You are on page 1of 4

Analisis

Penyakit malaria disebabkan oleh parasit malaria (yaitu suatu protozoa darah yang
termasuk genus plasmodium) yang dibawa oleh nyamuk anopheles. Gejala klinis malaria berupa
demam, spleenomegali yang merupakan gejala khas pada malaria kronis atau menahun dan
anemia atau penurunan kadar hemoglobin darah sampai dibawah nilai normal yang disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah yang berlebihan oleh parasit malaria.
Nyamuk Anopheles aconitus betina menghisap darah manusia yang mengandung parasit
malaria. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikrogametosit dan makrogametosit
sehingga terjadi pembuahan yang disebut zigot (ookinet), selanjutnya ookinet menembus dinding
lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista pecah, ribuan sporozit dilepaskan dan
mencapai kelenjar air liur nyamuk dan siap ditularkan jika nyamuk menggigit tubuh manusia.
Gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya pertahanan tubuh penderita, jenis plasmodium
malaria serta jumlah parasit yang menginfeksinya..
Permasalahan malaria di Indonesia merupakan masalah utama penyakit tropis karena
sering terjadi wabah yang ditemukan resistensi terhadap obat yang sering digunakan. Anopheles
aconitus merupakan jenis nyamuk pembawa utama penyakit malaria. Jenis nyamuk tersebut
terdapat hampir di seluruh pulau jawa.
Program pemberantasan malaria di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi berbagai
kendala diantaranya akibat meluasnya plasmodium yang resisten terhadap obat antimalaria dan
nyamuk vektor yang resisten terhadap berbagai insektisida. Adanya resistensi tersebut diperlukan
suatu pencarian alternatif yang lain terutama yang berasal dari sumber alami yang mampu untuk
menanggulangi masalah tersebut.
Salah satu cara dengan menggunakan insektisida kimia sintetik, seperti DDT,
etilheksanadiol, temefos (abate) Penggunaan bahan kimia sintetik tersebut dapat berakibat buruk
bagi kesehatan manusia, disebabkan adanya residu bahan kimia yang tertinggal di
lingkungan (Utari 2007). Menurut Cavalcanti et al. (2004), temefos diduga beracun karena
dapat menyebabkan sakit kepala, iritasi, dan hilangingatan. Selain itu temefos juga bersifat
racun terhadap beberapa senyawa air. Larvasida temefos dapat masuk ke dalam rantai
makanan dan semakin terakumulasi dengan semakin tingginya tingkat rantai makanan.
Penggunaan insektisida sintetik untuk pengendalian nyamuk dapat bermanfaat bila
digunakan dalam keadaan tepat. Larvasida temefos bila digunakan dalam skala yang luas,
terus-menerus dalam jangka panjang, dan dengan frekuensi yang tinggi, dapat
menimbulkan penurunan kerentanan. Hal itu salah satunya telah dilaporkan oleh Braga et
al. (2004). Untuk itulah diperlukan suatu penelitian dan pengembangan guna mencari
insektisida yang dapat menghentikan atau menghambat perkembangan serangga yang ramah
lingkungan.
Indonesia memiliki sumber keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, termasuk jenis
tumbuhan yang mempunyai bahan aktif untuk dikembangkan sebagai insektisida nabati, Menurut
Karnidan (2000) senyawa yang terkandung dalam tumbuhan seperti golongan sianida, saponin,
tanin, flavonoid, alkaloid, minyak atsiri dan steroid diduga dapat berfungsi sebagai insektisida.
Annona muricata L. (sirsak) mengandung bahan aktif yakni alkaloid, annonine, muricine
dan muricinine serta saponin yang dapat berperan sebagai anti makan dan insektisida (Grainge &
Ahmed, 1998 dalam Alfiah, 2008). Pada sirsak ditemukan juga senyawa bersifat bioaktif yang
dikenal dengan nama acetogenin (Naria, 2005). Biji sirsak mengandung bahan aktif annonain,
saponin, flavonoid, tanin. Selain itu, bijinya mengandung minyak antara 42-45%. Senyawa-
senyawa tersebut diperoleh dengan cara mengekstrak biji sirsak (Annona muricata L.)
menggunakan metanol 70%.
Biji Sirsak (Annona muricata L) adalah biji dari tanaman golongan annonaceae yang dari
penelitian sebelumnya diketahui memiliki kandungan berbagai zat seperti annonaceus
acetogenin, N-p coumaroyl tyramine dan N-fatty acid triptamin. Efek larvasida dari ekstrak biji
sirsak (Annona muricata L) ini kemungkinan besar diakibatkan oleh kandungan zat aktif
Annonacoeous acetogenin (Bories, 1991; Coloma, 2002; Dharmasena, 2001).
Mekanisme kerja dari senyawa golongan Annonaceous acetogenin ini adalah melalui
proses inhibisi respirasi (spesifik pada komplek NADH ubiquinon oxidoreductase). Proses
inhibisi pada larva Aedes sp. ini mengakibatkan terganggunya transfer elektron dari NADH
menuju ubiquinone sehingga mengganggu proses respirasi seluler pada mitokondria secara
keseluruhan. Akibat terganggunya proses respirasi ini maka proses pembentukan ATP tidak akan
berjalan dengan benar sehingga organisme tidak akan bisa memperoleh energi yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolismenya (Coloma, 2002).
Selain memiliki potensi sebagai inhibitor respirasi, senyawa golongan Annonaceous
acetogenin ini juga memiliki efek sebagai antifeedant terhadap larva nyamuk. Antifeedant adalah
suatu substansi yang jika terpapar pada serangga akan menghentikan serangga tersebut untuk
memenuhi kebutuhannya akan makanan.
Mekanisme kerja dari antifeedant dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu (1) sebagai
deterrancy dan (2) sebagai racun serangga. (Coloma, 2002; Leatemia, 2004). Annonaceous
acetogenin ini mempunyai potensi sebagai antifeedant pada kedua mekanisme tersebut diatas,
yaitu sebagai deterrant yang membuat larva Aedes sp tidak mau makan dan sebagai racun
kontak pada Larva Aedes sp (Kardinan, 2005).
Khasiat tanaman sirsak sebagai insektisida telah diujikan pada Callobruchus analis (hama
biji kacang hijau) (Kardinan, 2000); Pediculus humanus (kutu kepala) (Sosromarsono, 1990);
Plutella xylostella L. (hama kubis dan lobak) (Leatemia dan Isman, 2004); kutu anjing (Heyne,
1987); Nilaparvata lugens (wereng coklat) dan Crocidolomia binotalis (ulat kubis) (Prijono,
1994).
Menurut Endah dan Heri (2000) bahwa fungsi senyawa alkaloid, triterpenoid, saponin,
dan glikosida flovoroid dapat menghambat daya makan larva (antifeedant). Cara kerja senyawa-
senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Karena
itu, bila senyawa senyawa ini masuk dalam tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu.
Ahmed et al (2009) bahwa ekstrak metanol biji Sirsak (Annona muricata L.) tidak
membunuh hama secara cepat, tetapi berpengaruh pada daya makan, pertumbuhan dan daya
reproduksi dan penurunan daya tetas telur. Selain itu, senyawa senyawa alkaloid, triterpenoid,
saponin, dan glikosida flovoroid menghambat indera perasa pada daerah mulut larva. Hal ini
mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali
makanannya. Akhirnya, larva akan mati kelaparan.
Senyawa flavonoid dan saponin yang terkandung didalam ekstrak metanol biji Sirsak
(Annona muricata L.) berfungsi sebagai larvasida. Senyawa-senyawa itu juga mampu
menghambat pertumbuhan larva, terutama tiga hormon utama dalam serangga, yaitu hormon
otak (brain hormone), hormon edikson, dan hormon pertumbuhan (juvenil hormone). Tidak
berkembangnya hormon tersebut dapat mencegah pergerakan larva (Karimah, 2006).
Sintesis
Biji (Annona muricata L.) dikupas, sehingga hanya daging bijinya yang tersisa. Daging biji
sirsak digiling sehingga menjadi serbuk. Sepuluh gram serbuk daging biji sirsak ditambahkan
100 ml metanol (1 : 10), lalu dikocok selama dua jam dengan alat pengocok (Prijono,1994).
Larutan kemudian disaring dengan kertas saring kasar. Sisa serbuk diekstrak kembali
dengan menambahkan 50 ml metanol dan dikocok kembali seperti di atas. Larutan disaring lagi
dan dikumpulkan dengan hasil saringan yang pertama. Larutan kemudian diuapkan di atas
waterbath sampai semua metanol menguap. Proses ekstraksi ini diulang hingga memperoleh
sejumlah ekstrak biji sirsak yang dibutuhkan. Setelah didapatkan ekstrak metanol biji A.muricata
L., ekstrak tersebut diuapkan sehingga didapatkan serbuk ekstrak metanol biji A.muricata L.
Serbuk ekstrak metanol biji A.muricata L. dikemas dalam bentuk sachet.
Biji sirsak (A.muricata L.) dapat diperoleh dari petani dengan pembudidayaan yang
terkontrol kualitasnya. Budidaya sirsak yang berkualitas dapat dicapai dengan adanya peran serta
dinas pertanian. Biji yang dipanen lalu diekstraksi dan distandarisasi kemudian dikemas ke
dalam sachet. Setelah menjadi sachet dinas kesehatan berperan dalam distribusi sachet ekstrak
methanol biji sirsak (A.muricata L.) ke masyarakat .

You might also like