You are on page 1of 19

A.

Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipoprotein, termasuk defisiensi
lipoprotein dan produksinya yang berlebih. Hal ini dapat meningkatkan kolestrol total,
LDL (Low DensityLipoprotein), dan trigliserida, serta penurunan HDL (High Density
Lipoprotein).

a) Etiologi
Secara umum penyebab hiperlipidemia adalah faktor genetik, mengkonsumsi
makanan tinggi lemak dan kolesterol, konsumsi alkohol, konsumsi makanan berkalori
tinggi, penyakit lain dan pengaruh obat-obatan. Berdasarkan penyebabnya, secara umum
kondisi hiperlipidemia dibagi menjadi hiperlipidemia primer dan hiperlipidemia
sekunder.
Hiperlipidemia Primer
Merupakan gangguan metabolisme lipid yang diakibatkan oleh faktor genetik
yaitu kelainan gen tunggal yang diwarisi (monogenik) atau kombinasi faktor
genetik dan lingkungan sehingga terjadi kelainan (poligenik) pada komponen
genetik yang mengatur transfor lipoprotein seperti reseptor, apolipoprotein, enzim
dan transpor protein.
Hiperlipidemia Sekunder
Merupakan gangguan yang disebabkan oleh faktor tertentu seperti penyakit dan
obat-obatan. Beberapa jenis penyakit penyebab hiperlipidemia : Diabetes melitus,
hipotiroidisme, sindrom nefrotik, gangguan hati dan obesitas.

b) Klasifikasi
Ada juga klasifikasi berdasarkan konsentrasi lipoprotein, plasma kolesterol dan
plasma trigliserida yang pertama kali diusulkan oleh Fredrickson pada tahun 1967, yang
kemudian diperbaiki menjadi klasifikasi WHO tahun 1970, diantaranya :

a. Tipe I
Tipe I, sangat jarang, dikarakteristik dengan tingginya kilomikron dan trigliserida di
dalam darah. Tipe ini merupakan penyakit genetik karena kekurangan enzim

lipoprotein lipase atau apo C-II yang merupakan kofaktor untuk aktivitas enzim LPL,
sehingga menyebabkan ketidakmampuan pembersihan kilomikron dan VLDL
trigliserida dari darah secara efektif.

b. Tipe II
Tipe ini ditandai dengan peningkatan LDL yang dapat merupakan kondisi awal
(primer) ataupun kelanjutan (sekunder) dari kondisi hiperlipidemia lainnya.
Hiperlipoprotein primer disebabkan oleh beberapa kondisi genetik, sedangkan
hiperlipoprotein sekunder dapat disebabkan oleh endokrinopati (hipotiroid,
hipopituitari, diabetes melitus) dan biasanya dapat pulih dengan terapi hormon.
Tipe II terdiri atas 2 tipe yaitu hiperlipidemia tipe IIa dan Iib
1. Tipe IIa, ditandai dengan tingginya kadar LDL di dalam darah tapi kadar
VLDLnya normal. Tipe ini dapat disebabkan beberapa kondisi genetik yaitu
hiperkolesterol familial, defective apolipoprotein B familial, hiperkolesterolemia
poligenik.
2. Tipe IIb, ditandai dengan tingginya kadar LDL dan VLDL, kolesterol dan
trigliserida dalam darah. Tipe ini disebut kombinasi hiperlipidemia familial.
Penyakit ini disebabkan karena meningkatnya produksi hepatik Apo B
(merupakan protein utama pada LDL dan VLDL). Xanthoma pada tipe ini jarang
terjadi, tetapi tipe ini ditandai dengan predisposisi CAD (Coronary Artery
Disease) prematur.

c. Tipe III
Karakteristiknya yaitu meningkatnya kadar IDL dan VLDL remnant. Tipe ini terkait
dengan abnormalitas pada Apo E (merupakan petanda pengenalan oleh reseptor-
reseptor sel hati untuk menghilangkan kilomikron remnant) dan ketidaksempurnaan
konversi VLDL dalam plasma dan terjadi peningkatan kadar IDL. Kondisi ini dapat
pula terjadi pada hipotiroidisme. Gangguan ini terjadi lebih awal pada pria
dibandingkan pada wanita. Abnormalitas pada toleransi glukosa dan hiperurikemia
dapat terjadi.



d. Tipe IV
Karakteristiknya yaitu peningkatan kadar trigliserida plasma yang terkandung di
dalam VLDL dan kemungkinan akan berkembang menjadi aterosklerosis. Kondisi
berhubungan dengan abnormalitas toleransi glukosa ( resisten insulin) dan obesitas.
Kadar kolesterol total normal atau meningkat sedangkan kadar HDL rendah.

e. Tipe V
Karakteristiknya terjadi peningkatan kadar VLDL dan kilomikron sehingga dapat
disebut sebagai hipertrigliseridemia. Kadar lipoproteinlipase umumnya normal. Tipe
ini merupakan gangguan yang jarang terjadi. Penyebabnya terkadang dipengaruhi
faktor keluarga, terkait dengan ketidaksempurnaan pembersihan trigliserida eksogen
maupun endogen yang tidak sempurna dapat dan ancaman resiko pankreatitis seumur
hidup. Pada beberapa pasien dapat diakibatkan alkohol dan diabetes.

c) Manifestasi Klinik
Hiperlipidemia atau hiperlipoproteinemia merupakan suatu kondisi, bukan
merupakan suatu penyakit sehingga tidak ada gejala-gejala klinisnya. Manifestasi klinik
dapat terllihat setelah pemeriksaan klinik di laboratorium. Pada tahap lebih lanjut,
beberapa simptom yang mungkin timbul antara lain: terjadinya pengendapan lemak pada
otot dan kulit (xanthoma). Pada kondisi kadar trigliserida yang sangat tinggi (800 mg/dl
atau lebih) dapat menyebabkan pembengkakan hati dan limpa serta simptom pankreatitis
seperti sakit perut.

d) Diagnosis
Pemeriksaan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan
trigliserida direkomendasikan untuk dilakukan mulai usia lebih dari 20 tahun dan
minimal sekali dalam 5 tahun. Pengukuran ini sebaiknya dilakukan setelah pasien
berpuasa 12 jam atau lebih, karena jumlah trigliserida dapat meningkat pada individu
yang tidak berpuasa. Parameter lain yang bisa dijadikan acuan untuk diagnosis adalah
Apo A-1, Apo B, Lp (a), Small-Dense LDL, Ox-LDL. Saat ini pemeriksaan profil lemak

tidak hanya cukup dengan pemeriksaan kolesterol dan trigliserida saja. Penambahan
pemeriksaan Apo A-1, Apo B dan rasio Apo B / Apo A-1 merupakan suatu keharusan
dalam pemeriksaan profil lemak seseorang yang berkaitan dengan gangguan metabolisme
lemak. Apo A-1 dan Apo B merupakan parameter yang lebih stabil dibandingkan dengan
lemaknya sendiri karena kandungan lemak maupun lipoprotein, densitas dan ukurannya
selalu akan berubah. Lemak dan lipoprotein akan dipengaruhi oleh umur dan diet,
Sedangkan Apo A-1 dan Apo B tetap akan konstan. Pemeriksaan lipid pertama-tama
dilakukan dengan pemeriksaan kadar kolesterol total, trigliserida, dan standing plasma
yaitu keadaan fisis setelah plasma disimpan dalam lemari es selama semalam.

Setelah diketahui ketidaknormalam lipid, komponen utama yang harus dievaluasi
adalah sejarah (usia, jenis kelamin, jika wanita, siklus menstruasi dan perubahan
estrogen). Jika sejarah lengkap dan pemeriksaan fisik sudah dilakukan, harus
diperhitungkan juga:
Ada atau tidaknya faktor resiko penyakit kardiovaskuler dan penyakit
kardiovaskuler pada pasien.
Sejarah keluarga adanya penyakit dini kardiovaskuler atau kelainan lipid.
Ada atau tidaknya penyebab sekunder hiperlipidemia, termasuk pengobatan
yang sedang dijalani.
Ada atau tidaknya nyeri abdomen, sejarah pankreatitis, penyakit ginjal/hati,
penyakit pembuluh darah perifer, aneurisme aorta abdomen, atau penyakit
pembuluh otak (stroke, iskemia).

e) Mekanisme Penyakit
Ketika ada asuapan lemak eksogen dari makanan akan diabsorpsi di usus halus.
Kemudian akan di bentuk oleh sel epitel intestinal menjadi kilomikron yang selanjutnya
akanmenuju hepar. Lipid yang terbawa lebih dari 80% adalah trigliserida. Setelah
mengikat lemak makanan kilomikron akan masuk ke sirkulasi untuk dipecah menjadi
energi dan resintesis sertasisanya akan diubah menjadi kolesterol. Orang dengan
metabolisme cepat dan normal pemasukan lemaknya hanya sedikit maka kolesterol di
sintesis dan digunakan pada organekstrahepatik, sebaliknya banyak kolesterol dibawa

oleh LDL untuk di katabolisme di liver.Adanya kolesterol yang berlebih akan diikat oleh
asam empedu untuk dibuang melalui feses.
Selain pemasukan dari lemak eksogen ada juga lemak endogen yang di hasilkan
oleh tubuh yaitu trigliserida pada jaringan adipose. Trigliserida akan diangkut oleh VLDL
(Very Low Density Lipoprotein) dari hepar ke jaringan. VLDL akan diubah menjadi IDL
(Intermediate DensityLipoprotein) oleh lipoprotein lipase. IDL akan di hidrolisis oleh
hepatic lipase sehingga sebagiantrigliserida akan diubah menjadi LDL yang akan
dimetabolisme di hepar dan jaringan perifer. LDL (Low Density Lipoprotein) berfungsi
mengangkut kolesterol dari hepar ke jaringan dan memiliki afinitas tinggi terhadap
reseptor di membran sel. Adanya LDL yang berlebih merupakan faktor resiko terjadi
aterosklerosis. Awalnya partikel LDL yang ada dalam sirkulasi terjebak di dalam intima.
LDL ini akan mengalami oksidasi dan kemudian dipindahkan oleh reseptor scavenger
khusus pada makrofag dan gel-gel yang lain. Karena tidak ada pengendalianatas
pembentukan reseptor maka ester-ester kolesterol kemudian akan terakumulasi di dalam
gel sehingga membentuk gel busa. Sel gelbusa akan membentuk bercak perlemakan yang
bisa menyebabkan kerusakan pada endotelium.

f) Pengobatan

Penanganan non farmarmakologi
Perubahan Gaya Hidup merupakan penanganan utama Dislipidemia. Perubahan
gaya hidup meliputi terapi nutrisi medik, aktivitas fisik serta beberapa upaya lain seperti
berhenti merokok, menurunkan berat badan bagi yang gemuk dan mengurangi asupan
alkohol.

Terapi nutrisi medic pada dasarnya adalah pembatasan jumlah kalori dan jumlah
lemak. Pasien dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total yang tinggi dianjurkan
untuk mengurangi asupan lemak jenuh dan meningkatkan asupan lemak tidak jenuh
rantai tunggal dan ganda (mono unsaturated fatty acid = MUFA dan poly unsaturated
fatty acid = PUFA). Pada pasiendengan kadar trigliserida yang tinggi perlu dikurangi
asupan karbohidrat, alkohol dan lemak.


Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan kadar
HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin, meningkatkan sensitivitas dan
meningkatkan keseragaman fisik, menurunkan trigliserida dan LDL, dan menurunkan
berat badan. Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :
a. Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit
b. Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut jantung
c. maximal ( 220 - umur ) selama 20-30 menit .
d. Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan - lahan, selama
e. 5-10 menit. Frekwensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan lama latihan
f. seperti diutarakan diatas. Dapat juga dilakukan 2-3x/ minggu dengan lama
g. latihan 45-60 menit dalam tahap aerobic

Aktivitas fisik pada prinsipnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas
fisik sesuai dengan kondisi dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas fisik bermanfaat,
seperti jalan kaki, naik sepeda, berenang, dll. Penting sekali diperhatikan agar jenis
olahraga disesuaikan dengankemampuan dan kesenangan pasien, selain itu agar
dilakukan secara terus menerus. The American Heart Association menyatakan bahwa
Terapi Nutrisi Medik maksimal dapat menurunkan kadar LDL kolesterol sebesar 15
sampai 25 mg/dl. Jadi, bila kadar LDL kolesterol mengalami peningkatan lebih dari 25
mg/dl diatas kadar sasaran terapi, hendaklah diputuskan untuk menambahkan terapi
farmakologik terutama terhadap pasien dengan risiko tinggi (pasien DM dgn riwayat
infark miokard sebelumnya atau dengan kadar LDL kolesterol tinggi (diatas 130 mg/dl).

Penanganan farmakologi
Bila terapi Non Farmakologi tidak berhasil maka kita dapat memberikan
bermacam-macam obat antilipemika, tergantung dari jenis hiperlipidemia yang terjadi.
Beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan adalah kemampuan dari pada obat obat
tersebut dalam mempengaruhi KHDL, Trigliserida, Fibrinogen, KLDL, dan juga
diperhatikan pengaruh atau efek samping dari pada obat-obat tersebut.

Berdasarkan jenis lipid yang diturunkan kadar plasmanya, obat antihiperlipidemia dapat
digolongkan menjadi :
Antihiperkolesterolemia : Resin (kolestiramin, kolestipol), Niacin, Neomisin sulfat,
Probukol, Fibrat, Lovastatin, Dekstrotiroksin.
Antihipertrigliserida : Fibrat (Klofibrat, Gemfibrozil, Fenofibrat, Bezafibrat), Niacin,
Fish Oil.

1) Kolestiramin
Kolestiramin adalah suatu anion ammonium kuartener penukar resin dengan inti
stiren. Gugus klorida kolestiramin dapat ditukar dengan anion lainnya, seperti garam
empedu dan lain-lain.

Mekanisme kerja : Karena kolestiramin tidak diserap, maka setelah pemberian
peroral, kolestiramin akan mengikat garam empedu di dalam usus halus dan siap
diekskresikan ke dalam feces, sehingga ekskresi garam empedu meningkat 10 kali
lipat (1-2 g/hari). Ekskresi garam dan asam empedu menurunkan kadar asam empedu
yang kembali ke hepar, yang berfungsi menghambat enzim 7a-hidroksilase yang
mengkonversi kolesterol menjadi asam empedu, sehingga kolesterol banyak dipecah
oleh hepar. Akibat meningkatnya katabolisme kolesterol di dalam hepatosit ini,
enzim-hidroksi-metilglutaril-CoA-reduktase (HMG CoA reduktase) yang mensintesa
kolesterol terangsang pula, tetapi pada keadaan normal sintesa kolesterol ini lebih
lambat dibanding pemecahannya, sehingga kolesterol dalam plasma dan jaringan lain
ditarik ke dalam hepar. Dengan demikian kolestiramin mampu memobilisasi
kolesterol dan menurunkan kadar LDL sebagai efek sekunder dari aktifnya pula
reseptor LDL hepatosit karena mobilisasi kolesterol oleh hepar akan merangsang
pembentukan reseptor LDL lebih banyak lagi oleh hepatosit itu sendiri.

Indikasi klinis : merupakan obat pilihan tipe IIa hiperkolesterolemia; menunmkan
sampai 25% kadar kolesterol plasma dan menghilangkan santomata. Jika
dikombinasikan dengan niacin, efeknya makin kuat. Sayang efeknya untuk tipe IIa

yang homozigot sedikit sekali, karena tipe ini tidak memiliki reseptor LDL. Jangan
diberikan pada tipe IV dan V, karena makin meningkatkan VLDL.

Efek samping : konstipasi yang dapat diatasi dengan pemberian laksansia, flaws
yang dapat dicegah dengan banyak minum dan makanan berserat, hipokloremik
metabolik asidosis, peningkatan ringan alkali fosfatase dan transaminase,
pembentukan batu empedu tetapi tidak signifikan, steatore karena meningkatnya
buangan asam lemak rantai panjang, hilangnya penyerapan vitamin A, D, Kepada
dosis tinggi (30 g/hari).

Interaksi obat : dapat mengganggu penyerapan digitoksin, fenobarbital, klorotiazid,
fenilbutazon, warfarin, asam flufenamat, asam mefenamat dan tetrasiklin. Dianjurkan
obat-obat ini diberikan 1 jam sebelum atau 4-6 jam sesudah pemberian kolestiramin.

Dosis : 16 - 32 g/hari dibagi dalam 4 dosis sebelum makan. Biaya perhari cukup
mahal.

2) Inhibitor Kompetitif Reduktase HMG-CoA
Senyawa inhibitor kompetitif reduktase HMG-CoA merupakan analog struktural dari
HMG-CoA (3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A). Kelompok statin yang
digunakan secara luas antara lain lovastatin, simvastatin, dan pravastatin.
Atorvastatin, cerivastatin dan fluvastatin merupakan obat yang serupa (Cerivastatin
ditarik dari peredaran di Amerika sekitar Agustus 2001). Secara umum statin bekerja
dengan memperlambat produksi kolesterol dan meningkatkan kemampuan hati untuk
mengeluarkan kolesterol dari dalam darah.

Mekanisme Kerja : Reduktase HMG-CoA merupakan perantara langkah awal
biosintesis sterol. Statin menginhibisi reduktase HMG-CoA dengan membentuk
sejenis asam mevalonat cincin terbuka. Inhibisi ini meyebabkan sintesis kolesterol
terhambat, sehingga meningkatkan ekspresi reseptor LDL dan menurunkan degradasi
reseptor LDL. Efek tersebut meningkatkan baik kecepatan katabolisme fraksional

LDL maupun ekstraksi precursor LDL oleh hati (VLDL sisa), sehingga mengurangi
simpanan LDL plasma. Oleh karena ekstraksi lintas pertama oleh hati dari obat
tersebut besar, maka efek utamanya terjadi di hati.

Penggunaan Terapi dan Dosis : Penghambat reduktase HMG-CoA bermanfaat pada
penggunaan secara tunggal maupun bersama dengan resin pengikat asam empedu
atau niasin untuk pengobatan gangguan yang melibatkan peningkatan kadar LDL
plasma. Penggunaan pada anak dibatasi hanya untuk mereka dengan
hiperkolesterolemia familial homozigot dan pasien khusus dengan
hiperkolesterolemia familial heterozigot. Sesuai dengan mekanisme kerjanya dan
karena pola biosintesis kolesterol aktif pada sore hari, maka penghambat reduktase
sebaiknya diberikan pada malam hari apabila menggunakan dosis tunggal satu kali
sehari. Absorpsi pada umumnya (kecuali pravastatin) ditingkatkan dengan
penggunaannya bersama dengan makanan. Dosis harian lovastatin bervariasi dari 10
mg hingga 80 mg. Pravastatin hampir sekuat lovastatin, berdasar suatu massa, sampai
dosis maksimum yang dianjurkan sebesar 40 mg sehari. Simvastatin dua kali lebih
kuat dan diberikan dalam dosis sebesar 5-80 mg sehari. Kekuatan fluvastatin diduga
sekitar separuh dari lovastatin, berdasar massa, dan diberikan dalam dosis sebesar 10-
40 mg sehari. Atorvastatin merupakan agen yang paling efektif untuk pengobatan
hiperkolesterolemia parah. Atorvastatin diberikan dalam dosis sebesar 5-80 mg
sehari. Aktivitas penurun trigliserida-nya juga lebih besar daripada penghambat
reduktase lainnya, sehingga agen tersebut lebih bermanfaat untuk pengobatan pasien
dengan peningkatan trigliserida yang sedang. Statin seringkali menjadi pilihan utama
terapi penurunan LDL yang memiliki resiko PJK terkait dengan aktivitasnya dalam
memperbaiki fungsi endotel, destabilisasi plaque, dan antiinflamasi pada
atherosclerosis.

Efek Samping, Kontraindikasi dan Toksisitas : Statin bekerja mempengaruhi
mekanisme kerja hati, karena itu dapat mempengaruhi fisiologis normalnya.
Peningkatan aktivitas aminotransferase serum (sampai tiga kali kadar normal) terjadi
pada beberapa pasien yang menerima penghambat reduktase. Peningkatan tersebut

seringkali tidak teratur sehingga dapat mengganggu pada pengukuran laboratorium.
Dengan adanya aktivitas ini, maka perlu diperhatikan adanya kemungkinan
hepatotoksik pada penggunaan jangka panjang. Pasien dengan hepatotoksisitas dapat
mengalami penurunan LDL yang mendadak, malaise, dan anoreksia. Dosis
penghambat reduktase dapat diturunkan pada pasien dengan penyakit hati parenkimal.
Secara umum, aktivitas aminotransferase diukur pada garis batas dalam jangka waktu
1-2 bulan, dan kemudian setiap 6 bulan selama terapi. Perlu diperhatikan timbulnya
Myopathy yang ditandai dengan nyeri otot lengan serta kelelahan (intense myalgia)
atau urin yang berwarna kecoklatan. Hal ini perlu ditindaklanjuti segera dengan
pemeriksaan ke dokter. Selain itu biasanya pemberian statin dapat menyebabkan
nyeri perut, konstipasi serta nyeri abdominal dan kram. Wanita hamil, sedang
menyusui, atau yang berencana untuk hamil sebaiknya tidak diberikan statin.
Kontraindikasi juga berlaku bagi penderita gangguan hati kronis.

3) Gemfibrozil
Obat ini juga merupakan derivat asam fibrat dengan mekanisme kerja yang mirip
klofibrat. Peningkatan bersihan VLDL dan penghambatan sintesa VLDL dalam hepar
dapat menurunkan kadarTG sampai 50%. Efek ini timbul karena menurunnya kadar
asam lemak bebas dan meningkatnya aktifitas enzim LPL. Pembentukan LDL
dicegah dan bersihannya ditingkatkan. Selain itu gemfibrozil juga dapat
meningkatkan HDL yang penting pada proteksi timbulnya PJK. Obat ini mudah
diserap oleh saluran cerna dan diekskresikan ke dalam urin secara utuh. Masa
paruhnya sekitar 1,5 jam. Dosis yang dianjurkan sekitar 1200 mg/hari dibagi dalam 2
dosis.

Indikasi klinis : Sebaiknya obat ini diberikan bila ditemui hipertrigliseridemia berat,
peninggian VLDL seperti untuk tipe III, IV dan V hiperlipoproteinemia. Obat ini
dapat juga menurunkan LDL kolesterol pada hiperkolesterolemia.

Efek samping : sama dengan klofibrat.



4) Fenofibrat
Fenofibrat merupakan prodrug dan tidak mempunyai efek antilipemik hingga
dihidrolosis oleh jaringan dan plasma esterase sehingga menjadi bentuk aktif yaitu
asam fenofibrat. Fenofibrat mempunyai efek menurunkan kolesterol total, LDL,
VLDL, trigliserida dan Apo B, serta menaikkan kadar HDL , Apo A-I dan Apo A-II.

Mekanisme Kerja : Mekanisme kerja Fenofibrat belum diketahui secara pasti tetapi
diduga memiliki aktivitas :
Meningkatkan pengeluaran partikel yang kaya akan trigeliserida.
Aktivasi lipoprotein lipase, menurunkan produksi Apo C-III yang merupakan
inhibitor lipoprotein lipase. seta meningkatkan lipolysis.
Aktivasi reseptor (peroxisome proliferator actvated receptor ) yang
menginduksi sintesis HDL.

Penggunaan Terapi dan Dosis : Fenofibrat memiliki dua bentuk sedian yaitu
fenofibrat micronized dan nonmicronized. 67 mg fenofibrat micronized bioekivalen
dengan 100 mg fenofibrat nonmicronized. Dosis fenofibrat micronized adalah 1 kali
sehari 200 mg sedangkan fenofibrat nonmicronized adalah 3 kali sehari 100 mg.

Fenofibrat juga dapat menurunkan kadar asam urat, pada orang sehat dan penderita
hiperurikemia fenofibrat bekerja dengan meningkatkan ekskresi asam urat. Fenofibrat
kontraindikasi untuk penderita dengan kerusakan dan kelainan pada fungsi ginjal,
serta penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.

Efek samping penggunaan fenofibrat antara lain :
kelainan fungsi hati ( meningkatkan AST/SGOT dan ALT/SGPT )
gangguan pada saluran pernafasan.
sakit pada perut, sakit punggung, sakit kepala, diare, konstipasi, peningkatan
pengeluaran kreatinin.

Toksisitas: Pada penggunaan yang berlebih dapat menyebabkan efek toksisitas,
diantaranya dapat menyebabkan prankreatitis, selain itu dapat menyebabkan
penurunan jumlah hemoglobin, hematokrit dan leukosit sehingga dapat menyebabkan
trobositopenia dan agranulositosis.

Terapi Kombinasi
Walaupun terapi awal dimulai dengan satu jenis obat, tetapi pemberian kombinasi
sangat memuaskan dengan penurunan LDL>15% dan TG > 30%, terutama untuk tipe IIa
yang heterozigot. Niasin dan kolestiramin sangat efektif pada hiperkolesterolemia
familial (tipe IIb) dengan penurunan LDL sampai 55%. Penderita yang tidak tahan
dengan niasin dapat diganti dengan kombinasi neomisin dan kolestiramin. Kombinasi
HMD CoA reduktase mevinolin dengan kolestiramin sangat efektif untuk tipe IIa, tapi
efek kombinasi ini masih terus diteliti. Niasin dan klofibrat atau gemfibrozil sangat
efektif untuk hiperlipoproteinemia tipe IV dan V.
Pada kasus dysbetalipoproteinemia dengan kelainan konversi VLDL ke LDL dan
tertimbunnya VLDL yang aterogenik sebaiknya hanya diberikan klofibrat atau
gemfibrozil saja. Adapun beberapa kombinasi yang sering digunakan dalam pengobatan
hiperlipidemia adalah sebagai berikut :
- Turunan Fibric Acid & Resin Pengikat Asam Empedu
Kombinasi tersebut kadang-kadang berguna untuk mengobati pasien dengan
hiperlipidemia gabungan familial yang tidak tahan dengan niacin. Namun, kombinasi
tersebut dapat meningkatkan risiko kolelitiasis.
- Penghambat Reduktase HMG-COA & Resin Pengikat Asam Empedu
Penghambat reduktase HMG-CoA bekerja dengan resin pengikat asam empedu secara
sinergis yang khusus. Kombinasi tersebut bermanfaat untuk pengobatan
hiperkolesterolemia familial tetapi tidak dapat mengendalikan kadar VLDL pada
beberapa pasien dengan hiperlipidemia gabungan familial. Pravastatin, cervastatin,
atorvastatin dan fluvastatin diberikan paling sedikit satu jam sebelum atau empat jam
setelah resin untuk memastikan absorpsinya.
- Niacin & Resin Pengikat Asam Empedu

Kombinasi tersebut secara efektif mengendalikan kadar VLDL selama terapi resin pada
hiperlipidemia gabungan familial atau pada gangguan lain yang melibatkan peningkatan
kadar VLDL maupun LDL. Apabila kadar VLDL dan LDL keduanya meningkat pada
awalnya, maka dosis niacin serendah 1-3 g/hari diduga cukup untuk pengobatan yang
dikombinasi dengan suatu resin

B. Batuk
Batuk adalah suatu refleks fisiologi protektif yang bermanfaat untuk mengeluarkan
dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, debu, zat-zat perangsang asing yang
dihirup, partikel-partikel asing dan unsur-unsur infeksi. Orang sehat hampir tidak batuk
sama sekali berkat mekanisme pembersihan dari bulu getar di dinding bronchi, yang
berfungsi untuk menggerakkan dahak keluar dari paru-paru menuju batang tenggorok.
Cillia ini membantu untuk menghindarkna masuknya zat-zat asing ke saluran nafas (Tjay,
2007).
a) Klasifikasi
Batuk dapat dibedakan menjadi dua, yakni batuk produktif (dengan dahak) dan batuk
non-produktif (kering) (Tjay, 2007).
1) Batuk produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi
mengeluarkan zat-zat asing (kuman, debu,dsb) dan dahak dari batang tenggorok.
2) Batuk non-produktif bersifat kering tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk rejan
(pertussis, kinkhoest), atau juga karena pengeluarannya memang tidak mungkin, seperti
pada tumor.
b) Penyebab
Penyebab utama penyakit batuk dalam pernafasan, antara lain (Susanti, 2009) :
1) Mikroorganisme pathogen yang mampu bertahan terhadap fagositos.
2) Partikel-partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian makrofag yang
menelannya, sehingga menghambat pembersihan dan merangsang reaksi jaringan.
3) Partikel-partikel organik yang merangsang respon imun.
4) Kelebihan beban sistem akibat paparan terus-menerus terhadap debu respirasi berkadar
tinggi yang memupuk di sekitar saluran nafas terminal.

c) Gejala
Gangguan pada saluran pernafasan, ditandai dengan gejala yaitu (Susanti, 2009) :
1. Gejala lokal, seperti:
- Batuk; Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat penyakit pernafasan.
Batuk bisa bersifat kering maupun basah tergantung dari pada produk sekret.
- Sesak nafas
- Pengeluaran dahak
- Nyeri dada
- Batuk darah.
2. Gejala umum
Gejala-gejala yang disebut diatas bersifat setempat. Beberapa penyakit memberi juga
gejala umum, seperti suhu badan meninggi, pusing dan mabuk kepala, tidak mau
makan, rasa lesu/lemah, keringat dingin dan sebagainya

d) Mekanisme kerja
Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk-batuk atau spasme laring
(penghentian bernapas). Kalau zat-zat ini menembus kedalam paru-paru, dapat terjadi
bronchitis toxic, edema paru-paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap
paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu mekanisme
yang khas pada bronchitis dan terlihat pada perokok tembakau (Susanti, 2009).
Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas
(ekspektorasi). Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris. Mekanisme
kerjanya berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks
merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat N. vagus sehingga menurunkan viskositas
dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang termasuk golongan ini ialah gliseril
guaiakolat. Untuk gliseril guaiakolat, penggunaan obat ini hanya didasarkan tradisi dan
kesan subyektif pasien dan dokter. Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar,
berupa ngantuk, mual dan muntah. Gliseril guaikolat tersedia dalam bentuk sirup 100 mg/5
ml. Dosis dewasa yang dianjurkan 2-4 kali 200-400 mg sehari. Sirup ipeka dan kalium
yodida sebaiknya tidak digunakan sebagai ekspektorans karena tidak jelas kebutuhannya
dan dapat menyebabkan efek samping yang serius (Susanti, 2009).

Mukolitika ialah obat yang dapat mengencerkan sekret saluran napas dengan jalan
memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Contoh
mukolitika ialah bromheksin, ambroksol dan asetilsistein.
e) Peengobatan

Terapi non farmakologi
Tindakan penting adalah terutama berhenti merokok guna menghindarkan perangsang
lebih lanjut dari saluran napas. Disamping itu dapat dilakukan inhalasi uap air (mendidih)
yang dihirup guna memperbanyak sekret yang diproduksi ditenggorok. Metode ini efektif
dan murah, terutama batuk dalam , artinya bila rangsangan batuk timbulnya dari pangkal
tenggorok. Seringkali minum banyak air juga dapat menghasilkan efek yang sama (Tjay,
2007).
Terapi farmakologi
Pengobatan farmakologi pada batuk pertama hendaknya ditujukan pada mencari dan
mengobati penyebabnya (terapi kausal), seperti antibiotik terhadap infeksi kuman dari
saluran pernafasan, misalnya:
1) Pneumonia; bagi orang dewasa pneumonia dapat ditanggulangi dengan doksisiklin
selama 7 hari (permulaan 200 mg, lalu 1 dd 100 mg), bagi wanita hamil dan menyusui
amoksisilin 3 dd 500 mg selama 7 hari atau eritromisin 4 dd 500 mg selama 7 hari.
Anak-anak dapat diberikan amoksisilin 30mg/kg selama 7 hari, bila terdapat kontra-
indikasi : azitromisin 1 dd 10mg/ kg selama 3 hari.
2) Batuk rejan; sebenarnya pada hakikatnya batuk rejan hanya dapat diobati dengan
antibiotika bila dilingkungan dekat terdapat bayi atau wanita hamil, jadi untuk prevensi
penularan infeksi sekunder. Dalam hal ini diberikan pada anak-anak azitromisin 1dd
10mg/ kg selama 3 hari, dewasa 1 dd500mg selama 3 hari, wanita hamil dan menyusui
eritromisin 4 dd 500mg selama 7 hari. Dalam kasus parah obat pilihan utama pada
anak-anak adalah noskapin (2-4 dd 7,5-15 mg tergantung usia) dan untuk dewasa
noskapin 3-4 dd 15-30 mg atau kodein 3-4 dd 10-20 mg.

3) Kodein, noskapin, dan d-metorfan; ketiga antibiotik tersebut boleh digunakan selama
kehamilan dan laktasi, begitu pula mukolitika, amonium klorida dan sirup ipekak. Bagi
oksolamin dan mesna belum tersedia cukup data mengenai keamanannya.
Pentoksiverin tidak boleh digunakan selama laktasi, karena mencapai air susu ibu dan
dapat mengakibatkan sesak napas pada bayi.

Obat batuk untuk batuk berdahak:
Ekspektoransia
Obat-obat kelompok ini diduga bekerja merangsang sekresi cairan saluran nafas
dengan demikian mempermudah pengeluaran dahak. Contoh:
a. Gliseril guaiakolat
- Kegunaan : Mengencerkan lendir saluran nafas.
- Hal yang harus diperhatikan : Hati-hati atau minta saran dokter untuk
penggunaan bagi anak dibawah 2 tahun dan ibu hamil.
- Aturan pemakaian : Dewasa: 1-2 tablet (100-200 mg) setiap 6 jam atau 8
jam. Anak 2-6 tahun : tablet (50 mg) setiap 8 jam. 6-12 tahun: -1
tablet (50-100 mg) setiap 8 jam.
b. Amonium klorida
- Cara kerja obat : Efek ekspektoran diduga berdasarkan peningkatan cairan
disaluran napas dengan refleks melalui rangsangan selapit lendir saluran
cerna. Amonium klorida merupakan salah satu komponen obat batuk hitam.
- Hal yang harus diperhatikan : Tidak dianjurkan digunakan pada penderita
penyakit hati, ginjal dan jantung kronik, karena dapat mengganggu
keseimbangan kimia darah yang mempengaruhi ekskresi obat. Pemberian
dosis 5 gram pada penderia ini dapat membahayakan, dan akan timbul
gejala antara lain: Rasa mual, muntah, haus, sakit kepala, hiperventilasi.
- Aturan pemakaian : Dewasa: 300 mg setiap 4 jam.
c. Bromheksin
- Kegunaan obat : Mengencerkan lendir saluran nafas.

- Hal yang harus diperhatikan : Konsultasikan kedokter atau apoteker untuk
penderita tukak lambung dan wanita hamil 3 bulan pertama.
- Efek samping : Rasa mual, diare dan perut kembung ringan.
- Aturan Pemakaian : Dewasa : 1 tablet (8 mg) diminum 3x sehari (setiap 8
jam). Anak diatas 10 tahun : 1 tablet (8 mg diminum 3x sehari (setiap 8
jam). 5-10 tahun : tablet (4 mg) diminum 2x sehari (setiap 8 jam).
d. Kombinasi Bromheksin dengan Gliseril Guaiakolat
- Kegunaan obat : Mengencerkan lendir saluran napas.
- Hal yang harus diperhatikan : Konsultasikan ke dokter atau apoteker bagi
anak di bawah 2 tahun, penderita tukak lambung, dan bagi ibu hamil.
- Efek samping : Rasa mual, diare, kembung ringan.

Obat batuk kering
1. Antitussiva
Bekerja sentral pada susunan saraf pusat menekan pusat batuk dan menaikkan
ambang rangsang batuk. Contoh antitussiva :
a. Dekstrometorfan HBr
- Cara kerja obat : Dekstrometorfan HBr adalah obat penekan batuk yang
cukup efektif, kecuali pada batuk yang mendadak dan berat.
- Hal yang perlu diperhatikan : Jangan digunakan pada batuk kronik akibat
rokok, asma, atau emfisema, karena akan menekan batuk dan berakibat
penghambatan pengeluaran dahak. Penderita penyakit hati sebaiknya tidak
menggunakan obat ini. Jangan menggunakan obat ini bersama obat-obat
penekan susunan saraf pusat.
- Efek samping : biasanya ringan dan jarang terjadi, antara lain seperti: Mual
dan pusing. Efek sentral dan depresi pernafasan hanya terjadi pada dosis
sangat besar.
- Aturan pemakaian : Dewasa : 10 20 mg, 3 kali sehari. Anak : 5 10 mg,
3 kali sehari.
b. Dipenhidramin HCl

- Cara kerja obat : Dipenhidramin mempunyai fungsi sebagai antitussiva
yang menyebabkan kantuk. Selain itu juga sebagai antihistamin, sehingga
sesuai untuk batuk yang disebabkan oleh alergi.
- Hal yang harus diperhatikan : Obat ini dapat menyebabkan kantuk. Jika
menggunakan obat ini, diharapkan tidak sedang mengemudikan kendaraan
atau menjalankan mesin. Harap jangan digunakan bersama obat influenza
yang mengandung antihistamin. Agar dikonsultasikan dengan dokter atau
unit pelayanan kesehatan terlebih dahulu apabila digunakan pada penderita
asma (karena dapat mengurangi sekresi dan mengentalkan dahak), wanita
hamil maupun menyusui dan anak berusia kurand dari 6 tahun.
- Aturan pemakaian: Dewasa : 1-2 kapsul (25 50 mg), setiap 8 jam. Anak :
tablet (12,5 mg) setiap 6-8 jam.





Daftar Pustaka
Greenspan FS. and DG. Gardner. 2004. Basic and Clinical Endocrinology. 7
th
Ed.
McGrawHill. San Fransisco.
NCEP-ATP III (2001). Executive Summary of The Third Report of The National
Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation,
And Treatment of High Blood Cholesterol In Adults (Adult Treatment Panel III).
JAMA 285, 24862497.
Richard, Helms et al. 2006. Textbook of therapeutics drug and disease management
eight edition. Lippikcott Williams & Wilkins USA.
Susanti, Dewi dkk. 2009. Batuk. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tierney , Lawrence M, Stephen J. McPhee dan Maxine A. Papakis. 2005. Current
Medical Diagnosis and Treatment, 44th Ed. Lange Medical Books/McGraw Hill.
New York.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan
dan Efek-efek Sampingnya Edisi Ke VI. Elex Media Komputindo. Jakarta.

You might also like