You are on page 1of 7

FOCUS GROUP DISCUSSION

TOPIK :PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN ILMU


KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL, SISTEM PEMBUKTIAN
DAN SISTEM MEDIKOLEGAL DI INDONESIA
TUJUAN
Mengetahui beberapa ketentuan hukum yang berhubungan dengan pelayanan Kedokteran
Forensik di tingkat penyidikan, penuntutan dan pengadilan, tentang proses peradilan
pidana dan perdata, system pemeriksaan medikolegal, sanksi hokum bagi dokter yang
menolak untuk memberikan bantuan di pengadilan serta sanksi hukum bagi masyarakat
yang mengahalangi bedah mayat kehakiman.

Proses peradilan
Dikenal dua macam proses peradilan yang sering melibatkan kalangan dokter, yaitu:
1. Perkara pidana
2. Perkara perdata

Perkara pidana
Perkara pidana adalah perkara yang menyangkut kepentingan dan ketentraman
masyarakat dimana pihak yang berpekara adalah antara jaksa penuntut umum mewakili negara
dengan tertuduh.
Proses peradilan pidana terdiri atas 3 tahap, yaitu 1 penyidikan oleh penyidik, tahap II
penuntutan oleh penuntut umum dan tahap III mengadili perkara oleh hakim.
Penyidikan dimulai dari penyelidikan oleh penyelidik yaitu seluruh pejabat kepolisian.
Pada tahap ini penyelidik Polri belum perlu meminta bantuan ahli untuk menentukan ada
tidaknya peristiwa pidana. Penyidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan
mengumpulkan bukti-bukti seehingga perkaranya menjadi jelas dan menemukan tersangka.
Dalam tahap ini keterlibatan ahli untuk membantu penyidik sangat penting yaitu sebagai
kompas dalam mengarahkan penyidikan. Kehadiran saksi ahli di sidang pengadilan mungkin
diperlukan untuk memberikan penjelasan tentang pemeriksaan yang talah dilakukannya (Visum
et Repertum) atau tentang pengetahuan di bidang yang dikuasainya yang diperlukan hakim.

Perkara Perdata
Perkara perdata adalah perkara antar pribadi atau badan hukum yaitu antara penggugat
dengan tergugat. Inisiatif berperkara datang dari pihak yang merasa dirugikan. Penggugat dan
tergugat dapat diwakili oleh pengacara.
System pemeriksaan medikolegal
Terdapat 3 sistem dalam menangani korban, yaitu:
1. System coroner
Pada system coroner perlu tidaknya pemeriksaan bedah mayat ditentukan oleh seorang
coroner. Pada mulanya coroner hanyalah petugas yang mewakili kerajaan (crown) dalam
membantu mengutip pajak di wilayah kekuasaannya. Sistem ini dipakai di Inggris dan di
beberapa Negara bagian Amerika atau di bekas jajahan Inggris.
2. System Medical Examiner.
Yang menentukan perlu tidaknya bedah mayat pada korban adalah seorang medical
examiner atau deputi-nya. Medical examiner adalah seorang ahli Patologi Forensik. Di
dalam system ini terdapat semua tim yang diperlukan untuk menyelidiki peristiwa
criminal seperti pemeriksaan autopsi, Kimia Forensic, Toksikologi, Balistik, sidik jari,
fotografi, DNA dan lain-lain, system ini umumnya dipakai di Amerika.
3. System Continental
System continental adalah system yang umumnya dipakai di daratan Eropa dan juga
dianut dinegara kita sebagai warisan penjajahan Belanda. Pada system ini yang
menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan bedah mayat adalah Polisi (penyidik)
atau dalam hukum acara pidana yang lama (RIB) adalah magistrate (pegawai penuntut
umum).

Ketentuan hukum di tingkat penyidikan
Ditingkat penyidikan, wewenang penyidik minta bantuan kepada dokter maupun ahli
lainnya dijelaskan KUHAP pasal 133. Bila tidak ada penyidik maka sesuai KUHAP pasal 10,
wewenang ini dilaksanakan oleh penyidik pembantu. Penyidik dan penyidik pembantu diatur
dalam KUHAP pasal 6-10.
KUHAP pasal 6
1. Penyidik adalah :
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang.
c. Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur kebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
KUHAP pasal 7
Penyidik POLRI karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1. Menerima laporan atau pengaduan seeorang tentang adanya tindak pidana
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
7. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersaangka atau saksi
8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan perkara
9. Mengadakan penghentian penyidikan
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang betanggung jawab.

KUHAP pasal 8
Berisi ketentuan tentang kewajiban penyidik membuat berita acara dan menyerahkan hasil
pemeriksaan kepada penuntut umum, dengan ketentuan:
1. Pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara
2. Dalam penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas
tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.



KUHAP pasal 10
Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat
oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

KUHAP pasal 134
1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya
tentang maksud dan tujuan perlu dilakukan pembedahan tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang
perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang.
Ketentuan yang berhubungan dengan penuntutan sebagaimana yang dalam Bab XV
KUHAP, tidak banyak yang berhubungan dengan dokter. Bila jaksa sebagai penuntut umum
melihat ada kekurangan dalam berkas yang disampaikan penyidik tidak dilengkapi dengan
visum, maka instansi ini akan meminta kepada penyidik untuk melengkapinya.

KUHP pasal 138
1. Penuntut umum setelah memeriksa hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari
dan menelitinya dan dalam waaktu tujuh hari wajib memberitahukannya kepada penyidik
apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.
2. Dalam hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas
perkara kepaada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk
dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas penyidik
harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.

Ketentuan hukum di tingkat pengadilan
Kewajiban atau peranan dokter untuk memberikan keterangan ahli di siding pengadilan
diatur dalam ketentuan sebagai berikut:

KUHAP pasal 179
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

KUHAP pasal 183
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Dalam ketentuan lain dijelaskan mengenai alat bukti yang sah yang terdapat dalam pasal
184 KUHP.

KUHAP pasal 184
Alat bukti yang sah ialah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa

Yang dimaksud dengan keterangan ahli dijelaskan pada pasal 186 KUHAP.
KUHAP pasal 186
Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di siding pengadilan secara lisan.
Alat bukti surat termasuk Yisum et Repertum yang dibuat dokter, ini dijelaskan dalam

KUHAP pasal 187
Surat sebagaiman tersebut dalam pasal 184 ayat (1) huruf c dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah :
a. Dst
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.

Hak undur diri
KUHAP pasal 170
1. Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan
rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai
saksi, yaitu tenang hal yang dipercayakan kepadanya.
2. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
Pasal ini menjelaskan adanya hak dokter untuk dapat mengundurkan diri sebagai saksi ahli.
Tetapi dapat atau tidak dapat menggunakan hak undur diri tergantung kepada hakim.

Sanksi hukum
Mengenai sanksi bagi dokter yang tidak mau memenuhi kewajibannya menurut yang
diatur dalam undang-undang, dapat dikenai sanksi hukum pidana.

KUHAP pasal 224
Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang menjadi saksi ahli atau juru bahasa
dengan sengaja atau tidak menjalankan suau kewajiban menurut undang-undang yang harus
dijalankan dalam kedudukan tersebut diatas:
1. Dalam perkara pidana, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.
Begitu pula bagi anggota masyarakat yang keberatan dilakukan bedah mayat dengan
berbagai alasan, maka pilihan akhirnya tergantung dari penyidik. Bila perlu pejabat kepolisian
dapat menggunakan ketentuan KUHP pasal 222.

KUHP pasal 222
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, dihukum denan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan atau denda
sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.

Kedudukan peraturan perudang-undangan
Secara norma, hukum ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Hukum tertulis
biasanya dinamakan peraturan perundang-undangan saja, sebab istilah peraturan telah
menunjukkan norma hukum tertulis. Secara hierarkis, peraturan perrundang-undangan di
Indonesia tersusun sebagai berikut :
1. Undang-Undang Dassar 1945
2. Ketetapan MPR
3. Undang-undang/ Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan-perraturan Pelaksanaan lainnya, seperti :
a. Peraturan Menteri
b. Instruksi Menteri

Hirarki tersebut berarti bahwa peraturan yang lebih rendah secara tegas harus
berdasarkan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi. Selain hukum terulis, ada pula
hukum tidak tertulis, yang lazimnya disebut juga sebagai hukum adat. Hukum tidak tertulis
bersumber pada kebiasaan yang kemudian mempunyai akibat-akibat hukum.

You might also like