
diperoleh selama pelaksanaan audit kinerja. Temuan audit
berupa ketidak-ekonomisan,
ketidak-efisienan dan ketidak-
efektifan pengelolaan organisasi,
program, aktivitas atau fungsi yang
diaudit. Selain itu, temuan juga
dapat berupa tidak efektifnya sistem
pengendalian intern, adanya
ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kecurangan
dan ketidakpatutan (abuse). Unsur
temuan meliputi: kondisi, kriteria,
sebab, dan akibat.
e. Dokumentasi
Auditor harus menyiapkan dan menata-usahakan
dokumen audit kinerja dalam bentuk kertas kerja audit.
Dokumen audit harus disimpan secara tertib dan sistematis
agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan
dianalisis.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
63
Dokumen audit yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan audit
harus berisi informasi yang cukup
untuk memungkinkan auditor yang
berpengalaman tetapi tidak
mempunyai hubungan dengan audit
tersebut dapat memastikan bahwa
dokumen audit tersebut dapat menjadi bukti yang
mendukung kesimpulan, temuan, dan rekomendasi auditor.
Dokumen audit harus berisi hal-hal berikut ini:
1) Tujuan, lingkup, dan metodologi audit, termasuk kriteria
pengambilan uji petik yang digunakan;
2) Dokumentasi pekerjaan yang dilakukan untuk
mendukung pertimbangan profesional dan temuan
auditor;
3) Bukti tentang reviu supervisi terhadap pekerjaan yang
dilakukan; dan
4) Penjelasan auditor mengenai standar yang tidak
diterapkan, apabila ada, alasan dan akibatnya.
APIP harus menetapkan kebijakan dan prosedur
yang wajar mengenai pengamanan dan penyimpanan
dokumen audit selama waktu tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen audit
dapat berupa dokumen tertulis secara manual maupun
dalam format elektronik. Dokumen audit dapat dijadikan
sarana reviu terhadap kualitas pelaksanaan audit.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
64
4. Standar Pelaporan Audit Kinerja
Standar pelaporan
merupakan acuan bagi penyusunan
laporan hasil audit kinerja yang
merupakan tahap akhir suatu proses
audit untuk mengomunikasikan hasil
audit kepada auditi dan pihak lain
yang terkait.
Secara sistematis standar pelaporan audit kinerja meliputi
butir-butir sebagai berikut:
a. Kewajiban Membuat Laporan
b. Cara dan Saat Pelaporan
c. Bentuk dan Isi Laporan
d. Kualitas Laporan
e. Tanggapan Auditi
f. Penerbitan dan Distribusi Laporan
Rincian dari setiap butir-butir stndar pelaporan audit
kinerja adalah sebagai berikut.
a. Kewajiban Membuat Laporan
Auditor harus membuat laporan hasil audit kinerja
sesuai dengan penugasannya yang disusun dalam format
yang sesuai, segera setelah selesai melakukan auditnya.
Laporan hasil audit berguna antara lain untuk:
1) Mengomunikasikan hasil audit kinerja kepada auditi
dan pihak lain yang berwenang berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
65
2) Menghindari kesalah-pahaman atas hasil audit;
3) Menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan
bagi auditi dan instansi terkait; dan
4) Memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk
menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang
semestinya telah dilakukan.
b. Cara dan Saat Pelaporan
Laporan hasil audit kinerja harus dibuat secara
tertulis dan segera, yaitu pada kesempatan pertama setelah
berakhirnya pelaksanaan audit.
Laporan yang dibuat tertulis bertujuan untuk
menghindari kemungkinan salah tafsir atas kesimpulan,
temuan dan rekomendasi auditor. Keharusan membuat
laporan secara tertulis tidak membatasi atau mencegah
pembahasan lisan dengan auditi selama proses audit
berlangsung.
c. Bentuk dan Isi Laporan
Laporan hasil audit kinerja harus dibuat dalam
bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh auditi dan pihak
lain yang terkait.
Laporan hasil audit dapat berbentuk surat atau bab.
Bentuk surat digunakan apabila dari hasil audit tidak
dijumpai banyak temuan. Sedangkan digunakan dalam
bentuk bab apabila dari hasil audit ditemukan banyak
temuan.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
66
Laporan
hasil audit
kinerja baik
bentuk surat
atau bab
harus
memuat:
8) Dasar melakukan audit;
9) Identifikasi audit;
10) Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi audit;
11) Pernyataan bahwa audit dilaksanakan sesuai
dengan standar audit;
12) Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi;
13) Hasil audit berupa kesimpulan, temuan audit dan
rekomendasi;
14) Tanggapan dari pejabat auditi yang bertanggung
jawab;
15) Pernyataan adanya keterbatasan dalam audit serta
pihak-pihak yang menerima laporan ;
16) Pelaporan informasi rahasia, bila ada.
Kelemahan sistem pengendalian intern,
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
kecurangan dan ketidakpatutan (abuse) disajikan sebagai
bagian temuan.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
67
d. Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
Auditor harus melaporkan adanya kelemahan atas
sistem pengendalian intern auditi.
Kelemahan atas sistem pengendalian intern yang
dilaporkan adalah kelemahan yang mempunyai pengaruh
signifikan. Sedangkan kelemahan yang tidak signifikan
cukup disampaikan kepada auditi dalam bentuk surat
(management letter).
e. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan,
Kecurangan dan Ketidakpatutan (abuse)
Auditor harus melaporkan adanya ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan
ketidapatutan (abuse).
f. Kualitas Laporan
Laporan hasil audit kinerja harus tepat waktu,
lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas dan
seringkas mungkin.
Agar suatu informasi
bermanfaat secara maksimal,
maka laporan hasil audit harus
tepat waktu. Agar menjadi
lengkap, maka laporan hasil
audit harus memuat semua
informasi dari bukti yang
dibutuhkan untuk memenuhi
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
68
sasaran audit, memberikan pemahaman yang benar dan
memadai atas hal yang dilaporkan, dan memenuhi
persyaratan isi laporan hasil audit.
Laporan yang akurat berarti informasi yang disajikan
didukung oleh bukti yang benar dan temuan telah disajikan
dengan tepat. Perlunya keakuratan didasarkan atas
kebutuhan untuk memberikan keyakinan kepada pengguna
laporan bahwa apa yang dilaporkan memiliki kredibilitas
dan dapat diandalkan.
Laporan
yang obyektif
berarti informasi
yang disajikan itu
seimbang (adil)
dalam isi maupun
redaksinya, tidak
memihak sehingga
pengguna laporan
dapat diyakinkan
oleh fakta yang
disajikan. Laporan
obyektif juga
memiliki pengertian
tidak menyesatkan. Auditor yang menyampaikan laporan
hasil audit harus berdiri netral.
Agar laporan itu meyakinkan, maka laporan harus
dapat menjawab sasaran audit, menyajikan temuan,
kesimpulan dan rekomendasi yang logis. Informasi yang
disajikan harus cukup meyakinkan pengguna laporan untuk
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
69
mengakui validitas temuan dan manfaat penerapan
rekomendasi.
Laporan yang jelas adalah laporan yang mudah
dibaca dan dipahami. Untuk itu, maka laporan
menggunakan bahasa yang jelas, sederhana, lugas dan
tidak teknis. Pengorganisasian laporan secara logis, akurat
dan tepat dalam menyajikan fakta merupakan hal yang
penting dalam memberikan kejelasan dan pemahaman bagi
pengguna laporan hasil audit.
Laporan yang ringkas adalah laporan yang tidak
lebih panjang dari yang diperlukan untuk menyampaikan
dan mendukung pesan.
g. Tanggapan Auditi
Auditor harus meminta tanggapan atau pendapat
terhadap kesimpulan, temuan dan rekomendasi termasuk
tindakan perbaikan yang direncanakan oleh auditi secara
tertulis dari pejabat auditi yang bertanggung jawab.
h. Penerbitan dan Distribusi Laporan
Laporan hasil audit kinerja diserahkan kepada
pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain yang diberi
wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laporan hasil audit kinerja harus didistribusikan tepat
waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai peraturan
perundang-undangan. Namun dalam hal yang diaudit
merupakan rahasia negara atau dilarang untuk disampaikan
kepada pihak-pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
70
perundang-undangan, maka untuk tujuan pengamanannya,
auditor dapat membatasi pendistribusian laporan tersebut.
5. Standar Tindak Lanjut Audit Kinerja
Standar tindak lanjut mengatur tentang ketentuan dalam
hal kepastian saran dan rekomendasi telah dilakukan oleh auditi.
Secara sistematis butir-butir standar tindak lanjut audit kinerja
meliputi:
a. Komunikasi Dengan Auditi
b. Prosedur Pemantauan
c. Status Temuan
d. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan
dan Kecurangan
Uraian dari masing-masing butir standar tindak lanjut audit
kinerja adalah sebagai berikut.
a. Komunikasi Dengan Auditi
Auditor harus mengomunikasikan kepada auditi
bahwa tanggung jawab untuk menyelesaikan atau
menindak-lanjuti temuan audit kinerja dan rekomendasi
berada pada auditi.
Pernyataan tersebut
dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman dan kesadaran
bahwa tanggungjawab menindak-
lanjuti rekomendasi audit bukan
berada pada auditor melainkan pada auditi. Oleh sebab itu,
dalam praktiknya, auditor harus memperoleh pernyataan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
71
atau penegasan tertulis dari auditi bahwa hasil auditnya
akan ditindaklanjuti.
b. Prosedur Pemantauan
Auditor harus memantau dan mendorong tindak
lanjut atas temuan beserta rekomendasi.
Walaupun tanggung jawab menindak-lanjuti hasil
audit berada pada pihak auditi, namun demikian auditor
diwajibkan memantau proses tindak lanjut melalui
pendokumentasian data temuan audit dan pemutahiran
data temuan audit tersebut secara terus menerus. APIP
perlu membuat kebijakan dan prosedur pemantauan guna
mengefektifkan pelaksanaan tindak lanjut hasil audit.
Auditor dalam setiap penugasan audit wajib memeriksa
tindak lanjut hasil audit tahun sebelumnya dan memperoleh
informasi secukupnya tentang belum ditindak-lanjutinya
hasil audit tahun sebelumnya.
c. Status Temuan
Auditor harus melaporkan status temuan beserta
rekomendasi audit kinerja sebelumnya yang belum ditindak-
lanjuti.
Laporan status temuan yang disampaikan kepada
pihak yang berkepentingan memuat antara lain:
1. Temuan dan rekomendasi;
2. Sebab-sebab belum ditindaklanjutinya temuan;
3. Komentar dan rencana pihak auditi untuk menuntaskan
temuan.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
72
d. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan
dan Kecurangan
Terhadap temuan yang berindikasi adanya tindakan
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
dan kecurangan, auditor harus membantu aparat penegak
hukum terkait dalam upaya penindak-lanjutan temuan
tersebut.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus
melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan
meneliti sebab-sebab tidak atau belum adanya proses
hukum.
6. Standar Pelaksanaan Audit Investigatif
Standar pelaksanaan pekerjaan audit
investigatif mendeskripsikan sifat kegiatan
audit investigatif dan menyediakan kerangka
kerja untuk melaksanakan dan mengelola
pekerjaan audit investigatif yang dilakukan
oleh auditor investigatif.
Sistematika standar pelaksanaan audit
investigatif meliputi :
a. Perencanaan
1) Penetapan sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber
daya
2) Pertimbangan dalam perencanaan
b. Supervisi
c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
73
1) Pengumpulan bukti
2) Pengujian bukti
d. Dokumentasi
Rincian dari masing-masing butir standar pelaksanaan audit
investigatif adalah sebagai berikut.
a. Perencanaan
Dalam setiap penugasan audit investigatif, auditor
investigatif harus menyusun rencana audit. Rencana audit
tersebut harus dievaluasi dan bila perlu disempurnakan
selama proses audit investigatif berlangsung sesuai dengan
perkembangan hasil audit investigatif di lapangan.
Perencanaan audit investigatif dimasudkan untuk
memperkecil tingkat risiko kegagalan dalam melakukan
audit investigatif dan memberikan arah agar pelaksanaan
audit investigatif dapat dilaksanakan secara efisien dan
efektif.
Informasi yang diterima dari
berbagai sumber, seperti: pengaduan
masyarakat, pengembangan hasil
audit kinerja atau audit lainnya,
permintaan instansi aparat penegak
hukum atau instansi lainnya dijadikan
sebagai dasar penyusunan rencana
audit investigatif. Setiap informasi
yang diterima dianalisis dan dievaluasi untuk menentukan
satu keputusan dari 3 (tiga) keputusan, yaitu: melakukan
audit investigatif, meneruskan ke pejabat yang berwenang,
atau tidak perlu ditindak-lanjuti. Apabila keputusan yang
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
74
diambil adalah melakukan audit investigatif, maka rencana
tindakan memuat langkah-langkah berikut:
v Menentukan sifat utama pelanggaran;
v Menentukan fokus perencanaan dan sasaran audit
investigatif;
v Mengindentifikasi kemungkinan pelanggaran hukum,
peraturan, atau perundang-undangan, dan
memahami unsur-unsur yang terkait dengan
pembuktian atau standar;
v Mengindentifikasi dan menentukan prioritas tahapan
audit investigatif yang diperlukan untuk mencapai
sasaran audit investigatif;
v Menentukan sumber daya yang diperlukan untuk
memenuhi persyaratan audit investigatif; dan
v Melakukan koordinasi dengan instansi yang
berwenang, termasuk instansi penyidik jika
diperlukan.
1) Penetapan Sasaran, Ruang Lingkup dan Alokasi
Sumber Daya
Dalam membuat rencana audit, auditor harus
menetapkan sasaran, ruang lingkup, dan alokasi
sumber daya.
Sasaran audit investigatif adalah
terungkapnya kasus penyimpangan yang berindikasi
dapat menimbulkan kerugian keuangan
negara/daerah.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
75
Ruang lingkup audit investigatif meliputi
pengungkapan fakta dan proses kejadian, sebab dan
dampak penyimpangan, dan penentuan pihak-pihak
yang diduga terlibat dalam atau bertanggung jawab
atas penyimpangan.
Tujuan penetapan alokasi sumber daya
pendukung audit investigatif adalah agar kualitas
audit investigatif dapat dicapai secara optimal.
Kebutuhan sumber daya yang harus ditentukan
antara lain terkait dengan personil, pendanaan, dan
sarana prasarana lainnya.
2) Pertimbangan dalam Perencanaan
Dalam penyusunan rencana audit investigatif,
auditor investigatif harus mempertimbangkan
berbagai hal.
Berbagai hal yang harus dipertimbangkan
dalam penyusunan rencana audit investigatif antara
lain:
v Sasaran, ruang lingkup dan alokasi sumber
daya;
v Pemahaman mengenai akuntabilitas
berjenjang;
v Aspek kegiatan operasi auditi dan aspek
pengendalian intern;
v Jadwal kerja dan batasan waktu;
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
76
v Hasil audit periode sebelumnya dengan
mempertimbangkan tindak lanjut terhadap
rekomendasi atas temuan sebelumnya; dan
v Mekanisme koordinasi antara auditor, auditi,
dan pihak terkait lainnya.
b. Supervisi
Pada setiap tahap audit investigatif, pekerjaan
auditor harus disupervisi secara memadai untuk
memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan
meningkatnya kemampuan auditor.
Supervisi harus diarahkan baik pada substansi
maupun metodologi audit yang bertujuan antara lain untuk
mengetahui:
v Pemahaman tim audit atas tujuan dan rencana audit;
v Kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar audit;
v Ketaatan terhadap prosedur audit;
v Kelengkapan bukti-bukti yang terkandung dalam
kertas kerja audit untuk mendukung temuan dan
rekomendasi; dan
v Pencapaian tujuan audit.
c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti
Auditor investigatif harus mengumpulkan dan
menguji bukti untuk mendukung kesimpulan dan temuan
audit investigatif.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
77
Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus
difokuskan pada upaya pengujian hipotesis untuk
mengungkapkan:
v Fakta-fakta dan proses kejadian (modus operandi);
v Sebab dan dampak penyimpangan; dan
v Pihak-pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab
atas kerugian keuangan negara/daerah.
o Pengumpulan Bukti
Auditor investigatif harus mengumpulkan bukti
audit yang cukup, kompeten dan relevan.
Pengumpulan bukti bertujuan untuk
menentukan apakah informasi awal yang diterima
dapat diandalkan karena akan digunakan auditor
untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit.
o Pengujian Bukti
Auditor investigatif harus menguji bukti audit
yang dikumpulkan.
Pengujian bukti
dimaksudkan untuk
menilai kesahihan bukti
yang dikumpulkan dan
kesesuaian bukti dengan
hipotesis. Bukti diuji
dengan memperhatikan
urutan proses kejadian
(sequences) dan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
78
kerangka waktu kejadian (time frame) yang
dijabarkan dalam bentuk bagan arus kejadian (flow
chart) atau narasi. Teknik yang dapat digunakan
untuk menguji bukti antara lain: inspeksi, observasi,
wawancara, konfirmasi, analisis, pembandingan,
rekonsiliasi dan penelusuran kembali.
d. Dokumentasi
Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan
dokumen audit investigatif dalam bentuk kertas kerja audit.
Dokumen audit investigatif harus disimpan secara tertib dan
sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali,
dirujuk, dan dianalisis.
Hasil audit
investigatif harus
didokumentasikan dalam
berkas audit investigatif
secara akurat dan
lengkap. Pedoman
internal audit investigatif
harus secara khusus dan
jelas menekankan
kecermatan dan pentingnya ketepatan waktu. Laporan
temuan audit investigatif dan pencapaian hasil audit
investigatif harus didukung dengan dokumentasi yang
cukup dalam berkas audit investigatif.
7. Standar Pelaporan Audit Investigatif
Standar pelaporan ini merupakan acuan bagi penyusunan
laporan hasil audit yang merupakan tahap akhir kegiatan audit
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
79
investigatif, untuk mengomunikasikan hasil audit investigatif
kepada auditi dan pihak lain yang terkait.
Secara sistematis standar pelaporan audit investigatif
meliputi butir-butir sebagai berikut:
o Kewajiban Membuat Laporan
o Cara dan Saat Pelaporan
o Bentuk dan Isi Laporan
o Kualitas Laporan
o Pembicaraan Akhir dengan Auditi
o Penerbitan dan Distribusi Laporan
Rincian dari setiap butir standar pelaporan audit investigasi
adalah sebagai berikut.
o Kewajiban Membuat Laporan
Auditor investigatif harus membuat laporan hasil
audit investigatif sesuai dengan penugasannya yang
disusun dalam format yang tepat segera setelah melakukan
tugasnya.
Laporan hasil audit investigatif dibuat secara tertulis ,
dengan tujuan untuk memudahkan pembuktian dan
berguna untuk proses hukum berikutnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Beberapa hal yang perlu
dipedomani adalah:
v Dalam setiap laporan, fakta harus diungkapkan untuk
membantu pemahaman pembaca laporan. Hal ini
termasuk suatu pernyataan yang singkat dan jelas
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
80
berkenaan dengan penerapan hukum yang dilanggar
atau sebagai dasar suatu audit investigatif.
v Laporan harus memuat bukti-bukti baik yang
mendukung maupun yang melemahkan temuan
audit.
v Laporan harus didukung dengan kertas kerja audit
investigatif yang memuat referensi kepada semua
wawancara, kontak, atau aktivitas audit investigatif
yang lain.
v Laporan harus mencerminkan hasil yang diperoleh
dari audit investigatif, yaitu berupa: denda,
penghematan, pemulihan, tuduhan, rekomendasi
dan sebagainya.
v Auditor harus menulis laporannya dalam bentuk
deduktif, menggunakan kalimat dan pernyataan yang
berupa ulasan dan kalimat topik. Penulisan kalimat
dan paragraf harus singkat, sederhana dan
langsung.
v Laporan harus ringkas tanpa mengorbankan
kejelasan, kelengkapan dan ketepatan untuk
mengomunikasikan temuan audit investigatif yang
relevan.
v Laporan tidak boleh mengungkapkan pertanyaan
yang belum terjawab atau memungkinkan
interpretasi yang keliru.
v Laporan audit investigatif tidak boleh mengandung
opini atau pandangan pribadi. Semua penilaian,
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
81
kesimpulan, pengamatan dan rekomendasi harus
didasarkan fakta yang tersedia.
v Kelemahan sistem atau permasalahan manajemen
yang terungkap dalam audit investigatif harus
dilaporkan kepada pejabat yang berwenang dengan
segera.
o Cara dan Saat Pelaporan
Laporan hasil audit investigatif dibuat secara tertulis
dan segera setelah berakhirnya pelaksanaan audit
investigatif.
APIP harus menetapkan kapan laporan akan
diberikan secara tertulis sesuai dengan situasi dan kasus
yang diaudit.
o Isi Laporan
Laporan hasil audit investigatif harus memuat semua
aspek yang relevan dari audit investigatif.
Laporan hasil audit investigatif minimal harus
memuat hal-hal berikut:
v Dasar melakukan audit;
v Identifikasi auditi;
v Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi audit;
v Pernyataan bahwa audit investigatif telah
dilaksanakan sesuai Standar Audit;
v Fakta-fakta dan proses kejadian mengenai siapa, di
mana, bilamana, bagaimana dari kasus yang diaudit;
v Sebab dan dampak penyimpangan;
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
82
v Pihak yang diduga terlibat atau bertanggung jawab;
dan
v Dalam pengungkapan pihak yang bertanggung
jawab atau yang diduga terlibat, auditor harus
memperhatikan asas praduga tidak bersalah yaitu
dengan tidak menyebut identitas lengkap.
o Kualitas Laporan
Laporan hasil audit investigasi harus akurat, jelas,
lengkap, singkat, dan disusun dengan logis, tepat waktu,
dan obyektif.
Laporan harus akurat dan
jelas, singkat, menunjukkan
hasil-hasil relevan dan upaya
auditor investigatif. Laporan
harus disajikan secara langsung
tepat secara gramatikal,
menghindari penggunaan kata yang tidak perlu,
mengganggu, atau membingungkan. Laporan harus
disajikan dengan baik, relevan dengan audit investigatif dan
mendukung penyajian.
Semua audit investigatif harus dilaksanakan dan
dilaporkan secara cermat dan tepat waktu. Hal ini
disebabkan besarnya dampak hasil audit investigatif
terhadap karir seseorang atau kehidupan suatu organisasi.
o Pembicaraan Akhir dengan Auditi
Auditor investigatif harus meminta tanggapan/
pendapat terhadap hasil audit investigatif. Tanggapan/
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
83
pendapat tersebut harus dikemukakan pada saat
melakukan pembicaraan akhir dengan auditi.
Salah satu cara yang paling efektif untuk
memastikan bahwa suatu laporan hasil audit investigatif
dipandang adil, lengkap, dan obyektif adalah adanya reviu
dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab,
sehingga dapat diperoleh suatu laporan yang tidak hanya
mengemukakan kesimpulan auditor investigatif saja,
melainkan memuat pula pendapat pejabat yang
bertanggung jawab tersebut. Tanggapan tersebut harus
dievaluasi dan dipahami secara seimbang dan obyektif,
serta disajikan secara memadai dalam laporan hasil audit
investigatif.
Apabila tanggapan dari auditi bertentangan dengan
kesimpulan dalam laporan hasil audit investigatif, dan
menurut pendapat auditor investigatif tanggapan tersebut
tidak benar, maka auditor investigatif harus menyampaikan
ketidak-setujuannya atas tanggapan tersebut beserta
alasannya secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya,
auditor harus memperbaiki laporannya, apabila auditor
berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar.
o Penerbitan dan Distribusi Laporan
Laporan hasil audit investigatif diserahkan kepada
pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain yang diberi
wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laporan hasil audit investigatif harus didistribusikan
tepat waktu kepada pihak yang telah ditentukan sesuai
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
84
dengan peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal
yang diaudit merupakan rahasia negara, maka untuk tujuan
keamanan negara atau menurut peraturan perundang-
undangan dilarang dipublikasikan, maka APIP harus
membatasi pendistribusian laporan tersebut.
8. Standar Tindak Lanjut Audit Investigatif
Standar Tindak Lanjut mengatur tentang ketentuan dalam
hal kepastian saran dan rekomendasi telah dilakukan oleh auditi.
o Tanggung Jawab APIP Untuk Memantau Tindak Lanjut
Temuan
APIP harus memantau tindak lanjut hasil audit
investigatif yang dilimpahkan kepada aparat penegak
hukum
Standar ini mengharuskan APIP untuk
mengadministrasikan temuan audit investigatif guna
keperluan pemantauan tindak lanjut dan pemutakhiran data
hasil audit investigatif, termasuk yang hasil akhirnya berupa
tuntutan perbendaharaan atau tuntan ganti rugi (TP/TGR).
APIP harus memantau tindak lanjut kasus
penyimpangan yang berindikasi adanya tindak pidana
korupsi/perdata yang dilimpahkan kepada Kejaksaan atau
Komisi Pemberantasan Korupsi.
C. STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Selain standar audit yang telah dibicarakan di atas, terdapat
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang diterbitkan oleh Badan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
85
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia melalui Peraturan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 pada
bulan Januari 2007 yang memiliki landasan dan referensi berikut:
1. Landasan Peraturan Perundang-undangan:
a. Undang Undang Dasar RI Tahun 1945;
b. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara;
c. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara ;
d. Undang Undang Nomor 15 Yahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; dan
e. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan.
2. Referensi:
o Standar Audit Pemerintahan Badan Pemeriksa Keuangan RI
Tahun 1995;
o Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS)
2003 Revision, United States Generally Accounting Office;
o Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 2001, Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI);
o Auditing Standards, International Organization of Supreme Audit
Institutions (INTOSAI), Latest Ammendment 1995;
o Generally Accepted Auditing Standards (GAAS), AICPA, 2002;
o Internal Control Standards, INTOSAI, 2001; dan
o Standards for the Professional Practice of Internal Auditing,
Latest Revision December 2003.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
86
Standar pemeriksaan ini
berlaku untuk semua
pemeriksaan yang
dilaksanakan terhadap
entitas, program, kegiatan
serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Dengan demikian, maka standar
pemeriksaan ini berlaku untuk:
BPK.
Akuntan Publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan
atas pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara, untuk dan
atas nama BPK.
Aparat Pengawas Intern Pemerintah termasuk satuan pengawasan
intern maupun pihak lainnya sebagai acuan dalam menyusun
standar pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas, dan
fungsinya.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara memuat 7 (tujuh) butir
Pernyataan Standar Pemeriksaan berikut:
Standar Umum
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan;
Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan;
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja;
Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja;
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu; dan
Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
87
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 1 tentang Standar
Umum mengatur kriteria yang bersifat umum untuk melaksanakan
pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu. Standar ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk
menjamin kredibilitas hasil pemeriksaan. Standar ini juga memberikan
kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan dan
standar pelaporan secara efektif. Cakupan standar umum mengatur hal-
hal berikut:
a. Persyaratan kemampuan/keahlian;
b. Independensi;
c. Penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama;
dan
d. Pengendalian mutu.
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 2 tentang Standar
Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan mengatur hal-hal berikut:
o Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik;
o Komunikasi Pemeriksa;
o Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya;
o Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan,
kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse);
o Pengembangan temuan pemeriksaan; dan
o Dokumentasi pemeriksaan.
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 3 tentang Standar
Pelaporan Pemeriksaan Keuangan mengatur hal-hal berikut:
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
88
a. Hubungan dengan standar profesional akuntan publik yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia;
b. Pernyataan Kepatuhan terhadap standar pemeriksaan;
c. Pelaporan tentang kepatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. Pelaporan tentang pengendalian intern;
e. Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab;
f. Pelaporan informasi rahasia; dan
g. Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 4 tentang Standar
Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja mengatur hal-hal berikut:
a. Perencanaan;
b. Supervisi;
c. Bukti; dan
d. Dokumentasi pemeriksaan.
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 5 tentang Standar
Pelaporan Pemeriksaan Kinerja mengatur hal-hal berikut:
a. Bentuk;
b. Isi laporan;
c. Unsur-unsur kualitas laporan; dan
d. Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 6 tentang Standar
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu mengatur hal-hal berikut:
a. Hubungan dengan standar profesional akuntan publik yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia;
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
89
b. Komunikasi Pemeriksa;
c. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya;
d. Pengendalian intern;
e. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan;
kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse); dan
f. Dokumentasi pemeriksaan.
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 7 tentang Standar
Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu mengatur hal-hal
berikut:
a. Hubungan dengan standar profesional akuntan publik yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia;
b. Pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan;
c. Pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab;
e. Pelaporan informasi rahasia; dan
f. Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
D. STANDAR PROFESI AUDIT INTERNAL (SPAI)
Sebagaimana dikemukakan di
atas, sebagai bahan
perbandingan, berikut ini
diuraikan Standar Profesi Audit
Internal yang diterbitkan oleh
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
90
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. SPAI membagi standar
audit menjadi dua kelompok besar: (1) Standar Atribut, dan (2) Standar
Kinerja. Berikut ini akan disajikan SPAI secara lengkap.
1. Standar Atribut
a. Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung jawab
Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal
harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal,
konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan
mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas
Organisasi.
b. Independensi dan Objektivitas
Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal
harus objektif dalam melaksanakan pekerjaannya.
1) Independensi Organisasi
Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang
memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung
jawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit
internal memiliki akses komunikasi yang memadai
terhadap Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
2) Objektivitas Auditor Internal
Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif,
tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya
pertentangan kepentingan (conflict of interest)
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
91
3) Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas
Jika prinsip independensi dan objektivitas tidak dapat
dicapai baik secara fakta maupun dalam kesan, hal ini
harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang. Teknis
dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan
tidak terpenuhinya prinsip independensi dan objektivitas
tersebut.
c. Keahlian dan Kecermatan Profesional
Penugasan harus dilaksanakan dengan memerhatikan keahlian
dan kecermatan profesional.
1) Keahlian
Auditor internal harus memiliki pengetahuan, ketrampilan,
dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi Audit
Internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh
pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
a) Penanggung jawab Fungsi Audit Internal harus
memperoleh saran dan asistensi dari pihak yang
kompeten jika pengetahuan, ketrampilan, dan
kompetensi dari staf auditor internal tidak memadai
untuk pelaksanaan sebagian atau seluruh
penugasannya.
b) Auditor Internal harus memiliki pengetahuan yang
memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan
menguji adanya indikasi kecurangan.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
92
c) Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki
pengetahuan tentang risiko dan pengendalian yang
penting dalam bidang teknologi informasi dan teknik-
teknik audit berbasis teknologi informasi yang
tersedia.
2) Kecermatan Profesional
Auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan
ketrampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor
internal yang prudent dan kompeten.
Dalam menerapkan kecermatan profesional auditor
internal perlu mempertimbangkan:
a) Ruang lingkup penugasan.
b) Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam
penugasan.
c) Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko,
pengendalian, dan proses governance.
d) Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam
penugasan.
e) Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer
dan teknik-teknik analisis lainnya.
3) Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (PPL)
Auditor internal harus meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan, dan kompetensinya melalui Pengembangan
Profesional yang Berkelanjutan.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
93
d. Program Quality Assurance Fungsi Audit Internal
Penanggung jawab Fungsi Audit Internal harus
mengembangkan dan memelihara program quality assurance,
yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal dan
secara terus menerus memonitor efektivitasnya. Program ini
mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara
periodik serta pemantauan internal yang berkelanjutan. Program
ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam
menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta
memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai
dengan Standar dan Kode Etik Audit Internal.
1) Penilaian terhadap Program Quality Assurance
Fungsi audit internal harus menyelenggarakan suatu
proses untuk memonitor dan menilai efektivitas program
quality assurance secara keseluruhan. Proses ini harus
mencakup penilaian (assessment) internal maupun
eksternal.
a) Penilaian Internal. Fungsi audit internal harus
melakukan penilaian internal yang mencakup:
Reviu yang berkesinambungan atas kegiatan dan
kinerja fungsi audit internal, dan
Reviu berkala yang dilakukan melalui self
assessment atau oleh pihak lain dari dalam
organisasi yang memiliki pengetahuan tentang
standar dan praktek audit internal.
b) Penilaian Eksternal. Penilaian eksternal harus
dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
94
tahun oleh pihak luar perusahaan yang independen
dan kompeten.
2) Pelaporan Program Quality Assurance
Penanggung jawab fungsi audit internal harus melaporkan
hasil reviu dari pihak eksternal kepada Pimpinan dan
Dewan Pengawas Organisasi.
3) Pernyataan Kesesuaian dengan SPAI
Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus
memuat pernyataan bahwa aktivitasnya dilaksanakan
sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal. Pernyataan
ini harus didukung dengan hasil penilaian Program Quality
Assurance.
4) Pengungkapan atas Ketidakpatuhan
Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap SPAI dan
Kode Etik yang mempengaruhi ruang lingkup dan aktivitas
fungsi audit internal secara signifikan, maka hal ini harus
diungkapkan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas
Organisasi.
2. Standar Kinerja
a. Pengelolaan Fungsi Audit Internal
Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi
audit internal secara efektif dan efisien untuk memastikan
bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi
organisasi.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
95
1) Perencanaan
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun
perencanaan yang berbasis risiko (risk-based plan) untuk
menetapkan prioritas kegiatan audit internal, konsisten
dengan tujuan organisasi.
Rencana penugasan audit internal harus berdasarkan
penilaian risiko yang dilakukan paling sedikit setahun
sekali. Masukan dari pimpinan dan dewan pengawas
organisasi serta perkembangan terkini harus juga
dipertimbangkan dalam proses ini. Rencana penugasan
audit internal harus mempertimbangkan potensi untuk
meningkatkan pengelolaan risiko, memberikan nilai
tambah dan meningkatkan kegiatan organisasi.
2) Komunikasi dan Persetujuan
Penanggung jawab fungsi audit internal harus
mengomunikasikan rencana kegiatan audit, dan kebutuhan
sumberdaya kepada pimpinan dan dewan pengawas
organisasi untuk mendapat persetujuan. Penanggung
jawab fungsi audit internal juga harus mengomunikasikan
dampak yang mungkin timbul karena adanya keterbatasan
sumberdaya.
3) Pengelolaan Sumberdaya
Penanggung jawab fungsi audit internal harus memastikan
bahwa sumberdaya fungsi audit internal sesuai, memadai,
dan dapat digunakan secara efektif untuk mencapai
rencana-rencana yang telah disetujui.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
96
4) Kebijakan dan Prosedur
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menetapkan
kebijakan dan prosedur sebagai pedoman bagi
pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal.
5) Koordinasi
Penanggung jawab fungsi audit internal harus
berkoordinasi dengan pihak internal dan eksternal
organisasi yang melakukan pekerjaan audit untuk
memastikan bahwa lingkup seluruh penugasan tersebut
sudah memadai dan meminimalkan duplikasi.
6) Laporan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas
Penanggung jawab fungsi audit internal harus
menyampaikan laporan secara berkala kepada Pimpinan
dan Dewan Pengawas mengenai perbandingan rencana
dan realisasi yang mencakup sasaran, wewenang,
tanggung jawab, dan kinerja fungsi audit internal. Laporan
ini harus memuat permasalahan mengenai risiko,
pengendalian, proses governance, dan hal lainnya yang
dibutuhkan atau diminta oleh pimpinan dan dewan
pengawas.
b. Lingkup Penugasan
Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko,
pengendalian, dan governance, dengan menggunakan
pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
97
1) Pengelolaan Risiko
Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan
cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan
dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan
pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.
2) Pengendalian
Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam
memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara
mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas
pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan
pengendalian intern secara berkesinambungan.
a) Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit
internal harus mengevaluasi kecukupan dan
efektivitas sistem pengendalian intern, yang
mencakup governance, kegiatan operasi dan sistem
informasi organisasi. Evaluasi sistem pengendalian
intern harus mencakup:
Efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi.
Keandalan dan integritas informasi.
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pengamanan aset organisasi.
b) Fungsi audit internal harus memastikan sampai
sejauh mana sasaran dan tujuan program serta
kegiatan operasi telah ditetapkan dan sejalan dengan
sasaran dan tujuan organisasi.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
98
c) Auditor internal harus mereviu kegiatan operasi dan
program untuk memastikan sampai sejauh mana
hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan.
d) Untuk mengevaluasi sistem pengendalian intern
diperlukan kriteria yang memadai.
3) Proses Governance
Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan
rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses
governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut:
a) Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di
dalam organisasi.
b) Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang
efektif dan akuntabel.
c) Secara efektif mengomunikasikan risiko dan
pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam
organisasi.
d) Secara efektif mengoordinasikan kegiatan dari, dan
mengomunikasikan informasi di antara pimpinan,
dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta
manajemen.
Fungsi audit internal harus mengevaluasi rancangan,
implementasi dan efektivitas dari kegiatan, program dan
sasaran organisasi yang berhubungan dengan etika
organisasi.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
99
c. Perencanaan Penugasan
Auditor internal harus mengembangkan dan
mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang
mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu, dan alokasi
sumberdaya.
1) Pertimbangan Perencanaan
Dalam merencanakan penugasan, auditor internal harus
mempertimbangkan:
a) Sasaran dan kegiatan yang sedang direviu dan
mekanisme yang digunakan kegiatan tersebut dalam
mengendalikan kinerjanya.
b) Risiko signifikan atas kegiatan, sasaran,
sumberdaya, dan operasi yang direviu serta
pengendalian yang diperlukan untuk menekan
dampak risiko ke tingkat yang dapat diterima oleh
organisasi.
c) Kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan
sistem pengendalian intern.
d) Peluang yang signifikan untuk meningkatkan
pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.
2) Sasaran Penugasan
Sasaran untuk setiap penugasan harus ditetapkan.
3) Ruang Lingkup Penugasan
Agar sasaran penugasan tercapai maka fungsi audit
internal harus menentukan ruang lingkup penugasan yang
memadai.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
100
4) Alokasi Sumber Daya Penugasan
Auditor internal harus menentukan sumber daya yang
sesuai untuk mencapai sasaran penugasan. Penugasan
staf harus didasarkan pada evaluasi atas sifat dan
kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu, dan
ketersediaan sumber daya.
5) Program Kerja Penugasan
Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan
program kerja dalam rangka mencapai sasaran
penugasan.
Program kerja harus menetapkan prosedur untuk
mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan
mendokumentasikan informasi selama penugasan.
Program kerja ini harus memperoleh persetujuan sebelum
dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program
kerja harus segera mendapat persetujuan.
d. Pelaksanaan Penugasan
Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus
mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan
mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai
tujuan penugasan.
1) Mengidentifikasi Informasi
Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang
memadai, handal, relevan, dan berguna untuk mencapai
sasaran penugasan.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
101
2) Analisis dan Evaluasi
Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil
penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat.
3) Dokumentasi Informasi
Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang
relevan untuk mendukung kesimpulan dan hasil
penugasan.
4) Supervisi Penugasan
Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk
memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas,
dan meningkatnya kemampuan staf.
e. Komunikasi Hasil Penugasan
Auditor internal harus mengomunikasikan hasil penugasannya
secara tepat waktu.
1) Kriteria Komunikasi
Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup
penugasan, simpulan, rekomendasi, dan rencana tindak
lanjutnya.
a) Komunikasi akhir hasil penugasan, bila
memungkinkan memuat opini keseluruhan dan
kesimpulan auditor internal.
b) Auditor internal perlu memberikan apresiasi, dalam
komunikasi hasil penugasan, terhadap kinerja yang
memuaskan dari kegiatan yang direviu.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
102
c) Bilamana hasil penugasan disampaikan kepada
pihak di luar organisasi, maka pihak yang berwenang
harus menetapkan pembatasan dalam distribusi dan
penggunaannya.
2) Kualitas Komunikasi
Komunikasi yang disampaikan baik tertulis maupun lisan
harus akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap,
dan tepat waktu.
Kesalahan dan kealpaan. Jika komunikasi final
mengandung kesalahan dan kealpaan, penanggung jawab
fungsi audit internal harus mengomunikasikan informasi
yang telah dikoreksi kepada semua pihak yang telah
menerima komunikasi sebelumnya.
3) Pengungkapan atas Ketidak-patuhan terhadap Standar
Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap standar yang
mempengaruhi penugasan tertentu, komunikasi hasil-hasil
penugasan harus mengungkapkan:
Standar yang tidak dipatuhi.
Alasan ketidak-patuhan.
Dampak dari ketidak-patuhan terhadap penugasan.
4) Penyampaian Hasil-hasil Penugasan
Penanggung jawab fungsi audit internal harus
mengomunikasikan hasil penugasan kepada pihak yang
berhak.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
103
f. Pemantauan Tindak Lanjut
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun dan
menjaga sistem untuk memantau tindak lanjut hasil penugasan
yang telah dikomunikasikan kepada manajemen.
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun
prosedur tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa
manajemen telah melaksanakan tindak lanjut secara efektif,
atau menanggung risiko karena tidak melakukan tindak lanjut.
g. Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen
Apabila manajemen senior telah
memutuskan untuk menanggung
risiko residual yang sebenarnya
tidak dapat diterima oleh
organisasi, penanggung jawab
fungsi audit internal harus
mendiskusikan masalah ini
dengan manajemen senior. Jika
diskusi tersebut tidak
menghasilkan keputusan yang
memuaskan, maka penanggung jawab fungsi audit internal dan
manajemen senior harus melaporkan hal tersebut kepada
Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi untuk
mendapatkan resolusi.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
104
E. LATIHAN SOAL
1. Standar Audit yang berlaku bagi Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah terdiri dari berapa kategori? Sebutkan satu persatu!
2. Apa alasan bahwa pertanggung-jawaban keuangan manajemen
harus diperiksa oleh auditor yang independen? Apakah manajemen
tidak mampu untuk menyajikan laporan pertanggungjawaban yang
baik?
3. Jika sebuah kantor/organisasi audit pemerintah menugaskan dua
orang auditor yang baru lulus dari universitas dan belum pernah
melaksanakan audit (namun memiliki nilai akademis yang tinggi)
untuk melaksanakan suatu penugasan audit, apakah penugasan ini
telah memenuhi standar umum APIP? Apa alasan Saudara?
4. Apa saja yang harus dimiliki auditor untuk memenuhi standar umum
yang pertama (keahlian dan pelatihan)?
5. APIP dan para auditornya harus senantiasa mewaspadai setiap
kendala yang dapat mempengaruhi independensi dalam audit yang
sedang dilakukannya baik kendala pribadi maupun kendala
eksternal. Harap Saudara jelaskan apa saja kendala pribadi dan
kendala eksternal tersebut!
6. Dalam suatu penugasan audit, Saudara menemukan bahwa di
dalam sistem pengelolaan bahan baku terdapat kelemahan di mana
setiap pengeluaran bahan baku tidak didasarkan atas bon
pengeluaran barang, namun hanya berdasarkan nota telepon dari
kepala bagian produksi. Dalam hal ini, apa reaksi Saudara ? Apakah
langsung memberikan instruksi kepada kepala gudang untuk
memperbaiki kelemahan tersebut ? Jelaskan alasan Saudara!
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
105
7. Sistem kendali mutu yang memadai meliputi suatu pengujian
sejumlah sampelkegiatan pelaksanaan audit secara sistematis.
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan apa ?
8. Supervisi, berupa bimbingan dan pengawasan terhadap para
asisten, diperlukan untuk mencapai tujuan audit dan menjaga mutu
audit. Supervisi harus dilakukan dalam semua penugasan tanpa
memandang tingkat pengalaman auditor yang bersangkutan.
Supervisi ini dilakukan untuk memastikan apa saja ?
9. Sebutkan jenis-jenis bukti audit !
10. Apa yang dimaksudkan dengan bukti relevan dan bukti kompeten ?
11. Apa saja yang harus didokumentasikan dalam Kertas Kerja Audit
(KKA)?
12. Apa tujuan Kertas Kerja Audit ?
13. Agar dapat memenuhi tujuannya, KKA harus memenuhi syarat-
syarat tertentu. Sebutkan syarat-syarat tersebut !
14. Dalam standar pelaporan disebutkan bahwa temuan dan simpulan
yang disampaikan kepada auditan harus dikemukakan secara
objektif. Apa maksudnya?
15. Unsur-unsur apa saja yang harus ada dalam setiap temuan hasil
pemeriksaan?
16. Apa lingkup penilaian sistem pengendalian intern dalam audit
operasional?
17. APIP melakukan audit dengan standar audit sendiri, berarti APIP
dalam menjalankan tugas auditnya tidak mengikuti standar audit
yang telah ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Benarkah
pernyataan ini ? Jelaskan jawaban Saudara !
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
106
18. Banyak temuan hasil pemeriksaan APIP yang tidak ditindak-lanjuti
oleh auditan, sehingga akumulasinya sangat material dan di
samping menimbulkan citra negatif mengenai keberhasilan
pengawasan, juga menimbulkan beban administrasi yang tidak
ringan. Sebagai bahan diskusi, apa saja penyebab tidak ditindak-
lanjutinya temuan hasil pemeriksaan dalam kaitannya dengan
standar audit ?
19. Bentuk dan isi laporan harus disusun sedemikian rupa, sehingga
memenuhi tujuan audit, jelas, mudah dimengerti, lengkap dan
objektif. Bentuk dan isi laporan audit tersebut sekurang-kurangnya
harus mencakup hal-hal apa ?
20. Menurut standar audit, apa yang harus dilakukan auditor jika
mendapatkan temuan yang berindikasi melawan hukum?
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
107
Telah disampaikan pada bab pendahuluan bahwa setiap profesi yang
memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat perlu mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat pengguna jasa profesi tersebut. Tanpa
kepercayaan, profesi tersebut akan musnah.
Selaku APIP, untuk menjaga kepercayaan masyarakat, dan tentunya
juga pemerintah yang merupakan stakeholder APIP, kita semua perlu menjaga
perilaku agar sesuai dengan etika yang
berlaku dan senantiasa memenuhi standar
mutu kerja yang telah tetapkan. Prinsip umum
sikap seorang auditor yang harus bekerja
secara profesional, independen dan objektif
harus dipegang teguh, sehingga tercermin ciri
yang unik dan spesifik dari profesi audit,
sekaligus memberikan martabat yang tinggi
bagi APIP.
Perlu disadari bersama bahwa setiap pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh seorang anggota profesi audit, akan memberikan citra buruk bagi
profesi audit secara umum di mata masyarakat, demikian pula jika penugasan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
108
dilaksanakan dengan mutu di bawah standar, hal ini akan memberikan dampak
yang kurang lebih sama. Godaan yang dihadapi APIP memang banyak dan
terkadang sangat menggiurkan, tapi martabat profesi justru diukur antara lain
dari kemampuan untuk menepis godaan tersebut dan tetap bersikap objektif.
Kode etik APIP dan standar audit APIP adalah
amanat profesi yang harus kita jaga dan laksanakan
bersama, agar martabat APIP di mata para
stakeholders mendapat tempat yang terhormat dan
hasil kerja APIP diharapkan dapat benar-benar
memberikan andil yang berarti bagi kemajuan bangsa.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
109
Arens, Alvin A., Beasley, Mark S., and Elder, Randel J., Auditing and Assurance
Services, Ptentice Hall, 11
th
edition, 2007
Assegaf, Ibrahim Abdulah, Dictionary of Accounting, cetakan I, 1991
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Aturan Perilaku Pegawai
BPKP, 1993/1994
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Aturan Perilaku Pemeriksa
BPKP, 1993
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Standar Audit Aparat
Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP), 1996
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara, 2004
Collins Cobuild, English Dictionary, 2000
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi ke sembilan, 1997
Eric E. Kohler, A Dictionary for Accountants, edisi ke lima, 1979
Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Januari
2001
Sawyer., L.B., Dittenhofer, M.A., Sawyers Internal Auditing, The Practice of
Modern Internal Auditing, The Institute of Internal Auditing, 5
th
ed.,2003
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 1 hal. 1 -- 2
Lampiran 1
KUTIPAN STANDAR PENGENDALIAN MUTU IAI
Standar Pengendali Mutu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) SPM Seksi 200 Perumusan
Kebijakan dan Prosedur Pengendalian Mutu, terdapat 9 unsur kebijakan dan
prosedur kendali mutu audit yang wajib dibuat, yaitu :
1. Independen, yang memberikan keyakinan memadai bahwa, pada setiap lapis
organisasi, semua staf profesional mempertahankan independensi sebagaimana
diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik. Secara rinci, Aturan Etika
No.1, Integritas, Objektivitas dan Independensi, memuat contoh-contoh penerapan
yang berlaku untuk akuntan publik.
2. Penugasan Personil, yang memberikan keyakinan memadai bahwa penugasan
akan dilaksanakan oleh staf profesional yang memiliki tingkat pelatihan dan
keakhlian teknis untuk penugasan tersebut. Dalam proses penugasan personil,
sifat dan lingkup supervisi harus dipertimbangkan. Umumnya, apabila personil
yang ditugaskan semakin cakap dan berpengalaman, maka supervisi secara
langsung terhadap personil tersebut, semakin tidak diperlukan.
3. Konsultasi, yang memberikan keyakinan memadai bahwa personil akan
memperoleh informasi yang memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang
memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan (judgement) yang
memadai. Sifat konsultasi akan tergantung atas beberapa faktor, antara lain ukuran
KAP dan tingkat pengetahuan, kompetensi dan pertimbangan yang dimiliki oleh
staf pelaksana perikatan.
4. Supervisi, yang memberikan keyakinan memadai bahwa pelaksanaan perikatan
memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh KAP. Lingkup supervisi dan review
yang sesuai pada kondisi tertentu, tergantung atas beberapa faktor, antara lain
kerumitan masalah, kualifikasi staf pelaksana perikatan, dan lingkup konsultasi
yang tersedia dan yang telah digunakan. Tanggung jawab KAP untuk menetapkan
prosedur mengenai supervisi berbeda dengan tanggung jawab staf secara
individual untuk merencanakan dan melakukan supervisi secara memadai atas
perikatan tertentu.
5. Pemekerjaan (Hiring), yang memberikan keyakinan memadai bahwa semua staf
profesionalnya memiliki karakteristik yang tepat sehingga memungkinkan mereka
melakukan perikatan secara kompeten. Akhirnya, mutu pekerjaan KAP tergantung
kepada integritas, kompetensi dan motivasi personil yang melaksanakan dan
melakukan supervisi atas pekerjaan. Oleh karena itu, program pemekerjaan KAP
menjadi salah satu unsur penentu untuk mempertahankan mutu pekerjaan KAP.
6. Pengembangan Profesional, yang memberikan keyakinan memadai bahwa
personil memiliki pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka
memenuhi tanggungjawabnya. Pendidikan profesional berkelanjutan dan pelatihan
merupakan wahana bagi KAP untuk memberikan kepada personilnya pengetahuan
memadai untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan untuk kemajuan karier
mereka di KAP.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008
Lampiran 1 hal. 2 -- 2
7. Promosi (Advancement), yang memberikan keyakinan memadai bahwa semua
personil terseleksi untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk
lapis tanggung jawab yang lebih tinggi. Praktik promosi personil akan berakibat
terhadap mutu pekerjaan KAP. Kualikasi personil terseleksi untuk promosi harus
mencakup, tetapi tidak terbatas pada, karakter, inteligensi, pertimbangan
(judgement), dan motivasi.
8. Penerimaan dan berkelanjutan klien, memberikan keyakinan memadai bahwa
perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan hubungan
dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas. Adanya keharusan bagi
KAP untuk menetapkan prosedur dengan tujuan seperti tersebut, tidak berarti
bahwa KAP bertugas untuk menentukan integritas atau keandalan klien, dan tidak
juga berarti bahwa KAP berkewajiban kepada siapapun, kecuali kepada dirinya,
untuk menerima, menolak atau mempertahankan kliennya. Namun, dengan
berdasarkan pada prinsip pertimbangan hati-hati (prudence), KAP disarankan
selektif dalam menentukan hubungan profesionalnya.
9. Inspeksi, yang memberikan keyakinan memadai bahwa prosedur yang
berhubungan dengan unsur-unsur pengendalian mutu, seperti tersebut pada 1 s.d.
8, telah diterapkan secara efektif. Prosedur inspeksi dapat dirancang dan
dilaksanakan oleh individu yang bertindak mewakili kepentingan manajemen KAP.
Jenis prosedur inspeksi yang akan digunakan tergantung kepada pengendalian
yang ditetapkan oleh KAP dan penetapan tanggung jawab di KAP untuk
melaksanakan kebijakan dan prosedur pengendalian mutunya.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 1 -- 13
Lampiran 2
KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA
Etika profesi bagi akuntan di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
tahun 1973, kemudian disempurnakan tahun 1981 dan tahun 1986. Selanjutnya etika
tersebut disempurnakan lagi tahun 1987 dan tahun 1994 diberi nama Kode Etik
Akuntan Indonesia (KEAI).
Setiap manusia yang memberikan jasa berdasarkan pengetahuan dan keahlian, harus
memiliki tanggung jawab kepada pihak-pihak yang terpengaruh oleh jasanya tersebut.
Akuntan, yang pemakaian gelarnya dilindungi oleh UU No. 34 tahun 1954 adalah
profesi yang berdiri di atas landasan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian dalam
melaksanakan tugasnya, akuntan harus senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat
dengan menjalankan tugasnya secara objektif dan bertanggung jawab.
KEAI adalah pedoman bagi para anggota IAI agar objektif dan bertanggung jawab
dalam melaksanakan pekerjaan profesinya.
Rumusan KEAI yang dihasilkan kongres ke 6 IAI tahun 1994 terdiri atas 8 Bab, 11
pasal dan 6 pernyataan etika profesi. Pokok-pokok pernyataan etika profesi tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Integritas, Objektivitas dan Independensi (Pernyataan Etika Profesi No.1)
1) Setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam
melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan
bertindak jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan
objektivitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan
pihak tertentu atau kepentingan pribadi ;
2) Jika terlibat sebagai auditor, setiap anggota harus mempertahankan sikap
independensi . Ia harus bebas dari semua kepentingan yang bisa dipandang
tidak sesuai dengan integritas maupun objektivitasnya, tanpa tergantung efek
sebenarnya dari kepentingan itu ;
3) Jika ada masalah tertentu yang belum diatur dalam standar etika profesi atau
hukum negara, setiap anggota harus tetap mempertahankan integritas dan
objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan
integritas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan
pihak tertentu atau kepentingan pribadi ;
4) Auditor harus selalu mempertahankan sikap independen in fact dan in
appearance (citra bebas) selama melaksanakan tugas audit ;
5) Dalam hal seorang anggota tidak bisa mempertahankan sikap di atas yang
relevan dengan profesinya, ia harus menolak untuk menerima atau
mengundurkan diri dari tugas yang bersangkutan .
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 2 -- 13
Hal yang dapat mempengaruhi independensi dan objektivitas seorang auditor
seperti :
1) Hubungan keuangan dengan klien;
2) Kedudukan dalam perusahaan yang diaudit ;
3) Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai dan tidak konsisten
4) Pelaksanaan jasa lain untuk klien audit ;
5) Hubungan keluarga dan pribadi ;
6) Imbalan atas jasa profesional ;
7) Penerimaan barang atau jasa dari klien ;
8) Pemberian barang atau jasa kepada klien.
2. Kecakapan Profesional (Pernyataan Etika Profesi No.2)
1) Seorang anggota harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi
yang relevan. Jika seseorang mempekerjakan staf dan ahli lainnya untuk
melaksanakan tugas profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka
mengenai keterikatan akuntan pada kode etik. Dan ia tetap bertanggung jawab
atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk
bertindak sesuai dengan kode etik, jika ia memilih ahli lain untuk memberikan
saran atau bila merekomendasikan ahli lain itu kepada kliennya;
2) Setiap anggota harus meningkatkan kecakapan profesionalnya, agar mampu
memberikan manfaat optimal dalam pelaksanaan tugasnya;
3) Setiap anggota harus menolak setiap penugasan yang tidak akan dapat
diselesaikannya atau tidak sesuai dengan keakhlian profesionalnya.
3. Pengungkapan Informasi/Rahasia Klien (Pernyataan Etika Profesi No.3)
1) Setiap anggota harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam
tugasnya dan tidak boleh terlibat dalam pengungkapan dan pemanfaatan
informasi tersebut, tanpa seizin pihak yang memberi tugas, kecuali jika hal
tersebut dikehendaki oleh standar profesi, hukum atau negara ;
2) Auditor harus tetap menjaga informasi rahasia pemberi tugas walaupun ia
sudah bukan auditor pemberi tugas tersebut ;
3) Kewajiban menjaga informasi rahasia klien tersebut juga berlaku bagi staf yang
membantunya, dan pihak yang dimintai pendapat atau bantuannya. Ia harus
menjelaskan dan tetap bertanggungjawab atas kerahasiaan informasi tersebut.
4. Iklan Bagi Kantor Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.4)
1) Seorang akuntan publik tidak boleh membuat iklan yang menipu atau bentuk
pendekatan lain yang palsu dan menyesatkan karena bertentangan dengan
kepentingan umum ;
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 3 -- 13
2) Jika terlibat dalam profesi akuntan publik, setiap anggota tidak boleh
menawarkan jasanya secara tertulis kepada calon klien, kecuali atas
permintaan klien. Dalam hal ini KAP diperkenankan untuk memberikan
Company Profile.
5. Komunikasi Antar Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.5)
1) Setiap anggota yang berprofesi sebagai akuntan publik harus memelihara
hubungan baik dengan rekan seprofesi. Hal ini terutama berlaku bila ia
mengganti atau diganti oleh rekan seprofesi dalam jasa audit atau bila ada
kebutuhan untuk bekerja sama;
2) Setiap anggota yang berprofesi sebagai akuntan publik tidak boleh memberi
saran atau pandangan mengenai masalah akuntansi atau pemeriksaan
akuntan kepada orang atau badan yang diperiksa oleh rekan akuntan publik
lain tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan rekan yang bersangkutan ;
3) Akuntan publik pengganti tidak boleh menerima penugasan atas klien yang
sama, apabila antara akuntan terdahulu dengan klien tersebut timbul masalah
audit fee yang belum diselesaikan.
6. Perpindahan Staff/Partner dari Satu Kantor Akuntan ke Kantor Akuntan Yang
Lain (Pernyataan Etika Profesi No.6)
1) Staf / partner pada suatu KAP yang hendak pindah bekerja pada KAP yang
lain harus :
a. Mengajukan permohonan selambat-lambatnya 1-2 bulan untuk staf dan 6
bulan untuk partner kepada KAP terdahulu;
b. Dengan persetujuan KAP terdahulu.
2) Staf/Partner dari suatu KAP tertentu yang pindah bekerja pada KAP lain tidak
boleh memperlihatkan/membawa/menggunakan audit working paper,
management letter dan atau informasi lainnya kepada KAP baru tempatnya
bekerja.
Berdasarkan hasil Kongres ke 7 IAI tahun 1998, telah dilakukan beberapa perubahan
pada kerangka kode etik IAI, sehingga menjadi sebagai berikut :
1. Prinsip Etika, yang mengikat seluruh anggota IAI, dan merupakan produk
kongres.
2. Aturan Etika, yang mengikat kepada anggota kompartemen dan merupakan
produk Rapat Anggota Kompartemen. Aturan etika tidak boleh bertentangan
dengan prinsip etika.
3. Interpretasi Aturan Etika, merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan
yang dibentuk oleh kompartemen setelah memperhatikan tanggapan dari anggota,
dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan
Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 4 -- 13
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini, sebagaimana telah diuraikan pada
halaman-halaman sebelum ini dapat dipakai sebagai interpretasi, sebelum adanya
interpretasi baru.
Adapun Prinsip Etika Profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional,
terdiri atas 8 prinsip, yang secara lengkap dikutip sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional, setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
01. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.
Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggung jawab untuk bekerjaa sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat,
dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.
Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Umum (Publik)
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
01. Satu ciri dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada
publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di
mana publik dari profesi akuntan yang terdiri atas klien, pemberi kredit,
pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan,
dan pihak lainnya bergantung kepada objektivitas dan integritas akuntan
dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini
menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
02. Profesi akuntan dapat tetap berbeda pada posisi yang penting ini hanya
dengan terus-menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang
menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan
utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham
bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai
dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi
tersebut.
03. Dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin
menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 5 -- 13
dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota
memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa
terlayani dengan sebaik-baiknya.
04. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota
untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, objektivitas,
keseksamaan professional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota
diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa
yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan
tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
05. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik.
Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara
terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi.
06. Tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi
kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan
tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang
dititikberatkan pada kepentingan publik, misalnya :
Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari
laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk
mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk
memperoleh modal ;
Eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen
dalam oorganisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan
efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi ;
Auditor intern memberikan keyakinan tentang struktur pengendalian intern
yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari
pemberi kerja kepada pihak luar ;
Ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta
penerapan yang adil dari system pajak ; dan
Konsultan manajemen mempunyai tanggung jawab terhadap kepentingan
umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota
harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin.
01. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya
pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota
dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
02. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur
dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 6 -- 13
pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan
perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan
atau peniadaan prinsip.
03. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak
terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat
yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya
dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang
berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas
dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun
jiwa standar teknis dan etika.
04. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas
dan kehati-hatian professional.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
01. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota . Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
02. Anggota bekerja dalam berbagai kaapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan objektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam
praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi
manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai
seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam
kapasitas keuangan dan manajemen di industri, pendidikan dan
pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin
masuk ke dalam profesi. Apa pun jasa atau kapasitasnya, anggota harus
melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas.
03. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan
dengan aturan etika sehubungan dengan objektivitas, pertimbangan yang
cukup harus diberikan terhadap factor-faktor berikut :
a. Adakalanya anggota dihadapkan pada situasi yang memungkinkan
mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan
ini dapat mengganggu objektivitasnya.
b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua
ssituasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran
(reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk
mengidentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak
objektivitas anggota.
c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau
pengaruh lainnya untuk melanggar objektivitas harus dihindari.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 7 -- 13
d. Anggota memiliki kewajiban untuk memstikan bahwa orang-orang yang
terlibat dalam pemberiaan jasa profesional mematuhi prinsip objektivitas.
e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau
entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak
pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-
orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari
situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-
hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat
yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legistasi dan teknik yang paling mutakhir.
01. Kehati-hatian professional mengharuskan anggota untuk memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini
mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya,
demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab
profesi kepada publik.
02. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota
seyogianya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau
pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam
semua tanggung jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk
mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa
yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti
disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi professional dapat dibagi
menjadi 2 (dua) fase terpisah :
a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi
professional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang
tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian professional
dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus
menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk
belajar dan melakukan peningkatan professional secara
berkesinambungan selama kehidupan professional anggota.
Pemeliharaan kompetensi professional memerlukan kesadaran
untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di
antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing, dan peraturan
lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk
memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 8 -- 13
professional yang konsisten dengan standar nasional dan
internasional.
03. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu
tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang
anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam
hal penugasan professional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan,
anggota wajib melakukan konsultasi atau penyerahan klien kepada pihak lain
yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan
kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman
dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung jawab yang
harus dipenuhinya.
04. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung jawabnya kepada penerima
jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung jawab
untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan
mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.
05. Kehati-hatian professional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan
mengawasi secara seksama setiap kegiatan professional yang menjadi
tanggung jawabnya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak
atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
01. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi
tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa professional
yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah
hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
02. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah
diberikan atau terdapat kewajiban legal atau professional untuk
mengungkapkan informasi.
03. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah
pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya
menghormati prinsip kerahasiaan.
04. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi.
Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi
selama melakukan jasa professional tidak menggunakan atau terlihat
menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan
pihak ketiga.
05. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang
penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota
tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized
disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 9 -- 13
informasi dengan tujuan memenuhi tanggung jawab anggota berdasarkan
standar professional.
06. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
professional dapat atau perlu diungkapkan.
07. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.
a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk
mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak
termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus
dipertimbangkan.
b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana
anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi
rahasia adalah :
Untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses
hukum; dan
Untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik
c. Ketika ada kewajiban atau hak professional untuk mengungkapkan:
Untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika ; pengungkapan
seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini;
Untuk melindungi kepentingan professional anggota dalam sidang
pengadilan ;
Untuk menaati penelaahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau
badan professional lainnya ; dan
Untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan
pengatur.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus
dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima
jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keakhliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 10 -- 13
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
01. Standar teknis professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikkatan Akuntan Indonesia, International Federation of
Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang
relevan.
Selanjutnya di bawah ini disajikan contoh Aturan Etika, yaitu Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku di kalangan Kantor Akuntan Publik (KAP).
Isinya adalah sebagai berikut :
100 INDEPENDENSI, INTEGRITAS DAN OBJEKTIVITAS
101 Independensi
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan
sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional
sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang
ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi
independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in
appearance).
102 Integritas dan Objektivitas
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan
integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict
of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material
misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan)
pertimbangan kepada pihak lain.
200 STANDAR UMUM DAN PRINSIP AKUNTANSI
201 Standar Umum
Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang
terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI:
A. Kompetensi profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan
pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan
dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.
B. Kecermatan dan keseksamaan profesional. Anggota KAP wajib
melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan
keseksamaan profesional.
C. Perencanaan dan supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan
mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa
profesional.
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 11 -- 13
D. Data relevan yang memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data
relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan
atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa
profesionalnya.
202 Kepatuhan terhadap Standar
Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi,
review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan, atau jasa profesional
lainnya wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur
standar yang ditetapkan oleh IAI.
203 Prinsip-prinsip Akuntansi
Anggota KAP tidak diperkenankan :
(1) menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan
keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau
(2) menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material
yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut
memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan
atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang
diterapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam
keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan
seperti tersebut di atas. Dalam kondisi tersebut, anggota KAP dapat
tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat
menunjukkan bahawa laporan atau data akan menyesatkan apabila
tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan
penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan
mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan
menghasilkan laporan yang menyesatkan
300 TANGGUNG JAWAB KEPADA KLIEN
301 Informasi Klien yang Rahasia
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang
rahasia, tanpa persetujuan dari klien.
Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk :
(1) membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai
dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip
akuntansi
(2) mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk
mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti
panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan
anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 12 -- 13
(3) melarang review praktik profesional (review mutu) seorang Anggota
sesuai dengan kewenangan IAI atau
(4) menghalangi Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau
pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang
dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin Anggota.
Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review di atas, tidak boleh
memanfaatkannya untuk kepentingan diri pribadi mereka atau
mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya
dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota
dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau
penegakan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butir (4) di atas
atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam
butir (3) di atas.
302 Fee Profesional
A. Besaran Fee
Besarnya fee Anggota dapat bervariasi tergantung antara lain : risiko
penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang
diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang
bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya.
Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara
menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.
B. Fee Kontinjen
Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa
profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada
temuan atau hasil tertentu di mana jumlah fee tergantung pada temuan
atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan
oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika
dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan
pengatur.
Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen
apabila penetapan tersebut dapat mengurangi independensi
400 TANGGUNG JAWAB KEPADA REKAN SEPROFESI
401 Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi
Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan
dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
402 Komunikasi Antar Akuntan Publik
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila
akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan
Kode Etik dan Standar Audit
Pusdiklatwas BPKP 2008 Lampiran 2 hal. 13 -- 13
publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik
lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.
Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan
komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.
403 Perikatan Atestasi
Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang
jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh
akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut
dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau
peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.
500 TANGGUNG JAWAB DAN PRAKTIK LAIN
501 Perbuatan dan Perkataan yang Mendiskriditkan
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan
perkataan yang mencemarkan profesi
502 Iklan, Promosi, dan kegiatan Pemasaran Lainnya
Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari
klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan
kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.
503 Komisi dan Fee Referal
A. Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk
lainnya yang diberikan kepada atau diterima dari klien/pihak lain untuk
memperoleh perikatan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak
diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila
pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi
independensi.
B. Fee Referal (Rujukan)
Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima
kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee
referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.
504 Bentuk Organisasi dan KAP
Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi
yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau
yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.
Pusdiklat Pengawasan BPKP
Jln. Beringin II
Pandansari, Ciawi ISBN 979-3873-06-X
Bogor 16720

You might also like