as dari drafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar d ari pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil. Batas-batas rongga abdome n adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul dari pang gul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang tulang punggung dan otot psoas da n quadratus lumborum. Salah satu organ yang terdapat di rongga abdomen adalah ha ti. Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hati luar dilindungi oleh iga-iga. (Pearce, 1999) Hati juga termasuk salah satu organ yang mudah terserang penyakit, yang salah sa tunya adalah hepatoma. Hepatoma adalah kanker hati primer yang paling sering dit emukan yang berasal dari sel-sel hati. Biasanya gejala awal hepatoma adalah nyer i perut, penurunan berat badan dan terdapatnya suatu masssa yang besar, yang dap at dirasakan atau diraba di perut kanan bagian atas (www.medicastore.com, 200 4). Untuk mendiagnosis hepatoma selain memerlukan anamesis dan pemeriksaan fisik jug a beberapa pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan raaadiologi (roentgen), ultr asonography (USG), computed tomography scanning (CT Scan), peritneoskopi, dan te st laboratorium (Yayasan Harapan Rumah Hati Kita, 2003). Modalitas imejing computed tomography scan (CT Scan) merupakan salah satu sarana penunjang diagnostik yang menggunakan gabungan sinar-X dan komputer untuk menda patkan citra atau gambar berupa variasi-variasi irisan dari tubuh manusia. Untuk mengetahui kelainan yang terdapat pada rongga abdomen maka dapat dilakukan dee ngan pemeriksaan CT-Scan Abdomen. Pemeriksaan CT-Scan Abdomen pada kasus Hepatoma di Bagian Radiologi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus menggunakan scanogram abdomen dengan posisi antero-posterior dengan slice thikness 10 mm dan menggunakan media kontras sebanyak 80 mL dengan melalui vena cubiti kiri dan kanan. Tujuan Untuk mengetahui teknik dari pemasukkan media kontras pada pemeriksaan CT-Scan A bdomen pada kasus Hepatoma di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Anatomi Abdomen (Pearce, 1999) Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas dari at as dari drafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar d ari pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil. Batas-batas rongga abdome n adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul dari pang gul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang tulang punggung dan otot psoas da n quadratus lumborum. Bagian dari rongga abdomen dan pelvis beserta daerah-daera h. Isi dari rongga abdomen adalah sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu lam bung, usus halus dan usus besar. Patologi Hepatoma Hepatoma atau disebut juga karsinoma hepato seluler (KHS) adalah penyakit kanker hati primer yang paling banyak ditemukan dibandingkan dengan kanker hati primer lainnya. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan peremp uan. Kanker yang berasal dari sel-sel hati ini secara makroskopis dibedakan atas 3 ti pe, yaitu: 1. Masif Umumnya terjadi di lobus kanan, berbatas tegas, dan dapat dikelilingi nodul nodu l kecil. 2. Nodular Tampak berupa nodul nodul dengan ukuran bervariasi dan terjadi di seluruh hati. 3. Difus Pada tipe ini sukar ditentukan batas batasnya. Bagaimana sampai terjadinya penyakit ini belum diketahui secara pasti. Namun, be berapa faktor yang diduga sebagai penyebabnya antara lain virus hepatitis B dan C, sirosis hati, aflatoksin, infeksi beberapa macam parasit, keturunan maupun ra s. Teknik Pemeriksaan Peralatan Computed Tomography a. Meja Pemeriksaan dan Gantry Meja pemeriksaan merupakan tempat mengatur posisi pasien pada saat pemeriksaan. Bentuk panjang, permukaannya berupa kurva dan terbuat dari carbon graphite fiber yang mempunyai nilai penyerap rendah terhadap berkas sinar. Pengaturan tinggi r endah, maju mundur, dari meja pemeriksaan melalui tombol digital yang ditempatka n pada sisi meja pemeriksaan maupun pada gantry. (Anonim, 1986) Gantry adalah peralatan CT-Scan yang berbentuk kotak, di tengahnya terdapat tero wongan untuk keluar masuknya meja pemeriksaan tegak lurus, namun demikian gantry dapat diposisikan menyudut ke posisi negatif maupun positif kurang lebih 200 te rhadap meja pemeriksaan. Di dalam kotak gantry berisi tabung sinar X, filter, kolimator, lampu indikator sebagai sentrasi, DAS (Data Acquisition System) dan detektor juga kipas sebagai pendingin. Pada gantry dilengkapi tombol digital untuk mengatur posisi gantry te rsebut (Anonim, 1986). b. DAS dan Detektor Sinar X setelah menembus obyek diteruskan oleh detektor yang selanjutnya dilakuk an proses pengolahan data. Secara garis besar detektor dan DAS berfungsi sebagai : 1) Menangkap sinar X yang telah menembus obyek. 2) Merubah sinar X dalam bentuk sinyal-sinyal elektronik. 3) Menguatkan sinyal-sinyal elektronik. 4) Merubah sinyal elektronik ke data-data digital Macam-macam detektor : 1) Detektor scintilasi kristal dan tabung pengganda elektron. 2) Detektor isian gas. c. Kolimator Kolimator pada Computed Tomography terdiri dari dua buah, yaitu : 1) Kolimator pada tabung sinar X, berfungsi : - Mengurangi dosis radiasi. - Pembatas luas lapangan penyinaran. - Memperkuat berkas sinar. 2) Kolimator pada detektor, berfungsi : - Penyearah radiasi menuju ke detektor. - Mengontrol radiasi hambur. - Menentukan ketebalan pada slice thickness/vaxel. Prosedur Pemeriksaan Lokasi untuk abdomen atas daerah yang diambil dari pemeriksaan CT-umum dimulai d engan slice pertama di process xiphoid diteruskan ke crista illiaca. Untuk pelvi s daerah yang diambil pada slice pertama dimulai dengan crista illiaca dan diter uskan ke symphysis pubis. Untuk pemeriksaan abdomen rutin tebal slice umumnya 10 mm. (Bontrager, 2001). Pada pemeriksaan abdomen rutin dengan serial scanning membutuhkan waktu 1 sekon untuk melihat gerakan peristaltik dan proses respirasi. (Bontrager 2001). a. Media Kontras Media kontras dilakukan melalui mulut dan rectum untuk pemeriksaan CT-Abdomen da n pelvis (media kontras rectal digunakan jika media kontras oral tidak dapat mas uk ke rectum). Media kontras melalui oral untuk melihat atau membedakan organ pa da tractus gastrointestinal. Media kontras oral diberikan sebelum pemeriksaan. Ada 3 (tiga) tingkatan media k ontral oral diberikan pada pasien : 1) Malam hari sebelum pemeriksaan. 2) Satu jam sebelum pemeriksaan. 3) Di tengah-tengah sebelum pemeriksaan. Ada 2 (dua) tipe kontras untuk menunjukkan opasitas pada tractus gastromtestinal yaitu barium sulfat suspensions dan water soluble solution (diatrizoate meglumi ne atau diatrizoate sodium) (Bontrager, 2001). b. Irisan Axial Pada Abdomen Lima contoh CT irisan axial pada abdomen dengan 10 mm setiap slice. Pertama deng an 50 cc bolus injeksi dan dengan 100 cc drip infus melalui kontras intravena. Persiapan kontras oral dengan water-soluble solution. - Irisan Axial 1 Irisan axial 1 untuk memperlihatkan bagian atas liver. Liver dibagi menjadi dua lobus, lobus kanan dan lobus kiri. A. Lobus kanan liver B. Lobus kiri liver C. Lambung D. Lambung (fundus dan bagian atas daerah lambung) E. Spleen F. Vertebre Thoracal 10 dan Vertebre Thoracal 11 G. Aorta abdominal H. Vena Cava Inferior - Irisan Axial 3 Irisan axial 3 untuk melihat ekor pankreas. Ekor pankreas terletak di depan gin jal kiri. - Irisan Axial 8. Irisan axial 8 adalah 2 cm ke arah bawah renal pelvis pada ginjal dan perjalana n kontras menuju ureter pada ginjal. Saran 1. Pemasukkan media kontras sebaiknya dilakukan dengan menggunakan injektor otomatis sehingga waktu yang kita inginkan dapat sesuai dengan kebutuhan. 2. Pada saat pengambilan gambaran sebaiknya dilakukan instruksi keluarkan d an tahan nafas (inspirasi penuh) secara manual agar kita benar benar tahu pasien telah melakukannya. Skenario Nyeri perut kanan atas Seorang karyawan, 54 tahun, berobat ke RS YARSI. Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas yang dialami sejak 6 bulan lalu, kumat-kumatan namun dua bulan terakh ir semakin sering. Merasa mual dan selera makan berkurang 15kg. Dari anamnesis d iketahui pasien pernah terkena hepatitis 15 tahun yang lalu dan sering mengkonsu msi alkohol. Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 45kg dengan TB 165cm. Tekanan darah dan tand a vital lainnya normal. Pemeriksaan abdomen hepatomegali,dengan permukaan hati b ernodul,tepi tumpul dan nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan laboratoriumdidapatkan peningkatan serum transaminase SGPT 110 U/L dan SGOT 60 U/L dengan bilirubin no rmal, alpha feto-protein (AFP) 1000 U/L (normal: <10 U/L), anti-HCV positif. Set elah diberikan analgetik dan hepatoprotektor nyeri mereda. Setelah dilakukan pem eriksaan USG dan biopsi hati, pasien didiagnosis karsinoma hepatoseluler. Pasien dianjurkan untuk menjalani transplantasi hati. Pasien meminta waktu untuk berko nsultasi dengan seorang ulama. Lo 1. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler Li 1. Definisi Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan f ibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar.( Gips & Willson :1989 ) Kanker hati adalah penyakit gangguan pada hati yang disebabkan karna hepatis kro nik dalam jangka panjang yang menyebabkan gangguan pada fungsi hati. ( Ghofar , Abdul : 2009 ). Kanker hati berasal dari satu sel yang mengalami perubahan mekanisme kontrol dal am sel yang mengakibatkan pembelahan sel yang tidak terkontrol. Sel abnormal ter sebut akan membentuk jutaan kopi, yang disebut klon. Mereka tidak dapat melakuka n fungsi normal sel hati dan sel terus menerus memperbanyak diri. Sel-sel tidak normal ini akan membentuk tumor (Anonim, 2004). Li 2. Epidemiologi Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati pe ringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker yang paling sering terjadi di dunia, dan urutan ketiga dari kanker system saluran cer na setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Di Amerika Serikat sekitar 80%- 90% dari tumor ganas hati primer adalah hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Am erika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Af rika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angk a kejadian 100/100.000 populasi. Sekitar 80% dari kasus hepatoma di dunia berada di negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah y ang diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemic infeks i hepatitis B virus (HBV) serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Umumnya di wilayah dengan kekerapan hepatoma tinggi, umur pasian hepatoma 10-20 tahun le bih muda daripada umur pasien hepatoma di wilayah dengan angka kekerapan hepatom a rendah. Di wilayah dengan angka kekerapan hepatoma tinggi, rasio kasus laki-la ki dan perempuan dapat sampai 8:1. Li 3. Etiologi dan faktor resiko Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis m ultifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan gen terkait. Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui , tetapi sudah dapat diprediksi factor risiko yang memicu hepatoma, yaitu: 1. Virus hepatitis B (HBV) Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui proses in flamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DN A sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespons nekroinf lamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. 2. Virus hepatitis C (HCV) Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian, disimpulkan bahwa risik o terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingka n dengan risiko pada bukan pengidap. 3. Sirosis hati Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakang i lebih dari 8% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adal ah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sind rom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hep atitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan ga ngguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi. 4. Aflatoksin Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus . Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksi n yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepato karsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari ge n supresor tumor p53. 5. Obesitas Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease ( NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menj adi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi Hepatocelluler Carcinoma (H CC). 6. Diabetes mellitus Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-alkoholik (NASH ). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-l ike growth hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker 7. Alkohol Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol beris iko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik. 8. Faktor risiko lain Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih jarang ditemukan, antara lain: a. Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer b. Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1 , Wilson disease c. Kontrasepsi oral d. Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklo rin, asam tanik Li 4. Klasifikasi Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer: Ia : tumor tunggal berdiameter 3 cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenja r limfe peritoneal ataupun jauh: Child A Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 5 cm, di separuh hati , tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh: C hild A IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 10cm, di separuh hat i, atau dua tumor dengan gabungan 5cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanp a emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan 10cm, di separuh hati , atau tumor multiple dengan gabungan 5cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Chi ld A. Terdapat emboli tumor dipercabangan vena portal, vena hepatika atau salura n empedu dan atau Child B. IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utamavena p orta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, sa lah satu daripadanya; Child A atauB IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.
Li 5. Patofisiologi Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningk atan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan rege nerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi oksigen sellu lar atau inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang bai knya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor p ertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati met abolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1, mungkin menjalan kan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosi s). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen suppressor tumor p53 dan ini me nunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk ber langsungnya proses hepatogenesis. Li 6. Manifestasi klinis Hepatoma Sub Klinis Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau satdium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriks aan AFP dan teknik pencitraan. Hepatoma Fase Klinis Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utam a yang sering ditemukan adalah: 1. Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang be robat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyer i umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitten atau terus-menerus, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga m enambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbu l akut abdomen harus pikirkan rupture hepatoma. 2. Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati be rgeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arcus costa ta pi tanpa nodul, hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung terab a massa di bawah arcus costa kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus xiphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri. 3. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites, dan gangguan f ungsi hati. 4. Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastro intestinal. 5. Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya asupan makanan. 6. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, ji ka tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil. 7. Ikterus: kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan fungsi hati, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif. 8. Lainnya: perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai ba wah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali , palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venadilatasi dinding abdomen, dll . Pada stadium akhir hepatoma sering tombul metastasis paru, tulang, dan banyak organ lain. Li 7. Diagnosis, diagnosis banding dan pemeriksaan penunjang. Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa in i. Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamany a dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 95%1,4,8 dan pendekatan laborat orium alphafetoprotein yang akurasinya 60 70%. Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti H ati Indonesia), yaitu: 1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri. 2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 ng per ml. 3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT S cann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS. 4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS. 5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS. Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya sa tu yaitu kriteria empat atau lima. Pemeriksaan Penunjang Penanda Tumor Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Ren tang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60% -70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau sangat sugesti f untuk HCC. Nilai normal juga dapat ditemukan juga pada kehamilan. Penanda tumo r lain untuk HCC adalah des-gamma carboxy prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, yang k adarnya meningkat pada hingga 91% dari pasien HCC, namun juga dapat meningkat pa da defisiensi vitamin K, hepatitis kronis aktif atau metastasis karsinoma. Ada b eberapa lagi penanda HCC, seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucosidas e serum, dll, tetapi tidak ada yang memiliki agregat sensitivitas dan spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan PIVKA-2.
Gambaran Radiologis A. Gambaran Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG hati merupakan alat skrining yang sangat baik. Dua karakteristik kelainan vaskular berupa hipervaskularisasi massa tumor (neovaskularisasi) dan trombosis oleh invasi tumor. (1) Perkembangan yang cepat dari gray-scaleultrason ografi menjadikan gambaran parenkim hati lebih jelas. Keuntungan hal ini menyeba bkan kualitas struktur eko jaringan hati lebih mudah dipelajari sehingga identif ikasi lesi-lesi lebih jelas, baik merupakan lesi lokal maupun kelainan parenkim difus. Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan adanya hepar yang membe sar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktu r eko yang berbeda dengan parenkim hati normal. B. Computed Tomography (CT) Scan Di samping USG diperlukanCT scan sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh se gmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scan yang saat ini teknologinya berkembang pes at telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellicalCT scan, multislice yang sanggup membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun tidak terlewatkan. Untuk menentukan ukuran dan besar tumor, dan adanya invasi vena portal secara ak urat, CT / heliks trifasik scan perut dan panggul dengan teknik bolus kontras se cara cepat harus dilakukan untuk mendeteksi lesi vaskular khas pada HCC. Invasi vena portal biasanya terdeteksi sebagai hambatan dan ekspansi dari pembuluh dara h. CT scan dada digunakan untuk menghilangkan diagnosis adanya metastasis. C. Angiografi Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan peme riksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai den gan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya. D. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scann yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sina r X dan pada penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat con trast sehingga pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan padahal diperlukan ga mbar peta pembuluh darah. Diagnosis banding 1. Hemangioma 2. Abses hepar Li 8. Penatalaksanaan A. Terapi Operasi 1. Reseksi Hepatik Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati norm al pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diper lukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dap at menurunkan angka harapan hidup. Kontra indikasi tindakan ini adalah metastasi s ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi. 2. Transplantasi Hati Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggant ikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi terser ing disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplant. Tumor ya ng berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor ya ng diameternya lebih dari 5 cm. 3. Terapi Operatif non Reseksi Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan reseksi, dapa t dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi obat melalui kate ter transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi, kemoterapi mela lui keteter vena porta saat operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi tumor hat i dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair , efaforisasi dengan laser energi tinggi saat operasi, injeksi alkohol absolut i ntratumor saat operasi. B. Terapi Lokal 1. Ablasi radiofrekuensi (RFA) Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif dewasa ini . Elektroda RFA dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi radiofrekuensi hing ga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran b ola berdiameter 3-5 cm sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasi l kuratif. 2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dal am tumor disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan umumnya untuk hepatoma kecil ya ng tak sesuai direseksi atau terapi adjuvant pasca kemoembolisasi arteri hepatik . C. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai diop erasi reseksi. Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, set elah embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangka n jaringan hati normal mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan un tuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi, tumor dapat direseksi tapi dipe rkirakan tak tahan operasi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, pasca reseksi hepatoma, suksek terdapat residi f, dll. D. Kemoterapi Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi sistemik kurang baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC, karboplatin, MTX, 5-FUD R, DDP, TSPA, kamtotesin, dll. E. Radioterapi Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yang relatif terl okalisasi, medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selain itu sirosis hati t idak parah, pasien dapat mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan s ecara bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterap i transarteri hepatik, dll. Sedangkan untuk kasus metastasis stadium lanjut deng an metastasis tulang, radiasi lokal dapat mengatasi nyeri. Dapat juga memakai bi ji radioaktif untuk radioterapi internal terhadap hepatoma. Li 9. Komplikasi 1. Gagal hati 2. Melena 3. Haematemesis 4. Koma hepatikum Li 10. Prognosis Biasanya hasilnya tidak ada harapan. Prognosis tergantung atas stadi um penyakit dan penyebaran pertumbuhan tumor. Tumor kecil (diameter < 3 cm) berh ubungan dengan kelangsungan hidup satu tahun 90.7%, 2 tahun 55% dan 3 tahun 12.8 %. kecepatan pertumbuhan bervariasi dari waktu kewaktu. Pasien tumor massif kura ng mungkin dapat bertahap hidup selama 3 bulan. Kadang-kadang dengan tumor yang tumbuh lambat dan terutama yang berkapsul kecil, kelanngsungan hidup 2-3 tahun a tau bahkan lebih lama. Jenis massifperjalanannya lebih singakat dibandingkan yan g nodular. Metastasis paru dan peningkatan bilirubin serum mempengaruhi kelangsu ngan hidup.pasien berusia < 45 tahun bertahan hidup lebih lama dibandingkan usia tua. Ukuran tumor yang melebihi 50% ukuran hati dan albumin serul < 3 g/dl meru pakan gambaran yang tidak menyenangkan.