You are on page 1of 6

Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2

Patogenesis diabetes tipe 2 jauh lebih sedikit diketahui meskipun tipe ini merupakan yang
tersering ditemukan. Tidak ada bukti bahwa mekanisme autoimun berperan. Gaya hidup jelas
berperan, yang akan jelas jika kegemukan dipertimbangkan. Meskipun dahulu dianggap
sebagai penyakit orang dewasa, saat ini timbul kekhawatiran adanya peningkatari epidemik
insidensi diabetes tipe ini pada anak-anak yang kegemukan, terutama di antara mereka
yang berkulit hitam, keturunan Spanyol, Amerika asli, dan Asia.
Pada tipe ini, faktor genetik berperan lebih penting dibandingkan dengan pada diabetes tipe
1A. Di antara kembar identik, angka concordance adalah 60% hingga 80%. Pada anggota
keluarga dekat dari pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar nonidentik), risiko menderita
penyakit ini lima hingga sepuluh kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang
sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1A,
penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologik menunjukkan bahwa
diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetik, masing-masing memberi
kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan. Pemindaian
genom terhadap pasien dan anggota keluarga mereka memastikan bahwa tidak ada satu
pun gen yang berperan utama dalam kerentanan terhadap diabetes tipe 2. Saat ini sedang
dilakukan penelitian besar-besaran terh beberapa regio genomik tempat keberadaan gen
kandidat.
Dua defek metabolik yang menandai diabetes tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin
pada sel beta ketidakmampuan jaringan perifer berespons terhadap insulin (resistensi
insulin) (Gambar ). Peran sekresi, dibandingkan dengan resistensi insulin masih terus
diperdebatkan dan mungkin sebenarnya berbeda pada pasien yang berbeda dan pada
stadium penyakit yang berlainan.


Gangguan Sekresi Insulin pada Sel Beta. Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan
secara kuantitatif kurang berat dibandingkan dengan yang terjadi pada diabetes tipe 1. Pada
kenyataannya, pada awal perjalanan penyakit, kadar insulin bahkan mungkin meningkat
untuk mengompensasi resistensi insulin. Namun, kecil kemungkinannya bahwa diabetes tipe 2
hanya disebabkan oleh resistensi insulin. Pada kasus yang jarang, mutasi di reseptor insulin
menimbulkan resistensi insulin yang parah, yang jauh lebih berat daripada pasien dengan
diabetes tipe 2. Namun, banyak pasien ini mempertahankan kadar glukosa darah dalam
batas normal karena sel beta normal dapat meningkatkan produksi insulin.
Pada awal perjalanan diabetes tipe 2, sekresi insulin tampaknya normal dan kadar insulin
plasma tidak berkurang. Namun, pola sekresi insulin yang berdenyut dan osilatif lenyap, dan
fase pertama sekresi insulin yang cepat yang dipicu oleh glukosa menurun. Secara kolektif, hal
ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya gangguan sekresi insulin yang ditemukan
pada awal diabetes tipe 2, dan bukan defisiensi sintesis insulin.
Namun, pada perjalanan penyakit selanjutnya, terjadi defisiensi absolut insulin yang
ringan sampai sedang, yang lebih ringan dibandingkan dengan diabetes tipe 1. Penyebab
defisiensi insulin pada diabetes tipe 2 masih belum sepenuhnya jelas. Berdasarkan data mengenai
hewan percobaan dengan diabetes tipe 2, diperkirakan mula-mula resistensi insulin
menyebabkan peningkatan kompensatorik massa sel beta dan produksi insulinnya. Pada
mereka yang memiliki kerentanan genetik terhadap diabetes tipe 2, kompen-sasi ini gagal.
Pada perjalanan penyakit selanjutnya, terjadi kehilangan 20% hingga 50% sel beta, tetapi
jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh
glukosa. Namun, tampaknya terjadi gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta.
Dasar molekular gangguan sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa ini masih belum
sepenuhnya dipahami. Penelitian terakhir menunjukkan adanya suatu protein mitokondria
yang memisahkan respirasi biokimia dari fosforilasi oksidatif (sehingga menghasilkan
panas, bukan ATP). Protein ini, yang disebut uncoupling protein 2 (UCP2), diekspresikan pada sel
beta. Kadar UCP2 intrasel yang tinggi menumpulkan respons insulin, sedangkan kadar yang
rendah memperkuatnya. Oleh karena itu, dihipotesiskan bahwa peningkatan kadar UCP2 di sel
beta orang dengan diabetes tipe 2 mungkin dapat menjelaskan hilangnya sinyal glukosa yang
khas pada penyakit ini. Banyak perhatian dipusatkan pada masalah ini, karena manipulasi
terapeutik (untuk menurunkan) kadar UCP2 dapat digunakan untuk mengobati diabetes tipe 2.
Mekanisme lain kegagalan sel beta pada diabetes tipe 2 dilaporkan berkaitan dengan
pengendapan amiloid di islet. Pada 90% pasien diabetes tipe 2 ditemukan endapan amiloid pada
autopsi. Amilin, komponen utama amiloid yang mengendap ini, secara normal dihasilkan
oleh sel beta pankreas dan disekresikan bersama dengan insulin sebagai respons terhadap pem-
berian glukosa. Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin pada fase awal
diabetes tipe 2 menyebabkan peningkatan produksi amilin, yang kemudian mengendap
sebagai amiloid di islet. Amilin yang mengelilingi sel beta mungkin menyebabkan sel beta
agak refrakter dalam menerima sinyal glukosa. Yang lebih penting, amiloid bersifat toksik bagi
sel beta sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan sel beta yang ditemukan pada
kasus diabetes tipe 2 tahap lanjut.
Resistensi Insulin dan Obesitas. Seperti telah dibahas, defisiensi insulin terjadi
belakangan selama perjalanan penyakit diabetes tipe 2 namun, defisiensi ini tidak cukup
besar untuk dapat menjelaskan gangguan metabolik yang terjadi. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa resistensi insulin merupakan faktor utama dalam timbulnya diabetes
tipe 2.
Sejak permulaan, perlu dicatat bahwa resistensi insulin adalah suatu fenomena kompleks
yang tidak terbatas pada sindrom diabetes. Pada kegemukan dan kehamilan, sensitivitas
insulin jaringan sasaran menurun (walaupun tidak terdapat diabetes), dan kadar insulin
serum mungkin meningkat untuk mengompensasi resistensi insulin tersebut. Oleh karena iru,
baik obesitas maupun kegemukan, dapat menyebabkan terungkapnya diabetes tipe 2
subklinis dengan meningkatkan resistensi insulin ke suatu tahap yang tidak lagi dapat
dikompensasi dengan meningkatkan produksi insulin.
Dasar selular dan molekular resistensi insulin masih belum sepenuhnya dimengerti.
Terdapat tiga sasaran utama kerja insulin jaringan lemak dan otot di kedua jaringan tersebut
insulin meningkatkan penyerapan glukosa, dan hati, tempat insulin menekan produksi
glukosa. Seperti telah dibicarakan, insulin bekerja pada sasaran pertama-tama dengan
berikatan-dengan reseptornya. Pengaktifan reseptor insulin memicu serangkaian respons
intrasel yang memengaruhi jalur metabolisme sehingga terjadi translokasi unit transpor
glukosa ke membran sel yang memudahkan penyerapan glukosa. Pada prinsipnya, resistensi
insulin dapat terjadi di tingkat reseptor insulin atau di salah satu jalur sinyal (pascareseptor)
yang diaktifkan oleh pengikatan insulin ke reseptornya. Pada diabetes tipe 2, jarang terjadi
defek kualitatif atau kuantitatif dalam reseptor insulin. Oleh karena itu, resistensi insulin
diperkirakan terutama berperan dalam pem-bentukan sinyal pascareseptor.
Untuk memahami dasar resistensi insulin, perlu ditekankan adanya hubungan antara
kegemukan dan diabetes tipe 2. Seperti telah dinyatakan, obesitas berkaitan dengan
resistensi insulin walaupun tidak terdapat diabetes. Oleh karena itu, tidaklah mengheran-kan
bahwa obesitas adalah salah satu faktor risiko lingkungan yang penting dalam patogenesis
diabetes tipe 2, dan diperkirakan berperan penting dalam meningkatnya insidensi diabetes
bentuk ini pada anak. Untungnya, bagi banyak orang kegemukan dengan diabetes, penurunan
berat dan olahraga dapat memulih-kan resistensi insulin dan gangguan toleransi glukosa,
terutama pada awal perjalanan penyakit saat produksi insulin belum banyak terpengaruh.
Bagaimana kegemukan berkaitan dengan resistensi insulin. Penelitian terakhir menunjukkan
bahwa jaringan lemak bukanlah sekadar tempat penimbunan untuk trigliserida tetapi
merupakan suatu jaringan "endokrin" aktif yang dapat berdialog dengan otot dan hati (dua
jaringan sasaran insulin yang penting). Efek adiposit jarak-jauh ini terjadi melalui zat
perantara yang dikeluarkan oleh sel lemak. Molekul ini meliputi faktor nekrosis tumor (TNF),
asam lemak, leptin, dan suatu faktor baru yang disebut resistin. TNF, yang lebih dikenal karena
efeknya pada peradangan dan imuni-tas, disintesis di adiposit dan mengalami ekspresi
berlebihan dalam sel lemak orang yang kegemukan. TNF menyebabkan resistensi insulin
dengan meme-ngaruhi jalur-jalur sinyal pascareseptor. Pada kegemukan, kadar asam lemak
bebas lebih tinggi daripada normal, dan asam lemak ini meningkatkan resistensi insulin melalui
mekanisme yang belum sepenuhnya diketahui. Leptin adalah suatu hormon adiposit yang
menyebabkan obesitas hebat dan resistensi insulin pada hewan pengerat yang tidak memiliki
gennya. Pengembalian leptin ke hewan ini mengurangi obesitas dan, secara independen,
resistensi insulin; karena itu, tidak seperti TNF, leptin memperbaiki resistensi insulin. Zat
terakhir yang ditemukan dalam jaringan adiposa adalah resistin, yang diberi nama demikian
karena zat ini meningkatkan resistensi insulin. Resistin dihasilkan oleh sel lemak, dan kadarnya
meningkat pada berbagai model hewan pengerat untuk obesitas. Penurunan kadar resistin
meningkatkan kerja insulin dan, sebaliknya, pemberian resistin rekombinan meningkatkan
resistensi insulin pada hewan normal. Yang cukup menarik, efek terapeutik obat antidiabetes
oral tertentu yang digunakan dalam penanganan diabetes tipe 2 pada manusia juga mungkin
berkaitan dengan kemampuan obat tersebut memodulasi produksi resistin. Obat antidiabetes
golongan tiazolidi-nedion berikatan dengan reseptor yang disebut per-oxisome proliferator-
activated receptor y (PPAR-y), yang diekspresikan di nukleus sel lemak. Dengan mengikat
reseptor di adiposit, obat golongan tiazolidinedion me-ngendalikan transkripsi resistin atau gen
sel adiposa lainnya yang memengaruhi resistensi insulin. Diperkirakan sinyal PPAR-y dalam
mengendalikan resistensi insulin ditunjang oleh penelitian terhadap pasien yang mengalami
mutasi loss-of-function di gen PPAR-y. Para pasien ini, yang jarang ditemukan, memper-
lihatkan resistensi insulin dan mengalami diabetes. Oleh karena itu, pengaktifan reseptor
PPAR-y oleh obat menurunkan resistensi insulin, dan mutasi yang mengganggu pembentukan
sinyal PPAR-y meningkatkan resistensi insulin. Diperkirakan pemahaman yang lebih mendalam
tentang jalur-jalur semacam ini dalam sel lemak dapat menghasilkan sasaran terapeutik baru
untuk pengobatan diabetes tipe ; sebagai salah satu contoh, obat yang menetralkan kerja
resistin mungkin bermanfaat dalam terapi diabetes tipe 2. Sebagai ringkasan, diabetes tipe 2
merupakan suatu penyakit kompleks multifaktor yang melibatkan gangguan pengeluaran
insulin maupun insensitivitas organ sasaran. Resistensi insulin, yang berkaitar erat dengan
obesitas (Gambar), menimbulkan stres berlebihan pada sel beta, yang akhirnya mengalami
kegagalan dalam menghadapi peningkatan kebutuhan insulin.

You might also like