You are on page 1of 19

TERAPI BERMAIN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada lingkungan
rumah sakit untukm mendapatkan pertolongan dalam peawatan atau pengobatan dalam
perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya.
Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta
dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emos
atau tingkah laku yang mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit anak
selama dirawat dirumah sakit. Hospitalisasi pada anak akan memberikan dampak
negatif seperti trauma, cemas dan ketakutan.
Bermain adalah bagian integral dari masa kanak-kanak, media yang unik untuk
memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, ketrampilan komunikasi, perkembangan
emosi, ketrampilan sosial, ketrampilan pengambilan keputusan, dan perkembangan
kognitif pada anak-anak (Landreth, 2001). Bermain juga dikatakan sebagai media untuk
eksplorasi dan penemuan hubungan interpersonal, eksperimen dalam peran orang
dewasa, dan memahami perasaannya sendiri. Bermain adalah bentuk ekspresi diri yang
paling lengkap yang pernah dikembangkan manusia. Erikson (Landreth, 2001)
mendefinisikan bermain sebagai suatu situasi dimana ego dapat bertransaksi dengan
pengalaman dengan menciptakan situasi model dan juga dapat menguasai realitas
melalui percobaan dan perencanaan.
Sementara Landreth (2001) mendefinisikan terapi bermain sebagai hubungan
interpersonal yang dinamis antara anak dengan terapis yang terlatih dalam prosedur
terapi bermain yang menyediakan materi permainan yang dipilih dan memfasilitasi
perkembangan suatu hubungan yang aman bagi anak untuk sepenuhnya
mengekspresikan dan eksplorasi dirinya (perasaan, pikiran, pengalaman, dan
perilakunya) melalui media bermain. International Association for Play Therapy (APT),
sebuah asosiasi terapi bermain yang berpusat di Amerika, dalam situsnya di internet
mendefinisikan terapi bermain sebagai penggunaan secara sistematik dari model teoritis
untuk memantapkan proses interpersonal dimana terapis bermain menggunakan
kekuatan terapiutik permainan untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan
kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal (www.a4pt.org). Beberapa definisi terapi bermain tersebut mengarah pada
beberapa hal penting, yaitu: (a) tipe dan jumlah permainan yang digunakan; (b) konteks
permainan; (c) partisipan yang terlibat; (d) urutan permainan; (e) ruang yang digunakan;
(f) gaya bermain; (g) tingkat usaha yang dicurahkan dalam permainan. Terapi bermain
adalah pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif oleh terapis, untuk
membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan psikososial dan mencapai
pertumbuhan danperkembangan yang optimal, melalui kebebasan eksplorasi dan
ekspresi diri.
Melihat pentingnya bermain bagi seorang anak terutama anak yang mengalami
hospitalisasi, maka kelompok akan mengadakan terapi bermain dengan sasaran usia
School (> 6 tahun sampai 12 tahun) .

B. Tujuan
a. Tujuan umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan aktifitas
dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap stress
karena penyakit dan dirawat.
b. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan volume cairan di dalam tubuh anak
2. Mengembangkan kognitifnya
5. Mampu meningkatkan kemampuan menggambar yang dimiliki oleh anak
6. Mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman yang dirawat di ruang yang
sama
7. Mampu mengurangi kejenuhan selama dirawat di RS
8. Mampu beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat dirumah
sakit
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Bermain
a. Pengertian
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social dan
bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak
akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan,
melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara (Wong,
2000).
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat
yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting
dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan
stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak
(Champbell dan Glaser, 1995).
Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya
makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain anak akan menemukan kekuatan
serta kelemahannya sendiri, minatnya, cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain
(Soetjiningsih, 1995).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan
aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan kemampuan fisik, intelektual,
emosional, dan social anak tersebut. Walaupun tanpa mempergunakan alat yang
menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak, dalam bermain anak akan menemukan kekuatan serta
kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain.



b. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreativitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
1. Perkembangan Sensoris Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan
fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan
kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan
prasekolah yang banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun
halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur
dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk
memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya
terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya
melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak
menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak
melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan
orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan social dan belajar
memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain,
anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar
tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia
sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah
tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga.


4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam
bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak
akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan
membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk
semakin berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur mengatur
tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba
peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain.
Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya menangis, anak
akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini
penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam
kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari
perilakunya terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan
guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk
menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab
atas segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman
merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan sesudah
bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan serta
barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler
dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai
moral dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang
tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan
nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
7. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat
tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut
merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa
stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan
anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan
melakukan permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Dengan
demikian, permainan adalah media komunikasi antar anak dengan orang lain, termasuk
dengan perawat atau petugas kesehatan dirumah sakit. Perawat dapat mengkaji perasaan
dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang ditunjukkan selama melakukan
permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman
kelompok bermainnya.

c. Klasifikasi Bermain
1. Berdasarkan Isi Permainan
a. Social affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara
anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari
hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya atau orang lain. Permainan yang
biasa dilakukan adalah Cilukba, berbicara sambil tersenyum dan tertawa, atau sekadar
memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya, tetapi dengan diiringi berbicara
sambil tersenyum dan tertawa. Bayi akan mencoba berespons terhadap tingkah laku
orang tuanya misalnya dengan tersenyum, tertawa, dan mengoceh.
b. Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak dan
biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir, anak akan membuat
gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuknya dengan pasir .
Bisa juga dengan menggunakan air anak akan melakukan macam-macam permainan,
misalnya memindah-mindahkan air ke botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas permainan
ini adalah anak akan semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan
permainan yang dilakukannya sehingga susah dihentikan
c. Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan anak,
khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil memegang benda-
benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat yang lain, dan anak akan
terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan
kegiatan permainan yang di lakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan
semakin terampil.
d. Games atau permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu yang
menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri
atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang sifatnya
tradisional maupun yang modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain.
e. Unoccupied behaviour
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit,
bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada di sekelilingnya.
Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan situasi atau obyek
yang ada di sekelilingnya yang di gunakannya sebagai alat permainan. Anak tampak
senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta lingkungannya tersebut .
f. Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang
lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa,
misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya yang ingin ia tiru.
Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara mereka
tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses identifikasi
anak terhadap peran tertentu .

2. Berdasarkan Karakter Social
a. Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa
ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif,
tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.
b. Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak
bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut
berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama,
ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.
c. Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara
satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak
satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini
dilakukan oleh anak usia toddler.
d. Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain, tetapi
tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan, dan tujuan
permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka, bermain
hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini, juga
tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan mengatur dan
mengarahkananggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan sepak bola, ada anak
yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus
dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan
bola ke gawang lawan mainnya.

B. Konsep Dasar School
a. Anak usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun)
Kemampuan social anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih mampu bekerja
sama dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan dengan teman menjadi
tempat belajar mengenal norma baik atau buruk. Dengan demikian, permainan pada
anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan ketrampilan fisik atau
intelektualnya, tetapi juga dapat mengembangkan sensitivitasnya untuk terlibat dalam
kelompok dan bekerja sama dengan sesamanya. Mereka belajar norma kelompok
sehingga dapat diterima dalam kelompoknya. Sisi lain manfaat bermain bagi anak usia
sekolah adalah mengembangkan kemampuannya untuk bersaing secara sehat.
Bagaimana anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui permainan yang
ditunjukkannya.
Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut jenis kelaminnya.
Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang akan menstimulasi
kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang laki-laki, misalnya mobil-
mobilan. Anak perempuan lebih tepat diberikan permainan yang dapat menstimulasinya
untuk mengembangkan perasaan, pemikiran dan sikapnya dalam menjalankan peran
sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak dan boneka.
b. Reaksi Hospitalisasi
1. Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai,
keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan
2. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, kehilangan
kelompok sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik
3. Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal


C. KONSEP MENGGAMBAR
1. Definisi
Menggambar adalah sebuah ekspresi yang di keluarkan oleh seseorang yang didalamnya
menunjukkan sebuah seni dan mengandung arti atau makna tertentu. Menggambar bisa
dijadikan sebuah metode terapi pada seseorang anak yang menderita sakit untuk
menghibur dan mengeksplorasi dirinya baik intelegensi dan emosional.
2. Manfaat
a. Memberikan kesempatan pada anak untuk bebas berekspresi dan sangat terapeutik
(sebagai permainan penyembuh/ therapeutic play).
b. Dengan menggambar berarti anak dapat mengekspresikan feelingnya atau
memberikan pada anak suatu cara untuk berkomunikasi, tanpa menggunakan kata.
c. Sebagai terapi kognitif, pada saat anak menghadapi kecemasan karena proses
hospitalisasi, karena pada keadaan cemas dan sterss, kognitifnya tidak akurat dan
negatif.
d. Menggambar dapat memberikan peluang untuk meningkatkan ekspresi emosional anak,
termasuk pelepasan yang aman dari rasa marah dan benci.
e. Dapat digunakan sebagai terapi permainan kreatif yang merupakan metode penyuluhan
kesehatan untuk merubah perilaku anak selama dirawat di rumah sakit.

3. Keuntungan Menggambar
Keuntungan-keuntungan yang didapat dari bermain dengan menggambar, antara lain:
1. Membuang ekstra energi.
2. Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh, seperti tulang, otot dan
organ-organ.
3. Aktivitas yang dilakukan dapat merangsang nafsu makan anak.
4. Anak belajar mengontrol diri.
5. Berkembanghnya berbagai ketrampilan yang akan berguna sepanjang hidupnya.
6. Meningkatnya daya kreativitas.
7. Mendapat kesempatan menemukan arti dari benda-benda yang ada disekitar anak.
8. Merupakan cara untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran, iri hati dan kedukaan.
9. Kesempatan untuk bergaul dengan anak lainnya.
10. Kesempatan untuk mengikuti aturan-aturan.
11. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya.

4. Metode menggambar
Ada beberapa metode dalam menggambar yang tujuannya mengembangkan kreativitas
dan imajinasi anak, yaitu :
a. Menggambar dengan cara mengamati (observasi).
Anak bisa menggambar dan mewarnai gambarnya sendiri tanpa menjiplak atau
dengan contoh pola. Dengan demikian anak dapat melupakan observasi dengan cara
menciptakan, bereksperimen, dan melampaui kemampuannya.


b. Menggambar berdasarkan pengalaman/kenangan.
Menggambar dengan metode ini lebih memotivasi anak untuk menggambarkan
sesuatu berdasarkan pengalaman dan kenangannya. Saat latihan, guru harus banyak
menggunakan pertanyaan untuk membantu mereka mengingat detail yang berarti
dari pengalaman mereka.
c. Menggambar berdasarkan imajinasi.
Kejadian mendorong kita untuk keluar dan bisa diekspresikan dalam bentuk gambar,
lukisan, dan model. Menggambar dengan imajinasi menjadi lebih efektif dengan
latihan yang rutin.
5. Hal hal yang perlu diperhatikan saat menggambar
Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
Menggambar disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
Ulangi suatu cara menggambar sehingga anak terampil, sebelum meningkat
pada keterampilan yang lebih majemuk.
Jangan memaksa anak menggambar, bila anak sedang tidak ingin menggambar.
6. Evaluasi
Peserta terapi bermain menggambar mampu:
- Anak bisa menggambar sesuai dengan tingkat perkembangan
- Membedakan warna dan bentuk gambar
- Menulis dan mengambar
- Merasa senang,tenang terkait hospitalisasi.







BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut, tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dimana dalam bermain anak akan
menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan
tugas-tugas dalam bermain. Bermain bagi anak adalah suatu kebutuhan selayaknya
bekerja pada orang dewasa, oleh sebab itu bermain di rumah sangat diperlukan guna
untuk mengatasi adanya dampak hospitalisasi yang diasakan oleh anak. Dengan
bermain, anak tetap dapat melanjutkan tumbuh kembangnya tanpa terhambat oleh
adanya dampak hospitalisasi tersebut.

B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak dapat
tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin penting
dari stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan dari
permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat meminimalkan
trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan khusus
untuk melakukan tindakan.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.
Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh
kembang anak walaupun dirumah sakit.






























SATUAN ACARA PENYULUHAN
TERAPI BERMAIN MENGGAMBAR

Judul : Terapi bermain menggambar
Tanggal pelaksanaan : -
Waktu : -
Tempat : -
Peserta : -

SASARAN
1. Anak usia sekolah
2. Anak yang dirawat di rumah sakit
3. Tidak mempunyai keterbatasan (fisik atau akibat terapi lain) yang dapat
menghalangi proses terapi bermain
4. Kooperatif dan mampu mengikuti proses kegiatan sampai selesai
5. Anak yang dapat memegang crayon
6. Anak yang mau berpartisipasi dalam terapi bermain menggambar

MEDIA
1. Crayon
2. Tissue
3. Karpet
4. Kertas bergambar
5. Lembar penilaian

SETTING TEMPAT

Keterangan :
: Fasilitator

: Peserta

: Observer


SRATEGI PELAKSAAN
No. Waktu Kegiatan Peserta
1. 5 menit Pembukaan :
1. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam.
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan dari terapi
bermain
4. Kontrak waktu anak dan orang tua

Menjawab salam
Mendengarkan
Memperhatikan
Memperhatikan
2. 20 menit Pelaksanaan :
1. Menjelaskan tata cara pelaksanaan
terapi bermain mewarnai kepada
anak

Memperhatikan

Bertanya

2. Memberikan kesempatan kepada
anak untuk bertanya jika belum jelas
3. Membagikan kertas bergambar dan
crayon
4. Fasilitator mendampingi anak dan
memberikan motivasi kepada anak
5. Menanyakan kepada anak apakah
telah selesai menggambar
6. Memberitahu anak bahwa waktu
yang diberikan telah selesai
7. Memberikan pujian terhadap anak
yang mampu menggambar sampai
selesai

Antusias saat
menerima
peralatan
Memulai untuk
menggambar
Menjawab
pertanyaan
Mendengarkan
Memperhatikan
3. 10 menit Evaluasi :
1. Memotivasi anak untuk
menyebutkan apa yang diwarnai
2. Mengumumkan nama anak yang
dapat mewarnai dengan contoh
3. Membagikan reward kepada seluruh
peserta

Menceritakan

Gembira

Gembira
4. 5 menit Terminasi:
1. Memberikan motivasi dan pujian
kepada seluruh anak yang telah
mengikuti program terapi bermain

Memperhatikan
Gembira
Mendengarkan
2. Mengucapkan terima kasih kepada
anak dan orang tua
3. Mengucapkan salam penutup

Menjawab salam

KRITERIA EVALUASI
1. Evalusi Struktur
a. Anak hadir di ruangan minimal 6 orang.
b. Penyelenggaraan terapi bermain dilakukan di ruang hematologi BONA lantai 2.
c. Pengorganisasian penyelenggaraan terapi dilakukan sebelumnya
2. Evaluasi Proses
a. Anak antusias dalam kegiatan menggambar
b. Anak mengikuti terapi bermain dari awal sampai akhir
c. Tidak terdapat anak yang rewel atau malas untuk menggambar
3. Kriteria Hasil
a. Anak terlihat senang dan gembira
b. Kecemasan anak berkurang
c. Menggambar sesuai dengan contoh
d. Anak mampu menyebutkan warna yang dipakai

PENGORGANISASIAN
1. Pembimbing Pendidikan :
2. Pembimbing Ruangan :
3. Leader :
4. Fasilitator :




5. Observer :


6. Anak : anak usia sekolah

TUGAS MASING-MASING
1. Leader : Memimpin jalannya program terapi
2. Fasilitator : Mendampingi dan mengarahkan saat anak terapi
3. Observer : Mencatat dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
4. Anak : Mengikuti jalannya terapi bermain

PERKIRAAN HAMBATAN :
1. Jadwal terapi bermain yang kurang sesuai (lebih lambat dari yang di
jadwalkan)
2. Anak rewel atau ingin keluar dari terapi bermain

ANTISIPASI HAMBATAN/MASALAH
1. Jadwal terapi bermain disesuaikan (tidak pada waktu terapi)
2. Melakukan kerjasama dengan orang tua untuk mendampingi anak selama
program terapi.





DAFTAR PUSTAKA

Stuart, Gail and Laraia, Michele. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing. St.
Louis: Mosby.
Internet. http://klinis.wordpress.com/2007/08/30/penerapan-terapi-bermain-bagi-
penyandang-autisme-1/. Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 04.00 p.m.
Internet. http://konsultanmainan.multiply.com/journal/item/5/Terapi_Bermain. Downloaded
on Wednesday, 14th April 2010 at 03.30 p.m.
Internet. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1916947-terapi-
bermain/ Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 03.45 p.m.
Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. (2003). Clinical Manual of Pediatric Nursing. USA: Mosby.

You might also like