You are on page 1of 52

1

Permasalahan
tumbuh kembang dan pendidikan
anak cerdas istimewa






















DR.Julia Maria van Tiel
1

Orang tua anak cerdas istimewa (gifted child)
Yayasan Adhi Purusa Jakarta
j.v.tiel@hetnet.nl
http://gifted-disinkroni.blogspot.com/


1
Pembina kelompok diskusi orang tua anak cerdas istimewa dalam komunitas mailinglist
anakberbakat@yahoogroups.com yang telah berdiri sejak tahun 2001. Menetap di Belanda.
2









The success of the inclusive school
depends considerable on early identification, assessment and stimulation of very young child with special educational needs.
Early childhood care and education programmes for children aged up to six years ought to be developed and/or reoriented to
promote physical, intellectual and social development and school readiness
Programmes of dit level should recognize the principle of inclusion and be developed in a comprehensive way by combining pre-
school activities and early childhood health care.

Salamanca Framework for Action
Article 53



































3

DAFTAR ISI
1. Orang tua dalam dilemma ..................................................................... ..3
Anak cerdas istimewa adalah anak berrisiko ... . 4
Orang tua dan guru terombang-ambing .. 5
2. Tumbuh kembang yang krusial .. ......... 7
Kesulitan pengidentifikasian .. .14
Disinkronitas inteligensia .15
3. Berbagai kesulitan orang tua .. .16
Masalah deteksi & diagnosa 16
Tidak terdeteksi karena underachiever ..17
Personalitasnya berisiko bermasalah tetapi tidak dikenal .. .18
4. Hidden disabilities & Gifted Plus .19
Learning disabilities .. 20
Gifted plus suatu komorbiditas ... 22
5. Beberapa kesalahan cara pandang terhadap anak gifted 22
6. Faktor yang berpotensi menjadi masalah . 23
7. Perlu kesepakatan perubahan & pembaharuan teori giftedness . 29
- Berkecerdasan Istimewa (giftedness) sebagai konsep
multifaktor dan dinamis . 30
- Tumbuh kembang anak cerdas istimewa .....30
a. Kecerdasan istimewa sebagai perembangan yang
disinkroni ... 30
b. Kecerdasan istimewa sebagai perkembangan yang
asinkroni ... 31
c. Kecerdasan istimewa sebagai perkembangan yang
skalanya besar .31
d. Kecerdasan istimewa sebagai perkembangan yang
temponya cepat . 32
- Sinyal sejak bayi .. 32
- Karakteristik perilaku & personalitas anak cerdas
istimewa (gifted) .. 36
- Kecerdasan Istimewa dalam konsep pendidikan ................ 38
a. The Three Rings dari Renzulli . .38
b. The Triadich dari Renzulli-Mnks ... 39
c. The Munich Model dari Kurt Heller . 40
8. Manfaat pembaruan teori terhadap pendidikan .. 42
Dalam kelas reguler/inklusi dan kurikulum berdiferensiasi .. 42
Perlu psychoeducational assessment center & diagnostic .. 44
Mengutamakan keharmonisan tumbuh kembang .. 45
9. Penutup & Solusi .. 46
Pengembangan sekolah inklusi .... 46
Kerjasama antar departemen . 47
Hindari diagnosa spekulatif . 48
Hindari psedo-ilmiah ... 49
Meningkatkan peranan guru dan orang tua 50
10. Daftar bacaan



4


1. ORANG TUA DALAM DILEMA

Anak cerdas istimewa adalah anak berrisiko

Orang tua adalah salah satu figur terpenting dalam pengasuhan dan pendidikan
anak-anaknya. Tugas yang berat ini, dirasakan kini semakin berat karena tuntutan
pengasuhan dan pendidikan memerlukan dasar-dasar kuat yang dapat lebih
dipertanggungjawabkan (evidence based practice in the childhood field) demi
tercapainya tujuan yang hendak dicapai, yaitu mengantarkan buah hatinya agar
kelak menjadi manusia yang bertanggung jawab dan mampu berfungsi secara baik
di tengah masyarakat.

Manakala buah hatinya mempunyai tumbuh kembang yang berbeda dengan teman-
teman sebayanya maka tugas itu menjadi semakin berat lagi. Karena mereka harus
mampu menjadi observer yang piawai terhadap kemajuan maupun ketertinggalan
perkembangan anak-anaknya, mencatat perubahan apa saja yang terjadi, sekaligus
menjadi pengasuh dan pendidik di rumah yang tangguh, dan harus pula memenuhi
tuntutan mampu bekerjasama secara baik dengan guru sekolah. Mereka juga harus
mampu melihat hal-hal yang mungkin akan terjadi, serta tindakan apa saja yang
harus diberikan dalam rangka melakukan stimulasi, intervensi dan tindakan
pencegahan untuk menghindari dampak negatip sebagai akibat ketidak selarasan
perkembangan. Singkat kata, ia harus mengahadapi anak dalam kelompok anak
berrisiko. Anak dan orang tua membutuhkan perhatian khusus yang terus menerus,
dan membutuhkan bimbingan bukan hanya dari satu orang tenaga professional,
tetapi dari banyak profesi dan guru secara multidisiplin dan terpadu. Melakukan
pendekatan ke dua arah sekaligus, yaitu kepada kesulitan yang terjadi akibat
disinkronitas perkembangannya, dan juga ke arah faktor kuat yang dimiliki anak.
Dalam hal anak cerdas istimewa, faktor kuatnya adalah kecerdasan istimewa dan
bakat istimewa yang dimilikinya, faktor ini juga memerlukan dukungan yang
seksama agar ia dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana dirinya,
meningkatkan rasa percaya diri dan pembentukan konsep diri yang positip.

Indonesia, adalah sebuah negara besar yang tengah mengalami transisi, dari
masyarakat tribal atau masyarakat rumpun dengan keunikan sistem sosial, sistem
nilai dan kekerabatannya, ke arah masyarakat moderen yang membutuhkan
dukungan keprofesionalan dan ilmu pengetahuan yang baik (evidence based
practice). Dalam kondisi transisi inilah para orang tua dapat menjadi korban tarik
menarik, antara bentuk pengasuhan tradisional dalam keluarga masyarakat rumpun
dan bentuk pengasuhan moderen. Ataupun antara bentuk pengasuhan moderen
yang didukung oleh ilmu pengetahuan moderen (evidence based practice) dengan
bentuk pengasuhan alternative moderen (pseudoscience) yang lebih banyak dilatar
belakangi oleh bentuk komersial bahkan fraudulence (penipuan) yang kini marak di
masyarakat dunia
2
. Apalagi hingga kini dalam sistem kesehatan nasional belum ada

2
Bentuk pengasuhan yang dilatarbelakangi oleh fraudulence dan pseudoscience ini antara lain penggunaan smart
drugs, megadosis vitamin, berbagai preparat yang dianggap merangsang otak, food supplement yang ditawarkan
sebagai obat, mengajari bayi membaca dan matematika dengan menggunakn flash card, menstimulasi batita
dengan CD Rom, muscle touch therapy, dan sebagainya.
5
sistem pemantauan tumbuh kembang bayi dan anak secara berkala serta detil oleh
tenaga kesehatan (dokter anak tumbuh kembang), sehingga para orang tua juga
tidak mempunyai konsultan tetap dalam upaya pemantauan anak-anaknya. Bahkan
orang tua tidak mempunyai catatan tumbuh kembang anak-anaknya.

Situasi tarik-menarik ini dapat dirasakan dalam berbagai diskusi baik diskusi tatap
muka saling berbagi pengalaman dan pengetahuan, media cetak, maupun diskusi
maya melalui mailinglist. Sehingga tak ayal sering terjadi debat panas yang
meruntuhkan hati, maupun kebingungan pengetahuan. Konflik antar orang tua dapat
terlihat untuk memperebutkan legitimasi interes masing-masing. Antara yang berlatar
belakang tradisional, komersial ataupun yang ideal.

Kembali kepada bahwa Indonesia adalah suatu bangsa yang tengah mengalami
transisi, dan transisi ini dapat memunculkan korban manakala masyarakat tidak
mendapatkan bimbingan yang baik oleh berbagai tenaga profesi secara terpadu.
Terlebih bila dalam kelompok professional terdapat perpecahan pendapat, maka
situasi ini akan lebih memberikan rasa hancur di hati para orang tua dan kehilangan
kepercayaan terhadap kelompok professional dan praktisi.

Perpecahan pendapat pihak profesi yang berlanjut pada kebingunan para orang tua,
maka dampak akhirnya adalah tidak terpenuhinya kebutuhan tumbuh kembang anak
dan pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak. Contoh situasi ini dapat kita
rasakan dalam rangka pengasuhan dan pendidikan anak-anak cerdas istimewa
(gifted children) terutama yang mengalami disinkronitas perkembangan. Area cerdas
istimewa saat ini di Indonesia menjadi area yang sangat kontroversial. Bukan hanya
dari teori giftedness yang menjadi dasar tatalaksana deteksi & diagnosa tetapi
juga masih belum dikenalnya secara luas tumbuh kembang dan personalitas anak
cerdas istimewa di kalangan profesi sendiri, serta belum ada pedoman yang
memadai bagaimana bentuk pendidikan yang dirasa dapat memenuhi tuntutan
penanganan faktor kuat dan faktor lemah anak, maka area ini menjadi debat yang
paling panas dimasa kini. Pada ujungnya sebagian masyarakat terpaksa memilih
bentuk sekolah rumah, yang pengaturannya juga belum jelas, apalagi bagi anak-
anak berkebutuhan khusus.


Orang tua dan guru terombang-ambing

Orang tua, anak, dan guru terombang ambing dalam bentuk pengasuhan, stimulasi,
intervensi, terapi, dan pendidikan yang tidak ada standarnya. Diagnosa pun bisa
berganti-ganti dari satu profesi ke profesi lainnya, serta tidak adanya kesepakatan
dalam berbagai tatalaksana deteksi & diagnosa yang berpengaruh pada pemilihan
bentuk-bentuk intervensi dan pendidikannya.

Debat panas itu dapat kita ambilkan contoh cuplikan dalam sebuah artikel dalam
media cetak yang membicarakan anak-anak cerdas istimewa atau gifted children
(Gatra 12-18 April 2007):
Ia (seorang dokter penyakit jiwa) menenggarai, istilah gifted muncul lantaran ada
orang tua yang tidak rela anaknya dikategorikan sebagai autis atau ADHD.
Sehingga dicarilah istilah lain. Seharusnya orang tua menyadari bahwa anaknya
6
punya kekurangan. Pengakuan itu penting karena merupakan kesadaran awal
terapi apa yang akan dilakukan pada anaknya.

Seorang dokter jiwa lainnya dalam media online detikSurabaya (25/9/2007)
menyatakan:
Jika dibandingkan zaman dulu, masyarakat tidak tahu penyakit autis, sehingga,
bila anak menderita gejala autis, mereka hanya membiarkan saja. Bahkan tidak
ada keinginan membawa ke dokter.
Selain perkembangan ilmu kedokteran, meningkatnya penyakit autis muncul
dikarenakan karena faktor genetik, lingkungan bahkan makanan.
"Terutama, makanan yang mengandung bahan pewarna dan pengawet,"
jelasnya.
Namun, kata dia, para orangtua tidak perlu khawatir, sebab dengan menjalani
terapi secara intensif, anak-anak autis bisa disembuhkan. Bahkan, bisa sekolah
layaknya anak normal lainnya.
"Diterapi sedini mungkin dan intensif, kemungkinan sembuhnya sangat besar.
Selain itu imbangi dengan kesabaran orangtua, jika sabar dan telaten,
kemungkinan sembuh bukan hal yang mustahil," imbuhnya.
http://www.detiksurabaya.com/index.php/detailberita.main/y/2007/m/09/d/25/tts/0
83356/idkanal/466/idnews/833859/



Dua cuplikan di media itu menunjukkan situasi yang memprihatinkan bagi orang tua
manakala sebuah diagnosa (gifted) yang diberikan oleh pihak profesi lain
diremehkan bahkan dianggap sebagai upaya menolak (denial) dari orang tua bagi
diagnosa anaknya (ADHD ataupun autisme) kemudian memilih istilah lain, yaitu
gifted. Tentu saja pandangan yang spekulatif ini bagi para pembaca bisa diartikan
secara keliru bahwa istilah gifted bisa sama saja dengan diagnosa lainnya seperti
autisme atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), atau diartikan bahwa
kelompok anak gifted itu sebenarnya tidak ada, orang tua mengada-ada, yang ada
adalah anak bermasalah. Atau dapat diartikan pula bahwa anak gifted bukanlah anak
yang bermasalah sehingga tidak memerlukan perhatian ekstra, jadi yang mempunyai
masalah bukanlah anak gifted. Misalnya Einstein yang masa kecilnya mengalami
kesulitan sering dipublikasi sebagai penyandang autisme kelompok Asperger.
Anggapan yang keliru ini tentu saja dapat merugikan anak karena menerima bentuk
pengasuhan dan pendidikan yang tidak memenuhi kebutuhan tumbuh kembangnya.

Atau publikasi lain di media massa di atas, seorang praktisi profesi yang
berhubungan secara langsung kepada masyarakat menjelaskan, bahwa autisme
dapat disembuhkan bahkan bisa bersekolah secara normal. Padahal dalam dunia
ilmiah mainstream telah diketahui bahwa autisme adalah gangguan perkembangan
yang parah dan long live disabilities yang sampai saat ini belum ada obatnya.
Bahkan akibat berbagai keterbatasannya ia banyak mengalami gangguan fungsi baik
secara sosial maupun fungsi inteligensia dalam menempuh pembelajaran di sekolah,
sekalipun bentuk autisme yang disandangnya merupakan hirarki yang paling tinggi
dalam jajaran autisme, yaitu autisme Asperger Syndrome, dan high funtion autisme
dalam kelompok autisme infantile. Karena itulah maka anak-anak ini dimasukkan ke
dalam kelompok anak yang membutuhkan perhatian khusus (special needs children)
karena menyandang gangguan perkembangan yang parah. Publikasi seperti di atas
7
lah yang sering menyebabkan kerancuan pemahaman masyarakat terhadap anak-
anak gifted yang mengalami keterlambatan bicara dan akhirnya diikuti oleh
keterlambatan kematangan perkembangan (maturity delayed) di beberapa aspek
tumbuh kembangnya
3
. Dengan publikasi seperti di atas, maka dengan sendirinya
anak-anak gifted akan dikelompokkan sebagai penyandang autisme juga, yaitu
autisme yang dapat sembuh. Bagi anak gifted, kondisi keterlambatan
perkembangan bicara dan bahasanyanya ini dapat disusulnya saat usia menjelang
sekolah dasar, dan berbagai kesulitan perkembangannya akan menormal saat
menjelang pubertas (Aldenkamp, 2004, Silverman, 2002, Nyiokiktjien, 2004),
sementara itu pada anak-anak autisme akan mengalami kesulitan dalam
perkembangannya. Maturity delayed-nya sebagai akibat dari disinkronitas
perkembangan anak-anak gifted, dimana masa balitanya mempunyai beberapa
symptom perilakunya yang mirip dengan autisme pada akhirnya dapat mencapai
tingkat perkembangan yang normal.
4


Dengan situasi kekacauan informasi seperti di atas, para orang tua yang tak ingin
menyerah begitu saja terhadap kondisi anak-anaknya berusaha mencari berbagai
sumber bacaan baik dari buku-buku maupun dari sumber internet. Bergabung
dengan komunitas orang tua anak-anak berkebutuhan khusus, atau mengikuti
berbagai seminar. Sayangnya banyak sumber bacaan yang merupakan
nonrecomended source beredar di pasaran Indonesia, bebas tanpa adanya kontrol
atau counterbalance dari pihak-pihak yang seharusnya menyantuninya.
Nonrecomended source dalam area kedokteran alternatif moderen maupun area
pendidikan yang pseudo-ilmiah dan datangnya dari luar negeri ini kadang juga
menjadi buku anjuran dari pihak profesional yang seharusnya justru mampu
memberikan informasi yang berdasarkan fakta-fakta ilmiah (avidence based) kepada
masyarakat.





2. TUMBUH KEMBANG YANG KRUSIAL

Hoogeveen dkk (2004) dan Mnks & Pflger (2005), dari Centrum voor
Begaafdheid Onderzoek (CBO) Katholieke Universiteit van Nijmegen - Belanda,
mengidentifikasi bahwa anak-anak gifted mempunyai tumbuh kembang yang krusial
dan mengalami kesulitan dalam pendidikannya terutama saat di usia taman kanak-
kanak dan sekolah dasar di kelas-kelas bawah, karenanya di usia ini sangat sulit
diidentifikasi dengan alat ukur yang baku. Banyak dari anak-anak ini jika hanya
diidentifikasi dengan menggunakan alat ukur tes IQ akan menunjukkan profil yang
mempunyai deskrepansi (perbedaan) dengan scatter plot di berbagai subtes-nya.

3
Linda Silverman (2004) menyebutnya sebagai the late bloomer children.
4
Dalam bahasan neurology, Dr Charles Nyiokiktjien menyebutnya sebagai Pure Dysphatic Development (Tan,
2004) yang merupakan anak-anak yang terlambat bicara, gangguan hanya pada perkembangan bahasa ekspresif,
jadwal bicara sebenarnya normal pada awalnya namun kemudian mengalami perlambatan bicara di usia antara
1,5 2 tahun, dan kembali normal di usia sebelum usia sekolah dasar. Penyebab gangguan pada anak-anak ini
adalah faktor genetik, dan tidak terdapat adanya kerusakan otak. Anak-anak ini juga mempunyai perkembangan
emosi yang baik.

8
Pada akhirnya jika profil seperti ini ditarik kesimpulannya maka akan terjadi
kesalahan interpretasi. Ia dapat disimpulkan sebagai anak-anak non-gifted lalu
mendapatkan penanganan yang tidak sesuai, atau bahkan terinterpretasi sebagai
anak-anak yang mempunyai inteligensia rendah dan menerima penanganan yang
lebih tidak sesuai lagi. Masalah perilaku yang sebenarnya akibat dari karakteristik
personalitas anak gifted dengan kapasitas yang besar (perfeksionis, didaktif, selalu
eksploratif karena sangat kreatif, dan motivasi dengan dorongan internal yang sangat
tinggi, kepekaan sensoris yang tinggi) akhirnya dapat diartikan sebagai perilaku
bermasalah. Mereka mendapatkan berbagai treatment untuk menormalkan
perilakunya itu, baik dengan obat-obatan psikotropika karena dianggap bergangguan
jiwa dan perilaku bermasalah, sensory integration therapy (karena dianggap
mengalami sensory integration disorder
5
), motoric patterning untuk memperbaiki
susunan syaraf pusat yang juga merupakan terapi no evidence, megadosis vitamin
yang sebetulnya tidak perlu, berbagai food supplement atau preparat lainnya yang
no proven, serta berbagai terapi alternatif mulai dari terapi alternatif moderen hingga
yang tradisional, holistik maupun tidak.

Tumbuh kembang yang krusial pada anak-anak gifted muda adalah sebagai akibat
dari adanya lompatan perkembangan pada bidang kognitif sebagai hasil dari
perkembangan yang skalanya besar pada beberapa domain yang mendukung
perkembangan kognitif tersebut
6
(lihat juga teori giftedness overexcitibility dari
Dabrowski dalam halaman berikut). Lompatan perkembangan di beberapa domain
perkembangan inilah yang kemudian menyebabkan adanya perkembangan yang
tidak harmonis, tidak sinkron, yang pada akhirnya menyebabkan ketidak teraturan
tahapan perkembangan jika dibandingkan dengan patokan tumbuh kembang
normal
7
.

Reuver (2003) dalam studinya membedakan 3 (tiga kelompok) profil tes inteligensia
(IQ), yaitu:
Kelompok profil V/P yaitu kelompok anak-anak gifted yang mengalami
perkembangan berbagai area inteligensia yang harmonis.
Kelompok profil v/P dimana terjadi ketidak harmonisan perkembangan
(mengalami ketertinggalan perkembangan bahasa dan bicara) yang
ditunjukkan dengan rendahnya skor verbal IQ bila dibandingkan dengan anak-
anak seusianya.
Kelompok V/p dimana perkembangan bahasa dan bicara jauh
mendahului anak-anak seusianya yang ditunjukkan dengan tingginya verbal
IQ bila dibandingkan dengan teman sebayanya.

5
SID (Sensory Integration Disorder) bentuk diagnosa ini no evidence atau belum ada dasar ilmiahnya
(Heilbroner 2005), begitu pula therapinya telah dilakukan berbagai reviews dan sudah ada pernyataan (position
paper) dari berbagai keahlian bahwa sensory integration therapy tidak menunjukkan perbaikan yang siknifikan
terhadap gangguan perkembangan (Rogers & Ozonoff, 2005).

6
Menurut Gesell, perkembangan kognitif tidak bisa terlepas dari faktor yang mendukungya, yaitu perkembangan
motorik, perkembangan sosial, serta perkembangan bahasa dan bicara. Maka Gesell membaginya menjadi:
Motorik kasar: mulai keseimbangan kepala hingga berjalan
Motorik halus: mulai dari melihat hingga menggapai
Adaptasi : penyesuaian motorik
Bahasa dan bicara: komunikasi
Kepribadian dan perilaku sosial
7
Lihat Lampiran tumbuh kembang dan gejala gifted (cerdas istimewa) sejak bayi.
9

Ketidak teraturan atau disinkronitas perkembangan dapat menyangkut aspek:

- motorik (motorik kasarnya sangat baik namun ketertinggalan dalam
motorik halus)
- bahasa dan bicara (kemampuan reseptif sangat baik namun tertinggal
dalam kemampuan ekspresif, sehingga ia mengalami keterlambatan bicara
dan pada saat itu ia lebih berbahasa pasif)
- kemampuan dasar
- sosial emosional
- perkembangan kemampuan visual spatial dan dimensi yang tinggi tidak
diikuti dengan perkembangan kemampuan auditory sequential yang
mengakibatan gangguan pada processing informasi melalui auditory
- inteligensia (lower order thinking & high order thinking)
8

- perkembangan sensoris yang skalanya besar menyebabkan berbagai
gangguan sebagai akibat dari fungsi sensoris yang tidak normal

Berbagai permasalahan tumbuh kembang yang kemudian dapat disalah mengerti
tersebut, bentuk yang paling kontroversial saat ini adalah beberapa type anak cerdas
istimewa yang mempunyai perkembangan bahasa dan bicara baik yang terlambat (
v/P) maupun yang justru lebih maju dibanding teman sebaya (V/p), ditambah dengan
perkembangan motorik yang melebihi kapasitas normal. Perkembangan seperti ini
sering salah terdiagnosa menjadi anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
Disorder) bagi yang mempunyai perkembangan bahasa dan bicara sangat baik
(V/p); sementara itu yang mengalami keterlambatan perkembangan bahasa dan
bicara (v/P) sering mendapatkan diagnosa PDDNOS (Pervasive Development
Disorder Not Otherwise Specified), atau Asperger Syndrome (yang sebetulnya
kriteria Asperger Syndrome jika mengikuti DSM IV atau penelitian Hans Asperger
sendiri, tidak mengalami keterlambatan bicara ), bahkan sering juga terdiagnosa
sebagai autisme savant (kelompok autisme yang mengalami gangguan inteligensia
sangat luas tetapi mempunyai suatu kemampuan khusus). Sekalipun pada anak-
anak gifted muda ini mempunyai perkembangan emosi dan berbahasa
mimik/nonverbal yang baik, namum ketertinggalan perkembangan bahasa dan
bicaranya dapat menyebabkan juga ketertinggalan perkembangan sosial.
Ketertinggalan perkembangan sosial inilah yang sering menjebaknya masuk ke
dalam diagnosa autisme.

Di bawah ini sebuah contoh kisah yang menarik dari tumbuh kembang anak gifted
yang masa kecilnya penuh penderitaan. Kisah ini tampil dalam sebuah buku
bahasan Neuropsychology and cognition, berjudul Student with Both Gifts and
Learning Disabilities, identification, assessment, and outcomes keluaran tahun 2004.
Buku ini berisi banyak artikel dari berbagai psikolog terkenal, dan dieditori oleh Tina
M.Newman & Robert J.Sternberg. Ada yang menarik dari introduction yang ditulis
oleh seorang psikolog terkenal yang menspesialisasikan diri pada anak gifted yang

8
Lihat juga taxonomi Bloom.Anak-anak cerdas istimewa umumnya mempunyai kemampuan high order thinking
yang sangat baik, dimana ia lebih pada kemampuan melakukan analisa, sintesa dan pemecahan masalah. Ia juga
sangat kuat dalam memori jangka panjang. Sedang pada-anak highly gifted (cerdas sangat istimewa) justru
kemampuan lower order thinking-nya sering lemah. Ia mengalami kesulitan dalam hal memori jangka pendek.
Karena anak-anak ini mengalami kesulitan dalam pelajaran-pelajaran yang lebih menggunakan kemampuan
hapalan.
10
mengalami kesulitan belajar (learning disabilities), Susan Baum. Ia memaparkan
kasus Mark, anak yang mengalami dua keistimewaan sekaligus, yaitu mempunyai
giftedness tetapi juga mempunyai kesulitan, bukan hanya kesulitan belajar, tetapi
juga kesulitan perkembangan. Masa kanak-kanak Mark hanyalah mendapatkan
berbagai diagnosa dan terapi yang oleh Susan Baum disebutnya sebagai yang
harmful ( merugikan ).



Kisah Mark itu sebagai berikut.

Adalah kasus Mark, seorang anak yang sangat cerdas, 11 tahun, yang
selalu berpikir sangat dalam, dan mampu mengekspresikan ide-idenya
melalui sebuah puisi. Total skor IQnya 137; Verbal IQ-nya 128, dan
Performance IQ-nya 140. Mark mempunyai kemampuan spasial yang
luar biasa. Ia sangat mahir dalam bidang struktur bangunan, dan mampu
membuat puzzle di usianya yang kedua. Sekalipun begitu ia tidak bisa
menghapal hitungan perkalian, dan selalu berhitung dengan
menggunakan jari-jarinya. Kemampuan pengorganisasiannya sangat
buruk, dan mempunyai kesulitan dalam hal tulis menulis dengan tangan.
Karena itu ia selalu menolak menuliskan ide-idenya dalam bentuk tulisan.
Puisi di bawah ini adalah salah satu contoh kemampuan abstraksinya
dan keluarbiasaannya dengan berbagai kata-kata.

TIME
Time runs at its own speed,
Never stopping, never waiting,
It goes like the wind on a stormy day,
Like old friends when they pass away,
Time is a killer,
But still it gives life,
It comes and its goes,
Be it the day or the night,
It does not appeal to the average person,
But they do not think as I do,
For me time goes by like I first learned to walk just yesterday,
An eternity of life slipping through my grasp,
Like I could have done more with my life,
Like it wasted away,
Like the time I had,
Was just another day,
So I want you to think, before your day is over,
To remember it only comes once,
So, What will you do with your time?
-Anonymous 5
th
Grader,2003.

Kini Mark duduk di grup lima di sekolah regular. Ia relatif bisa
berprestasi, setelah bertahun-tahun mengalami kesalahan berbagai
diagnosa, pengobatan yang merugikan, dan lingkungan pendidikan
serta intervensi yang tidak menunjang. Sayangnya, sebetulnya ia bisa
11
sukses, terlihat dari laporan orang tuanya yang mengatakan bahwa ia
kehilangan rasa cintanya untuk belajar.
Begitu menyedihkan memang, sebab Mark menjadi kehilangan begitu
banyak motivasinya untuk belajar. Sebab saat ia berusia lima tahun, saat
menjelang tidur ia sering membawa buku pekerjaannya membuat cerita-
cerita yang penuh masalah, atau berbuat hal-hal lain sejenisnya.
Sekarang buatnya segala sesuatu tidak ada bedanya lagi, tidak perduli.
Ia menjadi semakin lelah dengan adanya intervensi dari orang-orang
dewasa, menjadi terdesak, dan diperlakukan secara berbeda. Ia juga
tidak ingin mendengar adanya istilah gifted ataupun twice exceptional.
Ia ingin menyendiri dan menginginkan sebagaimana adanya seperti
halnya anak-anak lain. Ia sudah jenuh dengan yang menginginkan agar
ia bisa cocok di dalamnya, juga kepada orang-orang disekitarnya yang
sebagian hari-harinya menjauhinya, dan menuding apa saja yang
diperbuatnya sebagai suatu kesalahan.



Tahun-tahun pertama.
Gangguan atau kesulitan Mark tak pernah menjadi perhatian fihak
sekolah. Hanya perilakunya saja yang menjadi perhatian dalam
penegakan diagnosa. Saat duduk di pra sekolah, ia seringkali frustrasi
dengan berbagai peraturan dan kurikulum yang tersedia. Bila bermain
dengan teman-temannya ia menginginkan agar ia menjadi anak yang
diperhitungkan yang merupakan khas perilaku kebanyakan anak
cerdas di pra sekolah. Ia mudah menangis jika apa yang diinginkan tidak
didapatkan. Para guru menduga bahwa ia menyandang ADHD (Attention
Deficit Hyperactivity Disorder). Orang tuanya memeriksakannya saat ia
baru saja menginjak usia empat tahun. Pada waktu itu ia sangat tidak
kooperatif, misalnya ia hanya ingin memberi jawaban yang berbeda
dalam cara yang kreatif untuk berbagai pertanyaan yang diajukan. Para
psikolog melaporkan bahwa hasilnya tidak bisa ditarik kesimpulannya,
dan juga belum bisa dipercaya sebagai suatu asesmen inteligensianya
yang akurat. Masih belum jelas, apakah gayanya itu adalah sebuah
pola dari bentuk perilaku oposisional terhadap pengambilan tes, ataukah
sebagai gejala dari kreativitas. Rekomendasi berupa, perilaku Mark baik
di rumah maupun di sekolah harus dimonitor apakah perilaku ini muncul
sebagai akibat toleransi yang rendah terhadap kefrustrasian, kreativitas,
ataukah karena kebosanan.

Benturan dari sekolah.
Saat Mark berada di taman kanak-kanak, mulailah segalanya memburuk.
Ia menolak untuk mengerjakan tugas2 yang diberikan, dan ia tantrum di
kelas. Guru melaporkan bahwa ia adalah anak yang cerdas, dan sangat
senang mengikuti diskusi kelompok, tetapi ia tidak mau mengerjakan
tugasnya: paket matematika dan lembar tugas yang tersedia lainnya. Ia
mengganggu, membuat gaduh mengesalkan anak-anak lain, dan sangat
mudah frustrasi. Orang tua Mark membawanya ke pekerja sosial, yang
memberikan opini bahwa mungkin perilakunya sebagiannya akibat dari
kebosanan. Guru melihat ini dengan perasaan tak percaya: Bagaimana
12
ia bisa bosan, sedangkan dia tak mengerjakan apa-apa? pekerja sosial
ini memberikan pengertian dengan menunjuk pada personalitas Mark,
berikan ia kesempatan untuk memilih yang kemungkinan dapat
meningkatkan kondisi belajar dan keinginannya untuk menepatinya.
Namun guru telah salah mengerti terhadap saran tadi, dan saat Mark
menolak mengerjakan tugas, guru mengatakan:Kamu boleh
mengerjakan paket matematika itu, atau kamu boleh duduk di kamar
kepala sekolah. Modifikasi strategi untuk melakukan pengontrolan
terhadap perilaku Mark yang tidak pada tempatnya itu, tidak mengalami
keberhasilan. Kemampuan akademis yang tinggi itu telah terelakkan
akibat perilakunya yang merusak itu. kami tidak perlu membicarakan
bagaimana Mark harus mengerjakan tugas-tugas secara akademik, yang
kami perlukan adalah membicarakan bagaimana perilakunya adalah
komentar yang sangat khas dalam pertemuan dengan orang tua.

Saat situasi semakin parah, orang tua Mark melakukan konsultasi
kepada psikiater. Sekalipun skor tes dengan menggunakan WPPSI
(Wechsler Preschool & Primary Scale of Intelligence) hasilnya sangat
tinggi atau superior yaitu 148, namun situasinya juga diikuti dengan
keadaan tertekan akibat anxiety-nya selama ia menjalankan tes tersebut.
Psikolog berpendapat bahwa ia mempunyai masalah emosi yang
mengganggu kinerjanya. Ia menjelaskan dengan perumpamaan: Ia
mempunyai taman Ferari di jalan rayanya, tetapi ia tetap harus
mengunakan sepeda roda tiga. Namun ia juga mempunyai perhatian
terhadap beberapa kesulitan yang menurutnya kemungkinan ada
hubungannya dengan epilepsinya, dan menempatkan Mark untuk
pengobatan.

Sepanjang adanya berbagai masalah di sekolah dan meningkatnya
perilaku merusaknya menyebabkan psikiater menegakkan diagnosa, dari
diagnosa epilepsi yang sudah diberikan padanya, ia juga masih
menambahkan: ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), ODD
(Oppotitional Deviant Disorder), OCD (Obsessive Complsive Disorder),
tic dan bi-polar disorder, serta psikotik ( dari Tegretol untuk pengobatan
epilepsi, ia juga menambahkan mikro-dosis koktail dari: Neurontin,
Seroquel, Risperdal, Eskalith, dan Thorazine). Tetapi perilaku Mark
semakin memburuk dan ia pun mendapatkan Dexedrine dan Clonodine.
Orang tua Mark merasakan bahwa pengobatan ini justru merugikan
Mark, dan mereka mempertanyakan diagnosa tersebut. Mereka
memperkirakan bahwa kefrustrasiannya, ketidak-nurutannya, dan
peledakannya disebabkan karena serangan axiety-nya, bukan karena
seizures atau episode psikotiknya, mereka kemudian menanyakan
kepada dokter untuk menghentikan semua pengobatan tersebut. Hampir
semua pengobatan itu dihentikan, kemudian semuanya berlangsung
nampak lebih stabil.

Fihak sekolah mengidentifikasi bahwa Mark mempunyai gangguan
kesehatan lainnya (Other Health Impairment = OHI) dan mengirimkannya
ke sekolah lain yang dikhususkan untuk anak-anak yang berfungsi
rendah (lower functioning) serta mempunyai problem emosional yang
13
berat. Kelasnya dengan jumlah murid yang kecil, memang menolong,
namun sekalipun demikian tidak adanya teman yang mempunyai tingkat
intelektual yang sama serta model peran yang positip, isyu sosial dan
perilakunya tetap menjadi masalah. Salah seorang guru memperhatikan
bahwa jika akademiknya diakselerasi, maka ia tak mengalami kesulitan
dan tetap bekerja menyelesaikan tugasnya. Namun dari observasi itu
menunjukkan bahwa fihak sekolah tidak mendorong agar Mark
mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya yang
mempunyai kesamaan tingkat intelektual, ataupun teman sebaya yang
normal.
Kenyataannya, karena Mark selalu membaca jauh kedepan sementara
teman-temannya masih berjuang untuk melakukan decoding dan
comprehension, guru menetapkan halaman bacaan apa yang saat itu
tengah didiskusikan. Guru menginterpretasi apa yang dilakukan oleh
Mark adalah sebagai perilaku membangkangnya dan ketidakmauannya
untuk mengikuti peraturan. Hal ini menunjukkan adanya ketidak
mengertian guru akan kebutuhan anak gifted, dan meletakkan
peranannya dalam kehidupan Mark yang maksudnya agar menjadikan ia
lebih menurut.

Di samping itu, Individual Educational Plan (IEP) dari Mark
memperlihatkan ketidak pekaan terhadap potensi akademik dan
kinerjanya yang tingkatannya tinggi. Sebaliknya, banyak tujuan
pendidikan, persiapan materi dan tugas yang lebih menekankan pada
penguasaan yang berada di bawah tingkatan kemampuannya, sekalipun
hasil tes menunjukkan bahwa ia mempunyai fungsi kemampuan dengan
tingkatan yang tinggi. Begitu pula dengan dokumentasi tertulis, ada di
tangan guru, yang semuanya menunjukkan bahwa ia sudah lebih dari
siap untuk belajar di dalam kelas tersebut.

Perubahan agar lebih baik.
Akhirnya, saat Mark berada di grup empat, keluarga Mark mendapatkan
seorang psikolog yang telah mengenal murid-murid yang disamping
gifted tetapi juga sekaligus mempunyai kesulitan belajar. Ia mendapatkan
suatu deskrepansi atau perbedaan yang besar antara kemampuannya
yang tinggi di beberapa bidang namun juga adanya permasalahan
sebagai kelemahannya di sisi lain, misalnya saja dalam hal kemampuan
melihat pola-pola orthographic, kesulitan menulis, dan
ketakmampuannya dalam menghapal matematika dan alogaritma,
terutama jika tidak disertai dengan pengertian konsep. Ia melihat juga
lingkungan yang ketat justru sangat merugikan Mark. Diantara daftar
lengkap rekomendasinya adalah bahwa Mark membutuhkan perhatian
terhadap keberbakatan dan talentanya, serta perlu mendapatkan
strategi khusus agar ia mampu mengatasi kesulitannya.

Di atas itu semua, Mark membutuhkan kurikulum yang kaya dengan
berbagai kemungkinan agar ia mampu mengeksplorasi serta
memanfaatkan kemampuan intelektualnya untuk memahami segalanya.
Belajar dengan cara menghapal sudah menekan kemampuan Mark yang
tinggi untuk melakukan pemecahan masalah dan melakukan sintesa
14
berbagai informasi. Psikolog memberikan gambaran, bahwa
perlawanannya terhadap semua ini adalah dikarenakan ia dipaksa untuk
mengerjakan sesuatu yang tanpa makna baginya.
Kurikulum yang cocok baginya adalah yang dirancang secara intensif
yang mampu memberikan kemungkinan baginya untuk mengembangkan
minatnya. Hal ini sangatlah penting, agar bisa mengembalikan
kepercayaannya terhadap lingkungan sekolahnya agar ia juga mau
mentaati peraturan sekolah tanpa harus menunjukkan untuk
mengalahkannya.

Pada dasarnya, terhadap murid seperti kasus Mark ini, sudah terlalu
sering terjadi bahwa pendidikan justru menjadi sebuah peperangan
antara kontrol dan pengalahan. Seperti halnya kasus Mark ini, tak satu
pun yang mengenal atau memilih untuk memfokuskan pada giftedess-
nya, atau memahami apa kebutuhan anak-anak gifted ini. Seringkali
terjadi justru bahwa tim pendidik menggunakan strategi hanya untuk
anak-anak yang mengalami kesulitan belajar yang tidak juga mengalami
penderitaan dari giftedness dan talentanya yang luarbiasa. Medikasi
professional dan strategi seperti ini memang sangat khas sekali dan
seringkali intervensinya memang mengalami kesuksesan. Sebenarnya
adalah, perilaku merusaknya Mark, merupakan kompensasi kesulitan
akademiknya guna menutupi kenyataan akan kesulitan belajarnya. Jika
saja tim pendidik memperluas perspektifnya dengan cara
mempertimbangkan berbagai informasi yang ada, maka perjalanan Mark
bisa dihindarkan dari berbagai kerawanan, kelokan-kelokan, serta
berbagai resiko di sepanjang perjalanannya.






Kesulitan pengidentifikasian

Banyak anak-anak dari mailinglist kami (anakberbakat@yahoogroups.com)
sekalipun mempunyai berbagai sinyal tumbuh kembang, sinyal personalitas, dan
sinyal keberbakatan, sebagai anak gifted. Namun tes IQ nya menunjukkan profil
yang tidak harmonis kemudian sering mendapatkan laporan berdasarkan hasil tes
tersebut dikatakan bahwa ia bukan anak gifted. Mereka dilaporkan sebagai anak
penyandang inteligensia normal, bahkan inteligensia kurang dan diberi materi dan
metoda pendidikan seperti anak berinteligensia normal bahkan atau dimasukkan ke
dalam kelas lambat.

Kesulitan pengidentifikasian dengan menggunakan tes IQ ini disebabkan karena
(Silverman, 2002, Renzulli 1992, Mnks, 2000):
1) tes IQ mengukur kemampuan verbal dan performance sementara itu sebagian
anak-anak ini mengalami perkembangan bicara dan berbahasa yang terlambat,
sehingga akan menghasilkan profil IQ yang tidak harmonis;
15
2) seorang anak gifted mempunyai kreativitas yang tinggi, sementara itu kemampuan
kreativitas seringkali justru merubah kemapanan, akibatnya seorang anak gifted
seringkali tidak dapat diberi tes psikometrik yang baku;
3) ketertinggalan pada motorik halus, menyebabkan gagalnya tes kemampuan pada
subtes yang menggunakan kemampuan motorik halus, yang bisa jadi menyebabkan
merosotnya hasil tes;
4) perfeksionisme yang merupakan salah satu karakteristik yang kuat pada anak-
anak gifted justru dapat menghadirkan keragu-raguan memilih jawaban dan rasa
takut salah memberi jawaban, pada akhirnya menunjukkan rasa percaya diri yang
rendah dalam menjalankan tes;
5) anak-anak gifted muda adalah anak-anak yang mempunyai kreativitas tinggi dan
selalu eksploratif yang akan membawanya pada perilaku yang divergen selalu
melihat-lihat ke berbagai sudut sehingga memberi kesan bagai anak tidak mampu
berkonsentrasi pada akhirnya sulit mengerjakan berbagai tes IQ;
6) tes baterey IQ dikonstruksi dari kelompok anak-anak normal, yang seringkali justru
tidak cocok untuk anak-anak gifted.




Disinkronitas inteligensia

Disinkronitas perkembangan adalah fenomena yang umum terjadi pada anak gifted
(Silverman, 2004), namun disinkronitas itu akan menjadi masalah jika terjadi jurang
yang besar antar beberapa faktor perkembangan. Pada highly gifted disinkronitas itu
menjadi semakin besar. Bukan saja antar berbagai domain tumbuh kembangnya,
tetapi juga antar berbagai area inteligensianya. Keadaan ini juga yang kemudian
akan memberikan variasi keberbakatan, dan cognitive style yang dimiliki anak.
Seperti misalnya Reuver (2003) mengidentifikasi ada variasi anak gifted berdasarkan
verbal IQ dan performance IQ. Pada anak dengan V/p dijelaskan ia mempunyai
kemampuan verbal komunikasi yang lebih dibanding anak seusianya. Anak-anak
ini kelak akan lebih andal dalam pekerjaan yang banyak menggunakan kemampuan
berkomunikasi, atau menyusun pemikiran dalam bentuk karya tulisan. Sedang pada
anak dengan karakteristik v/P akan lebih trampil membuat disain yang
memanfaatkan kemampuan pandang ruang, matematika, dan ilmu-ilmu murni.
Cognitive style atau cara berpikir kedua tipe (V/p & v/P) juga akan berbeda
(Silverman, 2004). Pada V/p akan lebih kepada cara berpikir sekuensial yang
kemudian disebut dengan auditory sequential gifted learner. Pada kelompok anak
yang umumnya mengalami keterlambatan bicara, ia akan lebih kuat dengan
kemampuan perceptual dan dimensi, ia akan berkembang menjadi anak dengan tipe
v/P, cara berpikir atau cogtive stylenya juga akan berkembang ke arah gestalt atau
simultan yang kemudian biasa disebut visual spatial gifted learner.

Visual spatial learner justru seringkali terdapat pada anak-anak highly gifted.
Namun cara berpikirnya yang gestalt atau simultan itulah ia seringkali akan
mengalami prestasi rendah di sekolah. Berbagai mata pelajaran jatuh terutama mata
pelajaran yang banyak menggunaka bahasa, teks, dan berpikir sekuensial. Mata
pelajaran yang paling disukai adalah pelajaran geografi atau peta yang didukung
oleh keunggulan kemampuan visualnya. Sementara itu juga kemampuan berpikirnya
16
yang lebih dominan pada kemampuan berpikir analisis dan logik matematika tinggi,
ia akan mengalami kesulitan pada pelajaran matematika rendah atau mental
aritmatika. Misalnya matematika yang harus dihapal di luar kepala seperti
penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Ia juga sering tidak hapal
mana kiri dan mana kanan, atau kata-kata yang tidak mempunyai pengertian
konsep. Ia kesulitan menghapal, karena short term memory nya memang lemah
(lebih unggul dalam long term memory). Kelompok anak unggulan ini seringkali
justru tidak terdeteksi sebagai anak unggulan, karena umumnya angka raportnya di
kelas-kelas rendah sekolah dasar banyak angka merahnya. Ia mengalami kesulitan
mengikuti pelajaran di sekolah dasar, karena di sekolah dasar umumnya
pelajarannya masih lebih banyak menggunakan kemampuan hapalan. Banyak
diantara anggota mailinglist kami yang anaknya mendapatkan angka sangat baik
dalam matematika namun mendapatkan angka merah pada pelajaran bahasa dan
PPKn, justru tidak dapat naik kelas. Perlakuan seperti ini justru membuat si anak
mengalami demotivasi dan tidak ingin pergi ke sekolah. Atau ia dikeluarkan dari
sekolah karena dianggap kemampuan akademisnya kurang atau malas.

Anak-anak visual spatial gifted learner ini umumnya telah membaca tanpa diajari
sejak usia yang sangat dini dan sangat mencintai belajar karena rasa ingin tahunya
yang sangat besar. Ia membaca dengan cara membaca logo-logo, secara gestalt
atau simultan (Silverman, 2004; Groot & Paagman, 2003). Namun saat ia masuk
sekolah dasar dan harus membaca secara sekuensial seperti mengeja, dan dikte, ia
akan mengalami kesulitan. Masa kritis ini jika tak segera ditolong akan lebih
menyeretnya pada ketertinggalan pengembangan kemampuan akademis yang
berakibat pada underachiever dengan segala akibatnya (Levine,2002) . Apabila
kesulitan fase ini sudah bisa diatasinya, umumnya untuk beberapa waktu anak-anak
ini masih akan kesulitan dalam kemampuan pemahaman bacaan atau kemampuan
sematik (de Groot & Paagman, 2003).


3. BERBAGAI KESULITAN ORANG TUA

Berbagai kesulitan orang tua dalam pengasuhan dan pendidikan bagi anak-anak
cerdas istimewa, bila kita telusuri baik-baik, awalnya adalah dari ketidak mengertian
akan anak-anaknya. Terlihat dari berbagai diskusi pertanyaan-pertanyaan seperti
berikut selalu muncul secara berulang:
- anakku mengapa begini,
- mengapa anakku sangat pandai tetapi mendapatkan diagnosa autisme
atau ADHD,
- mengapa anakku pandai tetapi mendapatkan angka jelek,
- mengapa IQ nya tinggi tetapi tidak bisa menjadi juara (lalu yang
dipersalahkan tes IQnya, padahal kemungkinan ia mempunyai permasalahan
yang spesifik yang harus mendapatkan pengamatan mendalam),
- jadi anakku masuk ke dalam kelompok mana, anak bermasalah atau
anak gifted
- mengapa anakku sekarang jadi pemberang
- mengapa anakku prestasinya tiba-tiba anjlok



17



Masalah deteksi & diagnosa

Nampak bahwa kesulitan yang pertama adalah yang berkaitan dengan sistem
deteksi dan diagnosa. Hingga kini sistem deteksi dan diagnosa anak cerdas
istimewa di Indonesia belum pernah bisa menjangkau kelompok anak-anak
cerdas istimewa yang mempunyai berbagai masalah baik di rumah maupun di
sekolah. Masalah dalam pengasuhan, masalah dalam sosialisasi dengan teman
bermain, masalah emosional, karaketristik khusus yang mempunyai potensi
bermasalah, masalah kesulitan belajar (learning disabilities) dan karena mempunyai
komorbiditas dengan gangguan neurologis, yang kesemuanya dapat menyebabkan
prestasi rendah.

Seringkali terjadi pada gifted muda yang mengalami keterlambatan bicara, dari
dokter anak yang memeriksanya mendapatkan penjelasan bahwa anaknya hanya
mengalami keterlambatan bicara yaitu tertinggalnya kemampuan bahasa ekspresif,
sedang reseptifnya baik. Kepada orang tua dianjurkan untuk menstimulasi, dan diberi
informasi bahwa gangguan bicara dan bahasanya mempunyai prognosa atau
prakiraanke depan yang baik. Namun saat anak ini masuk ke taman bermain atau
taman kanak-kanak, guru tidak mampu mengajarnya. Anak menolak mengerjakan
tugas menggambar, tidak mau membuat mainan dari lilin malam, tidak mau
menempel-nempel dengan lem, jijik dengan barang lengket, dan tidak bisa turut
dalam acara guru membacakan buku cerita. Ia hanya bermain sendiri, ia hanya
berlari keliling ruangan, dan tidak dapat mengikuti berbagai kegiatan bersama
misalnya bermain musik bersama dan sandiwara.

Perilaku dan kemampuan akademiknya justru dinilai kurang oleh pihak sekolah,
sehingga guru mencurigai bahwa anak ini memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Anak-anak gifted muda ini tidak terdeteksi sebagai anak-anak gifted, tetapi justru
terduga dan tertuduh serta diperlakukan sebagai anak bermasalah bahkan anak
berinteligensia rendah. Terlebih lagi deteksi dan diagnosa gifted yang masih
mengacu pada IQ, menyebabkan anak-anak ini tidak terdeteksi sebagai anak gifted
muda. Karena tes IQ baru bisa bermakna setidaknya jika anak tersebut telah berusia
di atas 6 tahun. Banyak yang menduga anak ini autisme (dengan dugaan gejala
gangguan perkembangan bahasanya), atau ADHD (karena anak-anak ini selalu
berlari kian kemari, tak jarang pula mengalami temper tantrum). Diagnosa ADHD
sendiri baru bisa ditegakkan di usia di bawah 7 tahun dan anak ini mampu
melakukan konsentrasi dengan baik pada kegiatan-kegiatan yang ia minati yang
artinya juga tidak bisa memenuhi kriteria ADHD (Patternotte & Buitelaar, 2005). Jadi
diagnosa ini juga tidak bisa dikenakan pada dirinya. Sedang untuk diagnosa autisme
ia sesungguhnya mampu berbahasa simbolik dan mempunyai perkembangan emosi
sosial yang baik yang tentu saja tidak memenuhi kriteria diagnosa autisme
(Nyiokiktjien, 2005 ). Orang tua umumnya menjadi bingung, dan biasanya masuk ke
diagnosa Sensory Integration Disorder yang sebetulnya dubious. Disebutkan
sebagai dubious karena gangguan perkembangan sensoris bisa mengenai bentuk
gangguan perkembangan apa saja, jadi boleh dikata bahwa sensory integration
dysfunction bukanlah entity dari sebuah diagnosa (Heilbroner, 2005). Sensory
integration therapy sejak lama sudah dinayatakan tidak efektif, karena dalam
18
berbagai penelitian telah menunjukkan hasil yang tidak efektif (Hoehn & Baumeister,
1994)

Tidak terdeteksi karena underachiever

Pada anak-anak highly gifted sering ditemui, di taman kanak-kanak dan sekolah
dasar anak tidak menunjukkan prestasi, berada di bawah nilai rata-rata kelas
(absolute underachiever), atau prestasinya biasa-biasa saja (relative underachiever).
Karena begitu banyak masalah yang ditampilkan, bukan saja giftednessnya tertutupi,
tetapi ia lebih menampilkan berbagai masalah. Baik secara sosial, akademik, emosi,
dan kemampuan adaptasi ataupun life skills. Umumnya yang mengalami relative
underachiever justru tidak terdeteksi, namun yang mengalami absolute
underachiever kadang secara tak sengaja terdeteksi karena kadang ia menunjukkan
kelebihan saat guru dan orang tua mempertanyakan kemampuan akademiknya,
sebetulnya anak ini bodoh atau pandai.
Masalah underachiever ini dilaporkan oleh Mnks &Ypenburg (1995) mengenai
sekitar setengah dari populasi anak-anak gifted. Tidak teridentifikasinya anak-anak
ini sebagai anak-anak gifted justru akan lebih mempersulit perkembangan
selanjutnya, karena tidak terpenuhinya kebutuhannya sebagai anak-anak gifted yang
membutuhkan stimulasi yang berbeda, sarana tumbuh kembang yang berbeda,
strategi pengasuhan yang berbeda, serta metoda pendidikan yang berbeda. Tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ini akan lebih memungkinkan justru ia
mengalami perkembangan perilaku yang bermasalah. Karena itu anak-anak gifted
muda (balita) kini di berbagai negara maju sudah dikelompokkan sebagai anak
berrisiko dan memerlukan perhatian khusus.

Personalitasnya berisiko bermasalah tetapi tidak dikenal

Laporan dari banyak psikolog ahli gifted children menunjukkan bahwa, karakteristik
personalitas anak-anak gifted memang tidak banyak dikenal (Webb dkk, 2005)
sehingga personalitas yang memang berbeda dari anak-anak normal itu dapat
dianggap sebagai personalitas yang tidak normal dan bisa dianggap bermasalah.
Misalnya karakteristik keras kepala, kemauannya keras sulit dibelokkan, sering ikut
campur dengan urusan orang lain, tidak mau diperintah, hanya mau mengerjakan
sesuatu atas dorongan dan motivasi internalnya, jika ingin sesuatu harus sekarang
juga, dlsb. Karakteristik seperti itu dalam kenyataannya sangat menyulitkan orang
tua dalam pengasuhannya terutama pada anak balita, karena orang tua harus
menghadapi perilaku temper tantrum (mengamuk) yang setiap hari berlangsung.
Tidak dikenalnya karakteristik personalitasnya yang lebih merupakan pola alamiah
tumbuh kembangnya, banyak dari anak-anak ini dihukum oleh orang tua dan guru
agar ia mau mengikuti peraturan yang dibuat, berperilaku normal, dan menurut.
Namun justru tindakan seperti ini akan lebih mendorongnya ke arah kesalahan
deteksi dan diagnosa. Terlebih anak-anak gifted adalah anak yang sangat sensitive,
sehingga perlakuan terhadapnya yang dianggapnya tidak adil dapat membawanya
pada kemarahan dan agresivitas, kefrustrasian dan depresi, dan bisa berlanjut pada
masalah-masalah psikologis dan psikosomatis (sakit kepala, sakit perut, merasa
lemah, dlsb)



19


Risiko bermasalah sebagai akibat adanya karakteristik personalitas anak-anak gifted
dapat dilihat seperti di bawah ini:

MASALAH YANG MUNGKIN DAPAT TERJADI AKIBAT FAKTOR KUAT ANAK
GIFTED
FAKTOR KUAT KEMUNGKINAN MASALAH
Mudah menerima/mengingat informasi Tidak sabaran; tidak menyukai latihan
dasar
Rasa ingin tahu tinggi; mencari yang
bermakna
Bertanya yang tidak-tidak/memalukan;
minatnya berlebihan
Motivasi dari dalam Kemauan tinggi; tidak suka campur
tangan dari orang lain
Senang menyelesaikan masalah; dapat
membuat konsep, abstraksi & sintesa
Tidak suka hal-hal rutin;
mempertanyakan cara pengajaran
Mencari hubungan sebab akibat Tidak menyukai hal yang tidak jelas dan
tidak logis, misalnya tradisi dan perasaan
Menekankan kejujuran, keadilan, dan
kebenaran
Khawatir sekali akan masalah
kemanusiaan
Senang mengorganisir berbagai hal Membuat peraturan rumit; tampil bossy
Kosakatanya banyak; informasinya luas
& mendalam
Memanipulasi menggunakan bahasa ;
bosan dengan teman sekolah &
sebayanya
Harapan tinggi akan diri sendiri dan
orang lain
Tidak toleransi, perfeksionis, bisa
menjadi depresi
Kreatif/banyak akal ; senang
menggunakan caranya sendiri
Dianggap mengganggu dan diluar jalur
Konsentrasinya intensif; mencurahkan
perhatian yang besar dan sulit
dibelokkan padahal yang diminati
Lupa kewajiban dan orang lain saat
sedang konsentrasi; tidak suka
disela/diganggu; keras kepala
Sensitif, empati; ingin diterima oleh orang
lain
Sensitif terhadap kritik atau penolakan
dari sebayanya
Energy, semangat tinggi serta sangat
alert
Frustrasi karena tidak ada kegiatan ;
tampak seperti hiperaktif
Independen, memilih bekerja sendiri ;
bertumpu pada diri sendiri
Menolak masukan dari orang tua dan
sebayanya, tidak bisa kompromi
Bermacam-macam minat & kemampuan;
berubah-ubah
Tampil tidak terorganisasi & berantakan;
frustrasi karena kekurangan waktu
Rasa humor tinggi Sebagiannya dapat salah menangkap
humornya; mencari perhatian di kelas
dengan melawak
Sumber: Webb (1982): Guiding the gifted children.






20


4. HIDDEN DISABILITIES & GIFTED PLUS

Anak-anak gifted bukanlah anak dengan populasi seragam, ia mempunyai banyak
variasi, baik variasi pola tumbuh kembangnya, variasi personalitasnya, maupun
variasi keberbakatannya. Semakin tinggi perkembangan inteligensianya, maka akan
terjadi deskrepansi (perbedaan) di berbagai domain perkembangan. Deskrepansi ini
bukan saja akan menyangkut perkembangan dalam individu, tetapi juga akan
menyangkut perkembangan antar individu. Kondisi inilah yang sering membawa
berbagai kesulitan pada anak-anak gifted dan sering salah terinterpretasi (Silverman,
2004).

Ilustrasi di bawah ini, adalah sebuah contoh tentang anak gifted yang telah salah
terintrepretasi (Monks & Ypenburg, 1995 )

Jos seorang anak Belanda, masa TK nya harus dijalaninya di SLB bersama
anak-anak lain yang kurang kecerdasannya, ia menerima diagnosa MBD (Minor
Brain Damage), karena ia tak mampu menerima pendidikan sebagaimana
layaknya anak normal. Di Tk kelakuan dan kecerdasannya tak kunjung
meningkat. Karenanya ia dianjurkan harus masuk SD luar biasa khusus untuk
anak bermasalah, bahkan harus diasramakan pula. Dengan kata lain,
pendidikan ini semacam penyantunan bagi anak yang sangat bermasalah.
Tetapi ibunya menampik anjuran ini, ia bergegas mencoba ke SD biasa, karena
ia melihat anaknya di rumah sebagai anak yang tak bermasalah malahan anak
yang cerdas. Beruntung Jos boleh mencobanya. Tetapi disinipun nasib malang
masih menimpanya, ia dikirim ke sekolah bagi anak yang lemah
kecerdasannya. Lagi lagi SLB. Tetapi di sekolah ini gurunya tak mampu
menanganinya, selain ia tak bisa diajak untuk menerima pelajaran, ia juga
sungguh banyak begerak macam anak hiperaktif, dan tak mampu
berkonsentrasi. Gurunya meminta untuk dilakukan pemeriksaan psikologi
baginya, agar mereka mengerti bagaimana harus menangani Jos. Tetapi
setelah dilakukan beberapa pemeriksaan ternyata Jos adalah anak luar biasa
yang mempunyai kemampuan inteligensia sangat tinggi melebihi kemampuan
inteligensia usia kronologisnya. Dengan begitu Jos memerlukan pendekatan
lain. Ia dikirim kembali ke SD biasa, namun memerlukan rehabilitasi sosial dan
emosional yang sudah kepalang terkoyak karena hanya bergaul dengan anak-
anak yang mempunyai masalah perkembangan, bahkan menerima terapi
medikamentosa karena harus menanggung diagnosa MBD dan hiperaktif. Saat
itu tahun 1988, saat Jos sudah berusia 10 tahun. Ia harus bergaul dengan anak
yang memiliki problem perkembangan dan kurang kecerdasan selama 6 tahun,
dan kehilangan masa kanaknya yang menjadi haknya sebagaimana adanya
dirinya.

Sebagian besar anak gifted akan mengalami perkembangan motorik kasar yang
melebihi kapasitas normal, namun mengalami ketertinggalan perkembangan motorik
halus. Saat ia masuk ke sekolah dasar, umumnya ia mengalami kesulitan menulis
dengan baik. Banyak dari anak-anak ini diberi hukuman menulis berlembar-lembar
yang justru tidak menyelesaikan masalahnya bahkan akan memperberat masalah
21
yang dideritanya
9
. Anak-anak gifted adalah anak-anak yang sangat perfeksionis,
sehingga perkembangan kognitif yang luar biasa tidak bisa ia salurkan melalui
bentuk tulisan. Hal ini selain dapat menyebabkan kefrustrasian dan juga dapat
menyebabkan kemerosotan rasa percaya diri, konsep diri yang kurang sehat serta
anjlognya motivasi untuk berprestasi.

Deskrepansi antara perkembangan kognitif dan ketertinggalan motorik halus,
ditambah karakteristik perfeksionisnya bisa menimbulkan masalah yang cukup serius
baginya, terutama kefrustrasian dan munculnya konsep diri negatip, ia merasa
sebagai anak yang bodoh tidak bisa menulis. Namun seringkali pendeteksian tidak
diarahkan pada apa akar permasalahan yang sebenarnya, dan penanggulangan
hanya ditujukan pada masalah perilakunya yang dianggap sebagai perilaku
membangkang.

Learning disabilities

Contoh masalah seperti diatas adalah masalah yang kasat mata (hidden disabilities)
namun masih bisa ditanggulangi andaikan kita bisa mendapatkan akar
permasalahnya. Namun hidden disabilities yang merupakan gangguan neurologis
berupa learning disabilities (gangguan belajar berupa disleksia, disgrafia, dan
diskalkulia) akan sangat sulit dieliminasi karena gangguannya merupakan gangguan
seumur hidup. Yang dapat dilakukan adalah menyiasati gangguan tersebut berupa
kompensasi dan toleransi terhadap gangguan tersebut. Disamping itu menyiasati
agar si anak mampu menyandang gangguan tersebut dan tetap mampu
mengaktualisasikan kemampuan istimewanya.

Sampai seberapa jauh dan berat seorang anak penyandang learning disabilities, dan
apakah benar ia penyandang learning disabilities, hingga kini di Indonesia masih sulit
dideteksi dan ditegakkan diagnosanya. Ketidaksiapan ini disebabkan karena alat
ukur untuk menentukannya masih belum ada, karena riset-riset ke arah ini di
Indonesia memang masih sangat langka. Sementara itu pengukuran learning
disabilities ini banyak ditentukan oleh bahasa setempat dan bagaimana kemampuan
perkembangan bahasa si anak yaitu fonemic & phonetic awarness, aspek
semantik/pemahaman bahasa, pragmatik/penggunaan bahasa, dan
sintaksis/gramatika, pembentukan bahasa dan tehnik membaca (Groot & Paagman,
2000) . Pengertian learning disabilities dalam DSM IV adalah bila seorang anak
secara siknifikan menunjukkan kemampuan spesifik yang lebih rendah dari
kapasitas kemampuan yang dimilikinya (ditunjukkan dengan skor IQ)
10
.

Sampai saat ini penyebab dan mekanisme yang terjadi di otak hingga seorang
anak mengalami learning disabilities masih belum dipahami, karena itu masih belum
ada obatnya. Namun kini di Indonesia banyak beredar obat-obatan untuk mengatasi
learning disabilities yang tentu saja no evidence.


9
Memperkuat motorik halus dapat dilakukan dengan terapi gerak untuk meningkatkan kordinasi jari-jari,
kordinasi tangan kiri dan kanan, serta meningkatkan kelenturan pergelangan tangan. Kegiatan ini dapat
menggunakan alat-lata main seperti KNEX, Lego yang kecil, tarik tambang, drebel dan lempar bola,
menggunting, meronce, menusuk, serta olah raga tangan & jari.
10
Diagnosa Learning disabilities hanya dikenakan pada anak dengan IQ normal ke atas, setidaknya bila sudah di
atas usia 9 tahun.
22
Karena belum ada alat ukur baku untuk Indonesia tetapi yang ditemui di lapangan
justru banyak anak mendapatkan diagnosa learning disabilities. Artinya
diagnosa yang diberikan telah ditegakkan secara spekulatif. Apalagi learning
disabilities baru bisa ditegakkan di atas usia 9 tahun setelah menjalankan berbagai
terapi remedial namun tidak menunjukkan hasil
11
, namun seringkali hanya satu kali
kunjungan diagnosa tersebut sudah ditegakkan. Banyak anak yang sebetulnya
sangat cerdas hanya karena mempunyai prestasi tidak memuaskan, masih sangat
muda, sudah mendapatkan diagnosa ini, tanpa melihat lagi berbagai kemungkinan
lain yang sangat spesifik pada anak gifted. Kebanyakan dari mereka setelah dengan
susah payah menjalankan pendidikannya akhirnya berhasil juga menduduki prestasi
yang baik tanpa ada lagi gejala gangguan belajar. Artinya bahwa anak-anak yang
mengalami maturity delayed ini telah salah diinterpretasi.



Gifted plus

Istilah gifted plus kini banyak digunakan untuk anak-anak gifted yang mempunyai
kesulitan ganda (dual exceptional), yaitu yang mempunyai komorbiditas dengan
gangguan lainnya. Komorbiditas adalah suatu gangguan (diagnosa) yang menyertai
suatu keadaan (diagnosa) lain. Pada anak-anak gifted, gangguan lain yang
menyertainya terbanyak adalah gangguan hiperaktivitas dan gangguan konsentrasi
(ADD/ADHD) dengan berbagai gangguan ikutan dari diagnosa ADD/ADHD ini seperti
tic, ODD (Opposan Deviant Disorder), OCD (Obsessive Compulsive Disorder), Bi-
polar, dan sebagainya.

Komorbiditas pada anak-anak gifted ini sangat sulit diidentifikasi, karena dengan
kecerdasannya yang sangat baik itu, ia mampu mengkamuflase (masking) atau
menutupi gangguan yang disandangnya (McCoach, 2004). Akibat komorbiditasnya
ini, menjadikan prestasinya tidak menetap, di samping itu si anak yang sangat
rentan terhadap berbagai situasi yang mampu menyulut masalah yang disandangnya
akan semakin parah. Kesulitan pengidentifikasian dan membedakan antara anak
gifted yang memang mempunyai komorbiditas, dengan anak gifted yang
giftednessnya tak terlayani sehingga memunculkan masalah seperti penyandang
ADD/ADHD (karena reaksinya keluar/ekstrovert dan agresive) atau autisme (karena
reaksinya ke dalam/introvert-menarik diri), bisa dirasakan oleh para orang tua dan
guru, karena pada umumnya gejala keduanya hampir sama. Umumnya kemudian
anak-anak ini lebih sering dikelompokkan sebagai penyandang ADD/ADHD atau
autisme dan mendapatkan treatment sebagai ADD/ADHD atau autisme, yang tentu
saja kurang tepat.

Pengalaman mendeteksi dan menangani anak-anak seperti ini di Indonesia dirasa
masih luar biasa langka, bahkan dapat dikatakan tidak bisa mendapatkan ahli
kependidikan (orthopedagog) yang mempunyai spesialisasi dalam bidang ini.
Terhadap anak-anak ini juga belum ada sekolah yang mampu menanganinya.

11
Berbagai gangguan seperti gangguan perkembangan dan gangguan perilaku sering dipublikasi di media massa
Indonesia sebagai penyebab gangguan belajar (learning disabilities). Tetapi dari banyak penelitian menunjukkan
bahwa, sekalipun anak tersebut mempunyai resiko mengalami gangguan belajar, namun ia belum tentu kelaknya
akan mempunyai gangguan belajar. Anak-anak ini mendapatkan diagnosa false positive (Torgesen, 1998,
Reuver, 2004, Silverman, 2004, Webb dkk, 2005, McCoach dkk, 2004)
23

5. BEBERAPA KESALAHAN CARA PANDANG TERHADAP
ANAK GIFTED

Kesalahan utama dalam memandang anak cerdas istiemewa (gifted) yang
menyebabkan bukan saja ia tidak terdeteksi sebagai anak gifted namun juga bahkan
terdeteksi sebagai anak bermasalah, adalah karena konsep giftedness yang masih
digunakan oleh banyak pihak, baik pihak profesi dan praktisi seperti dokter, psikolog,
pedagog, guru, dan juga orang tua serta masyarakat umum, masih menggunakan
konsep yang lama. Konsep lama ini berupa giftedness hanya dipahami sebagai
faktor tunggal, yaitu faktor perkembangan inteligensia atau kognitif. Sehingga
yang diamati adalah kecerdasannya saja yang dapat ditunjukkan dengan tingginya
tingkat inteligensia melalui tes baku IQ. Sementara itu konsep tersebut sudah lama
ditinggalkan, konsep giftedness masa kini sudah semakin kompleks yang bukan saja
mengacu pada faktor perkembangan inteligensia, tetapi juga kreativitas, motivasi dan
komitmen terhadap tugas, faktor tumbuh kembang, faktor personalitas, serta faktor
dukungan lingkungan (Mnks & Pflger; 2005, Hoogeveen, 2004, Heller, 2005)

Kesalahan kedua adalah selalu menganggap seorang anak cerdas istimewa (gifted)
adalah anak berkecerdasan luar biasa dan tidak akan mengalami kesulitan,
hambatan, dan masalah. Apa yang menjadi perhatian hanyalah nilai lebih yang
dimilikinya. Ia juga dipandang sebagai anak cerdas luar biasa yang mampu
menyabet angka sepuluh di semua bidang mata pelajaran. Padahal pada anak highly
gifted justru terjadi disinkronitas inteligensia yang tajam.

Kesalahan ketiga adalah bahwa para psikolog dan ahli kependidikan anak cerdas
istimewa (gifted) lebih banyak disibuki dengan bagaimana cara mengembangkan
keberbakatan terutama dalam bidang akademik, tanpa menyentuh masalah-masalah
yang dimiliki oleh anak berbakat.

Kesalahan keempat, dan kesalahan ini sangat umum terjadi, yaitu bila seorang
anak cerdas istimewa sekalipun sudah dapat diketahui bahwa ia memiliki tingkat
inteligensia yang tinggi, namun mengalami prestasi rendah (underachiever) maka
baik guru dan orang tua akan meragukan kecerdasan istimewanya. Umumnya guru
dan orang tua akan meragukan hasil skor IQ yang diperoleh anak.

Kesalahan kelima, banyak orang berpendapat bahwa sekalipun anaknya adalah
seorang anak cerdas istimewa (gifted) maka si anak dapat bersekolah dimanapun
tanpa program khusus bagi anak tersebut.

Kesalahan keenam, adalah kesalahan secara umum yang lebih kepada budaya
malu jika mengakui bahwa anaknya adalah cerdas istimewa (gifted), sehingga untuk
itu tidak perlu mencari bantuan bagaimana strategi pengasuhan dan pendidikan yang
sesuai bagi anaknya. Dengan mengatakan bahwa: Saya tidak berharap bahwa anak
saya gifted, tetapi saya berharap anak saya dapat bersekolah dengan baik, adalah
pernyataan yang mengesampingkan kenyataan, dan justru dapat membawanya
pada track yang salah dalam pengasuhan dan pendidikan.

24
Setengah lusin kesalahan di atas yang sangat sering ditemui di lapangan, bukan
saja menyulitkan bagi orang tua dalam pengasuhannya, tetapi juga dalam
pendeteksian, diagnosa, dan mencari sekolah yang tepat bagi anak-anaknya.
Disamping itu orang tua yang masih belum dapat memahami bagaimana tumbuh
kembang anak-anak gifted tersebut, masih perlu dilakukan pendekatan yang bijak,
agar mampu juga melihat masalah anak-anaknya ke dua arah penanganan.


6. FAKTOR YANG BERPOTENSI MENJADI MASALAH

Jadi faktor apa saja yang bisa berpotensi menjadi masalah pada anak-anak gifted
tersebut, sehingga fihak orang tua bahkan guru seringkali justru tertarik menduga-
duga jangan-jangan anak tersebut penyandang ADHD atau justru penyandang
autisme. Hal ini banyak dibicarakan antara lain oleh Webb dkk (2005), Maureen
Neihart dkk (2002), Susan Baum (2004) dalam bukunya: Twice Exceptional and
Special Populations of Gifted Students; Eleonoor van Gerven (2001) dengan judul
buku: Zicht op hoogbegaafdheid; Frouke Welling (2005) dengan judul buku:
Kinderen en slim zijn, dan dalam buku de Groot & Paagman (2004) dengan judul :
Denkbeelden over Beelddenken .


Berbagai faktor yang dapat berpotensi menjadi masalah adalah:

Beratnya gejala. Bagaimanapun perilaku anak-anak gifted merupakan perilaku
khusus, yang berada diluar ukuran normal. Dalam berbagai hal ia mempunyai
kapasitas yang luar biasa. Sedangkan beratnya gejala sebetulnya merupakan ukuran
yang sangat subjektif diantara kita. Bagaimana kita menilai beratnya gejala,
tergantung dari norma-norma perilaku yang dikembangkan oleh budaya baik di
rumah, sekolah maupun lingkungan. Seberapa besar toleransi kita terhadap perilaku
anak, sehingga suatu bentuk perilaku sampai bisa kita sebut diluar batas normal bagi
seorang anak yang mempunyai potensi bawaan luar biasa ini. Terlebih lagi jika
bentuk pengasuhan yang kita berikan justru akan memberikan keterikatan seorang
anak gifted yang mempunyai kadar dorongan internal yang sangat besar untuk
melakukan eksplorasi, dengan sendirinya ia akan mengalami benturan-benturan
peraturan yang akhirnya hanya menimbulkan bentrok antar orang tua dan anak atau
guru dengan murid. Benturan ini dapat mengakibatkan perilaku membangkang yang
akhirnya bentuknya justru memperlihatkan ia bagai penyandang ADHD.
Dari berbagai cerita dari para orang tua, menurutnya anak-anaknya yang mempunyai
kecerdasan di atas rata-rata dan sangat kreatif itu, mempunyai karakter yang keras
kepala bukan main. Terlebih jika masih balita. Ia akan berbuat sesuai dengan
keinginannya saja. Begitu juga sikapnya di sekolah. Walaupun ia mendapatkan
hukuman, dengan cara keras, sampai lembut, dibujuk sekalipun, jika keinginannya
tak terpenuhi ia akan terus menuntut. Bentuk perilaku seperti ini seringkali bisa
terjebak ke dalam perilaku membangkang.


Hiperaktif dan impulsivitas. Hiperaktif dan impulsivitas seringkali muncul
bersamaan. Kedua faktor ini merupakan komponen besar kedua dalam sistem
klasifikasi untuk kriteria ADHD versi DSM IV. Perilaku yang nampak dari bentuk
perilaku hiperaktif dan impulsivitas ini adalah:
25
- seringkali gelisah
- seringkali berbelit-belit
- selalu on the go
- banyak bicara
- sering kacau
- menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan selesai
- sering tidak bisa menunggu giliran
- sering melakukan interupsi pembicaraan orang lain

Overexcitibilities perkembangan. Tentang perkembangan yang mempunyai
kekhususan yaitu overexcitebilities (emosional, psikomotor, intelektual, sensual, dan
imajinasi) diperkenalkan pertama kali oleh Dabrowski. Pola tumbuh kembang inilah
yang menurut Webb dkk (2004) serta psikolog lainnya, seringkali membawa anak
gifted dianggap sebagai anak bermasalah. Tetapi sebagai orang tua dan guru harus
tetap memahami dan waspada terhadap pola tumbuh kembang yang khusus ini.
Sampai seberapa jauh pola tumbuh kembang ini dapat dinyatakan sebagai pola yang
disorder. Seperti pesan Mnks (2000) bahwa jika kita mempunyai seorang bayi yang
banyak gerak, mempunyai tingkat iritabilitas yang tinggi, maka mau tidak mau kita
harus siap siaga agar kita mampu beradaptasi dengan kecepatan gerak dan
berbagai tingkat perkembangan yang kapasitasnya besar. Sebab bayi-bayi seperti ini
kelaknya akan mempunyai tuntutan yang besar, yang jika kita tak mampu
beradaptasi dengan tuntutannya, maka ia akan menjadi anak yang bermasalah di
hadapan kita.

Disinkronitas perkembangan. Salah satu karakteristik anak gifted adalah
mempunyai disinkronitas perkembangan, mulai dari yang mempunyai jurang tidak
terlalu lebar sampai yang mempunyai jurang terlalu lebar hingga menimbulkan
berbagai masalah lainnya. Disinkronitas ini bisa terhadap berbagai aspek
perkembangan dalam diri seorang anak, namun juga dapat terhadap anak lain.
Disinkronitas perkembangan juga akan sangat menonjol saat anak-anak ini masih
muda, semakin besar dan semakin bertambah usianya, disinkronitas itu akan
semakin menipis dan berbagai gangguan yang disebabkan karena ada disinkronitas
juga akan semakin menipis.

Perkembangan kemampuan visual spatial yang sangat kuat. Salah satu ciri
perkembangan luar biasa pada anak-anak gifted adalah perkembangan kemampuan
dimensi yang luar biasa. Kemampuan ini banyak dijelaskan oleh Linda Silverman
dalam berbagai buku-bukunya, dan juga oleh Roel de Groot (2004). Perkembangan
kemampuan visual spatial yang sangat kuat ini adalah akibat kemampuan
pencanderaan dengan matanya yang luar biasa sehingga menyebabkan tidak
digunakannya pencanderaan dengan telinga. Banyak orang tua yang melaporkan
anaknya dipanggil cuek, seperti tuli, namun sensor telinganya sendiri sangat baik.
Dan ia mempunyai reseptif yang sangat baik. Ia hanya berbahasa pasif, dan
mengalami keterlambatan perkembangan bicara. Seringkali anak-anak ini
sebenarnya merupakan diffrential diagnose (diagnosa pembanding) dari autisme,
justru sering mendapatkan diagnosa autisme ringan (Nyiokiktjien, 2005).

Tingkat aktivitas yang tinggi. Di banyak buku yang membahas tentang anak-anak
gifted, menjelaskan bahwa kebanyakan anak gifted mempunyai jam tidur yang sedikit
saja. Laporan para orang tua mengatakan bahwa kebanyakan anak-anak ini tidak
26
pernah tidur siang, di malam hari tidur sangat larut dan bangun sangat pagi. Bahkan
Webb dkk (2005) mengatakan banyak diantara anak gifted itu tidur hanya 4 5 jam
di malam hari. Ia tidak pernah berhenti bergerak, ataupun melakukan berbagai
aktivitas. Para orang tua sering mengeluhkan tingkat aktivitas yang tinggi ini, karena
menuntut orang tua juga harus beradaptasi terhadap gerak dan kemauannya, yang
luar biasa, dan menyikat tenaga. Melelahkan.


Mudah bosan. Banyak orang tua yang bercerita bahwa peralatan main yang
diberikan padanya dalam waktu singkat sudah dianggap menjadi barang tua. Baru
dibelikan yang satu ia sudah minta yang lain. Sehingga ia cepat sekali berpindah-
pindah alat main. Ia nampak bagai anak yang tidak dapat berkonsentrasi dengan
baik.

Tidak tahan rutinitas. Motivasi kerja justru akan merosot, saat anak-anak gifted ini
diberi kegiatan yang sama setiap hari. Ia memerlukan permainan dan kegiatan
belajar yang setiap hari dapat dikembangkan cepat dan menantang. Baginya
kesalahan apa yang sudah diperbuatnya seringkali tak menjadi hitungan harus ada
pengulangan, kecuali ia memang berkeinginan sendiri. Banyak kegiatan yang
seharusnya bertahap-tahap yang harus dilakukan secara perlahan-lahan akan
segera ditinggalkannya. Pendidikan model konvensional yang menggunakan cara-
cara pengulangan dengan maksud agar lebih menguasai pelajaran baginya justru
akan menjemukan dan memunculkan perilaku yang bisa dianggap bermasalah.

Dorongan internal. Dorongan internal adalah suatu dorongan yang datangnya dari
dalam sebagai motivasi untuk mencapai sesuatu. Faktor dorongan internal ini
merupakan salah satu faktor yang sangat menonjol pada seorang anak gifted.
Dalam melakukan berbagai kegiatan ia akan senantiasa didasari oleh dorongan
internal ini. Andaikan kegiatan yang dihadapinya tidak menarik bagi dirinya,
dorongan internal akan merosot dan motivasi juga merosot, ketahanan kerja pun
merosot. Ia tak mempunyai komitmen lagi dengan tugas yang dikerjakan. Andaikan
situasi dan tawaran pendidikan tidak menarik baginya, maka prestasinya dapat turun
naik, ataupun mengalami masalah prestasi rendah (underachiever). Situasi inilah
yang sering menarik orang tua dan guru, menduga-duga bahwa ia mempunyai
masalah gangguan konsentrasi.

Rasa ingin tahu yang besar. Rasa ingin tahu yang besar pada anak gifted
merupakan potensi bawaan yang justru pada saat balitanya seringkali menyusahkan
pengasuhnya. Sebab rasa ingin tahu ini selalu dimulainya dengan wujud melakukan
eksplorasi melalui inderanya yaitu melalui matanya, sentuhan, telinga, bahkan
kadang juga melalui lidahnya. Rasa ingin tahu yang besar ini juga menyebabkan
anak-anak ini sering seperti anak yang tidak mau mendengarkan nasihat. Rasa ingin
tahu yang besar terhadap cara kerja peralatan mainnya, seringkali ia mencoba
membuka dan melihat bagian dalam perlatan itu untuk kemudian tidak bisa
mengembalikannya lagi. Akhirnya ia sering mendapat julukan: tukang merusak
barang.

Perkembangan bahasa. Berbicara terus menerus tak henti-hentinya, digambarkan
oleh para orang tua seperti membuat yang mendengarkannya ingin melepaskan
telinganya dari kepalanya, atau membuat sakit kepala, dan tuli. Perkembangan
27
bicara pada anak-anak gifted ini seringkali juga diikuti dengan perkembangan
bahasa dan bicara yang luar biasa. Mereka menggunakan bahasa dengan kalimat
yang baik, dan sangat pandai menggunakan kata-kata yang mempunyai arti ganda.
Namun kemampuan pengertian anak-anak sebayanya masih membangun
pengertian dengan kata-kata secara harafiah. Hal ini dapat menjadikan perselisihan
antar teman. Kadang juga terjadi percekcokan dengan guru, karena ia sering
menjawab apa yang guru katakan dan tak mau mendengarkan, sehingga seringkali
juga mendapat julukan anak yang tak mau mendengarkan nasihat.

Keterikatan yang intensif dengan apa yang dihadapi. Anak-anak ini dapat
sangat intensif menghadapi berbagai hal yang tengah ia lakukan bagai tak pernah
lelah serta nampak selalu tersedia enerji yang tak pernah habis-habisnya. Banyak
orang tua yang melaporkan bahwa anak-anak ini jika malam hari dapat langsung
jatuh tertidur, atau bahkan tak bisa tidur dan bangun sepanjang malam. Di sekolah
taman kanak-kanak, saat harus duduk di dalam kelas, kepalanya selalu berputar
kemana-mana, tangan dan kakinya goyang-goyang terus, dan tak bisa duduk diam.
Atau ia tidak duduk di atas kursinya tetapi kepalanya berada di bawah kursi tengah
menikmati perjalanan pencahariannya, karena melihat dari bawah kolong kursi dan
meja rasanya dunia dilihatnya berbeda. Anak-anak ini juga sangat penolong,
sebagai contoh misalnya saat ibu guru tidak bisa membuka satu botol kecil, maka ia
dengan sigap dan dengan caranya yang kreatif dapat membuka botol itu. Saat
keluar main, ibu guru pergi ke kantor, si murid menutup semua botol kecil dengan
isolasitape dengan harapan ia dapat membantu ibu guru membukakan botol.

Berfikir sangat dalam. Masalah yang sering terjadi pada anak-anak ini adalah
sedari sangat muda sudah memikirkan tentang kehidupan dan kematian, gunanya
hidup, dan apa yang terjadi setelah kematian. Hal ini baik bagi orang tua dan juga
guru akan menghadirkan rasa kekawatiran, sebab memikirkan kematian dan
kegunaan hidup adalah suatu hal yang biasa dibicarakan oleh seseorang yang
tengah depresi. Sehingga pertanyaan-pertanyaannya menghadirkan pertanyaan
para orang tua, apakah ia mengalami depresi? Tetapi sebetulnya tidak, hal ini
hanyalah sekedar pertanyaan. Menjawab pertanyaan anak kecil tentang kehidupan
dan kematian, adalah suatu hal yang sangat sulit, karenanya ia membutuhkan
bantuan untuk menjawabnya. Namun hal lain yang bisa kita tarik kesimpulan dari
pertanyaan ini adalah bahwa anak-anak ini mempunyai kemampuan fikir abstrak
yang tinggi, yang radikal bizare, bila dibandingkan dengan anak-anak seusianya.

Kadar empati yang tinggi. Anak-anak ini adalah anak-anak yang mempunyai rasa
empati yang tinggi. Rasa empati adalah suatu kemampuan merasakan penderitaan
orang lain. Ia mampu turut hidup dalam kondisi yang dihadapi orang lain dan karena
kemampuan pengertiannya yang begitu besar mengakibatkan ia sering melakukan
generalisasi. Sampai pada suatu saat dapat terjadi perkembangan yang ekstrim
yang dalam pandangan kita dapat menimbulkan rasa takut. Misalnya saja ia turut
menonton warta berita tentang korban peperangan yang membuat ia menangis
tersedu-sedu, yang pada akhirnya menyebabkan tidak dapat tidur dan memikirkan
bagaimana jika peperangan itu terjadi di tempatnya. Sesungguhnya turut merasakan
dan turut hidup dalam situasi seperti itu, dengan kadar yang ekstrim, bukanlah hal
yang normal terjadi pada anak-anak normal umumnya. Anak-anak ini masih sibuk
dengan dirinya sendiri, dan akibat peperangan pada anak-anak semuda itu dapat
menyebabkan rasa takut yang luar biasa.
28

Haus akan ilmu pengetahuan. Anak-anak dengan loncatan perkembangan kognitif
adalah anak-anak yang selalu haus akan ilmu pengetahuan. Ia dapat juga melihat
sebagaimana mata orang dewasa dan bukan perhatian anak-anak seperti misalnya
tentang ruang angkasa, prehistori, sejarah kuno, budaya, tehnik, dan elektronika.
Sejak masih kecil sekali ia sudah merengek rengek dan bertanya tanya terus tanpa
henti dengan pertanyaannya yang mengapa tentang segala hal yang ia temui. Bila
kita mengajaknya ke mesium, kita sudah sangat lelah, ia masih sibuk dengan segala
macam di kepalanya.

Berfikir logis. Anak-anak ini adalah anak-anak yang mempunyai logika berfikir yang
sangat baik. Ia mampu melihat sesuatu secara global sekalipun pada hal-hal yang
kompleks, ia juga mampu melihatnya satu persatu bagian-bagian yang kompleks itu
dan bagaimana hubungannya. Dalam meletakkan hubungan satu dengan lainnya,
bagi orang-orang sekelilingnya sering tak jelas bagaimana tahapan yang diikutinya,
hal ini karena ia mempunyai cara berfikir asosiasi yang sangat kuat.

Kemampuan berkreasi. Seorang anak gifted adalah anak yang mempunyai
kemampuan kreasi yang melebihi anak-anak lain. Ia adalah pemikir yang mampu
memecahkan permasalahan secara istimewa. Misalnya saja saat ia bermain ia
mampu membuat kreasi sampai yang sangat kompleks. Dalam bermain kita sering
melihat mereka selalu melakukan evaluasi dan melakukan pembaharuan menjadi
bagian-bagian yang sangat kompleks secara keseluruhannya. Umumnya mereka
memanfaatkan apa saja yang ada di sekitarnya untuk eksperimen guna mencari
penemuan-penemuan baru, sekalipun apa yang difikirkan itu bukan selalu hal yang
benar-benar terjadi, artinya hanya merupakan fantasinya saja. Pada situasi yang
ekstrim, sering terjadi situasi yang dibangunnya bagai komik saja layaknya dan tidak
anda inginkan. Contoh, misalnya jika anak-anak ini sedang berfantasi menjadi
penggali harta karun, maka seluruh kebun akan digalinya. Selayaknya kita harus
bergembira dengan hal ini, sebab hal ini adalah merupakan aktualisasi dari faktor
kreativitas dan fantasi. Bila kita tanyakan pada mereka mengapa mereka harus
membongkar semua bagian kebun, ia akan menjawab dengan logikanya dan bahkan
menyajikan ide-ide baru.

Fantasi. Anak-anak ini juga kaya akan fantasi serta mempunyai kreativitas yang
besar. Disamping itu ia juga mempunyai leadership yang besar, sehingga dalam
bermain ia sering kali dijuluki ingin jadi bos. Ia bermain kaya dengan fantasi yang
seringpula tidak dimengerti oleh teman-teman sebayanya.

Konsentrasi dan kuat dalam kemauan mengerjakan tugas. Anak-anak ini sering
terlihat mempunyai konsentrasi dan kuat dalam kemauan untuk mengerjakan apa
yang tengah ia sibuki (hiperfokus), terutama pada aktivitas-aktivitas yang
diminatinya. Sebaliknya bila aktivitas itu tak diminatinya, maka ia akan sangat sulit
diajak berkonsentrasi. Umumnya anak-anak ini saat duduk di taman kanak-kanak
tidak mau mengerjakan tugas menusuk-nusuk, menggunting, dan menempel.
Sebagian ia juga menunjukkan tidak mau jika diberi tugas menggambar.
Kelihatannya anak-anak ini sulit sekali diajak berkonsentrasi. Tetapi jika ia
mengerjakan kegiatan yang ia sukai, maka anak yang tak bisa konsentrasi ini segera
saja berubah menjadi anak yang penuh kensentrasi dan tidak mau lagi berhenti.

29
Kemampuan penyesuaian diri. Adalah hal yang sangat penting untuk
memperhatikan anak-anak ini dalam penyesuaian diri. Karena sering disangka
bahwa perkembangan sosial emosionalnya mengalami ketetinggalan bila
dibandingkan dengan teman-teman sebayanya, padahal sesungguhnya seringkali ia
mengalami loncatan perkembangan sosial emosional juga. Sebagai contoh,
bagaimana kemampuan penyesuaian diri dengan teman-teman sebayanya. Kita
sering memberi penilaian bahwa perilakunya menyimpang, bermasalah, atau
mengalami gangguan perilaku, atau bahkan tertinggal dalam perkembangannya.
Sebagai contoh misalnya seorang anak berusia dua tahun duduk dekat temannya,
lalu ia bertanya :Boleh pinjam mobil yang merah? Temannya memberi mobil yang
kuning, dan dijawab olehnya: Bukan, yang merah! Lalu temannya mengambil yang
lain, berwarna biru. Situasi ini membawa konfrontasi fisik dalam menyelesaikan
masalah karena anak-anak ini belum bisa berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa. Dan daripada temannya itu mendapatkan pukulan lagi segera ia
memberikan mobilan merah yang dimintanya yang memang tersisa hanya satu itu.
Sementara itu kita sebagai orang dewasa selalu mengajarkan bahwa memukul
teman adalah hal yang tidak diperbolehkan, pada akhirnya anak yang mengalami
loncatan perkembangan ini dengan serta merta disimpulkaan serta mendapat
julukan: lemah sosial emosional. Namun sesungguhnya yang terjadi adalah
keadaan yang sebaliknya, karena secara normal anak-anak seusia itu memang
belum mempunyai persesuaian perilaku. Begitu juga yang terjadi pada anak-anak
yang di rumah bisa menggambar manusia dengan sangat bagus dan sangat detil,
namun karena ia melihat teman-temannya menggambar koppoters (boneka jabrik),
maka dengan ego kanak-kanaknya yang besar ia mengatakan: saya juga bisa
menggambar boneka jabrik. Ia kelihatan seperti anak yang sombong.

Angka dan huruf. Lebih dari setengah anak-anak ini kelihatannya sudah sangat
tertarik dan bersembunyi di dalam dunia angka dan huruf. Anak-anak ini di
kepalanya sejak dini sudah disibuki dengan penambahan dan perkalian, serta sedikt-
sedikit membaca yang oleh orang tuanya memang tidak pernah diajari. Bahkan
kemampuan ini seringkali sudah muncul saat mereka masih sangat muda dan masih
jauh dari periode anak sekolah belajar. Namun justru orang tua seringkali tidak
menyadari perkembangan ini. Karena para orang tua umumnya menginginkan anak-
anaknya biarkan bermain terlebih dahulu. Para orang tua baru menyadari karena
terkejut saat melihat ternyata anaknya sudah dapat membaca. Tidak memberikan
kemungkinan perkembangan ini, dapat menyebabkan ia bersikeras pada
keinginannya bermain dengan angka dan huruf, yang akhirnya akan membawa
bentrok antar orang tua dan anak.

Daya ingat yang sangat kuat. Potensi anak gifted ini sejak masih sangat muda
sudah mempunyai daya ingat yang sangat kuat. Banyak diantara anak-anak yang
telah berbulan-bulan masih ingat akan janji yang diberikan guru, sementara gurunya
sudah lupa. Akibatnya akan sangat besar jika guru tidak mengakui akan janjinya
atau tidak memenuhinya, maka keadaan ini akan menyebabkan anak ini mundur lagi
dalam situasi belajar beberapa bulan yang lalu.

Humor. Memang menyenangkan mendengarkan humor anak-anak ini karena
mempunyai kaitan dengan kemampuan penggunaan bahasa yang didukung dengan
kemampuan kreatif dan asosiatif dimana ia bergumul dalam kehidupan. Situasi yang
bagi anak-anak ini relatif normal, namun bagi anak lain belum mengerti apa lucunya.
30
Ia juga sering menggunakan humornya untuk menolak perintah, sehingga seringkali
justru menjengkelkan dan nampak seperti anak yang meledek, atau melawak yang
menjengkelkan.




7. PERLU KESEPAKATAN PERUBAHAN & PEMBAHARUAN
TEORI GIFTEDNESS

Adanya landasan teori pendukung akan menyangkut bukan hanya terhadap
bagaimana pendidikan yang dapat diberikan kepada keragaman bentuk anak cerdas
istimewa, tetapi juga akan menyangkut bagaimana pendeteksian dan
pendiagnosisan, assessment, menangani berbagai permasalahan yang dimiliki dan
dihadapi oleh individu cerdas istimewa ( gifted ) tersebut (faktor eksternal dan faktor
internal ), serta pengasuhannya di rumah yang dapat diharapkan berlangsung secara
simultan dengan pendidikannya di sekolah. Artinya disini diperlukan berbagai teori
pendukung yang dapat memberikan pemahaman yang baik bagaimana tumbuh
kembangnya, personalitasnya dan keunggulan seorang individu cerdas istimewa.
Teori pendukung itu dapat digunakan dalam upaya memberikannya berbagai
layanan yang dibutuhkannya secara menyeluruh (baik ke arah
kesulitan/kelemahannya maupun keunggulannya). Karena itu dibutuhkan berbagai
teori pendukung yang mampu menunjukkan berkecerdasan istimewa (giftedness)
sebagai konsep multifaktor dan dinamis dan yang mampu memberikan arahan
kepada pendeteksian terhadap berbagai sinyal-sinyal seorang individu cerdas
istimewa, dan pendiagnosisannya.

Kecerdasan Istimewa (giftedness) sebagai konsep multifaktor dan
dinamis
Bila dahulu konsep giftedness hanyalah merupakan konsep dari perkembangan
kognitif saja (sebagai single factor), namun konsep itu kini sudah jauh berubah.
Selain konsep berkecerdasan istimewa (giftedness) yang merupakan konsep
multifaktor (inteligensia, motivasi, kreatifitas, dan lingkungan), Mooij (1992); Mnks
& Ypenburg (1995) menambahkan lagi karakteristik giftedness dengan konsep
bahwa giftedness sebagai konsep dinamis. Giftedness sebagai konsep dinamis ini
menyangkut pada perkembangan anak-anak cerdas istimewa yang dari hari ke hari
dan tahun ke tahun mengalami perkembangan khusus yang dinamis, yang berbeda
dengan anak-anak kelompok lain atau dengan kelompok sebayanya.

Sinyal-sinyal individu cerdas istimewa dapat dideteksi melalui (Hogeveen, 2004):
- sinyal tumbuh kembang
- sinyal personalitas
- sinyal berkecerdasan istimewa atau sinyal intelektualitas

31
Tumbuh kembang anak cerdas istimewa
a. Kecerdasan istimewa sebagai perkembangan yang disinkroni.
Penggunaan kata-kata disinkroni (dyssynchronie) pertama kali digunakan oleh Jean-
Charles Terrasier dari Perancis dalam bukunya " Les enfants surdous ou la
prcocit embarrassante" (the exceptionally gifted children or the embarrassing
precocity) tahun 1970. Jean-Charles Terrasier mengambil pengertian disinkronitas
perkembangan pada anak-anak gifted ini dari teori yang dikeluarkan oleh seorang
psikiater Polandia terkenal bernama Kazimierz Dabrowski yaitu The Theory of
Positive Disintegration tahun 1960. Dalam teorinya itu Dabrowski menjelaskan
tentang perkembangan yang overexcitibility berbagai aspek tumbuh kembang
individu gifted, yang meliputi aspek: psikomotor, sensual, intelektual, imajinasi,
dan emosi (de Hoop & Janson, 1999; Webb dkk, 2005).
Disinkronitas perkembangan dapat menyangkut perkembangan antar individu cerdas
istimewa dengan sebayanya (eksternal disinkronitas), tetapi juga dapat
menyangkut perkembangan antar berbagai aspek tumbuh kembang si anak itu
sendiri (internal disinkronitas).

b. Kecerdasan istimewa sebagai perkembangan yang asinkroni (Silverman,
1995, 1997). Linda Kreger Silverman lebih banyak menggunakan istilah
Asynchronous development (perkembangan asinkroni) daripada perkembangan
yang disinkroni sebagaimana yang digunakan oleh Jean Charles Terrasier yang
dipandang oleh Silverman bahwa pengertian disinkroni akan lebih ke arah
pendekatan klinik. Perkembangan yang asinkroni yaitu berupa perkembangan yang
tidak harmonis (uneven development) dalam hal kompleksitasnya, intensitasnya,
tingkatan awarenessnya, serta sosialisasinya.
Internal asinkroni adalah perkembangan individu cerdas istimewa yang mempunyai
tingkat perkembangan yang berbeda antar berbagai aspek tumbuh kembangnya
yang meliputi perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan perkembangan
kemampuan lainnya. Internal asinkroni ini akan berakibat pula pada tingkatan
perkembangan dirinya bila dibandingkan dengan anak usia sebayanya, maupun
dengan anak yang dapat diharapkan seusia secara budaya. Dalam hal ini menurut
Silverman antara konsep disinkroni dan asinkroni adalah sama, namun asinkroni
akan lebih merupakan batasan konsep dalam menjelaskan berbagai facet tumbuh
kembang anak-anak cerdas istimewa yang kemudian merupakan dasar-dasar
pemahaman semua bentuk anak-anak cerdas istimewa.

c. Kecerdasan istimewa sebagai perkembangan dengan skala yang besar.
Perkembangan dengan skala yang besar ini dikemukakan oleh seorang psikiater
Polandia terkenal bernama Kazimierz Dabrowski yaitu The Theory of Positive
Disintegration tahun 1960. Dalam teorinya itu Dabrowski menjelaskan tentang
perkembangan yang overexcitibility berbagai aspek tumbuh kembang individu cerdas
istimewa, yang meliputi aspek: psikomotor, sensual, intelektual, imajinasi, dan
emosi (Webb dkk, 2005, Tolan, 1999).
Dabrowski membicarakan perkembangan yang overexcitibilities
(superstimulatibilities) yang dijelaskan dengan gambaran bahwa bagaimana
seorang anak cerdas istimewa berkembang dalam kondisi yang sangat (ekstrim)
sensitif dalam beberapa area. Ia mempunyai stimulus-respons yang sangat berbeda
dengan norma normal. Hal ini berarti bahwa kelima area tersebut akan bereaksi lebih
kuat dan lama daripada anak normal, sekalipun stimulus itu sangat kecil bentuknya.
32
Hal ini bukan merupakan faktor psikologikal tetapi lebih kepada sensitivitas yang
diatur oleh sistem susunan syaraf pusat (SSP).
Kelima area itu adalah:
Psikomotor
Anak cerdas istimewa umumnya mempunyai perkembangan psikomotor yang
besar,
Selalu bergerak dan banyak enerji, cepat dan banyak bicara, serta
membutuhkan jam
tidur yang lebih sedikit daripada anak normal.
Sensual
Overexcitebilities sensual ini sering ditandai dengan cut the label out of
shirt (menghendaki agar label baju digunting dan dibuang), menyukai hal-hal
yang merangsang sensoris seperti misalnya tekstur, bebauan, rasa dlsb;
tetapi juga bereaksi sangat kuat terhadap input sensory yang negatif (bau
tidak enak, suara gaduh, dsb). Ia sangat sensitif terhadap cahaya, dan suara
yang keras. Tetapi ia juga mempunyai kesadaran yang kuat terhadap estetika,
kecantikan, keindahan, atau menangis mendengarkan lagu sendu.
Imajinasi
Perkembangan imajinasi yang besar ditandai dengan kemampuan berpuisi
yang dalam dengan bahasa yang indah, selalu memimpikan sesuatu, kuat
dalam berpikir visual, dan banyak menggunakan bahasa yang bermetaphora.
Suka melamun, sangat ingat akan mimpi-mimpinya saat malam hari dan
bereaksi sangat kuat terhadap mimpi-mimpinya itu, sangat menyukai cerita-
cerita dongeng.
Intelektual
Perkembangan intelektual yang besar ini sering digunakan untuk
keperluan pendifinisian giftedness, Anak dengan perkembangan logical
imperative, yang suka dengan latihan otak dan puzzel, menyukai untuk
mengikuti penjelasan yang kompleks serta menyukai berbagai penjelasan.
Menyukai berbagai hal yang sifatnya akademik, informai terbaru, games yang
merangsang otak, dan sebagainya.
Emosional
Selain ia mempunyai perkembangan emosi dengan intensitas yang kuat, ia
juga mempunyai perkembangan emosi dengan range yang luas, dalam,
sangat empathi dan mudah merasa iba.



d. Kecerdasan istimewa sebagai perkembangan dengan tempo yang cepat
Perkembangan anak-anak cerdas istimewa telah banyak diketahui mempunyai
perkembangan yang lebih cepat dari teman sebayanya (Silverman, 1995; Mnks ,
2000). Mnks (dalam Mnks & Ypenburg, 1995) menyebut anak berkecerdasan
istimewa dengan perkembangan yang cepat mendahului teman sebaya itu sebagai
anak yang mengalami lompatan perkembangan (kinderen met ontwikkeling
voorsprong).





33
Sinyal sejak bayi

Tanda-tanda atau sinyal tumbuh kembang yang dapat dijadikan patokan sebagai
identifikasi sejak bayi ( Stichting Plato,.2002.)

PERIODE BAYI
Pada perkembangan nol hingga 2,5 tahun, masih terlalu dini untuk memberi label
sebagai anak gifted, namun kepadanya diberi label lain yaitu anak dengan
lompatan perkembangan (kinderen met ontwikkeling voorsprong). Pada anak
tersebut terdapat beberapa gejala yang dapat menunjukkan bahwa kelak anak
tersebut akan berkembang menjadi anak gifted. Gejala-gejala ini umumnya akan
dikenal kembali oleh orang tuanya jika melihat kembali masa-masa lalunya.

Gejala
Lebih besar dan lebih berat dari rata-rata anak yang lahir
Tak sabaran
Cepat dalam perkembangan membalas senyuman dan melihat ke
sekililing
Waktu tidur yang sedikit
Sangat alert
Sangat sensitive
Perkembangannya cepat
Mempunyai pola yang tetap dan teratur
Seringkali sangat tergantung, seringkali menuntut perhatian lebih
Mempunyai daya ingat yang kuat

Untuk perilaku tertentu, menunjukkan lebih cepat berkembang dibanding rata-rata
(tergantung pada minggu atau bulan tertentu diusia bayi):

Motorik halus:
Melihat ke tangannya
Memainkan kedua tangannya di depannya
Mengambil balok kubus
Mengambil balok kubus kedua dengan tangan yang lain
Mengambil dan memasukkan balok kubus dari kotak
Bermain memberi dan menerima

Motorik kasar:
Akan stabil jika dilepas
Merangkak dengan perut di lantai
Menegakkan badan
Merambat
Jalan



Komunikasi dan perkembangan personalitas
Membalas senyuman
Bereaksi terhadap namanya
34
Mengatakan dada, baba, gaga
Bereaksi jika dipanggil namanya
Melambaikan tangan dag dag
Berbicara dengan dua kata yang mempunyai makna
Memahami beberapa kalimat yang digunakan sehari-hari
Dapat menolong diri sendiri
Bermain dengan anak lain
Mempunyai pendapat sendiri
Dapat diberitahu/perintah
Mempunyai inisiatif

Catatan:
Tidak semua anak gifted mempunyai gejala yang lengkap sebagaimana di atas,
namun secara umum mempunyai gejala-gejala yang banyak dari daftar di atas.
Anak-anak yang lahir premature dapat saja berkemungkinan kelaknya ternyata
adalah anak-anak gifted.

Dari laporan para orang tua, umumnya anak-anak ini di minggu pertama sudah
dapat membalas senyuman. Mata mengikuti gerakan juga sangat cepat
berkembang. Banyak dari bayi-bayi ini yang mempunyai jam tidur sedikit. Pada
dasarnya banyak yang menggambarkan anaknya merupakan anak yang
hiperaktif, yang menuntut ekstra enerji dari orang tuanya.
Bayi-bayi ini mempunyai perkembangan merangkak dan berjalan yang lebih cepat
dari jadwal rata-rata. Umumnya berjalan sebelum usia satu tahun.
Yang jelas bila dibandingkan dengan perkembangan rata-rata akan sangat
nampak bahwa bayi-bayi ini mempunyai lompatan perkembangan.

Perilaku overaktif nampak sebagai akibat dari perkembangan sistem
neuromuskularnya, yang telah diketahui bahwa perkembangan sistem
persyarafan anak-anak gifted akan memakan waktu lebih lama daripada rata-rata
anak. Karenanya juga anak-anak ini mempunyai sistem pancaindera yang sangat
sensitif, misalnya terhadap ransang raba, cahaya, dan suara. Disamping itu
ketahanan tubuhnya juga sangat sensitif dan menjadi rentan. Yang perlu
dijelaskan juga adalah bahwa sangat banyak anak-anak gifted yang mengalami
alergi misalnya terhadap bahan pewarna dan penambah rasa.

Kebanyakan bayi akan membawa pengalaman dan kesan-kesannya turut dalam
tidurnya.
Bayi-bayi ini akan lebih tenang jika dikembalikan pada pola-pola yang teratur dan
tertentu. Bila hal ini dilanggar maka anak-anak ini akan bereaksi terhadap situasi,
marah dan selalu menangis.

Dalam kurva berat badan dan tinggi badan, perlu diamati seberapa jauh
pertumbuhannya bila dibandingkan dengan rata-rata anak seusianya. Dalam
pemeriksaan berkala dapat dilihat juga kapan anak-anak ini merangkak, berjalan
dan seterusnya. Bila ia melebihi di atas rata-rata anak seusianya terutama
perkembanga motorik dan kognitif, maka dapat diartikan bahwa bayi-bayi ini
mempunyai lompatan perkembangan.


35

USIA 1-4 TAHUN

Balita usia 2,5 4 tahun dengan lompatan perkembangan biasanya tidak terlalu
banyak masalah bila dibandingkan dengan masa-masa bayinya. Anak-anak ini
belajar segala sesuatu sangat cepat. Mereka menuntut jawab bagi banyak
pertanyaannya untuk mendapatkan informasi, dan mereka juga mengerjakan
sesuatu yang berbeda-beda.
Dalam upaya eksplorasinya yang antusias itu umumnya ia melihat peralatan atau
alat-alat mainnya secara cepat sekali, sehingga sebagai orang tua harus terus
menerus berupaya mencari sesuatu yang baru dan menantang. Seringkali juga
menyulitkan.

Gejala
Mempunyai keterikatan pada pola yang sama
Mandiri
Mempunyai loncatan perkembangan kognitif
Motorik halus
Tidak bisa bermain dengan teman sebaya, namun lebih menyukai
dengan yang lebih tua
Konsentrasi terhadap tugas
Perfeksionisme
Seringkali belajar membaca dan berhitung sendiri
Berkemampuan logik dan analisa yang baik
Mempunyai perhatian yang luas dengan apa yang terjadi di sekitarnya


Dalam melihat gejala-gejala tidak selalu semua gejala akan dipenuhi, namun
seringkali terjadi yang terbanyak adalah mempunyai gejala-gejala di atas.

Untuk melihat adanya lompatan perkembangan umumnya kita dapat mengamati
pemahaman apa saja yang sudah dimiliki anak:
Penjumlahan (banyak/sedikit, lebih/kurang)
Pemahaman waktu (hari ini, besok)
Pemahaman hitungan
Jumlah daftar kata-kata yang dimiliki dan penggunaan bahasa
dibandingkan dengan anak seusianya
Mempunyai kemampuan observasi yang baik
Berpikir logik (sebab akibat)

Tentang perkembangan kognitif ini kita tak perlu menekankan akan menyebabkan
masalah. Biarkan si anak mengembangkan dirinya melalui apa saja yang ia inginkan.
Jangan menghambat perkembangan kognitif misalnya dengan cara melarangnya.

Observasi motorik halusnya melalui:
Koordinasi mata-tangan saat bekerja
Menggambar boneka sebagai ganti menggambar koppoter (boneka
jabrik atau orang-orangan sawah)
Menempel dan menyobek
36
Menyusun manik-manik
Mewarnai dengan potlod
Menggambar pinggiran
Meletakkan puzzel kecil-kecil


Masalah-masalah yang dapat terjadi dalam perkembangan yang buruk

Bila seorang anak balita tidak terdeteksi sebagai anak yang mempunyai lompatan
perkembangan, maka akan menyebabkan masalah dalam perkembangan sosial
emosionalnya. Semakin lambat anak ini terdeteksi, masalah yang ditimbulkan akan
semakin besar.
Pada anak-anak balita kita dapat mengamatinya dari beberapa perilaku di bawah ini.

Perkembangan Sosial
Si anak mengalami kesulitan bila harus melakukan kontak dengan
anak-anak lainnya
Diajuhi oleh teman-temannya
Mengganggu permainan atau pekerjaan teman lain
Banyak terlibat dalam perkelahian dan konflik
Sulit diajak bekerjasama
Sulit berbagi dengan teman lain
Sulit menerima pendapat orang lain
Suka mengolok
Sulit menerima kekalahan
Kurang mengambil inisiatif untuk kontak sosial

Perkembangan emosional
Anak menjadi pendiam dan menarik diri
Takut menunjukkan dirinya
Takut bertanya dan takut menjelaskan sesuatu
Kurang percaya diri dan merasa tidak yakin
Menuntut banyak perhatian dari guru dan teman-temannya
Seringkali menjadi agresif terhadap anak-anak lain
Sulit turut dalam aturan permainan/peraturan dalam kelompok
Sedikit mengeluarkan perasaannya
Bereaksi secara ekstrim dalam kontak fisik
Tidak menikmati sekolah
Selalu bermasalah jika harus berangkat tidur
Kebiasaan yang khas yang selalu muncul (menggigit kuku, keras
kepala tidak mau diberitahu)
Menjadi brutal dan agresif
Hiperaktif dan banyak gerak
Pelamun
Tegang



37
Karakteristik Perilaku dan Personalitas anak cerdas istimewa
(gifted)

Dalam membicarakan anak cerdas istimewa, faktor personalitas populasi ini juga
perlu mendapatkan perhatian yang baik, sebab banyak diantara anak-anak cerdas
istimewa yang mengalami kesulitan untuk dilakukan tes psikometrik (Renzulli, 2005)
terutama pada anak-anak yang dual berkekhususan (dual exceptional). Personalitas
khusus anak-anak cerdas istimewa yang juga banyak dipengaruhi oleh tumbuh
kembangnya yang khusus tadi seringkali mempunyai kemiripan dengan berbagai
gangguan perilaku dan mental, yang bila tidak secara hati-hati maka anak-anak
kelompok ini dapat masuk ke dalam diagnosa lain yang tidak menguntungkan
baginya (Webb dkk,2005; Baum, 2005).

Beberapa tanda-tanda pengenal yang dapat menunjukkan sebagai anak cerdas
istimewa adalah (Mnks & Ypenburg 1995) sebagai berikut (dengan catatan bahwa
tanda-tanda di bawah ini tidak harus selalu memenuhi karakteristik dari seorang anak
cerdas istimewa, karena karakteristik anak-anak cerdas istimewa dari satu anak ke
anak lain dapat berbeda):
- Secara psikologis dalam perkembangannya ia mengalami lompatan
perkembangan yang berakibat seringkali perkembangan intelektualnya jauh
berada di atas usia kalendernya. Hal ini akan mengakibatkan adanya
deskrepansi (perbedaan) antara psikis dan biologisnya yang berdampak pada
masalah pedagogis. Karena itu usia kalender (milestone) secara umum yang
sering digunakan sebagai patokan tumbuh kembang tidak dapat digunakan
untuk populasi cerdas istimewa.
- Anak cerdas istimewa seringkali sejak usia sangat dini sudah mempunyai
rasa ingin tahu yang sangat besar.
- Mempunyai enerji yang luar biasa sehingga menyebabkan ia selalu
melakukan observasi, eksplorasi, dan mempunyai jam tidur yang lebih sedikit
daripada anak-anak normal.
- Sekalipun ia mempunyai ketahanan kerja yang tinggi dan mempunyai
konsentrasi yang intens pada satu kegiatan/tugas tetapi ia juga mampu
melakukan kegiatan lain yang berbeda-beda. Artinya dalam menangkap dan
melakukan pemrosesan informasi ia melakukannya dengan sangat efisien
dengan kapasitas yang besar. Dapat memberikan perhatian ke berbagai hal
sekaligus dengan kualitas yang sama baik.
- Selain mempunyai daya ingat yang luar biasa dan minat yang luas, dan
juga ia mempunyai rasa humor yang besar.
- Memunyai sifat perfeksionis, kemandirian, dan menginginkan kerja
menurut caranya sendiri.
- Perkembangan perfeksionisme dan keinginannya mempelajari berbagai hal
dari dasar, dapat membawanya pada pemikiran-pemikiran yang jauh dan tidak
biasa dipikirkan oleh anak seusianya. Misalnya seorang anak balita cerdas
istimewa sudah memikirkan tentang hal-hal kemanusian, bagaimana manusia
datang dan hidup di bumi, tentang kematian, dimana pemikiran-pemikiran yang
sangat jauh itu dapat membawanya pada cara-cara berpikir yang sangat
berkelanjutan dan dalam. Cara-cara berpikir ini dapat memicunya ke arah
kecemasan dan keinginan bunuh diri, dan memerlukan bimbingan pemikiran
dan pengarahan yang baik.
38
- Sejak dini sekali seringkali mereka sudah belajar membaca dan menulis
dengan caranya sendiri, tanpa diajari. Kemampuan membaca dan menulis
sendiri ini seringkali justru membawa masalah karena motorik halusnya yang
belum berkembang baik dan memadai yang dapat menyebabkannya
kefrustrasian dan justru ia enggan menulis. Untuk hal ini ia memerlukan
perhatian latihan motorik halus.
- Sejak dini sekali seringkali ia sudah belajar tentang pemahaman angka dan
berhitung dengan caranya sendiri tanpa diajari. Cara-cara belajarnya ini
justru seringkali berbeda dengan cara-cara atau metoda yang diajarkan di
sekolah, apabila tak diperhatikan dan si anak dituntut harus mengikuti metoda
di sekolah, hal ini akan membawanya pada rasa kecewa yang luar biasa yang
dapat melahirkan motivasi negatif ke sekolah.
- Mempunyai perkembangan berbicara dan berbahasa yang lebih cepat
daripada anak-anak seusianya dan mempunyai daftar kata-kata pasif yang
melebihi anak seusianya; tetapi sebagiannya mengalami perkembangan
bicara yang sekalipun mendahului teman sebayanya namun kemudian
seringkali berlanjut pada perkembangan berbahasa pasif, untuk kemudian
ia akan cepat mengejar ketertinggalannya.
- Mempunyai perkembangan nalar yang cepat dan sangat baik, mampu
memahami hubungan, sebab akibat dan perbedaan.
- Mengalami ketertinggalan dalam fase objectpermanent . Pada usia anak
normal perkembangan ini akan berlangsung di usia sekitar 18 bulan, yaitu
perkembangan membayangkan seolah-olah orang tuanya berada di sisinya,
sekalipun ibunya tidak berada di sisinya atau tidak terlihat; dan permainan
dapat dianggap sebagai ibunya. Namun pada anak-anak cerdas istimewa
perkembangan ini baru akan berlangsung di usianya yang ke 2,5.
- Mempunyai perkembangan psikomotor yang cepat mendahului teman
sebayanya.



Kecerdasan istimewa dalam konsep pendidikan

a. The Three Rings dari Renzulli

The Three Rings dari Renzulli (1978, 2005) ini banyak digunakan dalam
menyusun pendidikan untuk anak cerdas istimewa, dan merupakan teori yang
mendasari pengembangan pendidikan anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa
(Gifted and Talented children) . The Three Rings dari Renzulli mengidentifikasikan
bahwa giftedness terdiri dari tiga komponen yang penting, yang dapat
memungkinkan terwujudnya prestasi istimewa dari seorang anak cerdas istimewa.
Ketiga komponen itu adalah:
- kapasitas intelektual di atas rata-rata yang ditandai dengan IQ
(skala Weschler) di atas 130
- motivasi dan komitmen terhadap tugas yang tinggi
- kreativitas yang tinggi




39



Adapun model yang telah diperbaiki ini masih belum mencakup populasi anak cerdas
istimewa dan berbakat istimewa (gifted and talented) secara menyeluruh.
Pengidentifikasian di dalam dua dimensi, masih menisbikan populasi cerdas
istimewa yang memiliki kesenjangan tinggi antara kemampuan dan performancenya.
Anak tersebut berkemampuan khusus yang luar biasa tetapi memiliki prestasi yang
rendah didalam kemampuan umumnya (underachiever). Termasuk juga anak-anak
yang memiliki kesenjangan tinggi diantara domain kemampuannya berdasarkan tes-
tes standard IQ , achievement maupun aptitude dan ketidak sesuaiannya terlihat
konstan antara ketimpangan kemampuan kognisi dan kemampuan adaptive dan
prestasi di lapangan. Kategori-kategori ini masih belum memiliki tempat di dalam
konsep The Three Rings Renzullli tersebut (Adinugroho-Horstman, 2007).

b. The Triadich dari Renzulli-Mnks

The Triadich dari Renzulli-Mnks adalah pengembangan dari The Three Rings dari
Renzulli. Model Renzulli-Mnks ini disebut sebagai model multifaktor yang
melengkapi The Three Rings dari Renzulli. Dalam model multifaktornya itu Mnks
mengatakan bahwa potensi berkecerdasan istimewa (giftedness) yang dikemukakan
oleh Renzulli itu tidak akan terwujud jika tidak mendapatkan dukungan yang baik dari
sekolah, keluarga, dan lingkungan dimana si anak tinggal (Mnks & Ypenburg,
1995). Dengan model ini, maka pendidikan anak cerdas istimewa tidak dapat
dilepaskan dari bagaimana peranan orang tua dan lingkungan dalam menanggapi
gejala/sinyal berkecerdasan istimewa (giftedness), toleransi terhadap berbagai
karakteristik yang ditampilkannya maupun berbagai gangguan tumbuh kembangnnya
yang menjadi penyulit baginya; serta bagaimana peranan orang tua dan lingkungan
dalam mengupayakan layanan pendidikannya. Dengan model pendekatan ini, artinya
perlu adanya keterlibatan pihak orang tua dalam pengasuhan di rumah agar
berpartisipasi secara penuh dan simultan dengan layanan pendidikannya di sekolah.


40

Dengan begitu model ini lebih maju ke depan daripada The Three Rings Renzulli,
dimana dengan menggunakan Triadich Renzulli-Mnks ini, maka akan terjadi
penuntutan agar sistem pendidikan, keluarga, dan lingkungan dapat memberikan
dukungan yang baik dan mengupayakan agar anak didik dapat mencapai prestasi
istimewanya, sehingga diharapkan tidak akan terjadi adanya kondisi prestasi rendah
(underachiever) dari seorang anak berkecerdasan istimewa. Dengan model
pendekatan teori ini juga, maka anak-anak yang mempunyai gejala/sinyal-sinyal
berkecerdasan istimewa atau giftedness (sinyal tumbuh kembangnya, sinyal
personalitasnya, dan sinyal intelektualnya) sekalipun underachiever masih dapat
terdeteksi sebagai anak berkecerdasan istimewa yang memerlukan dukungan dari
sekolah, keluarga dan lingkungan agar ia dapat mencapai prestasi istimewanya.
Dengan model pendekatan teori ini sekalipun menuntut perhatian yang besar
terhadap berbagai komponen (sekolah, keluarga, dan lingkungan) untuk
mendukungnya, namun model ini menjadi lebih fleksibel dalam melakukan
pendeteksian dan pendiagnosisan anak berkecerdasan istimewa, terutama dalam
mengahadapi anak-anak berkecerdasan istimewa dengan kondisi tumbuh kembang
yang mengalami disinkronitas yang besar dan krusial, berkesulitan dan bergangguan
belajar (learning difficulties & learning disabilities), serta yang mengalami
komorbiditas dengan gangguan lainnya (gangguan emosi dan perilaku yang
patologis). Fleksibilitas yang dimaksud adalah dalam upaya penggunaan daftar/list
dan alat-alat ukur assessment (Hogeveen, 2004, Mnks & Pflger,2005)).

c. The Munich Model dari Kurt Heller (Heller, 2004)
Study longitudinal tentang berkecerdasan istimewa (giftedness) yang disebut
sebagai The Munich Study of giftedness adalah study yang berdasarkan pada
klasifikasi psikometrik dengan beberapa tipe giftedness atau faktor talenta. Model ini
disebut model multidimensional karena berisi tujuh kelompok faktor kemampuan
yang relative independent. Kelompok faktor kemampuan ini disebut faktor predictors,
yaitu inteligensia, kreativitas, sosial kompetensi, musik, artistic, ketrampilan motorik,
dan inteligensia praktikal. Disamping itu model ini juga mempunyai beberapa
domain kinerja (criterian variables) yaitu variable personalitas (misalnya motivasi),
dan faktor lingkungan yang akan bekerja sebagai moderator yang dapat merubah
potensi istimewa individu ke performa istimewa dalam bentuk beberapa domain.
Model ini juga mempunyai konsep bahwa giftedness juga mempunyai kaitan dengan
41
faktor-faktor nonkognitif yaitu motivasi untuk berprestasi, pengontrolan terhadap
harapan-harapan, dan bagaimana konsep diri si anak.




42
Model multifaktor dari Kurt Heller ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari
Triadich Renzulli-Mnks dan Multiple Intelligence dari Howard Gardner. Namun bila
Gardner menyebutkan faktor-faktor yang dibicarakan itu sebagai inteligensia
(kecerdasan), tetapi Kurt Heller meletakkan berbagai faktor dari Howard Gardner
tersebut sebagai bidang-bidang prestasi atau bidang-bidang ketrampilan (bukan
kecerdasan, sebab Kurt Heller tetap mengacu tingkat kecerdasan dengan
menggunakan psikometrik berdasarkan pemahaman inteligensia dari Piaget). Teori
Multiple intelligence tidak memperhitungkan bahwa potensi berkecerdasan istimewa
adalah dipengaruhi oleh faktor genetik sebagaimana konsep yang dikembangkan
oleh Kurt Heller. Kurt Heller tetap berpendapat bahwa prestasi akan ditentukan baik
karena adanya faktor-faktor individu dan bawaan (genetik) serta dipengaruhi pula
oleh lingkungan. Kurt Heller tetap menggunakan konsep bahwa prestasi dipengaruhi
oleh Nature + Nurture.

Model dari Kurt Heller ini kini mulai banyak digunakan oleh berbagai negara dalam
rangka aplikasi di lapangan pendidikan anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa
(Gifted and Talented Children) . Dengan Munich Model dari Kurt Heller pihak sekolah
dapat dengan segera mengetahui bagian mana yang lemah dan bagian mana yang
kuat pada seorang anak. Dengan menggunakan model ini akan dapat segera
diketahui tindakan apa yang dapat diambil oleh pihak sekolah, orang tua, dan murid.
Dengan model ini pula dapat ditentukan dengan segera program apa yang dapat
diberikan pada murid untuk mengatasi kesulitannya agar ia mampu berprestasi
secara istimewa.





8. MANFAAT PEMBAHARUAN TEORI TERHADAP PENDIDIKAN


Dengan berbagai perubahan penggunaan dasar teori giftedness, maka dampaknya
adalah perubahan cara pendeteksian, pendiagnosisan, pengasuhan, dan
pendidikan anak-anak cerdas istimewa. Namun pembaharuan dan perubahan ini
memerlukan kesepakatan baik dalam tataran perguruan tinggi yang menjadi pusat
pengembangan ilmiah, maupun dalam tataran praktikal di lapangan yang didukung
oleh peraturan pemerintah. Tanpa adanya pembaharuan dan perubahan secara
nasional, maka penanganan anak-anak cerdas istimewa Indonesia hanyalah akan
bersifat sporadis, debat panas dan kontroversial akan tetap terus berlangsung. Hal
ini hanya akan merugikan anak didik karena tak terpenuhinya tumbuh kembang anak
dan pendidikan yang mendukung kebutuhannya. Dunia pendidikan Indonesia pun
akan senantiasa tertinggal dari metoda dan tingkat mutu pendidikan secara
mainstream internasional.

Dalam kelas reguler/inklusi dan kurikulum berdiferensiasi

Dalam laporan penelitian tiga bagian yang salah satunya adalah penelitian metateori
yang dilakukan oleh T.Mooij dkk (2007) dari Centrum voor Begaafheid Onderzoek
(pusat penelitian giftedness) Universitas Nijmegen Belanda, memperlihatkan
43
bahwa trend pendidikan anak cerdas istimewa secara mainstream kini lebih
menyadari bahwa pendidikan untuk berbagai kelompok gifted ini lebih baik berada
dalam sekolah atau kelas-kelas reguler bersama dengan anak-anak usia sebayanya.
Hal ini dimaksudkan agar anak-anak ini dapat melakukan kontak yang baik dengan
peer grup atau sebayanya, guna pengembangan sosial emosional yang tepat yaitu
pengembangan self-esteem yang baik serta self-concepts yang realistis.
12


Disamping itu, anak-anak ini juga membutuhkan metoda tersendiri terutama
ditujukan pada aktualisasi prestasi dengan pendekatan multitalenta (lihat teori
multifaktor dari Kurt Heller), maka dalam kelas-kelas reguler kepadanya diperlukan
kurikulum yang sesuai dengan level masing-masing serta adanya kurikulum
berdiferensiasi. Bentuk sekolah atau kelas reguler yang menerima beragam keunikan
anak, dan memberikan tawaran pedidikan sesuai dengan keunikan anak didik,
disebut sebagai kelas atau sekolah inklusi.

Beragam kelas atau sekolah inklusi yang banyak dikembangkan oleh berbagai
negara mempunyai beberapa keragaman. Sebagai misal, Norwegia yang telah
memulai pendidikan melalui kelas inklusi sejak adanya reformasi pendidikan tahun
1994 yang meletakkan anak-anak gifted bersama beragam anak-anak berkebutuhan
khusus lainnya seperti anak berkecerdasan kurang dan terbatas, cacat fisik primer,
dan anak-anak normal. (Bentuk seperti ini biasa disebut full-inclusion). Bentuk
sekolah atau kelas inklusi seperti ini membutuhkan tawaran pendidikan dengan
banyak level atau komptensi. Namun negara Belanda meletakkan anak gifted dalam
sekolah inklusi yang terbatas bersama 4 kelompok lainnya yaitu: penyandang
ADHD, Autisme, learning disabilities dan anak normal. Berbeda dengan model yang
dikembangkan oleh Norwegia, dalam Undang-undang pendidikan Belanda, sekolah
reguler sebagai sekolah inklusi hanya menerima anak berkecerdasan normal ke
atas, dan tidak bergangguan cacat primer. Bentuk sekolah seperti ini telah berdiri
sejak tahun 1990 dengan nama program We Zijn Weer Samen Naar School atau Kita
Kembali Sekolah Bersama-sama. Nama seperti ini diberikan karena semula anak-
anak berkebutuhan khusus tersebut dipisah diletakkan di sekolah-sekolah khusus.
Bentuk pendidikan di Belanda kini lebih kepada pendekatan sistem kompetensi atau
level, dibagi dalam 3 kompetensi, yaitu kompetensi atas, rata-rata, dan bawah. Dan
juga lebih kepada pendekatan pendidikan yang adaptif (adaptive education),
dimana materi pendidikan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
murid (Mnks & Pflger, 2005, Dodde & Luene,1995 )

Maksud diadakan kurikulum berdiferensiasi bagi anak-anak gifted ini adalah (Mooij,
2007):
- meningkatkan motivasi belajar anak didik
- menghindari kebosanan dalam menempuh pelajaran
- agar perkembangan anak menjadi lebih baik





12
Contoh perkembangan self-esteem yang baik dan self-concepts yang realistis misalnya, si anak mampu
mengaktualisasikan dirinya sebagaimana dirinya, memahami kekuatan dan kelemahan apa yang dipunyai.
Sebagai contoh, ia memahami bahwa dirinya adalah penulis yang baik, dan ia bisa berbangga dengan
kemampuannya yang luar biasanya.
44


Diferensiasi kurikulum bagi anak gifted dapat dibagi dalam 4 bentuk (Mooij dkk,
2007):
1. Pengkayaan (enrichment): yaitu berupa tawaran ekstra materi pelajaran yang
dimaksudkan untuk pendalaman dan perluasan.
2. Pemadatan atau pemampatan (compacting): yaitu berupa pemampatan
materi pelajaran reguler. Atau dengan kata lain bahwa pelajaran yang diberikan
tidak perlu dilakukan pengulangan-pengulangan yang memang diperlukan sebagai
latihan bagi anak-anak normal
13
.
3. Paruh waktu (part-time) dalam kelompok-plus atau kelas-plus (pull-out):
dimana dalam kelompok/kelas itu diadakan ekstra aktivitas atau program yang
menantang khusus untuk anak-anak gifted. Kegiatan dalam kelompok/kelas plus
ini dilakukan beberapa jam dalam satu minggu. Bila anak-anak gifted tersebut
membutuhkan kegiatan yang menantang guna memenuhi kebutuhan
keberbakatannya, ia dapat sementara waktu keluar dari kelasnya (pull-out), masuk
ke dalam kelompok-plus atau kelas-plus tersebut, bersama-sama dengan anak-
anak gifted lainnya dalam berbagai usia mengerjakan berbagai proyek yang
diminatinya. Kelas-kelas seperti ini sering juga disebut Kangaroo-class.
4. Percepatan (acceleration): yaitu berupa lompat kelas (Class skipping). Namun
percepatan ini membutuhkan beberapa pertimbangan berupa:
- kematangan sosial emosional
- kapasitas intelektual
- prestasi
- adanya lompatan perkembangan didaktik
- persetujuan orang tua
- penerimaan guru


Perlu psychoeducational assessment dan diagnostic

Dari penelitian-penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dalam
pelaksanaannya, terutama di sekolah dasar dan taman kanak-kanak, anak-anak
gifted itu tidak bisa mendapatkan program pengembangan keberbakatan yang sama
antara satu anak dengan anak lainnya. Hal ini selain disebabkan karena tumbuh
kembang mereka sangat beragam yang umumnya masih sangat krusial, disamping
juga kekuatan kemampuan atau bakat anak dari satu anak ke anak lain akan
berbeda-beda. Diantara mereka masih banyak yang membutuhkan terapi remedial
terutama di bagian perkembangan bahasa & bicara, perkembangan sosial
emosional, dan perkembangan motorik halus. Karena itu program diberikan
sefleksibel mungkin ke dua arah sekaligus, terhadap berbagai kekurangan melalui

13
Dalam pengalaman sebagai orang tua mendampingi pendidikan anak gifted di Belanda, compacting yang
diberikan pada anak kami dilakukan di sekolah dasar kelas atas (kelas 5 dan 6) saat anak-anak telah mampu
mencapai tingkat keharmonisan tumbuh kembang yang baik. Compacting dilakukan dengan cara tidak
memberikan pengulangan pelajaran bagi kelompok anak gifted, dan sisa jam yang ada dimanfaatkan untuk
mengembangkan ketrampilan kerjasama dalam kelompok (ketrampuilan sosialisasi), memperluas wawasan
dengan melakukan wisata ilmiah ke berbagai perusahaan, peternakan, penangkaran udangdan ikan, atau wisata
kunjungan ke objek-objek konservasi alam. Disamping juga pengembangan seni dan olahraga. Pengembangan
kreativitas dalam kompetensi seni dan olah raga dilakukan diluar jam sekolah sebagai pelajaran ekstra kurikuler
berupa kompetisi meraih kejuaraan tingkat regional maupun nasional.
45
program remedial dan juga ke arah pengembangan keberbakatannya. Setiap anak
yang membutuhkan perhatian khusus akan mendapatkan IEP (individual education
program) yang dievaluasi dan dilakukan pembaharuan program setiap satu
semester. Untuk ini semua, si anak memerlukan psychoeducational assessment and
diagnostic, agar bisa ditentukan bentuk-bentuk intervensi apa yang cocok untuknya
serta bentuk program pengembangan keberbakatan yang bagaimana yang cocok
untuknya. Program akselerasi hanya diberikan kepada mereka yang memang
mampu meraih prestasi yang sangat baik, mempunyai perkembangan sosial
emsoional yang memadai jika diberikan akselerasi berupa lompat kelas, dan
mempunyai perkembangan kemampuan didaktif yang memang sangat baik
(Hoogeven dkk, 2004; Mooij dkk, 2007)
14
.

Psychoeducational Assessment dan diagnostic seperti yang dibutuhkan seperti ini
memang belum banyak dipelajari di Indonesia, karena itu orang tua sangat kesulitan
untuk mencari sekolah yang memang menyediakan atau mempunyai jejaring dengan
pusat pelayanan psychoeducational tersebut.

Mengutamakan keharmonisan tumbuh kembang

Dunia pendidikan masa kini adalah pendidikan yang meletakkan dasar-dasar
keharmonisan tumbuh kembang. Pendekatan ini bukan hanya ditujukan bagi anak-
anak yang mengalami tumbuh kembang yang berbeda tetapi juga anak-anak yang
mempunyai perkembangan yang sesuai dengan patokan tumbuh kembangnya.
Terlebih kepada anak-anak gifted, yang mempunyai pola alamiah tumbuh kembang
berbeda dengan anak-anak sebayanya, maka mau tidak mau pendidikan anak-anak
gifted terutama di usia muda seperti di taman kanak-kanak dan sekolah dasar,
selayaknyalah jika keharmonisan tumbuh kembangnya justru menjadi perhatian
utama. Karenanya lingkungan belajar sejak di usia dini dan sekolah dasar harus
mampu memberikan tawaran pendidikan yang cukup sesuai dengan tingkatan
perkembangannya.

Dari berbagai penelitian untuk melihat seberapa jauh sudah tawaran
pendidikan yang diberikan kepada siswa-siwa gifted, menunjukkan bahwa (Mooij,
2007):
- Anak-anak gifted yang mendapatkan pendidikan dalam sekolah khusus
atau kelas khusus akan menunjukkan prestasi pendidikan dan pengembangan
kognitif yang baik, tetapi mempunyai self-concepts atau persepsi terhadap diri
sendiri yang rendah.
- Program percepatan hanya dapat diberikan kepada anak-anak gifted
yang memang sudah mempunyai fungsi yang baik (secara kognitif, prestasi,
dan sosial emosional).
- Dalam program pengkayaan (enrichment), berbagai mata ajaran harus
dikuasai terlebih dahulu, artinya kepada anak-anak gifted ini diperlukan
program compacting mata ajaran reguler. Hal ini dimaksudkan agar dalam
program pengkayaan dimana si anak melakukan pendalaman dan perluasan,
ia sudah menguasai dasar-dasar teori terlebih dahulu.

14
Diagnosa dokter seperti misalnya ADHD dan Autisme tidak lagi masuk ke dalam kelas. Di dalam kelas agar
guru dapat melaksanakan tugasnya, diagnosa dokter perlu diterjemahkan ke dalam psychoeducational diagnostic
melalui assessment yang dilakukan oleh psikolog dan orthopedagog.
46
- Sejak dini sekali anak-anak gifted memerlukan pendidikan yang
sefleksibel mungkin, individual, dukungan yang terus menerus secara
pedagogis, sosial, emosional, kognitif, pengorganisasian proses
pembelajaran, serta evaluasi dan pemantauan efek program yang diberikan
kepadanya.
- Umumnya sekolah-sekolah dalam memberikan program layanan
kepada anak-anak gifted, lebih mendahulukan mata ajaran matematika (dan
science) daripada pelajaran yang lebih mengutamakan bahasa. Karenanya
justru seringkali akan memunculkan underachiever (prestasi rendah). Karena
itu program berkemampuan bahasa juga perlu diberikan.


9. PENUTUP dan SOLUSI

Pengembangan sekolah inklusi

Sekolah inklusi memang masih baru di Indonesia, namun diharapkan mampu
mengatasi masalah terutama bagi anak-anak yang mempunyai inteligensia normal
ke atas tetapi mempunyai hambatan dalam pembelajaran. Jika saja orang tua
mendapatkan informasi yang berbeda-beda, akan bisa dimaklumi. Karena bentuk
sekolah inklusi pun mempunyai keragaman juga. Orang tua bisa saja mendapatkan
informasi bahwa yang masuk sekolah inklusi hanyalah anak-anak berkebutuhan
khusus saja dengan berbagai masalahnya, atau dapat saja orang tua mendapatkan
info bahwa arti inklusi adalah sekolah reguler/umum yang dapat menerima juga anak
berkebutuhan khusus dengan inteligensia normal ke atas. Atau mendapat info
bahwa anak berkebutuhan khusus apapun diagnosanya dengan inteligensia di
bawah normal pun dapat turut belajar di kelas reguler. Ini memang cukup
membingungkan bagi orang tua.

Pada dasarnya sekolah inklusi adalah sekolah yang menghargai individu dengan
keunikannya dan menerima tawaran pendidikan yang adaptif. Dengan begitu tujuan
inti pendidikan yang ditetapkan sampai seberapa jauh pendidikan yang harus
dicapai, menjadi fleksibel. Fleksibilitas ini disebabkan karena pendidikan di dalam
kelas menjadi multilevel. Setiap anak akan berada dalam levelnya yang disebut
kompetensinya. Karena itu pendidikan dalam kelas inklusi bukan lagi berdasarkan
konten (Content based curriculum) sebagaimana yang biasa diberikan dalam kelas
reguler konvensional, namun pendidikan dalam kelas inklusi diberikan berdasarkan
kompetensi (Competence based curriculum). Dalam menempuh pelajarannya
seorang anak akan menempuh jalur pendidikannya dalam levelnya berdasarkan
kompetensinya, dan dengan metoda pembelajaran yang sesuai dengan kondisinya
(Crealock & Kronick, 1993).
Kita ambilkan contoh seorang anak gifted yang mempunyai kekuatan dalam
perkembangan kognitif tinggi (higher order thinking) yaitu pemahaman, analisa,
sintesa, dan kemampuan memecahkan masalah yang didukung oleh kreativitasnya
yang tinggi. Maka kepada anak-anak gifted ini tugas-tugas perlu diberikan dalam
bentuk tugas yang mengutamakan kemampuan kognitif tinggi ini, serta tidak
dilakukan pengulangan-pengulangan yang hanya akan memunculkan kefrutrasian
karena seorang anak gifted sangat tidak tahan terhadap bentuk pengulangan dan
drilling. Sementara itu karena kelemahan seorang anak gifted umumnya dalam
47
kemampuan kognitif rendah (lower order thinking) seperti menghapal, maka
kepadanya untuk kemampuan menghapal perlu diberi ekstra perhatian dengan
menggunakan metoda permainan agar ia merasa fun dan tidak membebaninya.
Sebaliknya seorang anak penyandang autisme, adalah anak-anak yang mempunyai
keterbatasan dalam kemampuan analisa-sintesa, pemecahan masalah, dan
kreativitas. Cara berpikir seorang anak penyandang autisme adalah sangat harafiah,
dalam bentuk fragmen-fragmen atau potongan-potongan kejadian. Karena itu
metoda pengajaran yang paling tepat baginya adalah bimbingan tahap pertahap dan
sekuensial yang memerlukan pengulangan-pengulangan. Metoda yang diberikan ini
adalah metoda yang sangat berlawanan dengan anak-anak gifted.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam bentuk sekolah seperti ini
dibutuhkan deteksi, diagnosa psiko-pedagogi, dan skrining yang baik.
Sekolah inklusi dengan diferensiasi metoda dan materi di dalam kelas, juga
menuntut keikut sertaan orang tua dalam mensukseskan pendidikan. Dalam hal ini
orang tua beserta lingkungan perlu dilibatkan secara aktif.


Kerjasama antar departemen

Bagaimanapun, membangun pendidikan anak-anak Indonesia yang berslogan
Education For All, tidak bisa hanya dengan setumpuk teori dan peraturan, tetapi
memerlukan perjuangan mewujudkan tiang-tiang penyangga pendidikan yang
menghormati hak azazi anak untuk mendapatkan pendidikan yang sebaik-baiknya,
menghargai keunikan masing-masing dan mengutamakan perhatian ekstra dan
pendidikan pada anak-anak terutama anak-anak yang mempunyai resiko,
sebagaimana Deklarasi Dakar tahun 2000.
Tiang penyangga bagi tawaran pendidikan yang adaptif bagi anak didik adalah
asesmen yang jelas yang dikerjakan oleh sejumlah profesi secara multidisiplin dalam
sebuah lembaga bantuan pedagogi dan psikologi. Hal ini untuk menentukan bentuk
pendidikan yang bagaimana yang dibutuhkannya, dan metoda apa yang diperlukan.
Lembaga bantuan pedagogi dan psikologi (psychoeducational assessment
center) ini adalah lembaga yang paling dekat dengan guru kelas, murid, dan orang
tua. Di lembaga inilah diagnosa dokter diterjemahkan menjadi sebuah diagnosa
pedagogi dan psikologi yang berbagai advisnya berupa metoda pengajaran bisa
dilaksanakan oleh guru di dalam kelas saat mengajar membaca, berhitung, dan
menulis, serta membina perkembangan sosial emosional murid. Lembaga ini selain
memberikan bimbingan pada guru, tetapi juga kepada murid dan orang tua.
Apabila oleh lembaga asesmen pedagogi psikologi ini diperlukan diagnosa fisik dan
neurology, maka ia memerlukan bantuan dari pusat-pusat layanan kesehatan yang
memahami masalah kesehatan yang berkaitan dengan pendidikan. Misalnya
masalah gangguan belajar (learning disabilities) berupa disleksia, disgrafia, dan
diskalkulia, yang merupakan gangguan neurologis dan long live disabilities.
Sayangnya alat ukur untuk menentukan bahwa seorang anak mengalami gangguan
belajar bentuk ini belum dipunyai oleh Indonesia.
Begitu pula berbagai terapi perilaku, emosi, sosial, dan remedi yang membutuhkan
ilmu kedokteran dan kesehatan lainnya memerlukan bantuan dari sektor kesehatan.
Dengan begitu sedikitnya ada tiga sektor atau departemen yang memerlukan
kerjasama yaitu: Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan, dan Departemen
Sosial.

48



Hindari diagnosa yang spekulatif

Diagnosa yang spekulatif bagi anak-anak dengan kekhususan perkembangan ini,
sangat marak ditemukan di lapangan. Umumnya terhadap anak-anak balita, saat
mana berbagai symptom bermacam gangguan masih saling menutupi. Misalkan
symptom gangguan perkembangan autisme sebetulnya adalah diagnosa
pembanding gangguan perkembangan bahasa dan bicara ekspresif (reseptifnya
baik). Gangguan perkembangan bahasa dan bicara ekspresif ini tidak pernah diikuti
dengan gangguan autisme (Nyiokiktjien, 2005). Termasuk didalam gangguan bahasa
dan bicara ekspresif ini adalah anak-anak gifted yang pada dasarnya mempunyai
inteligensia tinggi kreatif dan sangat visual spatial learner. Seringkali terjadi, kedua
kelompok anak-anak ini tidak dipisahkan, dan dimasukkan ke dalam diagnosa
autisme.
Diagnosa yang spekulatif ini terjadi karena tatalaksana diagnosa anak bergangguan
perkembangan di Indonesia umumnya menggunakan tatalaksana yang:
- Tidak multidisiplin
- Tidak melalui observasi jangka panjang berkesinambungan
- Tidak mengikut sertakan orang tua
- Tidak ada catatan berkesinambungan

Seringkali ditemukan pula diagnosa tidak dalam bentuk laporan tertulis yang berisi
hasil observasi dan pengukuran, hanya diucapkan oleh penegak diagnosa, sehingga
orang tua kesulitan untuk meneruskan temuan ini ke pihak-pihak lain yang
berkepentingan.
Kadang terjadi diagnosa yang spekulatif ini menuju kepentingan lain bukan kepada
kepentingan anak. Dialog seperti ini di dalam klinik kadang juga dilaporkan oleh
orang tua:

+ Dok saya baca bahwa anak autis dan gifted sebelum usia tiga tahun sering
menunjukkan gejala yang sama ya Dok?
- Betul, iya kalau nanti ternyata gifted, kalau autisnanti kan telat, maka
cepat-cepat saja diterapi.
- Kalau tidak diterapi nanti anaknya begini-begini saja. (tanpa
menjelaskan bahwa ada kelompok anak sebagai diagnosa pembanding yang
mempunyai pola perkembangan alamiah yang mengalami maturity delayed
yang membutuhkan metoda penanganan yang berbeda)

Autisme adalah sebuah gangguan perkembangan yang parah, hingga kini bidang
kedokteran belum mendapatkan obat bagi gangguan perkembangan autisme ini.
Psikostimulan yang diberikan hanyalah untuk mengendalikan emosinya yang labil.
Karena itu anak-anak ini sering mendapatkan pengobatan alternative yang tak jarang
pula radikal dan no proven serta merugikan (baik bagi anak secara fisik dan
psikologis, tetapi juga biaya, dan emosi orang tua). Orang tua seringkali juga
berpendapat, Kalau memang baik whay not? Maka orang tua pun terlibat pada
trial and error dalam pengobatan anak-anaknya tanpa ada lembaga perlindungan
anak yang mampu membimbingnya. Sebaiknya apabila diagnosa itu meragukan
maka perlu dilakukan second opinion dan pembahasan diagnosa pembanding atau
49
differential diagnosis (jika perlu pada ahli lain) dan dilihat mana yang yang paling
cocok, baru dibuatkan tatalaksana rencana penanganan. Membahas differential
diagnosis juga diperlukan pengetahuan kedua diagnosa tersebut atau berbagai
gangguan lainnya yang menjadi diagnosa pembandingnya. Tidak adanya
pengetahuan tersebut maka yang akan terjadi hanyalah kesalahan penegakan
diagnosa karena telah melakukan spekulasi diagnosa.

Disamping itu sudah banyak pengalaman diantara para orang tua, anak-anak ini
kemudian hanya difokuskan pada perbaikan-perbaikan dengan harapan menjadi
normal (yang tidak mungkin bagi penyandang autisme), sementara itu pada anak-
anak gifted yang menerima diagnosa autisme maka giftednessnya sama sekali tidak
mendapatkan perhatian, yang justru memunculkan masalah baru yang lebih
membuat rumit.

Guna menghindari diagnosa atau pelabelan yang spekulatif yang banyak terjadi ini,
maka mau tidak mau semua profesi yang terlibat dalam tumbuh kembang anak,
pendidikan, dan terapi bermacam gangguan, juga mempelajari personalitas dan pola
alamiah tumbuh kembang anak-anak gifted.

Bila penegakan diagnosa masih juga meragukan, yang dapat dilakukan adalah
menghindari pelabelan, kepada anak hanya dijabarkan deskripsi berbagai gangguan,
atau faktor lemah dan faktor kuat yang dimiliki anak ini semua dimaksudkan dalam
rangka intervensi, pengasuhan, dan pendidikannya. Kepada anak diberi intervensi
sambil diobservasi secara mendalam, secara berkala dilakukan evaluasi dan
updating intervensi.



Hindari psedo-ilmiah

Psedo-ilmiah atau pseudoscience ini kini banyak kita temui di pasaran bebas dengan
mengatasnamakan pengasuhan (parenting) dan pendidikan. Umumnya berbahasa
ilmiah tetapi menggunakan dasar pijakan yang mengesampingkan faktor bawaan
atau genetik yang merupakan blue print dari perkembangan seorang anak. Dengan
berkembangnya teknologi penciteraan otak dan penelitian perkembangan otak yang
berkaitan dengan perkembangan inteligensia dan pendidikan, dunia pendidikan kini
lebih menekankan pada pendekatan nature + nurture. Prestasi seorang anak akan
senantiasa ditentukan oleh bagaimana nature biologisnya plus bagaimana nurture
atau pengasuhan dan pendidikan dengan metoda yang tepat baginya. Semakin hari
kini, kesadaran dunia pendidikan dalam upaya-upaya prevensi terhadap masalah
kesulitan belajar menjadi semakin baik. Dunia pendidikan kini semakin pula
menekankan pada school readiness (kesiapan bersekolah) dengan cara-cara
menelusuri bagaimana tumbuh kembang seorang anak dan jika ternyata
diketemukan seorang anak mengalami ketidak selarasan perkembangannya, segera
diupayakan berbagai tindakan prevensi agar anak tersebut tidak mengalami
kesulitan saat masuk ke sekolah dasar. Namun sebaliknya upaya-upaya prevensi ini
seringkali dipopulerkan secara berlebihan melalui berbagai kegiatan yang tujuannya
adalah menjadikan anak kita sebagai anak cerdas maupun jenius, tanpa
memperhatikan lagi faktor kondisi bawaan seorang anak (Zigler dkk, 2002).
50
Bentuk psedo-ilmiah ini bukan saja ramai dalam dunia pendidikan, tetapi juga dalam
dunia kesehatan dengan menggunakan pendekatan pengobatan biomedical
(megadosis vitamin, food supplement, dan berbagai mineral) untuk merubah
biochemical dan smart drugs yang plasebo yang diharapkan dapat merubah struktur
otak dengan maksud terjadi perbaikan inteligensia seorang anak.
Diharapkan sekali pihak-pihak professional justru turut memerangi hal ini, serta
membantu dan membimbing orang tua.

Meningkatkan peranan guru dan orang tua

Orang tua dan guru adalah figur-figur terdekat dari anak-anaknya atau murid-
muridnya. Namun kedua figur ini mempunyai peranan yang sangat jauh berbeda
sejak beberapa tahun belakangan ini. Hal ini seiring dengan perubahan pemahaman
filosofi pengasuhan dan pendidikan anak. Jika dahulu kita mengenal bahwa anak
lahir adalah sebuah kertas putih (tabula rasa) yang siap untuk ditulisi, maka
pemahaman seperti ini sudah dinyatakan ketinggalan jaman. Pemahaman tabula
rasa lebih menekankan pada faktor nurturing (pengasuhan dan pendidikan) dalam
membesarkan anak-anaknya. Anak-anak dianggap sebagai kertas putih yang siap
ditulisi, anak-anak bisa dicetak sebagaimana keinginan sistem pendidikan dan cita-
cita orang tua. Namun pendekatan seperti ini kini sudah dianggap kurang manusiawi,
karena bisa berdampak pada penekanan, pemeleteran bahkan pengkarbitan anak
sejak masih dini sekali. Berbagai kegiatan mencerdaskan anak secara berlebihan
hingga kita tidak tahu lagi kapan harus berhenti, yang bisa jadi justru menyebabkan
tindakan yang abusing bagi anak.
Kini orang tua dan guru dihadapkan pada model pengasuhan dan pendidikan yang
menghargai keunikan dan tumbuh kembang anak. Karena itu mendidikan anak-anak
masa kini bukanlah lomba balap agar anak menjadi super. Dalam menyikapi
tuntutan pendekatan masa kini, orang tua dan guru dituntut mampu mendampingi
tahapan tumbuh kembang anak yang unik, baik secara fisik, emosional, sosial, dan
kognitif. Guru dan orang tua dituntut menciptakan lingkungan yang aman (lahir dan
bathin, rasa cinta, dan relasi yang hangat) agar anak mampu tumbuh secara sehat.
Guru dan orang tua dituntut agar mampu berjabat erat saling mendukung, agar
antara pengasuhan dan pendidikan di sekolah merupakan bentuk kegiatan yang
simultan, yang kesemuanya ditujukan bagi keharmonisan tumbuh kembang anak.
Jalinan komunikasi dan pemahaman bersama ini tak kan mungkin bisa tercapai jika
guru dan orang tak mempunyai pemahaman yang sama dan baik terhadap anak-
anak atau muridnya.

Kerjasama yang baik antara guru dan orang tua, adalah andai kedua kelompok
mampu mehamami karakteristik anak-anaknya dalam faktor-faktor:
- tumbuh kembang
- personalitas
- keberbakatan/berkecerdasan istimewa (giftedness)





51
10. DAFTAR BACAAN
Adinugroho-Horstman (2007) : Pembelajaran dari Sistem Pendidikan Khusus di Amerika Serikat , Model
Pendidikan Khusus Gifted & Talented (GT)
makalah seminar Trend Perubahan Dunia Pendidikan Khusus : Deteksi dan Pendidikan gifted and
talented children. Tanggal 3 Maret 2007 di Jakarta.
Aldenkamp,AP; Reiner,WO; Smit,LME (2003): Neurologische aspecten van ontwikeling problemen bij
kinderen, Garant, Antwerpen-Apeldorn.
Baum,S (2004): Twice-Exceptional and Special Populations of Gifted Students, Corwin Press, California.
Baum,S (1990): Gifted but Learning Disabled: A Puzzling Paradox, Eric Digest #E479.
http://ldonline.org/ld_indepth/gt_ld/eric_digest479.html
Burger-Veltmeijer, A.E.J. (2006). Hoogbegaafdheid plus AutismeSpectrumStoornissen (HB+ASS): een
verwarrende combinatie (2). Tijdschrift voor orthopedagogiek, 45(9), 414-424.
Burger-Veltmeijer, A.E.J. (2006). Hoogbegaafdheid plus AutismeSpectrumStoornissen (HB+ASS): een
verwarrende combinatie (1). Tijdschrift voor orthopedagogiek, 45(6), 276-287.
De Groot, R & Paagman, C (2000) : Kinderen met leer en gedragsprobelemen, Boom, Amsterdam
De Groot,R & Paagman, C (2003): Denkbeelden over Beelddenken, een beeld zegt meer dan duizen woorden,
Theorie en praktijk rond beeldddenkers: over opvoeden, begeleiden en hun specifieke taalproblemen,
Uitgeverij Agiel, Utrecht.
De Hoop, F & Janson, D J (1999): Omgaan met (hoog)begaafde kinderen, Uitgevruj Intro, Baarn
Dodde,NL & Luene, JMG (1995): Het Nederlandse Schoolsystem, Wolters-Noordhoff, Groningen
Crealock,C & Kronick,D (1993): Children and Young people with spesific learning disabilities, Learning
Disabilities Association Canada, Unesco.
Heller, K A; Perleth,C & Tock Keng Lim (2005): The Munich Model of Giftedness Design to Identify and
Promote Gifted Students, dalam Conception of Giftedness (ed: Stenberg,RJ & Davidson,J E),
Cambridge University Press, New York.
Heller,KA (2004): Identification of Gifted and Talented Students, Psychology Science, vol 46,(3),p.302-323.
Heilbroner,PL ( 2005 ): Why "Sensory Integration Disorder" Is a Dubious Diagnosis
http://www.quackwatch.org/01QuackeryRelatedTopics/sid.html
Hoehn, TP & Baumeister, AA (1994): A critique of the application of sensory integration therapy to children
with learning disabilities, J.Learn Disabil, Jun-Jul; 27 (6): 558-50.
Hoogeveen,L; van Hell,J; Mooij,T; Verhoeven,L (2004): Onderwijsaanpassingen voor hoogbegaafde leerling,
meta-analyses en overzicht van international onderzoek, Centrum voor Begaafdheid Onderzoek,
Radboud Universiteit Nijmegen.
Levine, M (2002): A Mind at a Tme, Simon & Schuster, New York.
Mooij, T (red) (1991): Onderwijs aan hoogbegaafde Kinderen, Dick Coutinho Muiderberg.
Mooij, T (1991): Schoolproblemen van hoogbegaafde kinderen, richtlijnen voor passend onderwijs, Dick
Coutinho - Muiderberg.
Mooij, T., Hoogeveen, L., Driessen, G., van Hell, J., Verhoeven, L. (2007): Succescondities voor onderwijs aan
hoogbegaafde leerlingen, Eindverslag van drie deelonderzoeken, Radboud Universiteit Nijmegen
Monks,JF & Knoers,AMP (2000): Ontwikkeling psychologie, van Gorcum, Assen.
Mnks,JF & Pflger, R (2005): Gifted Education in 21 European Country: Inventory and Persfective, Radboud
University Nijmegen, The Netherland.
Mnks JF & Ypenburg,I (1995): Hoogbegaafde kinderen thuis en op school, Samson HD Tjeenk Willink,
Alpheen aan de Rijn.
Neihart,M; Reis, SM; Robinson, NM; Moon,SM (2005): The social emosional development of gifted children,
what do we know?, Prufrock Press,Inc.Washington DC.
Tolan S, (1999): Dabrowski Over-excitabilities a Laymans explanation, Hoagies' Gifted Education Page,
February, 1999 http://www.stephanietolan.com/dabrowskis.htm
Torgesen, JK (1998): Catch Them Before They Fall: Identification and Assessment to Prevent Reading Failure
in Young Children, LD Online, http://www.ldonline.org/article/225
McCoach, DB; Kehle, JT; Bray,MA; Siegle,D (2004): The Identification of Gifted Student with Learning
Disabilities: Challanges, Controversies, and Promicing Practice, dalam buku Student with Both Gifts and
Learning Disabilities, ed. Newman, TM & Ternberg, RJ. Kluwer Academic/ Plenum Publisher, New
York.
Mnks,JF & Pflger, R (2005): Gifted Education in 21 European Country: Inventory and Persfective, Radboud
University Nijmegen, The Netherland
52
Nyiokiktjien, C (2005): De relatie tussen taalontwikkelingstornissen en autisme, Wettenshaplijk Tijdshrieft
Autisme, jaargang 2005, nummer 2.
Paternotte, A & Buitelaar,JK (2006): Het is ADHD, alles over kenemerken, diagnose, behandeling, en aanpak
thuis en op school, vereniging Balans/Bohn Stafleu van Loghum, Bilthoven.
Rogers, SJ & Ozonoff, S( 2005): what do we know about sensory dysfunction in autism? A critical review of the
empirical evidence, J.Child Psychol Psychiatry, Dec;46(12):1255-68
Renzulli,JS (1992): A General Theory for development of creative productivity in young people, dalam: Talent
for the future, ed. Mnks,JF & Peters,W, Van Gorcum, Assen.
Renzulli JS (2005): The Three Ring Conception of Giftedness: A Developmental Model for Promoting Creative
Productivity, dalam :Conception of Giftedness, ed Sternberg RJ & Davidson JE, Cambrige University
Pers, New York.
Reuver,J & Peters,W (2004) : Verbaal-Performaal Discrepanties en Schoolprobelemen, Talent, Mei 2004
Reuver, J (2003): de WISC-RN als presenteerblaadje? Een onderzoek naar het vaststellen van schoolproblemen
bij kinderen op basis van het verschil tussen hun verbal en performal IQ, Doctoralscriptie opleiding
pedagogische wetenschappen afstududeerichting orthopedagogiek, Universiteit Leiden.
Silverman,LK (1995): The Universal Experience of Being Out of Sync, complete text of keynote adress at the
Eleventh World Conference Gifted and Talented Children Hongkong, July, 13, 1995.
Silverman,LK (1997): The Construct of Asynchronous Development, Peabody Journal of Education, vol 72,
no 3&4, hal 36-58
Silverman,LK (2002): Upside-Down Brilliance, The Visual Spatial Learner, DeLeon Pub., Denver, Colorado.
Stichting Plato (2002) : Help een hoogbegafde kind de consultatiebureau en school arts, Landelijk
informatiecentrum hoogbegaafdheid, Wateringan.
Tan, X (2005) Dysfatische Ontwikkeling, Suyi Publicaties, Amsterdam.
Van Gerven, E ; Drent,S (2000): Een Doorgaande Lijn voor Hoogbegaafde Leerlingen, Uitgevrij Lemma BV,
Utrecht.
Van Gerven, E (2001): Zicht op hoogbegaafdheid, handboek voor leerkrachten in basisonderwijs, Uitgevrij
Lemma BV, Utrecht.
Webb,JT; Armend,ER; Webb,NE;Goerss,J; Beljan,P; Olenchak,FR (2005): Misdiagnois and Dual Diagnosis of
Gifted Children and Adults, Great Potential Pers,inc., Scottsdale, Arizona.
Webb,JT; Meckstroth,EA; Tolan,SS (1982): De begeleiding van hoogbegaafde kinderen, terj: Guiding the
gifted child, Van Gorcum, Assen.
Welling, F (2005): Kinderen en slim zijn, waarom slim maar knap lastig zijn, LifeTime, Kosmos-Z&K
Uitgevrij, Utrecht.
Zigler,EF; Finn-Stevenson,M; Hall, NW (2002): The first three years & beyond, Yale University Press New
Haven & London.

You might also like