Penggunaan PCR dalam teknik skrining Seperti yang telah kita lihat dalam Bab 7, PCR telah memiliki efek yang sangat besar pada manipulasi gen dan biologi molekuler. PCR dapat digunakan sebagai metode skrining bank klon, meskipun ada metode tradisional yang lain untuk skrining perpustakaan yang mungkin lebih efisien. Meskipun PCR mudah untuk disiapkan, tetapi hal tersebut masih merupakan tugas yang berat jika klon yang harus diskrining terdiri dari beberapa ratus atau ribuan. Untuk dapat mengatasi masalah ini, dan karena PCR sangat spesifik (dengan asumsi bahwa sepasang primer yang sesuai tersedia), sehingga dapat digunakan sebagai cara untuk mengidentifikasi klon tertentu. Salah satu cara untuk mereduksi atau mengurangi jumlah PCR individu adalah melakukan PCR dari sekumpulan kon. Cara ini dikenal sebagai skrining kombinatorial. Dasar teknik ini ditampilkan di gambar Sebanyak 8,6, di mana kita menganggap hasil klon yang telah dewasa dalam satu 96-well microtitre plate. a) pooling dari baris dan kolom klon. Baris A klon A1-A12 dikumpulkan dan dilakukan PCR tunggal. Hal tersebut juga dilakukan untuk kolom 1 (A1-H1). PCR tunggal dilakukan untuk setiap baris dan kolom yang dikumpulkan, dengan demikian, hanya 20 PCR yang diperlukan untuk 96- well microtitre plate (8 baris dan 12 kolom). b) hasil PCR positif ditunjukkan pada kolom 5 baris C, jadi kolon positif ada pada sumur C5, artinya kita sudah mendapatkan klon yang kita inginkan. c) hasilnya akan berbeda, jika hasil positif ada lebih dari satu yaitu pada baris D dan G dan kolom 6, dan 9. Dalam kasus ini empat klon (D6, D9, G6, dan G9) akan kembali diuji untuk menentukan klon positif yang diinginkan. Jika sampel klon memiliki jumlah yang lebih banyak, teknik ini dapat diperpanjang secara vertical dengan menambahkan lebih banyak plate dengan susunan yang ditumpuk atau bertingkat. Kemudian dilakukan penyatuan atau pengumpulan klon dalam tiga dimensi (baris, kolom dan vertikal). Tujuan keseluruhan adalah untuk mencapai identifikasi khusus yang diinginkan. B1J011050 GALANG ANAHATTA H Penggunaan PCR dalam skrining gen PCR dapat digunakan untuk screening gen terklon. Namun pada dasarnya untuk mengetahui gen target dari klon yang ada kita harus melakukannya satu demi satu dari ratusan bahkan hingga ribuan kali reaksi PCR. Oleh karena itu dilakukan teknik combinatorial screening, tujuan dilakukan skrining kombinatorial yaitu untuk mengurangi reaksi PCR secara individual atau satu per satu reaksi PCR. Hal ini dapat dilakukan karena PCR bekerja dengan primer yang sangat spesifik. Jadi hanya primer tertentu yang kita inginkan saja yang dapat mengamplifikasi gen target yang diinginkan. Dalam microtitre yang berisi 96 sumuran diisi dengan 96 klon yang berbeda. Diibaratkan kumpulan klon tersebut adalah perpustakaan gen. Dari 96 klon tersebut kita ingin mengetahui dimana gen target yang kita inginkan.
Gambar 1 Klon dalam satu kolom atau satu baris hanya di PCR sekali saja dengan cara menyatukan klon-klon yang tersedia dalam suatu tabung PCR. Tabung 1 diisi kumpulan klon kolom ke-1 diisi dari 8 klon dibawahnya (1A-1H), tabung 2 diisi kumpulan klon kolom ke-2 (2A-2H), tabung 3 diisi kumpulan klon dari kolom ke-3 dari 8 klon dibawahnya (3A-3H), dst. Jadi akan ada 12 tabung dari tabung 1-12 yang masing-masing satu tabungnya berisi 8 klon yang mewakili satu kolom. Begitu juga dengan daerah baris, tabung A diisi kumpulan klon dari baris A dari 12 klon di sebelah kanannya (A1-A12), tabung B diisi kumpulan klon dari baris B dari 12 klon di sebelah kanannya (B1-B12), dst. Jadi akan ada 8 tabung dari tabung A-H yang masing masing satu tabungnya berisi 12 klon yang mewakili satu baris. Total ada 20 tabung yang siap di PCR, jadi kita tidak perlu melakukan 96 kali reaksi PCR satu demi satu, namun hanya melakukan 20 kali PCR.
Gambar 2 Setelah dilakukan PCR dari 20 tabung, didapatkan hasil bahwa klon yang positif berada di kolom 5 dan baris C. Jadi klon yang positif mengandung gen target berada di sumuran 5C, atau di titik pertemuan antara baris C dan kolom 5.
Gambar 3 Apabila hasil menunjukkan seperti pada Gambar 3, klon yang positif adalah klon pada sumuran D6,, D9, G6, dan G9, maka perlu dilakukan tes kembali dengan PCR untuk mementukan mana klon yang positif mengandung gen target. Intinya dari skrining kombinatorial ini bertujuan untuk mengurangi reaksi PCR yang harus dilakukan untuk mendapatkan identifikasi yang spesifik. PROTEIN NATIVE (ASLI) DAN PROTEIN FUSI Agar ekspresi DNA kloning efisien, gen harus dimasukkan ke dalam vektor yang memiliki promotor yang sesuai dan yang dapat di kenali oleh sel inang yang sesuai seperti E. coli. Meskipun organisme ini tidak ideal untuk mengekspresikan gen eukariotik, banyak masalah yang dapat diatasi dengan menggunakan E. coli sebagai rekombinan sehingga sinyal ekspresi diketehaui oleh sel inang. Sinyal tersebut termasuk promotor dan terminator untuk transkripsi, dan situs pengikatan ribosom (Shine - urutan Dalgarno) untuk translasi. Atau, sel inang eukariotik seperti ragi S. cerevisiae, atau sel mamalia di kultur jaringan, mungkin dapat digunakan u tuk protein tertentu. Untuk protein eukariotik, urutan pengkode biasanya berasal dari klon cDNA yang terletak mRNA. Hal ini penting jika gen mengandung intron, karena ini tidak akan diproses keluar dari transkrip primer dalam berbagai prokariotik. Bila cDNA telah diperoleh, vektor yang cocok harus dipilih. Meskipun ada berbagai macam vektor ekspresi, ada dua kategori utama yang menghasilkan baik protein native (asli) atau protein fusi. Protein native disintesis langsung dari terminal N di cDNA, sedangkan protein fusi mengandung sukens pendek, yakni sekuens asam amino N-terminal dikodekan oleh vektor. Dalam beberapa kasus ini mungkin penting untuk stabilitas protein atau sekresi jadi tdak terlalu dipermasalahkan. Namun, urutan tersebut jika diinginkan dapat dihapus pada rekombinan yang mengandung residu metionin pada titik fusi. Kimia sianogen bromida (CNBr) dapat digunakan untuk membelah protein pada residu metionin, sehingga melepaskan peptida yang diinginkan. Masalah utama dengan pendekatan ini terjadi jika protein mengandung satu atau lebih residu metionin internal, ini akan menghasilkan pembelahan yang tidak diinginkan oleh CNBr. Ketika membangun sebuah rekombinan untuk sintesis protein fusi, penting jika cDNA disisipkan ke dalam vektor pada posisi dalam mempertahankan kerangka pembacaan yang benar (reading frame). Penambahan atau penghapusan satu atau dua pasangan basa di persimpangan vektor / insert mungkin diperlukan untuk memastikan hal ini, meskipun ada vektor yang telah dibangun sehingga semua tiga frame pembacaan potensial yang diwakili untuk vektor / insert kombinasi tertentu. Jadi, dengan menggunakan tiga varian vektor, fusi di-frame yang benar dapat diperoleh.