You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampai saat ini, untuk menegakkan diagnosis definitif demam tifoid tetap
dibutuhkan isolasi organisme dari spesimen darah atau sumsum tulang penderita.
Hal ini dikarenakan kasus karier tifoid dapat memberikan hasil positif palsu. Pada
pasien yang belum diobati, kultur darah menunjukkan hasil positif pada 40-60%
kasus, terutama jika kultur dilakukan pada awal perjalanan penyakit. Kultur dari
sediaan sumsum tulang menunjukkan hasil positif yang lebih tinggi, mencapai
90%. Pemberian antibiotika sebelum pengambilan spesimen tidak mempengaruhi
sensitivitas pemeriksaan kultur sumsum tulang.
Untuk mendapatkan hasil yang baik, faktor terpenting yang memengaruhi
sensitivitas pemeriksaan kultur darah adalah jumlah spesimen darah. Pada pasien
dewasa, dibutuhkan sejumlah 10-15 ml darah, sedangkan pada pasien anak hanya
dibutuhkan 2-4 ml darah karena derajat bakteremia yang lebih tinggi pada pasien
anak.
Uji Tubex merupakan pemeriksaan yang mudah dilakukan dan hanya
membutuhkan waktu singkat untuk dilakukan (kurang lebih 5 menit). Untuk
meningkatkan spesivisitas, pemeriksaan ini menggunakan antigen O9 yang
hanya ditemukan pada Salmonellae serogroup D dan tidak pada mikroorganisme
lain. Antigen yang menyerupai ditemukan pula pada Trichinella spiralis tetapi
antibodi terhadap kedua jenis antigen ini tidak bereaksi silang satu dengan yang
lain. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae
serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada S. typhi. Infeksi oleh S.
paratyphi akan memberikan hasil negatif.
Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan. Antigen ini dapat
merangsang respons imun secara independen terhadap timus, pada bayi, dan
merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat ini, respon
terhadap antigen O9 berlangsung cepat sehingga deteksi terhadap anti-O9 dapat
dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3
untuk infeksi sekunder. Uji Tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat
mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk
mendeteksi infeksi lampau.
Oleh karena itu laporan ini disusun guna membahas praktikum tentang tes
Tubex dengan tujuan dapat mengetahui teknik tes Tubex dan tingkat infeksi
bakteri Salmonella typhi pada serum penderita demam tifoid.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan tersebut yaitu:
1. Untuk mengetahui teknik test Tubex
2. Untuk mengetahui tingkat infeksi Salmonella typhi pada serum penderita
demam tifoid
C. Manfaat
Adapun manfaat dari percobaan tersebut yaitu kita dapat mengetahui teknik
test Tubex dan mengetahui bahwa test Tubex lebih spesifik, lebih sensitive, dan
lebih praktis untuk deteksi dini infeksi akibat kuman Salmonella typhi.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella
typhosa dan hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu
terjadi melalui makanan dan minuman terkontaminasi. Sampai saat ini demam tifoid
masih merupakan masalah kesehatan, hal ini disebabkan oleh karena kesehatan
lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi
syarat, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan masyarakat (Anonim, 2011)
1. Patogenesis
Salmonella typhi adalah bakteri gram negative, termasuk keluarga
Enterobacteriaceae. Bakteri ini memiliki antigen 09 dan 012 LPS, antigen protein
flagelar Hd dan antigen kapsular Vi. Di Indonesia beberapa isolat memilki jenis
flagella yang unik yaitu Hj.
Seseorang terinfeksi Salmonella typhi melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi bakteri tersebut. Waktu inkubasi sangat tergantung pada kuantitas
bakteri dan juga host factors. Waktu inkubasi umumnya berkisar antara 3 hari
sampai > 60 hari.
Organisme yang masuk ke dalam tubuh akan melewati pylorus dan
mencapai usus kecil. Organisme secara cepat berpenetrasi ke dalam epitel mukosa
melalui sel-sel microfold atau enterocytes dan mecapai lamina propia, di mana
secara cepat ditelan oleh makrofag. Beberapa bakteri masih berada di dalam
makrofag jaringan limfoid usus kecil. Beberapa mikroorganisme melewati sel-sel
retikuloendotelial hati dan limpa. Salmonella typhi dapat bertahan dan
bermultiplikasi dalam sel-sel fagosit mononuclear folikel-folikel limfoid, hati dan
limpa.
Pada fase bakteremia, organisme menyebar ke seluruh bagian tubuh. Tempat
yang paling banyak untuk infeksi sekunder adalah hati, sumsum tulang, empedu
dan Peyer's Patches dari terminal ileum. Invasi empedu terjadi secara langsund
dari darah atau oleh penyebaran retrograde dari bile. Organisme diekskresikan ke
dalam empedu (melalui reinvasi dinding intestinal) atau ke dalam feses.
Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan dan outcome klinis demam
tifoid. Faktor-faktor tersebut adalah lamanya sakit sebelum memperoleh terapi
yang sesuai, pilihan antimikroba yang digunakan, paparan sebelumnya/riwayat
vaksinasi, virulensi strain bakteri, kuantitas inokulum yang tertelan, host factors
(tipe HLA, keadaan imunosupresi, dan pengobatan lain seperti H2 blockers atau
antasida yang mengurangi asam lambung).
2. Diagnosis
Tidak adanya gejala-gejala atau tanda yang spesifik untuk demam tifoid,
membuat diagnosis klinik demam tifoid menjadi cukup sulit. Di daerah endemis,
demam lebih dari 1 minggu yang tidak diketahui penyebabnya harus
dipertimbangkan sebagai tifoid sampai terbukti apa penyebabnya. Diagnosis pasti
demam tifoid adalah dengan isolasi/kultur Salmonella typhi dari darah, sumsum
tulang, atau lesi anatomis yang spesifik. Adanya gejala klinik yang karakteristik
demam tifoid atau deteksi respon antibody yang spesifik hanya menunjukkan
dugaan demam tifoid tetapi tidak defenitif/pasti. Beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk diagnosis demam tifoid yaitu (2,3) :
a. Kultur
1. Kultur Aspirasi Sumsum Tulang
Kultur aspirasi sumsum tulang merupakan gold standard untuk
diagnosis pasti demam tifoid. Kultur aspirasi sumsum tulang tepat untuk
pasien yang sebelumnya telah diobati, long history of illness dan hasil kultur
darah negatif. Kultur sumsum tulang positif pada 80-95% pasien demam
tifoid bahkan pada pasien-pasien yang telah menerima antibiotik selama
beberapa hari.
2. Kultur Feses
Kultur feses dapat dilakukan untuk isolasi Salmonella typhi dan
khususnya bermanfaat untuk diagnosis carrier tifoid. Isolasi Salmonella typhi
dari feses adalah sugestif demam tifoid.
3. Kultur Darah
Kultur darah positif pada 60-80% pasien tifoid. Sensitivitas kultur darah
lebih tinggi pada minggu pertama sakit dan sensitivitasnya meningkat sesuai
dengan volume darah yang dikultur dan rasio darah terhadap broth.
Sensitivitas kultur darah dapat menurun karena penggunaan antibiotik
sebelum dilakukan isolasi, namun hal ini dapat diminimalisasi dengan
menggunakan sistem kultur darah otomatis seperti BacT Alert, Bactec 9050
dengan menggunakan media kultur (botol kultur) yang dilengkapi dengan
resin untuk mengikat antibiotik.
Beberapa penyebab kegagalan dalam mengisolasi kuman Salmonella
typhi adalah :
1. Keterbatasan media di laboratorium
2. Konsumsi antibiotic
3. Volume spesimen yang dikultur
4. Waktu pengambilan sampel (positivitas tertinggi adalah demam 7-10
hari).
b. Pemerikasaan Serologi
Demam tifoid menginduksi respon imun humoral baik sistemik maupun
lokal tetapi respon imun ini tidak dapat memproteksi dengan lengkap terhadap
kekambuhan dan reinfeksi. Beberapa pemeriksaan serologi diantaranya:
1. Widal
Peran widal dalam diagnosis demam tifoid sampai saat ini masih
kontroversial karena sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramalnya sangat
bervariasi tergantung daerah geografis. Pemeriksaan widal mendeteksi
antibodi aglutinasi terhadap antigen 0 dan H. Biasanya antibodi 0 muncul
pada hari ke 6-8 dan H pada hari 10-12 setelah onset penyakit. Pemeriksaan
pada fase akut harus disertai dengan pemeriksaan kedua pada masa
konvalesens. Hasil negatif palsu pemeriksaan widal bisa mencapai 30%. Hal
ini disebabkan karena pengaruh terapi antibiotik sebelumnya. Spesifisitas
pemeriksaan widal kurang begitu baik karena serotype Salmonella yang lain
juga memiliki antigen 0 dan H. Epitop Salmonella typhi juga bereaksi silang
dengan enterobacteriaceae lain sehingga menyebabkan hasil positif palsu.
Hasil positif palsu juga dapat terjadi pada kondisi klinis yang lain misalnya
malaria, typhus bacteremia yang disebabkan oleh organisme lain dan juga
sirosis. Di daerah endemis terjadi low background antibody pada populasi
sehingga diperlukan cut off yang berbeda antar area.
2. Pemeriksaan Serologi Terbaru
Pemeriksaan serologi untuk Salmonella typhi telah banyak berkembang,
diantaranya yaitu :
a. Tubex TF (mendeteksi antibodi IgM tehadap antigen 09 IPS
Salmonella typhi)
Tubex TF adalah pemeriksaan diagnostik in vitro semikuantitatif yang
cepat dan mudah untuk deteksi demam tifoid akut. Pemeriksaan ini
mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen 09 LPS Salmonella typhi.
Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan adalah > 95% dan > 93%.
Prinsip Pemeriksaan
Metode pemeriksaan yang digunakan adalah Inhibition Magnetic
Binding Immunoassay (IMBI). Antibodi IgM terhadap antigen 09 LPS
dideteksi melalui kemampuannya untuk menghambat interaksi antara
kedua tipe partikel reagen yaitu indikator mikrosfer lateks yang
disensitisasi dengan antibodi monoklonal anti 09 (reagen berwarna biru)
dan mikrosfer magnetik yang disensitisasi dengan LPS Salmonella typhi
(reagen berwarna coklat).
Setelah sedimentasi partikel dengan kekuatan magnetik, konsentrasi
partikel indikator yang tersisa dalam cairan menunjukkan daya inhibisi.
Tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi
antibodi IgM Salmonella typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual
dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna.
b. Typhidot (mendeteksi Antibodi IgG dan IgM terhadap antigen 50 kD
Salmonella typhi)
c. Typhidot M (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen 50 kD
Salmonella typhi)
d. Dipstick test (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen LPS
Salmonella typhi)
c. Teknik Molekular
Seperti halnya kultur darah, target dari teknik-teknik molekular adalah
patogen itu sendiri sehingga bermanfaat untuk deteksi awal penyakit. Teknik
hibridisasi menggunakan probe DMA adalah teknik biologi molekular
pertama yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Teknik ini memiliki
spesifisitas yang tinggi namun kurang sensitif. Teknik ini tidak dapat
mendeteksi Salmonella typhi bila jumlah bakteri < 500 bakteri/mL.
Kemudian berkembang teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
dengan spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik (1 -5 bakteri/mL). PCR
untuk identifikasi Salmonella typhi ini tersedia di beberapa negara namun
penggunaannya masih terbatas untuk penelitian karena harganya yang cukup
mahal. Selain itu, diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasi hasil
pemeriksaan teknik molekular termasuk PCR terutama di daerah dengan
endemisitas demam tifoid yang tinggi seperti di Indonesia (Anonim, 2012)


BAB III
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan pratikum ini yaitu:
Hari/ tanggal : Sabtu, 19 Mei 2012
Waktu : 13.00 WITA Selesai
Tempat : Laboratorium Biodiversity Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Tadulako
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu :
1. Alat
a) Tempat reaksi
b) Mikropipet
c) Kotak alat
d) Stopwatch
2. Bahan
a) Reagen blue
b) Reagen brown
c) Sealing tip
d) Serum penderita demam tifoid A, B, C dan D
e) Skala genetic




C. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari percobaan tersebut:
1. Memasukkan sampel serum kedalam tempat reaksi
2. Menambakan 25 ml reagen brown pada sampel tersebut
3. Membiarkan sampel tersebut selama 1 menit
4. Memasukkan 50 ml reagen blue kedalam sampel tersebut
5. Menutup sampel tersebut dengan sealing tip
6. Menghomogenkan sampel tersebut selama 2 menit dengan cara separasi


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
No Sampel Gambar Keterangan
1 I

6
Positif aktif
2 II

6
Positif aktif
3 III

6
Positif aktif
4 IV

4
Aktif




B. Pembahasan
Test Tubex merupakan pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Pemeriksaan
ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan waktu singkat untuk dilakukan
(kurang lebih 5 menit). Untuk meningkatkan spesivisitas, pemeriksaan ini
menggunakan antigen O9 yang hanya ditemukan pada Salmonellae serogroup D
dan tidak pada mikroorganisme lain. Antigen yang menyerupai ditemukan pula
pada Trichinella spiralis tetapi antibodi terhadap kedua jenis antigen ini tidak
bereaksi silang satu dengan yang lain. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan
terdapat infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk
pada S. typhi. Infeksi oleh S. paratyphi akan memberikan hasil negatif.
Tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG
sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi
lampau.
Prinsip pemeriksaannya adalah mendeteksi antibodi pada penderita. Serum
yang dicampur 1 menit dengan larutan reagen brown pada tabung berbentuk V
yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas. Kemudian 2 tetes larutan
reagen blue dicampur selama 2 menit. Tabung ditempelkan pada skala genetik.
Kemudian pembacaan hasil didasarkan pada warna akibat ikatan antigen dan
antibodi. Yang akan menimbulkan warna dan disamakan dengan warna pada skala
genetik. Reagen brown mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan
antigen S. typhi O9. Reagen blue mengandung partikel lateks berwarna biru yang
diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen 09.
Pada percobaan tersebut diperoleh pada sampel A hasilnya positif terinfeksi
Salmonella typhi aktif, sampel tersebut berwarna putih. Serum tersebut tidak
mengandung antibodi terhadap O9, reagen brown akan bereaksi dengan reagen
blue. Ketika diletakkan pada daerah yang mengandung medan magnet (magnet
rak), komponen magnet yang dikandung reagen brown akan tertarik pada magnet
rak, dengan membawa serta pewarna yang dikandung oleh reagen blue. Sebagai
akibatnya, terlihat warna putih pada tabung yang sesungguhnya merupakan
gambaran serum yang lisis.
Sampel B berwarna merah ranum, hasilnya positif terinfeksi Salmonella typhi
aktif. Serum tersebut tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen brown akan
bereaksi dengan reagen blue. Ketika diletakkan pada daerah yang mengandung
medan magnet (magnet rak), komponen magnet yang dikandung reagen brown
akan tertarik pada magnet rak, dengan membawa serta pewarna yang dikandung
oleh reagen blue. Sebagai akibatnya, terlihat warna merah ranum pada tabung yang
sesungguhnya merupakan gambaran serum yang lisis.
Sampel C berwarna merah jambu, hasilnya positif terinfeksi Salmonella typhi
aktif. Serum tersebut tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen brown akan
bereaksi dengan reagen blue. Ketika diletakkan pada daerah yang mengandung
medan magnet (magnet rak), komponen mag-net yang dikandung reagen brown
akan tertarik pada magnet rak, dengan membawa serta pewarna yang dikandung
oleh reagen blue. Sebagai akibatnya, terlihat warna merah jambu pada tabung yang
sesungguhnya merupakan gambaran serum yang lisis.
Selanjutnya sampel terakhir berwarna merah tua, hasilnya positif Salmonella
typhi. Serum tersebut tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen brown akan
bereaksi dengan reagen blue. Ketika diletakkan pada daerah yang mengandung
medan magnet (magnet rak), komponen mag-net yang dikandung reagen brown
akan tertarik pada magnet rak, dengan membawa serta pewarna yang dikandung
oleh reagen blue. Sebagai akibatnya, terlihat warna merah tua pada tabung yang
sesungguhnya merupakan gambaran serum yang lisis.
Pemeriksaan Tubex sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi demam tifoid.
Hal ini disebabkan karena penggunaan antigen 09 LPS yang memiliki sifat-sifat
yaitu immunodominan dan kuat. Antigen 09 (atau LPS secara umum) bersifat
thymus independent type 1, imunogenik pada bayi (antigen Vi dan H kurang
imunogenik), dan merupakan mitogen yang sangat kuat terhadap sel B. Antigen 09
dapat menstimulasi sel-sel B tanpa bantuan sel T (tidak seperti antigen-antigen
protein) sehingga respon anti-09 dapat terdeteksi lebih cepat. LPS dapat
menimbulkan respon antibodi yang kuat dan cepat melalui aktivasi sel B via
reseptor sel B dan reseptor lain (Toll like receptor 4). Spesifisitas yang tinggi
(>90%) karena antigen 09 yang sangat jarang ditemukan baik di alam ataupun di
antara mikroorganisme.


BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil pengamatan dan pembahasan yaitu:
1. Test Tubex merupakan pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Prinsip
pemeriksaannya adalah mendeteksi antibodi pada penderita.
2. Pada sampel I, II, dan III hasil yang didapat yaitu positif terinfeksi Salmonella
typhi aktif. Kemudian untuk sampel terakhir (IV) didapat hasil positif Salmonella
typhi.



DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011, http://interestlibrary.blogspot.com/, diakses pada 21 Mei 2012, Pukul
19.00 Wita.
Anonim, 2011, http://www.kesad.mil.id/, diakses pada 21 Mei 2012, Pukul 19.00
Wita.
Anonim, 2012, http://ilhamarif.com/, diakses pada 21 Mei 2012, Pukul 19.00 Wita.


















LEMBAR ASISTENSI
Nama : Dias Tuti
Stambuk : G 601 11 046
Kelompok : IV
Asisten : Mochammad Syahrir S. Si.
No Hari / Tanggal Perbaikan Paraf






LAPORAN SEMENTARA
Percobaan 9
C. Judul : Tes Tubex
D. Tujuan : 1. Mengetahui tehnik tes tubex
2. Mengetahui tingkat keaktifan Salmonella typhi dalam tubuh
E. Alat dan Bahan :
1. Alat
Skala genetic
Mikropipet
Wadah
Stop Watch
2. Bahan
Serum penderita tifus
Reagen brown
Reagen blue
Sealing tip
Tip
Tempat reaksi
Alkohol 70 %









F. Hasil Pengamatan
No Sampel Gambar Keterangan
1 I

6
Positif aktif
2 II

6
Positif aktif
3 III

6
Positif aktif
4 IV

4
Aktif






Kelompok IV
Dias Tuti (G 601 11 046)
Melvina Manita F. (G 601 11 049)
Yuditha Apriliana W(G 601 11 053)
Moh.Fachrin (G 601 11 056)
Magfirah (G 601 11 067)
Masrida (G 601 11 068)
Pertiwi (G 601 11 078)
Moh.Ardiyansyah (G 601 11 079)







Asisten
Pembimbing



Mochammad Syahrir S.Si.

You might also like