You are on page 1of 11

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Defenisi
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk
yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media
tuberkulosa, otitis media sifilitika.
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-
tanda yang bersifat cepat dan singkat. ejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi
secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta
otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. !ada pemeriksaan otoskopik juga
dijumpai efusi telinga tengah. "erjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah
ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, terdapat cairan di belakang
membran timpani, dan otore.
1.2 Epidemiologi
1.3 Etiologi
a. #akteri
#akteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, $%-&%'
kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur
cairan atau efusi telinga tengah. (asus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak
ditemukan mikroorganisme penyebabnya. "iga jenis bakteri penyebab otitis media tersering
adalah Streptococcus pneumoniae ()*'), diikuti oleh Haemophilus influenzae (+%-,*') dan
Moraxella catarhalis (-*--%'). (ira-kira %' kasus dijumpai patogen-patogen yang lain
seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan
organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak
ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani ra.at inap di rumah sakit. Haemophilus
influenzae sering dijumpai pada anak balita. /enis mikroorganisme yang dijumpai pada orang
de.asa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak.
b. 0irus
0irus juga merupakan penyebab OMA. 0irus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan
dengan bakteri patogenik yang lain. 0irus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu
respiratory syncytial virus (1S0), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak ,*-)*'). (ira-
kira -*--%' dijumpai parainfluenza virus rhinovirus atau enterovirus. 0irus akan memba.a
dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan
adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme
farmakokinetiknya ((erschner, +**&). 2engan menggunakan teknik polymerase chain
reaction (!31) dan virus specific enzyme-lin!ed immunoabsorbent assay (456SA), 7irus-
7irus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada &%'
kasus
1.4 F!to" "isi!o
8aktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status
sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (AS6) atau susu formula, lingkungan
merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi,
infeksi bakteri atau 7irus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba
Eustachius dan lain-lain.
8aktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. !eningkatan insidens OMA pada bayi
dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba
Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah.
6nsidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak
perempuan. Anak-anak pada ras "ative American #nuit, dan #ndigenous Australian
menunjukkan pre7alensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain. 8aktor genetik juga
berpengaruh. Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk,
fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga
mendorong terjadinya OMA pada anak-anak. AS6 dapat membantu dalam pertahanan tubuh.
Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan AS6 banyak menderita OMA. 5ingkungan
merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan
anak-anak lain. 2engan adanya ri.ayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di
pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas
kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu,
anak mudah menderita penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering
terjadi akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau 7irus.
1.# Ptogenesis
T$% Eustachius
8ungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada otitis media. "uba
Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring, yang
terdiri atas tulang ra.an pada dua pertiga ke arah nasofaring dan sepertiganya terdiri atas tulang.
"uba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru terbuka apabila
udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap.
!embukaan tuba dibantu oleh kontraksi muskulus tensor 7eli palatini apabila terjadi perbedaan
tekanan telinga tengah dan tekanan udara luar antara +* sampai dengan )* mm9g. "uba
Eustachius mempunyai tiga fungsi penting, yaitu 7entilasi, proteksi, dan drainase sekret.
0entilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan
tekanan udara luar. !roteksi, yaitu melindung telinga tengah dari tekanan suara, dan menghalangi
masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke telinga tengah. 2rainase bertujuan untuk
mengalirkan hasil sekret cairan telinga tengah ke nasofaring.
Ptogenesis &'A
!atogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (6S!A) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran
napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. "uba Eustachius menjadi sempit, sehingga
terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. #ila keadaan demikian berlangsung lama
akan menyebabkan refluks dan aspirasi 7irus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk
mengatur proses 7entilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. /ika terjadi gangguan akibat
obstruksi tuba, akan mengakti7asi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam
telinga tengah. 6ni merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi.
#ila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta
terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada
sekret. Akibat dari infeksi 7irus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi
yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. 0irus respiratori juga dapat
meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien
terhadap infeksi bakteri. /ika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal,
perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak
dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat
merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. 8aktor
intraluminal adalah seperti akibat 6S!A, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada
mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan
otitis media dihubungkan dengan ri.ayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga
mekanisme pembukaan tuba terganggu. 8aktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi
adenoid.
Stdi$m &'A
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada
perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis
atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.
ambar -.- Membran timpani normal
a. Stadium Oklusi "uba Eustachius
!ada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya
absorpsi udara. 1etraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih hori:ontal,
refleks cahaya juga berkurang. 4dema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya
tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan,
atau hanya ber.arna keruh pucat. 4fusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh 7irus dan
alergi. "idak terjadi demam pada stadium ini.
b. Stadium 9iperemis atau Stadium !re-supurasi
!ada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai
oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa
yang sulit terlihat. 9iperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya
in7asi oleh mikroorganisme piogenik. !roses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran
timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan
pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. !endengaran mungkin masih
normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. 9al ini terjadi
karena terdapat tekanan udara yang meningkat di ka7um timpani. ejala-gejala berkisar antara
dua belas jam sampai dengan satu hari.
ambar -.+ Membran timpani hiperemis
c. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di
telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi
makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. "erbentuknya eksudat yang purulen di ka7um
timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
!ada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. !asien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. 2apat
disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. !ada bayi demam tinggi dapat disertai muntah
dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani.
"erjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di ka7um timpani dan akibat tromboflebitis
7ena-7ena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan
nekrosis. 2aerah nekrosis terasa lebih lembek dan ber.arna kekuningan atau yello$ spot.
(eadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. #edah kecil
ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar
dari telinga tengah menuju liang telinga luar. 5uka insisi pada membran timpani akan menutup
kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali.
Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.
ambar -., Membran timpani bulging dengan pus purulen
d. Stadium !erforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah
yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. (adang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya 7irulensi kuman
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat
tertidur nyenyak. /ika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. /ika
kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan,
maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kroni.
ambar -.) Membran timpani peforasi
e. Stadium 1esolusi
(eadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang dia.ali dengan berkurangnya dan
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga
perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya
kering. !endengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung .alaupun tanpa pengobatan, jika
membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan 7irulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif
kronik. (egagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang
keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis
media serosa terjadi jika sekret menetap di ka7um timpani tanpa mengalami perforasi membran
timpani
1.( 'nifestsi Klinis
ejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. !ada anak yang
sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh
yang tinggi. #iasanya terdapat ri.ayat batuk pilek sebelumnya. !ada anak yang lebih besar atau
pada orang de.asa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di
telinga atau rasa kurang mendengar. !ada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu
tubuh tinggi dapat mencapai ,;,%<3 (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-
tiba anak menjerit .aktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga
yang sakit. #ila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu
tubuh turun dan anak tidur tenang.
!enilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu penyakit.
!enilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak yang
gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan
membengkak atau bulging. Menurut 2agan (+**,) dalam "itisari (+**%), skor OMA adalah
seperti berikut=
1.7 Dignosis
Menurut (erschner (+**&), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut,
yaitu=
!enyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2itemukan adanya tanda efusi. 4fusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah. 4fusi
dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya
membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani,
terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari
telinga.
"erdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah
satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani, nyeri
telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan akti7itas normal.
Menurut 1ubin et al. (+**>), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-
sedang, dan berat. (riteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah,
mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran
timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat
tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran,
tinitus, 7ertigo dan kemerahan pada membran timpani. "ahap berat meliputi semua kriteria
tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi ,;,*<3, dan disertai dengan otalgia
yang bersifat sedang sampai berat.
1.) Pentl!snn
1.).1 Pengo%tn
!enatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. !engobatan pada stadium
a.al ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan
lokal atau sistemik, dan antipiretik. "ujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk
menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala,
memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki
sistem imum lokal dan sistemik.
!ada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. 2iberikan obat tetes hidung 93l
efedrin *,% ' dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari -+ tahun atau 93l efedrin - '
dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas -+ tahun pada orang de.asa. Sumber
infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik.
!ada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik.
2ianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. /ika terjadi resistensi, dapat
diberikan kombinasi dengan asam kla7ulanat atau sefalosporin. ?ntuk terapi a.al diberikan
penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi
mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik
diberikan minimal selama & hari. #ila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. !ada
anak, diberikan ampisilin %*--** mg@kg##@hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin
atau eritromisin masing-masing %* mg@kg##@hari yang terbagi dalam , dosis.
!ada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi
ruptur.
!ada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut
atau pulsasi. 2iberikan obat cuci telinga (ear toilet) 9+O+ ,' selama , sampai dengan % hari
serta antibiotik yang adekuat sampai , minggu. #iasanya sekret akan hilang dan perforasi akan
menutup kembali dalam & sampai dengan -* hari.
!ada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi,
dan perforasi menutup. #ila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar
melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai , minggu. #ila
keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.
Sekitar >*' kasus OMA sembuh dalam , hari tanpa pemberian antibiotik. Obser7asi
dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari,
atau ada perburukan gejala. "ernyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat
terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko
terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat. Menurut American Academy
of %ediatrics (+**)), mengkategorikan OMA yang dapat diobser7asi dan yang harus segera
diterapi dengan antibiotik sebagai berikut
2iagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat efusi
telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. ejala ringan adalah
nyeri telinga ringan dan demam kurang dari ,;<3 dalam +) jam terakhir. Sedangkan gejala berat
adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam ,;<3. !ilihan obser7asi selama )>-&+ jam hanya
dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat
pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. &ollo$-up dilaksanakan
dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa obser7asi
((erschner, +**&).
Menurut American Academic of %ediatric (+**)), amoksisilin merupakan first-line terapi
dengan pemberian >*mg@kg##@hari sebagai terapi antibiotik a.al selama lima hari. Amoksisilin
efektif terhadap Streptococcus penumoniae. /ika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat
diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-kla7ulanat efektif
terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis termasuk Streptococcus
penumoniae ((erschner, +**&). %neumococcal '-valent con(ugate vaccine dapat dianjurkan
untuk menurunkan pre7alensi otitis media (American Academic of %ediatric, +**)).
1.).2. Pem%ed*n
"erdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (#uchman, +**,).
a. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara
dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik.
5okasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. #ila terapi yang diberikan sudah adekuat,
miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (2jaafar, +**&).
6ndikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA
seperti paresis ner7us fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi
antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis
dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line,
untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur ((erschner, +**&).
b. "impanosintesis
Menurut #luestone (-;;$) dalam "itisari (+**%), timpanosintesis merupakan pungsi pada
membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan.
6ndikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif,
pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut #uchman (+**,), pipa
timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan
pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif,
randomized trial yang telah dijalankan.
c. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan
OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. !ada anak kecil dengan OMA rekuren yang
tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi
obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.
1.+ Kompli!si
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses
subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut
biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Mengikut Shambough (+**,) dalam 2jaafar
(+**%), komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani,
mastoiditis akut, paresis ner7us fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses
subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis).

You might also like