You are on page 1of 14

Definisi Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic

fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok
Etiologi virus dengue, yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. biasanya
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini
100 meter.
Patofisiologi
a. Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan antara DD
dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume
plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Meningginya nilai
hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat
kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui
kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini ialah meningkatnya berat badan,
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura,
dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus, dan
terdapatnya edema.
b. Trombositopenia
Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok.
Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya
tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain
trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. penghancuran trombosit terjadi dalam
sistem retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak
diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen
aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara
bersamaan atau secara terpisah. proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam
peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD
c. Sistem koagulasi dan fibrinolisis
Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan penurunan alpha 2 plasmin inhibitor dan
penurunan aktivitas plasminogen. Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa:
1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis
2. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi juga DBD
tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol dibandingkan
dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi
syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan
mencolok. Syok dan DIC saling mempengaruhi sehingga penyakit akan
memasuki syok irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ
vital yang biasanya diakhiri dengan kematian.
3. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler.
4. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan
antitrombin III, respon pemberian heparin akan berkurang.
d. Sistem Komplemen
Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C
3a
dan C
5a
yang mempunyai kemampuan stimulasi sel
mast untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan
peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan plasma dan syok hipopolemik.
e. Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan limfosit atopik
yang berlangsung sampai hari ke delapan. Pemeriksaan limfosit plasma biru secara seri dari
preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai
puncak pada hari ke enam.

Patogenenis

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes Aegypti atau
Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar, endotel
pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer . Infeksi virus dengue dimulai dengan
menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom
virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen
struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses
perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.
Antibodi yang terbentuk : Ig G yang berfungsi menghambat replikasi virus dalam
monosit, yaitu enhancing antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe
antibodi yang dibedakan berdasarkan adanya virion determinant spesificity, yaitu (Soedarmo,
2012):
1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu
replikasi virus
2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi
virus.
Limfosit T juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD. Akibat rangsang
monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon dan selanjutnya
merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator
yang akan menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan (Soedarmo, 2012).
Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu (Pudjiadi, 2010):
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
tidak bisa dibedakan dari infeksi virus lainnya. Bercak maculopapular biasanya
mengiringi demam. Biasanya juga muncul gejala saluran pernafasan atas dan gejala
gastrointestinal (WHO, 2011)
2. Demam dengue klasik
Demam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik lebih sering pada
anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum, manifestasi berupa demam akut,
terkadang demam bifasik disertai dengan gejala nyeri kepala, mialgia, atralgia, rash,
leukopenia, dan trombositopenia. Adakalanya, secara tidak biasa muncul perdarahan
gastrointestinal, hipermenorea, dan epistaksis masif. Pada daerah yang endemis, insidensi
jarang muncul pada penduduk lokal (WHO, 2011).
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
Demam berdarah dengue lebih sering muncul pada anak usia kurang dari 15 tahun pada
daerah yang hiperendemis. Hal ini dikaitkan dengan infeksi virus dengue berulang.
Demam berdarah dengue memiliki karakteristik onset akut demam yang sangat tinggi,
disertai dengan tanda dan gejala yang sama dengan demam dengue.
Terdapat tanda bahaya, antara lain : muntah persisten, nyeri abdomen, letargi,
oligouria yang harus diketahui untuk mencegah syok. Kelainan hemostasis dan adanya
plasma leakage merupakan tanda utama dari demam berdarah dengue. Trombositopenia
dan peningkatan hematokrit harus segera ditemukan sebelum muncul adanya tanda syok.
Demam berdarah dengue biasa terjadi pada anak dengan infeksi sekunder virus
dengue yang mana sudah pernah terinfeksi oleh virus dengue DEN-1 dan DEN-3 (WHO,
2011)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS)
Manifestasi yang tidak lazim melibatakn berbagai organ misalnya hepar, ginjal,
otak, dan jantung yang dikaitkan dengan infeksi dengue telah dilaporkan meningkat pada
berbagai kasus yang tidak memiliki bukti terjadinya plasma leakage. Manifestasi tersebut
dikaitkan dengan syok yang berkepanjangan (WHO, 2011).


Gambar 1.6 Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue (Trihadi, 2012)
Berdasarkan kriteria WHO 2011 untuk diagnosis Demam Berdarah Dengue:
a. Kriteria Klinis
1. Demam
Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Tipe demam bifasik
(saddleback).

Gambar 1.9 Demam Bifasik pada Demam Berdarah Dengue
2. Manifestasi perdarahan, salah satu tergantung:
a. Uji torniket (+)
b. Petechie, ekhimosis ataupun purpura
c. perdarahan mukosa traktus gastrointestinal, epistaksis, perdarahan gusi
d. hematemesis dan melena
3. Hepatomegali
4. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi cepat dan lemah,
sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah menurun sampai tidak terukur, kulit
lembab, penyempitan tekanan nadi (< 20 mmHg), capillary refill time memanjang (>2
detik) dan pasien tampak gelisah.
b. Kriteria Laboratoris
1. Trombositopenia (trombosit < 100.000 /ul)
2. Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20% setelah mendapat
terapi cairan).

Penegakan diagnosis Demam Berdarah Dengue berdasarkan atas 2 kriteria klinis
ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit.
Pembagian derajat Demam Berdarah Dengue menurut WHO ialah :
a. Derajat I
Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
b. Derajat II
Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan
spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
c. Derajat III
Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab dan
penderita gelisah.
d. Derajat IV
Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa.

Tabel 1.1 Pembagian derajat Infeksi Virus Dengue
DD/DBD Grade Tanda dan Gejala Laboratorium
Demam
Dengue
Demam disertai 2 keadaan
berikut :
- Nyeri Kepala
- Nyeri retro-orbita
- Mialgia
- Rash
- Atralgia/Nyeri tulang
- Leukopenia
( < 5000 sel/mm
3
)
- Trombositopenia
( < 150.000 sel/mm
3
)
- Peningkatan Hematokrit
( 5 10 % )
- Tidak ditemukan kebocoran
- Manifestasi perdarahan
- Tanpa disertai adanya
plasma Leakage
plasma
DBD I Demam disertai
manifestasi perdarahan
(torniquet tes + ) dan
adanya plasma leakage
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm
3
)
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
DBD II Grade I ditambah
perdarahan spontan
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm
3
)
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
DBD
(DSS)
III Grade I atau II ditambah
adanya kegagalan
sirkulasi :
- pulsasi nadi yang
lemah,
- hipotensi,
- perbedaan sistole dan
diastole yang sempit
- kondisi umum gelisah
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm
3
)
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
DBD
(DSS)
IV Grade III ditambah
dengan syok berat serta
nadi dan tekanan darah
yang tidak terukur
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm
3
)
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa kelainan
yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah paru, efusi pleura, kardiomegali dan
efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum, penebalan dinding vesica
felea
c. Pemeriksaan Rumple leed test
Pemeriksaan dilakukan dengan memasang sfigmomanometer pada lengan atas
dan pompalah sampai tekanan berada ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik.
Pertahankan tekanan itu selama 10 menit, setelah itu lepaskan ikatan dan tunggulah
sampai tanda-tanda stasis darah lenyap lagi. Stasis darah telah berhenti jika warna kulit
pada lengan yang dibendung tadi mendapat lagi warna kulit lengan yang tidak dibendung.
Lalu carilah petechiae yang timbul dalam lingkaran berdiameter 5 cm kira-kira 4 cm
distal dari vena cubiti. Test dikatakan positif jika terdapat lebih dari dikatakan positif 10
petechiae dalam lingkaran tadi.
d. Pemeriksaan lainnya :
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahi infeksi virus dengue
yaitu
- Isolasi Virus
Karakteristik serotypic/genotypic
- Deteksi Asam Nukleat Virus
Dengan RT-PCR (Reverse Transcripterase Polymerase Chain Reaction)
- Deteksi Antigen Virus
Deteksi antigen NS1.
- Pemeriksaan serologis yang meliputi : Haemagglutination-inhibition (HI),
Complement Fixation (CF), Neutralization Test (NT), Ig M capture enzyme-
linked immunosorbent assay (MAC-ELISA), danpemeriksaan Ig G ELISA
indirect.
Pada fase awal demam dari demam berdarah dengue, diagnosis banding meliputi infeksi
spektrum luas oleh virus, bakteri, dan protozoa, sama halnya dengan diagnosis banding dari
demam dengue. Adanya trombositopenia disertai dengan hemokonsentrasi membedakan demam
berdarah dengue dengan penyakit yang lainnya. Hasil yang normal dari ESR (Erythrocyte
Sedimentation Rate) dapat membedakan dengue dengan infeksi bakteri dan syok septik
Penatalaksanaan Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki
sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata
(KID). bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
air teh, susu, sirup, oralit, jus buah, dan lain lain. Selain itu diberikan pula obat antipiretik
golongan parasetamol. Penggunaan antipiretik golongan salisilat tidak dianjurkan pada
penanganan demam. Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di bawah 39
0
C dengan dosis 10 15 mg/KgBB/kali.
Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 5 yang memperlihatkan
penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya
kehilangan cairan, Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam
sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah
ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.
Cairan intravena diperlukan apabila :
1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin
diberikan minum per oral
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala
Pada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus selama < 7
hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan, disertai penurunan jumlah
trombosit, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien dating, berikan cairan
kristaloid 7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar hematokrit serta trombosit tiap 6
jam. Selanjutnya evaluasi 12 24 jam. Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu
anak tampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, dan kadar PCV cenderung turun
minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5
ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi
menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan dalam 24 48 jam. Apabila keadaan
klinis pasien tidak ada perbaikan, yaitu : anak tampak gelisah, nafas cepat, frekuensi nadi
meningkat, deuresis kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, serta peningkatan PCV, maka
tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan setelah 12 jam,
maka tetesan di naikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan klinis
setelah 12 jam, cairan dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian dievaluasi 12 jam lagi.
Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat dan ht naik maka berikan koloid 10 20
ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 ml/KgBB. Namun bila Ht atau Hb turun, berikan
tranfusi darah segar 10 ml/KgBB/jam.
Bila terdapat asidosis, dari cairan total dikeluarkan dan diganti dengan larutan berisi
0,167 mol/liter Natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl 0,9 % + glukosa ditambah
Natrium bikarbonat). Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk
dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan ditambah deficit 6 % (5 8 %)
seperti tertera pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.2 Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang ( Defisit Cairan 5 8 %)
Berat Waktu Masuk (Kg) Jumlah Cairan tiap hari
< 7 Kg
7 11 Kg
12 18 Kg
> 18 Kg
220 ml/KgBB/hari
165 ml/KgBB/hari
132 ml/KgBB/hari
88 ml/KgBB/hari

Sindroma syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat, nadi teraba kecil,
lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit, bibir biru, tangan dan kaki dingin, dan tidak ada
produksi urin. Langkah yang harus dilakukan adalah segera berikan infus kristaloid 20 ml/KgBB
secepatnya dalam 30 menit dan oksigen 2 liter/menit. Untuk DSS berat 20 ml/KgBB/jam
diberikan bersama koloid 10 20 ml/KgBB/jam. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit,
hematokrit dan trombosit tiap 4 6 jam, serta periksa pula elektrolit dan gula darah.
Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan kristaloid belum dilanjutkan
20 ml/KgBB, ditambah plasma atau koloid sebanyak 10 20 ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB.
Koloid ini diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya.
Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit
tiap 4 6 jam. Lakukan pula koreksi terhadap asidosis, elektrolit, dan gula darah.
Apabila syok teratasi disertai penurunan kadar Hb/Ht, tekanan nadi > 20 mmHg, nadi
kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/KgBB/jam dan dipertahankan hingga 24 jam
atau sampai klinis stabil dan Ht menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7
ml/KgBB sampai keadaan klinis dan Ht stabil, kemudian secara bertahap diturunkan menjadi 5
ml/Kg/BB/jam dan seterusnya 3 ml/Kg/BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48
jam setelah syok teratasi. Apabila syok belum teratasi, sedangkan Ht menurun tapi masih > 40%,
berikan darah dalam volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan massif, berikan
darah segar 20 ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10 ml/Kg/BB/jam. Pemasangan CVP
pada syok berat kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid
maka cairan koloid harus diberikan sebanyak 10 20 ml/kgBB/jam. Cairan koloid tersebut
antara lain :
1. Dekstan
2. Gelatin
3. Hydroxy Ethyl Starch (HES)
4. Fresh Frozen Plasma (FFP)

Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis
untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah terjadi
perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya
juga tidak banyak.
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi
perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka
pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih mengandung
faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar
hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya
edem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar
hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan
kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan
tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi.
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:


Gambar 1.12. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.



Gambar 1.13. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.



Gambar 1.14 Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.


Gambar 1.15. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.
Kriteria memulangkan pasien antara lain (Soedarmo, 2012) :

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat
Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).

You might also like