You are on page 1of 3

Teaching Assistant (TA): Anggie Diamanta (085719711226)

B1J011053 NURUL ANISAH


Penggunaan PCR dalam teknik skrining
Seperti yang telah kita lihat dalam Bab 7, PCR telah memiliki efek yang sangat besar pada manipulasi gen dan biologi
molekuler. PCR dapat digunakan sebagai metode skrining bank klon, meskipun ada metode tradisional yang lain untuk
skrining perpustakaan yang mungkin lebih efisien. Meskipun PCR mudah untuk disiapkan, tetapi hal tersebut masih
merupakan tugas yang berat jika klon yang harus diskrining terdiri dari beberapa ratus atau ribuan. Untuk dapat
mengatasi masalah ini, dan karena PCR sangat spesifik (dengan asumsi bahwa sepasang primer yang sesuai tersedia),
sehingga dapat digunakan sebagai cara untuk mengidentifikasi klon tertentu. Salah satu cara untuk mereduksi atau
mengurangi jumlah PCR individu adalah melakukan PCR dari sekumpulan kon. Cara ini dikenal sebagai skrining
kombinatorial. Dasar teknik ini ditampilkan di gambar Sebanyak 8,6, di mana kita menganggap hasil klon yang telah
dewasa dalam satu 96-well microtitre plate.
a) pooling dari baris dan kolom klon. Baris A klon A1-A12 dikumpulkan dan dilakukan PCR tunggal. Hal tersebut juga
dilakukan untuk kolom 1 (A1-H1). PCR tunggal dilakukan untuk setiap baris dan kolom yang dikumpulkan, dengan
demikian, hanya 20 PCR yang diperlukan untuk 96- well microtitre plate (8 baris dan 12 kolom).
b) hasil PCR positif ditunjukkan pada kolom 5 baris C, jadi kolon positif ada pada sumur C5, artinya kita sudah
mendapatkan klon yang kita inginkan.
c) hasilnya akan berbeda, jika hasil positif ada lebih dari satu yaitu pada baris D dan G dan kolom 6, dan 9. Dalam kasus
ini empat klon (D6, D9, G6, dan G9) akan kembali diuji untuk menentukan klon positif yang diinginkan. Jika sampel klon
memiliki jumlah yang lebih banyak, teknik ini dapat diperpanjang secara vertical dengan menambahkan lebih banyak
plate dengan susunan yang ditumpuk atau bertingkat. Kemudian dilakukan penyatuan atau pengumpulan klon dalam
tiga dimensi (baris, kolom dan vertikal). Tujuan keseluruhan adalah untuk mencapai identifikasi khusus yang diinginkan.
B1J011050 GALANG ANAHATTA H
Penggunaan PCR dalam skrining gen
PCR dapat digunakan untuk screening gen terklon. Namun pada dasarnya untuk mengetahui gen target dari klon yang
ada kita harus melakukannya satu demi satu dari ratusan bahkan hingga ribuan kali reaksi PCR. Oleh karena itu
dilakukan teknik combinatorial screening, tujuan dilakukan skrining kombinatorial yaitu untuk mengurangi reaksi PCR
secara individual atau satu per satu reaksi PCR. Hal ini dapat dilakukan karena PCR bekerja dengan primer yang sangat
spesifik. Jadi hanya primer tertentu yang kita inginkan saja yang dapat mengamplifikasi gen target yang diinginkan.
Dalam microtitre yang berisi 96 sumuran diisi dengan 96 klon yang berbeda. Diibaratkan kumpulan klon tersebut
adalah perpustakaan gen. Dari 96 klon tersebut kita ingin mengetahui dimana gen target yang kita inginkan.

Gambar 1
Klon dalam satu kolom atau satu baris hanya di PCR sekali saja dengan cara menyatukan klon-klon yang tersedia dalam
suatu tabung PCR. Tabung 1 diisi kumpulan klon kolom ke-1 diisi dari 8 klon dibawahnya (1A-1H), tabung 2 diisi
kumpulan klon kolom ke-2 (2A-2H), tabung 3 diisi kumpulan klon dari kolom ke-3 dari 8 klon dibawahnya (3A-3H), dst.
Jadi akan ada 12 tabung dari tabung 1-12 yang masing-masing satu tabungnya berisi 8 klon yang mewakili satu kolom.
Begitu juga dengan daerah baris, tabung A diisi kumpulan klon dari baris A dari 12 klon di sebelah kanannya (A1-A12),
tabung B diisi kumpulan klon dari baris B dari 12 klon di sebelah kanannya (B1-B12), dst. Jadi akan ada 8 tabung dari
tabung A-H yang masing masing satu tabungnya berisi 12 klon yang mewakili satu baris. Total ada 20 tabung yang siap
di PCR, jadi kita tidak perlu melakukan 96 kali reaksi PCR satu demi satu, namun hanya melakukan 20 kali PCR.

Gambar 2
Setelah dilakukan PCR dari 20 tabung, didapatkan hasil bahwa klon yang positif berada di kolom 5 dan baris C. Jadi klon
yang positif mengandung gen target berada di sumuran 5C, atau di titik pertemuan antara baris C dan kolom 5.

Gambar 3
Apabila hasil menunjukkan seperti pada Gambar 3, klon yang positif adalah klon pada sumuran D6,, D9, G6, dan G9,
maka perlu dilakukan tes kembali dengan PCR untuk mementukan mana klon yang positif mengandung gen target.
Intinya dari skrining kombinatorial ini bertujuan untuk mengurangi reaksi PCR yang harus dilakukan untuk
mendapatkan identifikasi yang spesifik.
PROTEIN NATIVE (ASLI) DAN PROTEIN FUSI
Agar ekspresi DNA kloning efisien, gen harus dimasukkan ke dalam vektor yang memiliki promotor yang sesuai dan
yang dapat di kenali oleh sel inang yang sesuai seperti E. coli. Meskipun organisme ini tidak ideal untuk
mengekspresikan gen eukariotik, banyak masalah yang dapat diatasi dengan menggunakan E. coli sebagai
rekombinan sehingga sinyal ekspresi diketehaui oleh sel inang. Sinyal tersebut termasuk promotor dan terminator
untuk transkripsi, dan situs pengikatan ribosom (Shine - urutan Dalgarno) untuk translasi. Atau, sel inang eukariotik
seperti ragi S. cerevisiae, atau sel mamalia di kultur jaringan, mungkin dapat digunakan u tuk protein tertentu.
Untuk protein eukariotik, urutan pengkode biasanya berasal dari klon cDNA yang terletak mRNA. Hal ini penting
jika gen mengandung intron, karena ini tidak akan diproses keluar dari transkrip primer dalam berbagai
prokariotik. Bila cDNA telah diperoleh, vektor yang cocok harus dipilih. Meskipun ada berbagai macam vektor
ekspresi, ada dua kategori utama yang menghasilkan baik protein native (asli) atau protein fusi. Protein native
disintesis langsung dari terminal N di cDNA, sedangkan protein fusi mengandung sukens pendek, yakni sekuens
asam amino N-terminal dikodekan oleh vektor. Dalam beberapa kasus ini mungkin penting untuk stabilitas protein
atau sekresi jadi tdak terlalu dipermasalahkan. Namun, urutan tersebut jika diinginkan dapat dihapus pada
rekombinan yang mengandung residu metionin pada titik fusi. Kimia sianogen bromida (CNBr) dapat digunakan
untuk membelah protein pada residu metionin, sehingga melepaskan peptida yang diinginkan. Masalah utama
dengan pendekatan ini terjadi jika protein mengandung satu atau lebih residu metionin internal, ini akan
menghasilkan pembelahan yang tidak diinginkan oleh CNBr. Ketika membangun sebuah rekombinan untuk sintesis
protein fusi, penting jika cDNA disisipkan ke dalam vektor pada posisi dalam mempertahankan kerangka
pembacaan yang benar (reading frame). Penambahan atau penghapusan satu atau dua pasangan basa di
persimpangan vektor / insert mungkin diperlukan untuk memastikan hal ini, meskipun ada vektor yang telah
dibangun sehingga semua tiga frame pembacaan potensial yang diwakili untuk vektor / insert kombinasi tertentu.
Jadi, dengan menggunakan tiga varian vektor, fusi di-frame yang benar dapat diperoleh.

You might also like