Professional Documents
Culture Documents
IKD III
Di Susun Oleh :
(Kelompok 3)
1.
2.
3.
4.
Yunike Wirahmaningrum HS
Jane Elisabeth
Feggi Giovanni Anggasta
Dewi Susanti Salampessy
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
A.
Konsep Komunikasi
1) Pengertian
Komunikasi
memungkinkan
adalah
seseorang
elemen
untuk
dasar
dari
menetapkan,
interaksi
manusia
yang
mempertahankan,
dan
B.
bostrom
1991).
Komunikasi
terpetik
mengembangkan
hubungan
interpersonal antara klien dan perawat. Proses ini meliputi kemampuan khusus,
karena perawat harus memperhatikan pada berbagai interaksi dan tingkahlaku
non-verbal. Komunikasi terapetik disampaikan secara rahasia dan tidak
disebarkan sebagai gosip, maka klien akan merasa nyaman untuk memaparkan
hal-hal yang berhubungan dengan data kesehatan, apa yang menjadi perhatian,
katakutan atau masalah keluarga. Dalam situasi ideal, perawat harus
mewaspadai keinginan untuk berbagi informasi yang didapat dari kienselama
pemaparan. Perawat dengan sengaja member informasi untuk kepentingan
pasien dan memaksimalkan rencana perawatan. Hanya tim keperawatan
kesehatan yang secara langsung terlibat pada rencana klien untuk perawatan
yang memiliki tanggung jawab pada informasi tersebut. Kerahasian selalu
dijaga setiap saat dalam berhadapan dengan status pemaparan.
Komunikasi terpetik akhirnya menentukan perawat untuk menetapkan
hubungan kerja dengan klien dan keluarganya. Perawat harus waspada tentang
perbedaan budaya karena kadang klien merasa enggan untuk berbagi informasi
secara terbuka dengan propesional. Proses komunikasi terapeutik seringkali
meliputi kemampuan dan komitmen yang tulus pada pihak perawat untuk
membantu klien mencapai keberhasilan keperawatan bersama.
Ikhlas
Semua perasaan negative yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima
dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan
memberikan bantuan kepada pasien untuk mengomunikasikan
kondisinya secara tepat
Empati
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien.
Hangat
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan , diharapkan pasien
dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut,
sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih dalam.
C.
yang
berbeda
pula.
Tehnik
komunikasi
berikut
ini,
menggunakan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan
Wilson & Kneisl (1920), yaitu:
1)
2)
Menunjukan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju.
Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien.
Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh
yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan
sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut
ini menunjukkan sikap perawat yang menunjukan penerimaan :
5)
D.
Berhadapan
Maksud dari posisi ini adalah kita sudah siap melakukan sesuatu untuk
klien.
2)
Tetap rileks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam memberi respon kepada klien.
E.
1)
Fase orientasi
Fase orientasi dimulai ketika perawat dan klien bertemu untuk pertama
kalinya. Fase ini menentukan bagaimana hubungan perawat dengan klien
selanjutnya. Fase orientasi sangat penting dan seringkali ditandai dengan
ketidakpastian dan eksplorasi.
Selama pertemuan pertama, kedua belah pihak secara akrab saling
mengkaji. Perawat dan klien membuat kesimpulan dan penilaian atas tingkah
laku masing-masing. Komunikasi terapetik akan menjadi lebih efektif jika
perawat tulus, penuh empati, dan perhatian.
Perawat dan klien bertemu dan saling mengenal nama. Sangat bijak untuk
menyebut klien secara formal dengan menggunakan nama keluarga; misalnya
perawat dapat mengatakan selamat pagi nona dewi. Saya Nona yunike . saya
perawat mahasiswi yang ditugaskan untuk merawat anda hari ini. Ketika
hubungan terapeutik dikembangkan, klien akan meminta perawat untuk
menjadi lebih santai.
Contoh :
Perawat : hari ini benar-benar menyenangkan nyonya dewi.
Klien : ya, memang. Jika saya ada di rumah dan merasa sehat, saya
akan
: oh, apa saja. Saya suka tomat, selada, dan juga jeruk.
Fase kerja
Tahap kerja ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuard , G. W; 1908) pada tahap ini prawat dan klien bekerja bersama-sama
untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut
kemempuan perawat untuk mendorong klien mengungkapkan perasaan dan
pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat
analisis yang tinggi terhadap perubahan dalam respon verbal maupun non-verbal
klien. Pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanaakan konseling atau
komunikasi terpetik sangat menentukan keberhasilan perawat pada tahap ini.
Tahap kerja berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan perawatan
yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pada tahap ini
perawat perlu melakukan aktif listening karena tugas perawat pada tahap ini
meleksanakan terapi
melaksanakan kolaborasi
melaksanakan observasi
3) Fase terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi
dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,G.W,1998).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah
hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu
yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama.
Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh
proses keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah:
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan
(evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa
meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan
merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.
b. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien
setelah berinteraksi dengan perawat.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak
lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja
dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak
lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.
Contoh Kasus :
Ny.Ani (23 tahun) melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 2,5 kg pada usia
kehamilan 38 minggu di RS Kasih. Ny. Ani adalah ibu rumah tangga sedangkan
suaminya bekerja sebagai karyawan di PT.maju-mundur. Persalinan normal. Ini
merupakan persalinan pertama dan anak pertama dari pasangan Ny. Ani dengan
Tn.Budi (26 tahun). Sehingga Ny. Ani belum mengerti dan belum memiliki
pengalaman mengenai tehnik perawatan tali pusat bayi serta cara memandikan bayi
yang benar. Perawat Nana bertugas untuk melakukan pelayanan terhadap klien Ny.
Ani.
Fase Komunikasi Terapeutik
A.
Fase Orientasi
Nana : Selamat pagi ibu (sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan)
Nama saya Nana Mardiana, Saya senang dipanggil suster Nana.
Oya, Nama ibu siapa?
K
: ibu Ani
: Oke ibu Ani, Saya adalah perawat yang bekerja di RS ini bu. Saya akan
membantu perawatan bayi ibu selama 4 hari kedepan ya bu dimulai dari
hari ini. Saya datang jam 7 pagi dan pulang jam 2 siang. Apabila ada
keperluan dengan saya dan saya tidak berada disini, Ibu dapat memanggil
saya dengan memencet bel ini ya bu (tunjuk kearah belnya). Bagaimana
perasaan ibu setelah melahirkan? (sambil duduk disamping klien)
: Saya bingung suster, saya merasa bahagia sekaligus sedih. Ini adalah
anak pertama saya, Saya ingin sekali membantu memandikannya tapi saya
takut suster, selain itu saya juga tidak mengerti merawat tali pusat bayi
saya suster nana.
: Oke ibu, Sebelumnya selamat ya bu atas kelahiran putri ibu yang cantik
ya bu. Baiklah ibu Saya akan membantu ibu mengajarkan bagaimana cara
perawatan tali pusat dan memandikan bayi ibu ya bu.Untuk tempatnya
cukup kita lakukan di ruangan ini saja ya bu. Tidak lama kok bu, sekitar
limabelas menit. Mohon kerja samanya ya bu.
K
B.
: Baik Suster.
Fase Kerja
N
: Oke bu Ani, Dalam memandikan bayi kita harus hati-hati ya bu, kulit
bayi yang baru lahir masih sangat sensitif ya bu. Kita pastikan semua
peralatan sudah kita sediakan sebelum kita memandikan bayinya ya bu.
Pemilihan waktu memandikan bayi sebaiknya dilakukan pada pertengahan
waktu makan bayi ya bu sehingga bayi siap untuk dimandikan. Sedangkan
untuk perawatan tali pusat akan kita lakukan setelah bayi dimandikan ya
bu, ini sangat penting sekali bu, untuk mencegah terjadinya infeksi. Nah,
untuk meningkatkan proses pengeringan dan penyembuhan tali pusat pada
saat memandikan bayi baru lahir tidak dianjurkan untuk di celupkan
dalam bak mandi ya bu Ani sampai tali pusat putus dan umbilikus atau
tanda luka sembuh. Bagaimana bu Rani?
K
: iya suster
: Tidak suster
: Pertama kita cuci tangan dulu ya bu Ani. (sambil ajarkan cuci tangan
yang benar)
: (memperhatikan)
: Oke setelah itu. Masukkan air hangat kedalam waskom ya bu. Nah, Ada
beberapa hal yang harus dipastikan kembali ya bu seperti: suhu tubuh
bayi, pernapasannya ada sesak atau tidak ya bu, berikan posisi yang
nyaman dalam pegangan atau terbaring dalam inkubator, ingat ya bu tidak
boleh dicelupkan bayinya. Kemudian periksa kembali temperatur air
dengan suhu 37 38 derajat celcius/ atau hangat hangat kuku, Nah air
dalam waskom hanya digunakan untuk menyeka (sponge bath) dan
membersihkan rambut ya bu. Kita mulai memandikan ya bu.
tiap tiap mata ya bu Rani. (jangan lupa tetap kontak mata dengan
klien)
Pertama
ambil
Alkohol
bersihkan
tali
pusat
dengan
dan kulit. Jika perlu angkat tali pusatnya ya bu agar perawatan lebih
adequat atau bagus begitu ya bu.
Nah, Jika nanti suatu waktu daerah sekitar tali pusat berwarna
merah dan mengeluarkan bau yang tidak sedap disekitarnya. harus
diperhatikan ya bu, karena ini tanda adanya infeksi tali pusat dan
segera laporkan ya bu untuk mendapatkan perawatan dan
pengobatan yang lebih lanjut.
C.
: ..........
D.
Fase Orientasi
Tahap orientasi dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya.
Sehingga fase perkenalan tidak perlu diulang kembali, Perawat cukup memberi
salam dan memanggil nama klien. Berikut contoh analisa komunikasi pada fase
orientasi:
: Pagi suster.
: baik Suster.
: Ibu Rani masih ingat apa yang akan kita lakukan pagi ini bu sampai
dengan 15 menit kedepan?
: iya Suster .
: Iya benar sekali ibu, tampaknya ibu sudah tidak sabar ya bu untuk
memandikan dan merawat bayi ibu.
Baiklah ibu langsung saja kita mulai ya bu, baiklah semua peralatan sudah
saya sediakan. Menurut ibu ada yang kurang atau tidak bu? Kita lakuakan
di kamar ini saja ya bu, sama seperti kemarin
: baik suster ..... (Ibu Rani melakukan tahapan demi tahapan dengan baik
sekali samapai dengan selesai walaupun melakukannya dengan grogi)
: baiklah suster
E.
Terminasi Akhir
N
: baiklah ibu Ani, Saya melihat Ibu Ani sudah dapat melakukan cara
memandikan dan merawat tai pusar bayi ibu dengan baik. Saya percaya
ibu sudah dapat melakukannya secara mandiri. Tetapi saya ingatkan
kembali ya bu. Jika nanti suatu waktu daerah sekitar tali pusat berwarna
merah dan mengeluarkan bau yang tidak sedap disekitarnya. harus
diperhatikan ya bu, karena ini tanda adanya infeksi tali pusat dan segera
laporkan ya bu untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan yang lebih
lanjut.
Bagimana perasaan Ibu Rani setelah bekerjasama dengan saya bu dalam
merawat bayi ibu.
Kesimpulan
Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat serta salah
satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses keperawatan yang
diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan efektif
diperlukan latihan dan pengasahan keterampilan berkomunikasi sehingga efek
terapeutik yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.
Daftar Pustaka
Potter, P.A & Perry, A.G.(2005). Fundamental of Nursing Concepts, Process and
Practice. Jakarta: EGC
Suryani.(2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC