You are on page 1of 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Konsep Lansia
a. Definisi
Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun (WHO,
2010). Undang-Undang No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia dan
Peraturan Pemerintah RI nomor 43 juga menyebutkan bahwa lanjut usia (lansia)
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas (Mubarak, dkk.,
2006). Berdasarkan pengertian tersebut maka yang dimaksud dengan lanjut usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun atau lebih.
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Usia lanjut merupakan tahap perkembangan psikososial
yang terakhir (ke delapan) dalam tahapan Erik Erikson. Perkembangan
psikososial lansia adalah tercapainya integritas diri yang utuh (Potter & Perry,
2010).
Erickson (1985) menyatakan bahwa pencapaian tertinggi pada masa
lansia adalah adanya rasa ego integrity atau integritas diri yaitu sebuah
pencapaian yang didasari refleksi mengenai jalan hidup seseorang. Pada tahap
ini lansia dikatakan berada pada tahap integritas ego versus keputusasaan dan
mempunyai tugas perkembangan menerima tanggung jawab diri dan kehidupan
(Papalia, Olds, & Feldman,. 2009). Keberhasilan lansia untuk mencapai
integritas ego ini sangat penting guna memberikan kesempatan ada lansia untuk
bisa menjalani masa tuanya dengan sehat secara fisik dan mental serta sejahtera.

10
11

b. Batasan lanjut usia
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO dalam Nugroho, 2008) menetapkan
batasan lanjut usia yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun;
2) Usia lanjut (elderly) antara 60 sampai 74 tahun;
3) Usia tua (old) antara 75 sampai 90 tahun;
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Sedangkan batasan menurut Depkes RI (2003, dalam Maryam, 2008)
yang terdiri dari :
1) Pra lansia yaitu seseorang berusia antara 45-59 tahun;
2) Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih;
3) Lansia beresiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan;
4) Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang menghasilkan barang/jasa;
5) Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

c. Tipe lansia
Lansia memiliki beberapa tipe (Nugroho, 2008), yaitu :
1) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

12

2) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan
banyak menuntut.
4) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

d. Tugas perkembangan lansia
Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi
seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu,
namun seiring penuaan sistem tubuh perubahan penampilan dan fungsi tubuh
akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupakan
perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah waktu timbulnya
perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari (Potter & Perry,
2010).
Adapun tugas perkembangan pada lansia adalah (Maryam, Ekasari,
Rosidawati, Jubaedi, & Batubara, 2008) :
1) Beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik;
13

2) Beradaptasi terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan;
3) Beradaptasi terhadap kematian pasangan;
4) Menerima diri sebagai individu yang menua;
5) Mempertahankan kehidupan yang memuaskan;
6) Menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa;
7) Menemukan cara mempertahankan kualitas hidup.

e. Teori proses menua
Menurut Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan
proses penuaan, yaitu :
1) Teori biologi
Teori biologi mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan
termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan
kematian. Teori biologi mencakup teori genetika dan mutasi, immunology
slow theory, dan teori radikal bebas.
a) Teori genetika (genetic theory/genetic lock)
Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang secara
tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk
mengubah sel atau struktur jaringan. Teori genetika terdiri dari teori
asam deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi,
somatik dan teori glikogen. Teori-teori ini menyatakan bahwa proses
replikasi pada tingkatan seluler menjadi tidak teratur karena adanya
informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti sel. Molekul DNA
menjadi bersilangan (crosslink) dengan unsur lain sehingga mengubah
unsur genetik. Adanya crosslink ini mengakibatkan kesalahan pada
14

tingkat seluler yang akhirnya menyebabkan sistem dan organ tubuh gagal
untuk berfungsi.
b) Immunologi slow theory
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem
imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua,
pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan,
sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti
kanker dan infeksi. Seiring dengan kurangnya fungsi sistem imun,
terjadilah peningkatan dalam respons autoimun tubuh.
c) Teori radikal bebas
Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang
merupakan bagian molekul yang sangat reaktif. Molekul ini memiliki
muatan ekstraseluler kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein,
mengubah bentuk dan sifatnya, molekul ini juga dapat bereaksi dengan
lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya
atau dapat berikatan dengan organel sel.
2) Teori psikologis
Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan
keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya penurunan
dan intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori dan
belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan
berinteraksi. Persepsi merupakan kemampuan interpretasi lingkungan.
Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik maka akan terjadi pula
penurunan kemampuan untuk menerima, memproses dan merespon stimulus,
15

sehingga terkadang akan muncul aksi reaksi yang berbeda dari stimulus yang
ada.
3) Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan,
yaitu teori interaksi sosial (sosial exchange theory), teori penarikan diri
(disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori
kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan (development
theory) dan teori stratifikasi usia (age stratification theory).
4) Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti
kehidupan.

f. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Eliopoulus (2005) mengatakan seorang lansia akan mengalami
perubahan-perubahan baik secara fisik maupun secara psikologis.
1) Perubahan-perubahan fisik
a) Sel
Jumlah sel berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun
dan cairan intraseluler menurun.
b) Persyarafan
Saraf panca indra mengcil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang
berhubungan dengan stress yang berkurang atau hilangnya lapisan
16

myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan
refleks.
c) Sistem pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi ganguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
d) Sistem penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap
menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan katarak.
e) Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontaksi dan volume), elastisitas pembuluh darah
menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga
tekanan darah meningkat.
f) Sistem respirasi
Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas
paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih
berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk
menurun serta terjadi penyempitan pada bronkus.
g) Sistem gastrointestinal
Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan
peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun. Ukuran
lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga
menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan.


17

h) Sistem perkemihan
Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di
glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
mengonsentrasi urin ikut menurun.
i) Sistem integumen
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam
hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun,
rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan
rapuh, serta kuku kaki berlebihan seperti tanduk.
j) Sistem muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot),
kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
2) Perubahan-perubahan psikososial
a) Pensiun
Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun
(purna tugas), dia akan mengalami kehilangan antara lain: kehilangan
finansial (income berkurang), kehilangan status, kehilangan
teman/kenalan atau relasi, dan kehilangan pekerjaan atau kegiatan;
b) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality);
c) Perubahan dalam hidup yaitu memasuki rumah perawatan lebih sempit;
d) Ekonomi melemah atau menurun akibat berhenti dari jabatan (economic
deprivation);
18

e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sakit, bertambahnya
biaya pengobatan;
f) Penyakit kronis dan ketidakmampuan;
g) Gangguan saraf panca indra;
h) Hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik : perubahan terhadap gambaran
diri dan konsep diri.

g. Kepribadian lansia
1) Komponen kepribadian menurut Freud (Videbeck, 2008).
a) Id merupakan bagian sifat individu yang mencerminkan naluri dasar
atau bawaan, seperti perilaku mencari kesenangan, agresi, dan impuls
seksual. Id mencari kesenangan instan, menyebabkan perilaku impulsif
dan tidak dipikirkan, dan tidak mematuhi aturan atau konvensi sosial.
b) Superego merupakan bagian sifat individu yang mencerminkan konsep
moral dan etis, nilai, serta harapan sosial dan orang tua. Oleh karena itu,
superego secara langsung bertentangan dengan id.
c) Ego merupakan kekuatan pengimbang atau penengah antara id dan
superego. Ego dianggap menunjukkan perilaku dewasa dan adaptif,
yang memungkinkan individu berhasil menjalankan fungsinya didunia.
2) Tipe kepribadian lansia
Lima tipe kepribadian lansia adalah sebagai berikut (Kuntjoro,
2002):
a) Tipe kepribadian konstruktif (construction personalitiy), biasanya tipe
ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat
tua;
19

b) Tipe kepribadian mandiri (independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa
lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada
dirinya;
c) Tipe kepribadian tergantung (dependent personalitiy), pada tipe ini
biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan
keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi
jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya;
d) Tipe kepribadian bermusuhan (hostility personality), pada tipe ini
setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya,
banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara
seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-
marit;
e) Tipe kepribadian kritik diri (self hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu
orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

2. Konsep diri
a. Definisi
Konsep diri adalah semua ide, fikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi idividu dalam
berhubungan dengan orang lain (Sobur, 2003). Hal ini termasuk persepsi
individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan
20

lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan
serta keinginannya.
Secara umum disepakati bahwa konsep diri belum ada sejak lahir,
konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan
dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh
bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.
Keluarga merupakan peran penting dalam membantu perkembangan konsep diri
terutama saat pengalaman masa kanak-kanak. Individu dengan dengan
kepribadian yang sehat akan mengalami hal-hal berikut ini yaitu citra tubuh
yang positif dan sesuai, konsep diri yang postif, ideal diri yang realistis, harga
diri yang tinggi, performa peran yang memuaskan dan rasa identitas yang jelas
(Stuart & Sundeen, 2000).
Konsep diri juga merupakan suatu ukuran kualitas yang memungkinkan
seseorang dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu
lainnya. Kualitas yang membuat seseorang memiliki keunikan sendiri sebagai
manusia, tumbuh dan berkembang melaui interaksi sosial, yaitu berkomunikasi
dan menjalin hubungan dengan orang lain. Individu tidak dilahirkan dengan
membawa kepribadian tetapi dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya.
Pengalaman dalam kehidupan akan membentuk diri (kepribadian), tetapi setiap
orang juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan apa yang telah terjadi
pada diri pribadinya. Kesadaran terhadap diri pribadi merupakan suatu proses
persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri. Individu dengan konsep diri yang
positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal,
kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri negatif dapat
dilihat dari hubungan dan sosial maladaptif.
21

b. Rentang respon konsep diri
Stuart (2007), penilaian tentang konsep diri dapat dilihat berdasarkan
rentang konsep diri yaitu :
Skema 1
Rentang Respon Konsep Diri

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi
diri
Konsep diri
positif
Harga diri
rendah
Kekacauan
identitas
Depersonalisasi

Rentang konsep diri sepanjang rentang sehat hingga sakit berkisar dari
status aktualisasi diri yang adaptif sampai status kerancuan identitas yang lebih
maladaptif serta depersonalisasi. Kerancuan identitas merupakan suatu
kegagalan individu yang mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-
kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Depersonalisasi
merupakan suatu perasaan tidak realistis dan merasa asing dengan diri sendiri.
Depersonalisasi juga ditunjukkan dengan adanya individu yang mengalami
kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain dan tubuhnya sendiri terasa
tidak nyata dan asing baginya (Stuart, 2007).
Konsep diri pada lansia dikatakan negatif bila lansia meyakini dan
memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak berbuat apa-apa, gagal,
tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik. Lansia dengan konsep
diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupannya dan
kesempatan yang dihadapinya, mereka juga akan mudah menyerah dan putus
asa. Lansia dengan konsep diri positif akan lebih percaya diri dan selalu bersikap
positif terhadap segala suatu kegagalan. Lansia dengan konsep diri positif akan
22

menghargai dirrinya dan melihat hal-hal positif yang dpat dilakukan demi
kelangsungan hidupnya dan bisa menerima keadaannya (Sulandari, 2009).

c. Komponen konsep diri
Konsep diri terdiri dari 5 komponen yaitu gambaran diri, ideal diri, harga
diri, peran dan identitas diri (Potter & Perry, 2010).
1) Gambaran diri
Gambaran diri merupakan sikap seseorang terhadap tubuhnya secara
sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang
ukuran, bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu.
Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima reaksi dari
tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain. kemudian memanipulasi
lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan.
Gambaran diri (body image) berhubungan erat dengan kepribadian.
Cara individu memandang dirinya sendiri akan mempunyai dampak yang
penting pada aspek psikologisnya antara lain: individu akan mempunyai
pandangan yang realistis terhadap dirinya, apabila seseorang menerima dan
menyukai bagian tubuhnya maka hal ini akan memberi rasa aman, sehingga
terhindar dari rasa cemas dan meningkatnya harga diri. Individu yang stabil,
realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan
kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang hal ini akan memacu
sukses dalam kehidupan. Persepsi dan pengalaman individu dapat
merupakan gambaran diri secara ilmiah (Keliat, 2000).
Penampilan sering mempengaruhi gambaran diri dan citra diri
seseorang. Seorang lansia biasanya akan merasa lebih percaya diri apabila
23

menngetahui bahwa dirinya tampak lebih baik. Intervensi keperawatan dasar
berhubungan dengan kebersihan, hygiene, dan berdandan sangat penting
dalam membantu lansia mempertahankan perasaan berharga pada dirinya.
Pria lansia harus dianjurkan utuk bercukur setiap hari dan memotong
rambutnya secara teratur dan merapikan rambut jenggot, kumis dan alis jika
perlu. Wanita lansia harus dibantu dengan gaya rambut yang mereka
inginkan dan diberikan kosmetik yang sesuai untuk kulit lanjut usia.
Komentar tentang penampilan seseorang yang baik hampir selalu membantu,
baik orang itu berumur 20 tahun ataupun 100 tahun. Seorang lansia
menyadari terjadinya perubahan fisik yang dialaminya misalnya kulit yang
mulai keriput, rambut yang ubanan dan tidak mampu melakukan aktivitas
seperti masa muda (Stanley, Blair, & Bare, 2005).
2) Ideal diri
Ideal diri merupakan persepsi tentang bagaimana ia harus berperilaku
sesuai dengan standar pribadi. Standar pribadi dapat berhubungan dengan
tipe orang yang diinginkan atau sejumlah inspirasi, cita-cita, dan nilai yang
ingin dicapai.
Ideal diri berkembang mulai kanak-kanak sampai lanjut usia yang
dipengaruhi oleh orang yang penting bagi diri seseorang dimana orang yang
penting bagi seseorang akan memberikan tuntutan dan harapan dalam
kehidupannya. Pada usia remaja ideal diri dibentuk melalui proses
identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Sedangkan pada lanjut usia
ideal diri dipengaruhi oleh penurunan kekuatan fisik serta perubahan peran
dan tanggung jawab (Keliat, 2000).
24

Gangguan konsep diri dapat terjadi ketika lansia tidak dapat
mencapai ideal dan harapan dirinya. Ideal diri sangat penting dalam
mempertahankan keseimbangan dan kesehatan mental lansia. Namun ideal
diri hendaknya tidak ditetapkan terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari
kemampuan, agar dapat menjadi pendorong dan masih dapat dicapai.
Apabila lansia tidak dapat mencapai ideal dirinya sesuai yang diinginkan,
maka akan timbul perasaan kecewa dari dalam diri lansia tersebut (Keliat,
2000).
3) Harga diri
Harga diri merupakan penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Frekuensi
pencapaian tujuan akan menentukan apakah harga diri seseorang menjadi
rendah atau tinggi. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga dirinya
menjadi tinggi, dan jika individu sering gagal maka cenderung harga dirinya
rendah (Burns, 1993).
Harga diri diperoleh oleh diri sendiri dan orang lain. Manusia
cenderung bersifat negatif, meskipun ia cinta dan mengakui orang lain
namun ia jarang mengekspresikannya. Harga diri akan rendah jika
kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain.
Seorang lansia dengan harga diri rendah merasa dirinya tidak punya
kemampuan, tidak nyaman, dan tidak berharga, semua ini dimanifestasikan
dalam bentuk antara lain kehilangan berat badan, kehilangan nafsu makan,
makan berlebihan, konstipasi atau diare, gangguan tidur, tubuh tidak terawat,
menarik dari aktivitasnya, sulit memulai akivitas baru, penurunan libido,
sedih dan cemas, perasaan terisolasi, lebih suka sebagai pendengar daripada
25

berpartisipasi aktif, sensitif terhadap kritikan orang lain, mengeluh nyeri dan
pusing, merasa tidak dapat melakukan hal-hal yang berarti, merasa selalu
salah dan gagal. Harga diri tinggi pada lansia dapat dibangun melalui
beberapa kondisi antara lain :
a) Power
Seorang lansia memiliki perasaan kontrol terhadap setiap
kejadian dalam hidupnya dan kemampuan untuk menghargai orang lain.
b) Significance
Ketika seorang lansia merasa dicintai, menerima dan diperhatikan
oleh orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya.
c) Virtue
Seorang lansia merasa nyaman ketika perilakunya atau
tindakannya merefleksikan nilai-nilai moral dan kode etik.
d) Competence
Ketika seorang lansia mampu meraih kesuksesan atas apa yang
diharapkan dirinya dan orang lain.
e) Consistenty/set limit
Gaya hidup seorang lansia menunjukkan penerimaan dan
perhatian serta memberikan rasa nyaman.
4) Peran
Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Setiap orang disibukkan
oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu
sepanjang daur kehidupan, misalnya sebagai anak, istri, mahasiswa, perawat
dan teman. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga
26

diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan
cocok dengan ideal diri (Potter & Perry, 2010)
Peran yang tidak jelas terjadi apabila individu diberikan peran tidak
sesuai dalam hal perilaku dan penampilan yang diharapkan. Peran tidak
sesuai terjadi apabila individu dalam proses transisinya, merubah nilai dan
sikapnya, misalnya seseorang yang masuk dalam satu profesi, dimana
terdapat konflik antara nilai individu dan profesi. Peran berlebih terjadi jika
seseorang menerima banyak peran, misalnya sebagai istri, mahasiswa, ibu,
perawat, individu dituntut melakukan banyak hal tetapi tidak tersedia waktu
untuk menyelesaikannya.
5) Identitas diri
Identitas diri merupakan prinsip pengorganisasian kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan
keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan otonomi dan
mencakup persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai
pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan, tetapi
merupakan tugas utama pada masa remaja. Identitas diri merupakan
kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian
yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan
yang utuh.
Seorang lansia yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat
akan memandang dirinya berbeda dengan diri orang lain, unik dan tidak ada
duanya, kemandirian timbul dari perasaan berharga (respon pada diri
sendiri). kemampuan dan penguasaan diri, seorang lansia yang mandiri dapat
mengatur dan menerima dirinya.
27

Identitas diri berkembang dari masa kanak-kanak bersamaan dengan
perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis
kelamin, identitas jenis kelamin berkembang sejak bayi secara bertahap,
dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita yang banyak dipengaruhi oleh
pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis (Keliat,
2000).

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
Menurut Potter & Perry (2005), pembentukan konsep diri dipengaruhi
oleh banyak faktor antara lain: pola asuh orang tua, lingkungan sosial budaya,
adanya perubahan fisik, psikologis, dukungan orang yang berarti atau kelompok
sosial, penyakit dan spiritual.
1) Dukungan sosial
Dukungan sosial merupakan penilaian terhadap dukungan yang
diberikan oleh keluarga orang lain dan lingkungan masyarakat terhadap
lansia. Dukungan keluarga dan masyarakat yang kurang akan membuat
lansia mengalami perubahan negatif terhadap kehidupannya, dan sebaliknya
bila dukungan keluarga dan masyarakat cukup baik maka akan membuat
lansia mengalami perubahan yang positif dalam kehidupannya.
2) Psikologis
Penilaian psikologis merupakan penilaian lansia terhadap stress dan
ancaman dalam kehidupannya, seperti kegagalan yang terjadi secara terus-
menerus akan membuat lansia merasa tidak berguna, lemah dan menjadi
sensitif serta selalu memandang negatif terhadap sesuatu.

28

3) Fisik
Penilaian fisik merupakan perubahan strktur dan fungsi tubuh serta
keterbatasan yang dirasakan oleh lansia yang merupakan evaluasi terhadap
dirinya secara fisik.
4) Spiritual
Penilaian spiritual merupakan keyakinan lansia tentang nilai-nilai
yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan dalam menyikapi kondisi
yang dialaminya. Seorang lansia yang semakin taat dalam kehidupan
beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya
akan cenderung berfikir dan bertindak positif dalam kehidupannya sehari-
hari.
5) Lingkungan sosial-budaya
Penilaian lingkungan sosial-budaya merupakan penilaian lansia
terhadap lingkungan masyarakat dan sosial budaya yang ada di lingkungan
sekitar. Budaya memegang peranan penting terhadap pembentukan
kepribadian seseorang, apabila budaya setempat memberikan pengaruh
positif, maka perilaku lansia mengarah ke hal-hal yang positif. Sebaliknya,
nilai lingkungan budaya setempat memandang negatif perilaku lansia akan
mengarah ke hal-hal yang negatif.
6) Penyakit
Penyakit merupakan keadaan dimana terdapat gangguan terhadap
bentuk dan fungsi tubuh yang berada dalam keadaan tidak normal pada
tubuhnya. Seorang lansia yang mengalami suatu penyakit baik itu penyakit
keturunan maupun penyakit yang didapat akan berdampak pada fungsi
tubuhnya, sehingga tubuhnya tidak berfungsi secara utuh dan optimal dalam
29

beraktivitas dan menjalani kehidupannya sehari-hari, sehingga lansia
tersebut selalu merasa lemah dan tidak berdaya. Apabila lansia tersebut
merasa lelah dan tidak berdaya, maka hal tersebut akan berpengaruh pada
harga diri dan fungsi peran tersebut. Sehingga dapat menimbulkan konsep
diri yang negatif.

3. Panti Werdha
a. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata panti werdha
diartikan sebagai tempat merawat dan menampung individu yang telah berusia
lanjut. Sedangkan menurut Peraturan Daerah (Perda) No. 15 Tahun 2002
mengenai perubahan atas Perda No. 15 Tahun 2000 Tentang Dinas Daerah,
maka PSTW berganti nama menjadi Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha
(BPSTW).
Panti werdha merupakan institusi hunian bersama dari para lansia yang
secara fisik atau kesehatan masih mandiri, akan tetapi (terutama mempunyai
keterbatasan di bidang sosial ekonomi) kebutuhan harian dari para penghuni
biasanya disediakan oleh pengurus panti, yang diselenggarakan oleh pemerintah
atau swasta (Martono & Pranarka, 2009).
Panti werdha merupakan suatu institusi yang memungkinkan kelompok
usia lanjut untuk melakukan kontak yang bersifat sementara yang biasanya tidak
mereka miliki apabila tinggal di rumah sendiri atau mereka yang tinggal dengan
anak yang sudah dewasa. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh usia lanjut
yang tinggal di panti werdha atau lembaga penampungan orang lanjut usia yang
berkaitan erat dengan tugas perkembangan usia lanjut (penurunan minat sosial)
30

adalah adanya kemungkinan untuk berhubungan dengan teman seusia yang
mempunyai minat dan kemampuan sama, kesempatan besar untuk dapat
diterima secara emporer oleh teman seusia daripada dengan orang yang lebih
muda menghilangkan kesepian karena orang-orang dilingkungannya dapat
dijadikan teman dan tempat berkarya berdasarkan prestasi di masa lalu
(Dinkessos, 2002).

b. Fasilitas panti werdha
Sesuatu pasti memiliki sisi positif dan negatif, begitu pula dengan panti
werdha. Sampai saat ini, PSTW masih bercitra agak negatif. Selain karena
tempatnya yang dikonotasikan dengan kekumuhan, panti juga disebut-sebut
sebagai tempat pembuangan lansia sedangkan sisi positif panti werdha adalah
sebagai tempat bersosialisasi lansia sehingga dapat membuat lansia tidak merasa
kesepian atau merasa dibuang. Selain itu juga ditempat ini lansia banyak
memiliki atau dilibatkan dalam sebuah aktifitas yang melibatkan fisik dan
mentalnya agar selalu terjaga juga sebagai sarana penghibur, contohnya senam
sehat, melakukan hobi seperti kerajinan tangan atau sekedar membaca
(Windivitri, 2009).
Fasilitas untuk panti werdha diatur dalam Peraturan Perundang-
Undangan dan Penyelenggaraan Penyandang Cacat Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14
dan Pasal 15 yang mencangkup akses ke dan dari dalam bangunan, pintu,
tangga, lift, tempat parkir, toilet dan beberapa lainnya dalam aksebilitas pada
bangunan umum. Dalam Departemen Sosial (Depsos) lansia dimasukkan
kedalam kategori penyandang cacat, mental maupun fisik.


31

c. Tinjauan kenyamanan bangunan panti werdha
Nyaman menurut KBBI adalah segar dan sehat. Sedangkan kenyamanan
adalah keadaan nyaman, kesegaran dan kesejukan. Kenyamanan sebuah
bangunan diatur dalam Undang- Undang RI No. 28 Tahun 2002 bagian keempat
pasal 26 ayat 1 sampai dengan ayat 7.
Undang- Undang RI No. 28 Tahun 2002 tentang persyaratan kendala
bangunan gedung, alinea 4 pasal 26 yaitu ayat (1) sampai dengan ayat (6)
meliputi kenyamanan ruang gerak, dan hubungan antar ruang, kondisi udara
dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran, dan tingkat kebisingan. Hal- hal
tersebut menjadi syarat minimal kenyamanan sebuah gedung, terlebih bagi
sebuah bangunan panti werdha.
1) Kenyamanan ruang gerak
Kenyamanan ruang gerak sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat
(1) merupakan kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak
ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruang. Ayat ini
menjelaskan bagaimana dimensi ruang yang benar dan tata letak ruang atau
organisasi ruang yang tepat dalam hal ini khususnya ruang kumpul, sehingga
lansia sebagai individu dapat bergerak dengan nyaman dalam ruangan, baik
dengan kursi roda, dengan alat bantu jalan atau lansia dengan kondisi normal.
Dimensi ruang adalah ukuran lebar, panjang dan tinggi ruang yang
dibutuhkan untuk sebuah ruang agar lansia khususnya dapat bergerak leluasa
contohnya untuk kamar tidur untuk satu orang adalah 7m, dan kamar tidur
untuk dua orang yaitu 12m. Ruang kumpul atau ruang duduk dengan
aktivitas, nonton, membaca atau melakukan hobi seperti kerajinan tangan,
luas ruang bersama untuk tiap orang diperhitungkan minimal 1,9 m. Dalam
32

sebuah ruang kumpul biasanya terdapat sofa/kursi, meja, dan rak televisi/
buku, maka jarak yang dibutuhkan antara sofa/kursi dengan meja minimal
adalah 45,7 cm dan maksimalnya 91,4 cm agar lansia dengan kursi roda dapat
bergerak diantaranya dengan nyaman.
2) Kenyamanan hubungan antar ruang
Kenyamanan hubungan antar ruang sebagaimana dimaksud dalam
pasal 26 ayat (2) merupakan kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang
dan sirkulasi antar ruang dalam bangunan gedung untuk terselenggaranya
fungsi bangunan gedung.
Dalam perencanaan sebuah fasilitas panti werdha, kebutuhan ruang
akan menentukan bagaimana organisasi ruang sesuai kebutuhannya.
Contohnya seperti gambar dibawah ini sebaiknya ruang tidur, kamar mandi,
ruang makan, dan ruang kumpul jaraknya tidak terlalu berjauhan. Karena
ruang- ruang tersebut adalah ruang yang sering dipergunakan oleh lansia
dalam beraktivitas.
Skema 2
Hubungan antar Ruang di Wisma Panti Werdha





Selain masalah organisasi ruang, ayat ini mengatur masalah sirkulasi
antar ruang, yang terdiri dari sirkulasi ruang secara horizontal yaitu koridor,
ramp atau tanjakan dan tangga serta sirkulasi ruang secara vertikal yaitu lift
apabila gedung terdiri dari empat lantai dan escalator.


R. Kumpul
R. Tidur
Kamar Mandi
R. Makan
33

3) Kenyamanan kondisi udara
Kenyamanan kondisi udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan
kelembaban didalam ruang untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
Suhu yang nyaman untuk tubuh kita adalah antara antara 18C - 25C
sedangkan mengenai kelembapan suatu ruang tergantung dari derajat
kelembapan udara diluar dan tujuan penggunaan ruang itu sendiri.
Kelembapan yang nyaman ada disekitar 40%-70%. Suhu, kelembapan dan
sirkulasi udara perlu sangat diperhatikan karena hal tersebut dapat
berpengaruh pada kesehatan penghuninya.
4) Kenyamanan pandangan
Kenyamanan pandangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
merupakan kondisi dimana hak pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan
didalam bangunan gudungnya tidak terganggu dari bangunan gedung lain
disekitarnya. Kenyamanan pandangan dapat diwujudkan melalui gubahan
massa bangunan, rancangan bukaan, tata ruang dalam dan ruang luar
bangunan, serta dengan memanfaatkan potensi ruang luar bangunan, ruang
terbuka hijau alami atau buatan, termasuk pencegahan terhadap gangguan
silau dan pantulan sinar. Selain itu pemilihan warna dan material baik
terhadap elemen interior seperti dinding, lantai, dan atap maupun terhadap
furnitur, juga pencahayaan dapat menjadi penentu bagaimana mewujudkan
pandangan yang nyaman.
5) Kenyamanan kondisi tingkat getaran dan kebisingan
Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (5) merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh suatu
34

keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung
terganggu oleg getaran atau kebisingan yang timbul baik dari dalam gedung
atau lingkungannya. Untuk ruangan dalam rumah normal, sebaiknya jangan
melebihi 20-30 db sedangkan untuk frekuensi getaran bangunan gedung
biasanya antara 5-50 Hz. Jika frekuensi tersebut telah memasuki batas 20-30
Hz, maka getaran tersebut telah dapat didengar sebagai bunyi. Tingkat
kebisingan dan getaran bangunan dapat dipengaruhi oleh banyak hal salah
satunya lokasi, kegiatan penghuni, juga material yang dapat menghasilkan
atau meredam suara pada bangunan atau ruang tersebut.

4. Konsep Keluarga
a. Definisi
Keluarga merupakan gabungan dua orang atau lebih yang disatukan oleh
ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional yang mengidentifikasikan diri
mereka sebagai bagian di dalam keluarga tersebut (Duvall & Miller, 1985 dalam
Mubarak, dkk., 2006).
Friedman (1998), keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
Karakteristik keluarga dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah :
1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi;
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama (satu atap) atau jika terpisah
mereka tetap memperhatikan satu sama lain;


35

b. Fungsi keluarga
Friedman (1998) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga,
diantaranya adalah fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi
dan fungsi perawatan keluarga (Mubarak, Cahyatin & Santoso, 2009).
1) Fungsi afektif
Fungsi afektif berkaitan erat dengan fungsi internal keluarga, yang
merupakan dasar kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi
afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota
keluarga. Komponen yang harus dipenuhi oleh keluarga untuk
melaksanakan fungsi afektif adalah memelihara saling asuh (mutual
nurturance), keseimbangan saling menghargai, pertalian atau ikatan dan
identifikasi, keterpisahan dan kepaduan.
2) Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungan sosial. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga
dicapai melalui interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang
diwujudkan dalam sosialisasi.
3) Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi adalah salah satu fungsi dalam ikatan suatu
perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada
pasangan tujuan membentuk keluarga adalah untuk meneruskan keturunan,
sehingga menambah sumber daya manusia.

36

4) Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi adalah fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal maka keluarga memerlukan
sumber keuangan.
5) Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga juga beperan untuk melaksanakan asuhan kesehatan yaitu
mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan merawat anggota keluarga
yang sakit. Keluarga yang dapat menyelesaikan tugas kesehatan berarti
mampu menyelesaikan masalah kesehatan. Suatu keluarga memiliki lima
tugas kesehatan keluarga yang harus dijalankan yaitu keluarga mamup
mengenal masalah kesehatan, mampu membuat keputusan tindakan
kesehatan yang tepat, mampu memberikan perawatan pada anggota keluarga
yang sakit, mampu memodifikasi lingkungan serta mampu memanfaatkan
pelayanan kesehatan.

c. Tahap perkembangan keluarga
Perkembangan keluarga adalah perubahan yang terjadi pada sistem
keluarga. Perkembangan keluarga meliputi perubahan pola interaksi dan
hubungan antar anggotanya di sepanjang waktu. Tingkat perkembangan
keluarga ditandai oleh usia anak yang tertua. Friedman (1998) menjelaskan ada
delapan tahap perkembangan keluarga (Mubarak, dkk., 2006).
1) Pasangan baru menikah (beginning family);
2) Keluarga dengan menanti kelahiran atau bayi baru lahir (childbearing
family);
3) Keluarga dengan anak usia pra sekolah (families with preschool);
37

4) Keluarga dengan anak usia sekolah (families with school children);
5) Keluarga dengan anak usia remaja (families with teenagers);
6) Keluarga dengan anak usia dewasa awal (launching center families);
7) Keluarga dengan usia pertengahan (middle age families);
8) Keluarga dengan usia lanjut.

d. Tugas perkembangan keluarga dengan usia lanjut
Tiap tahapan perkembangan keluarga memiliki tugas perkembangan
yang harus dilalui termasuk keluarga dengan usia lanjut. Adapun tugas
perkembangan keluarga dengan usia lanjut (Friedman, Bowden, & Jones, 2003)
yaitu :
1) Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling
menyenangkan pasangannya;
2) Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi : kehilangan pasangan,
kekuatan fisik dan penghasilan keluarga;
3) Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat;
4) Mempertahankan kontak dengan anak cucu;
5) Mempertahankan kontak dengan masyarakat;
6) Melakukan life review masa lalu.

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah model konseptual yang berkaitan dengan seorang peneliti
menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap
penting untuk masalah. Penyusunan kerangka konsep akan membantu peneliti untuk
membuat hipotesa, menguji hubungan tertentu dan membantu peneliti dalam
38

menghubungkan hasil penentuan dengan teori yang hanya dapat diamati atau diukur
melalui konstruk atau variabel (Hidayat, 2007).
Skema 3
Kerangka Konsep Penelitan Perbedaan Konsep Diri antara Lansia yang Tinggal di
Panti Sosial Tresna Werdha dengan Lansia yang Tinggal di Tengah Keluarga











C. Hipotesa
Ha : Terdapat perbedaan antara konsep diri lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna
Werdha dengan lansia yang hidup di tengah keluarga
Ho : Tidak terdapat perbedaan antara konsep diri lansia yang tinggal di Panti Sosial
Tresna Werdha dengan lansia yang hidup di tengah keluarga
Konsep diri lansia di
Panti Sosial Tresna
Werdha
- Positif
- Negatif
Konsep diri lansia di
keluarga

You might also like